Anda di halaman 1dari 23

SINTESIS MAKALAH

PENDEKATAN KEMAMPUAN PROSES SAINS DAN HANDS ON ACTIFITY


DALAM PENGEMBANGAN LKS PRAKTIKUM

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Praktikum IPA

Dosen Pengampu:
Vica Dian Aprelia Resti, M.Pd.
Adi Nestiadi, M.Pd.
Nofita Fajariyanti, M.Pd

Disusun oleh:

Kelompok 6

Didi Maulana (2281200008)

Mirta Apriliya (2281200047)

Alfia Sabilillah (228120059)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAS AGENG TIRTAYASA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga pemulis
dapat menyelesaikan penulisan sintesis makalah “Pendekatan Kemampuan Proses Sains
dan Hands On Actifity Dalam Pengembangan LKS Praktikum”. Adapun tujuan dari
penyusunan makalah ini selain untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen mata
kuliah Pengembangan Praktikum. Sintesis makalah ini juga bertujuan sebagai alat yang
digunakan untuk menambah wawasan keilmuan bagi mahasiswa dan mahasiswi khususnya
prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam.

Pemulis telah berusaha untuk dapat menyusun Makalah ini dengan baik, namun kami
pun menyadari akan adanya keterbatasan sebagai manusia biasa. Oleh karena itu jika didapati
adanya kesalahan - kesalahan baik dari segi teknik penulisan, maupun isi penulis memohon
maaf dan kritik serta saran diharapkan untuk dapat menyempunakan makalah ini.

Serang, Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................................................................... 1


1.2. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3

2.1. Pendekatan Kemampuan Proses Sains Dan Hands On Activity Dalam Pencapaian
Outcome Pelaksanaan Praktikum IPA Di SMP ............................................................................. 3
2.2. Bahan Ajar Dalam Praktikum IPA yang Dapat Digunakan Dalam Pencapaian
Outcome Sesuai Dengan Pendekatan Kemampuan Proses Sains dan Hands On Activity .......... 4
2.3. Peran Pengembangan Bahan Ajar Dalam Kegiatan Praktikum ...................................... 5
2.4. Ragam Model Pengembangan Bahan Ajar ........................................................................ 6
2.5. Pendekatan Kemampuan Proses Sains dan Hands On Activity Dalam Pengembangan
LKS Praktikum ............................................................................................................................... 17
BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 18

A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 18
B. Saran ........................................................................................................................................ 18
DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengembangan Kurikulum 2013 menyebutkan bahwa pembelajaran IPA di tingkat
SMP dilaksanakan dengan berbasis keterpaduan. Pembelajaran IPA di SMP saat ini
dituntut untuk melaksanakan pembelajaran IPA Terpadu termasuk praktikumnya.
Pembelajaran IPA di SMP dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative science
bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Keduanya sebagai pendidikan berorientasi
aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan
pembangunan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan social.
Integrative science mempunyai makna memadukan berbagai aspek yaitu domain sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.

Dalam implementasi Kurikulum 2013, kegiatan pembelajaran IPA dikembangkan


dengan pendekatan scientific (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar
dan mengomunikasikan) dan keterampilan proses sains lainnya. Kegiatan yang berbasis
scientific inilah yang harus dimunculkan baik ketika menyusun RPP, LKPD maupun
ketika pelaksanaan pembelajaran IPA. Dalam Kurikulum 2013, sebagian besar rumusan
Kompetensi Dasar sudah terpadu (terintegrasi).

Menurut Rustaman (2005), ketrampilan proses adalah ketrampilan yang melibatkan


aspek kognitif atau intelektual,manual dan sosial. keterampilan intelektual dan kognitif
terlibat karena dengan melibatkan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya.
Sedangkan Menurut Gagne (Kurniawan, 2016) keterampilan proses IPA adalah
kemampuan kemampuan dasar tertentu yang dibutuhkan untuk menggunakan dan
memahami sains. Setiap keterampilan proses merupakan keterampilan intelektual yang
khas, yang digunakan oleh semua ilmuwan, serta dapat diterapkan untuk memahami
fenomena apapun juga

Keterampilan proses sains dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang berorientasi


pada pemecahan masalah, inquiry, pendekatan keterampilan proses. Guru perlu
merencanakan pembelajaran IPA yang berbasis keterpaduan sesuai hakikat IPA dan
menekankan keterampilan berpikir siswa dengan pendekatan yang berorientasi scientific.

1
Penyusunan RPP dan LKPD dapat dimulai dengan menganalisis KI, KD, indikator,
aktivitas pembelajaran sampai dengan teknik penilaian. Petunjuk belajar dalam LKPD
dikembangkan dengan menekankan pencapaian keterampilan proses peserta didik.

Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk atau Langkah langkah untuk menyelesaikan
suatu tugas dan haruslah jelas kompetensi dasar yang akan dicapai. Lembar Kegiatan Siswa
merupakan salah satu bentuk learning guide yang digunakan dalam pembelajaran yang
berfungsi sebagai panduan belajar siswa dan juga memudahkan siswa dan guru dalam
melakukan kegiatan belajar mengajar. Selain itu, lembar kegiatan siswa memungkinkan
siswa melakukan aktifitas nyata dengan objek dan persoalan yang dipelajari.
Dengan begitu untuk mengembakan keterampian proses sains perlu kemampuan guru
untuk memfasilitasi dengan kegiatan dalam bentuk LKS (Lembar Kerja Siswa) yang
beorientasi pada keterampilan proses dan terintegrasi.

1.2. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pendekatan kemampuan proses sains dan hands on activity dalam
pencapaian outcome pelaksanaan praktikum IPA di SMP
2. Untuk mengetahui ragam bahan ajar dalam praktikum IPA
3. Untuk mengetahui peran pengembangan bahan ajar dalam praktikum IPA
4. Untuk mengetahui peran pendekatan kemampuan proses sains dan hands on activity
dalam pengembangan LKS praktikum

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pendekatan Kemampuan Proses Sains Dan Hands On Activity Dalam


Pencapaian Outcome Pelaksanaan Praktikum IPA Di SMP
Tujuan pengajaran sains sebagai proses adalah untuk meningkatkan
keterampilan berpikir siswa, sehingga siswa tidak hanya mampu dan terampil dalam
menghafal, melainkan juga ahli di bidang keterampilan. Menurut Siregar (dalam Gloria
2012), proses berpikir manusia tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi dapat
diketahui dari hasil yang dimunculkannya. Hasil ini diantaranya bisa berupa
kemampuan dalam berbahasa, merencanakan, mengamati, membandingkan,
mengelompokkan, merangkum, mengevaluasi, menginterprestasi, mengambil
keputusan, menerima informasi, memecahkan masalah, dan berimajinasi

Hands on activity adalah suatu model yang dirancang untuk melibatkan siswa
dalam menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan
data dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. Siswa diberi kebebasan
dalam mengembangkan pemikiran dan temuan selama melakukan aktivitas sehingga
siswa melakukan sendiri dengan tanpa beban, menyenangkan dan dengan motivasi
yang tinggi. (Lestari, 2012)

Model pembelajaran hands on minds on activity yaitu model pembelajaran


dimana peserta didik tidak hanya melihat dan mendengarkan guru menjelaskan, tetapi
dalam pembelajaran ini peserta didik mengamati, melakukan dan mengidentifikasi
secara langsung pada objek yang dipelajari. Belajar dengan melakukan kegiatan tangan
(hands on activity) dan kegiatan berpikir (minds on activity). Hands on activity pada
pengamatan dan minds activity pada materi pembelajaran ditekankan pada
perkembangan penalaran, membangun model, keterkaitannya dengan aplikasi dunia
nyata (Siswati, Herlina, & Budiyanto, 2012).

Pembelajaran langsung (hands on) melibatkan peserta didik dalam pengalaman


belajar total yang meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis. Peserta
didik itu harus rencanakan suatu proses untuk menguji hipotesis, letakkan proses ke
dalam gerakan menggunakan berbagai materi langsung, lihat proses hingga selesai, dan
kemudian menjadi mampu menjelaskan hasil yang dicapai. Sehingga dari sini dapat

3
peserta didik akan dapat mencapai sebuah outcome pelaksaan praktikum, yang dimana
dengan adanya kegiatan hands on dapat membuat peserta didik mampu menerapkan
apa yang sudah pernah didapat pada pelaksanaan praktikum ke dalam kehidupan sehari-
hari.

2.2. Bahan Ajar Dalam Praktikum IPA yang Dapat Digunakan Dalam Pencapaian
Outcome Sesuai Dengan Pendekatan Kemampuan Proses Sains dan Hands On
Activity
Bahan ajar merupakan seperangkat materi pelajaran yang mengacu pada
kurikulum dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah
di tentukan. Untuk mencapai kompetensi tersebut diperlukan sebuah pengolahan dan
analisis yang akurat. Bahan ajar ini disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok
utuh dari kompetensi yang akan peserta didik kuasai dan digunakan dalam proses
pembelajaran.

Bahan ajar yang cocok dalam praktikum IPA yang digunakan untuk mencapai
outcome dan sesuai dengan pendekatannya yaitu Lembar Kerja Siswa (LKS). Karena
di dalam LKS ini berisi rincian kegiatan yang dapat siswa lakukan untuk
mengembangkan keterampilan dalam proses bekerja mandiri ataupun kelompok.
Karena dalam LKS pun harus memiliki tiga aspek, yaitu aspek didaktik, konstruksi, dan
juga teknis yang harus dipenuhi.

Setiap LKS disusun menggunakan materi dan tugas tertentu yang dikemas
untuk mencapai suatu tujuan. Penyusunan LKS memiliki berbagai macam bentuk, salah
satunya yaitu berfungsi sebagai petunjuk praktikum. LKS ini cukup cocok dengan
proses sains dan Hands on Activity karena tujuan LKS sendiri yaitu untuk mengaktifkan
siswa, yang mana siswa tidak hanya menerima penjelasan dari guru melainkan
menemukan atau mengelola sendiri perolehan belajar.

Membantu siswa menemukan/mengelola perolehannya, karena pada hands on


activity ini memang dirancang agar siswa bisa bebas dalam mengembangkan pemikiran
dan temuan selama melakukan aktivitas sehingga siswa melakukan sendiri dengan
tanpa beban. Selain itu LKS ini membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan
proses karena sesuai dengan model pembelajaran hands on minds on activity bahwa
peserta didik tidak hanya melihat dan mendengarkan guru menjelaskan, tetapi dalam

4
pembelajaran ini peserta didik mengamati, melakukan dan mengidentifikasi secara
langsung pada objek yang dipelajari.

Dan itu semua dapat mengembangkan keterampilan peserta didik, karena


mereka melakukan langsung pada objek yang dipelajari. Selain itu pengembangan
keterampilan ini juga memberikan peserta didik pengalaman tersendiri yang
meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis.

2.3. Peran Pengembangan Bahan Ajar Dalam Kegiatan Praktikum


Bahan ajar yang dipakai yaitu LKS (Lembar Kerja Siswa), yang merupakan
suatu media belajar berupa sejumlah tugas yang diberikan kepada siswa dalam
memecahkan suatu masalah dengan disertai petunjukpetunjuk dalam mengerjakan soal.
Karena Guru hanya berperan sebagai pemberi dorongan, motivasi, dan inspirasi yang
sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menemukan dan memecahkan masalah dengan
kemampuannya sendiri. Salah satu media belajar yang memungkinkan dapat
meningkatkan partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar adalah
media belajar lembar kerja siswa (LKS).

Dengan menggunakan LKS diharapkan secara aktif siswa dapat terlibat dalam
kegiatan belajar mengajar, baik fisik, mental, intelektual, emosional dan sosial. Dengan
begitu penggunaan LKS peserta didik akan termotivasi dalam memecahkan masalah
dengan upaya sendiri dan tanggung jawab.

Beberapa peran pengembangan bahan ajar dalam melakukan praktikum yaitu :

• Pedoman bagi Guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam


proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharus
nyadiajarkan kepada siswa.
• Pedoman bagi Siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam
proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharus
nya dipelajari / dikuasainya.
• Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran.

5
2.4. Ragam Model Pengembangan Bahan Ajar
a. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model Kemp
Menurut Kemp dkk. (1994), pengembangan bahan ajar merupakan siklus yang
berkesinambungan. Pengembangan materi pembelajaran untuk model ini dapat
dimulai dari langkah manapun pada setiap tahap sepanjang siklus. Oleh karena itu,
model pengembangan kurikulum Kemp dapat menawarkan kesempatan kepada
pengembang untuk memulai dengan kurikulum saat ini di setiap tahap. Beberapa
tahapan dalam produksi bahan ajar (Kemp et al, 1994), yaitu:
1. Identifikasi Masalah Pembelajaran (Instructional Problems)
Mengidentifikasi kesenjangan antara tujuan kurikulum saat ini dan fakta
dilapangan.
2. Analisis Karakteristik Siswa (Leaner Characteristics)
Pengetahuan tentang karakteristik siswa, yang meliputi karakteristik,
keterampilan dan pengalaman baik secara individu maupun kelompok.
3. Analisis tugas (Task Analysis)
Merinci isi mata pelajaran dalam bentuk garis besar untuk menguasai isi bahan
kajian atau mempelajari keterampilan yang mencakup keterampilan kognitif,
keterampilan psikomotor, dan keterampilan sosial.
4. Merumuskan Indikator (Instructional Objectives)
Perencanaan kegiatan pembelajaran, kerangka acuan untuk mengevaluasi hasil
belajar siswa dan pembelajaran langsung siswa.
5. Menyusun Materi Pembelajaran (Content Squencing)
Memilah mata pelajaran berdasarkan pengetahuan prasyarat, kebiasan, tingkat
kesulitan, minat dan perkembangan siswa.
6. Strategi Pembelajaran (Instructional Strategies)
Memilih strategi belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan.
7. Pemilihan Media atau Sumber pembelajaran (Instructional Delivery)
Tujuan dari langkah ini adalah untuk memilih media atau sumber
pembelajaran sesuai dengan tuntutan tujuan pembelajaran. Keberhasilan
pembelajaran sangat tergantung pada penggunaan sumber pembelajaran dan
media yang dipilih.
8. Instrumen Penilaian (Evaluation Instrument)

6
Menyusun instrumen penilaian untuk menilai hasil belajar yang disusun
berdasarkan tujuan pembelajaran khusus yang telah dirumuskan sehingga
kriteria yang digunakan adalah penilain acuan patokan.
9. Sumber Pembelajaran (Instructional Resources)
Melihat ketersediaan secara komersial, biaya pengadaan, waktu untuk
menyediakannya serta menyenangkan bagi siswa dalam membuat media atau
sumber pembelajaran.
10. Pelayanan Pendukung (Support Services)
Menentukan keberhasilan pengembangan bahan ajar dengan memperhatikan
ketersediaan anggaran, fasilitas, bahan, perlengkapan, kemampuan staf,
pengajar, perancang pembelajaran, pakar, dan lain sebagainya
11. Evaluasi Formatif (Formative Evaluation)
Penilaian yang dilakukan setiap selesai satu unit proses pembelajaran untuk
memberi informasi kepada pengajar atau tim pengembang seberapa baik
program ini mencapai sasaran.
12. Penilaian Sumatif (Summative Evaluation)
Penilaian yang digunakan untuk menilai sejauhmana tujuan instruksional telah
dicapai di akhir program pembelajaran.
13. Revisi Perangkat Pembelajaran (Revision)
Mengevaluasi dan memperbaiki perangkat pembelajaran yang dikembangkan.
secara terus menerus pada setiap langkah pengembangannya.

b. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model Gagne dan Briggs


Gagne & Briggs menyatakan bahwa pengembangan bahan ajar berorientasi pada
rancangan sistem yang dilaksanakan oleh pengembang sehingga mengutamakan
prinsip keselarasan antara tujuan yang akan dicapai, strategi untuk mencapai, dan
evaluasi keberhasilan. Beberapa langkah dalam pengembangan bahan ajar menurut
Gagne & Briggs yaitu:
1. analisis dan identifikasi kebutuhan,
2. penetapan tujuan umum dan khusus,
3. identifikasi alternatif cara memenuhi kebutuhan,
4. merancang komponen dari sistem,
5. analisis (a) sumber-sumber yang diperlukan (b) sumber-sumber yang
tersedia (c) kendala-kendala,

7
6. kegiatan untuk mengatasi kendala,
7. memilih atau mengembangkan materi pelajaran,
8. merancang prosedur penelitian murid,
9. uji coba lapangan : evaluasi formatif dan pendidikan guru,
10. penyesuaian, revisi dan evaluasi lanjut,
11. evaluasi sumatif, dan
12. pelaksanaan operasional.

c. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model Borg dan Gall


Brog & Gall menyatakan bahwa pengembangan ajar merupakan usaha untuk
mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang dipakai dalam penelitian.
Beberapa langkah dalam mengembangkan bahan ajar menurut Brog & Gall adalah.
1. Melakukan Penelitian dan Pengumpulan Informasi (Research and
Information Collecting).
Mengumpulkan sumber rujukan, melakukan pengamatan kelas serta
mengidentifikasi permasalahan di lapangan.
2. Melakukan Perencanaan (Planning)
Mengidentifikasi dan mendefinisikan keterampilan, penetapan tujuan,
penentuan urutan dan uji coba pada skala kecil.
3. Mengembangkan Bentuk Awal Produk (Develop Preliminary Form of
Product)
Menyiapkan materi pembelajaran, menyusun buku pegangan, dan
perangkat evaluasi.
4. Melakukan Uji Lapangan Awal (Preliminary Field Testing)
Melakukan uji coba tahap awal, dilakukan pada 1-3 sekolah menggunakan
6-12 subjek.
5. Melakukan Revisi Produk Utama (Main Product Revision)
Merevisi produk utama berdasarkan masukan dan saran dari hasil uji coba
lapangan awal.
6. Melakukan Uji Lapangan untuk Produk Utama (Main Field Testing)
Melakukan uji coba lapangan utama, dilakukan terhadap 5-15 sekolah,
dengan 30-300 subjek.
7. Melakukan Revisi Produk Operasional (Operational Product Revision)

8
Merevisi produk operasional berdasarkan saran dan masukan hasil uji
coba lapangan utama.
8. Melakukan Uji Lapangan terhadap Produk Final (Operational Field
Testing)
Melakukan uji coba lapangan operasional, dilakukan sampai 10-30
sekolah, melibatkan 40-200 subjek.
9. Melakukan Revisi Produk Final (Final Product Revision
Merevisi produk final berdasarkan hasil uji lapangan sebagai upaya
perbaikan dan penyempurnaan produk yang dikembangkan.
10. Diseminasi dan Implementasi (Dissemination and Implementation)
Penyampaian hasil pengembangan (proses, program, produk) kepada para
pengguna yang professional melalui forum pertemuan atau menuliskan
dalam jurnal atau dalam bentuk buku atau handbook.

d. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model ASSURE


Model ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi
untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi
kelas. Menurut Smaldino et al (2008) perencanaan pembelajaran model ASSURE
meliputi 6 tahapan sebagai berikut:
1. Analyze Learners
Tahap pertama adalah menganalisis siswa. Pembelajaran biasanya kita
lakukan kepada sekelompok siswa yang mempunyai karakteristik tertentu.
Ada 2 karakteristik yang sebaiknya diperhatikan pada diri siswa, yaitu:
a) Karakteristik Umum
Karakteristik umum meliputi usia, tingkat perkembangan, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, etnis, kebudayaan, dan faktor
sosial ekonomi.
b) Spesifikasi Kemampuan Awal (karakteristik khusus)
Berkenaan dengan pengetahuan dan kemampuan yang sudah dimiliki
siswa sebelumnya. Informasi ini dapat kita peroleh dengan
memberikan entry test/entry behavior kepada siswa sebelum kita
melaksanakan pembelajaran.
2. State Standards and Objective

9
Tahap kedua adalah merumuskan standar dan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai. Standar diambil dari kompetensi inti dan kompetensi dasar yang
sudah ditetapkan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah :
1) Gunakan format ABCD
2) Mengklasifikasikan Tujuan
3) Perbedaan Individu
3. Select Strategies, Technology, Media, And Materials
Tahap ketiga adalah memilih strategi, teknologi, media dan bahan
pembelajaran yang sesuai. Strategi pembelajaran harus dipilih apakah yang
berpusat pada siswa atau berpusat pada guru sekaligus menentukan metode
yang akan digunakan.
4. Utilize Technology, Media and Materials
Tahap keempat adalah menggunakan teknologi, media dan material. Pada
tahap ini melibatkan perencanaan dan peran kita sebagai guru dalam
menggunakan teknologi, media dan materi. Untuk melakukan tahap ini ikuti
proses “5P”, yaitu:
a. Mengkaji Bahan Ajar (Preview the Materials)
b. Menyiapkan Bahan Ajar (Prepare the Materials)
c. Menyiapkan Lingkungan Belajar (Prepare Environment)
d. Menyiapkan Peserta Didik (Prepare the Learner)
e. Menentukan Pengalaman Belajar (Provide the Learning Experience)
5. Require Learner Participation
Tahap kelima adalah mengaktifkan partisipasi siswa. Belajar tidak cukup hanya
mengetahui, tetapi harus bisa merasakan dan melaksanakan serta mengevaluasi
hal-hal yang dipelajari sebagai hasil belajar. Contoh upaya untuk mengaktifkan
partisipasi siswa yaitu pembentukan kelompok-kelompok belajar dan
memberikan kegiatan dalam suatu pembelajaran, serta penggunaan media yang
menarik.
6. Evaluate and Revise
Tahap keenam adalah mengevaluasi dan merevisi perencanaan pembelajaran
serta pelaksanaannya. Evaluasi dan revisi dilakukan untuk melihat seberapa
jauh teknologi, media dan materi yang kita pilih/gunakan dapat mencapai
tujuan yang telah kita tetapkan sebelumnya. Dari hasil evaluasi akan diperoleh
10
kesimpulan apakah teknologi, media dan materi yang kita pilih sudah baik, atau
harus diperbaiki lagi.

e. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model Dick and Carey


Perancangan pengajaran menurut sistem pendekatan model Dick dan Carey, yang
dikembangkan oleh Walter Dick dan Lou Carey. Model ini merupakan model
prosedural dan model melingkar. Tahapan model ini menurut Dick and Carey
yaitu:
1. Identify Instructional Goal(s) (Identifikasi tujuan pembelajaran)
Tahap awal model ini adalah menentukan apa yang diinginkan agar siswa dapat
melakukannya ketika mereka telah menyelesaikan program pengajaran.
Analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan pembelajaran adalah langkah
pertama yang dilakukan untuk menentukan apa yang anda inginkan setelah
siswa melaksanakan pembelajaran.
2. Conduct Instructional Analysis (Melakukan analisis pembelajaran)
Analisis pembelajaran yakni menentukan kemampuan apa saja yang terlibat
dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan dan menganalisa topik atau
materi yang akan dipelajari. analisis instruksional adalah suatu prosedur, yang
apabila diterapkan pada suatu tujuan instruksional akan menghasilkan suatu
identifikasi kemampuan-kemampuan bawahan yang diperlukan bagi siswa
untuk mencapai tujuan instruksional.
3. Analyze Learners and Contexts (Menganalisis siswa dan konteks)
Ketika melakukan analisis terhadap keterampilan-keterampilan yang perlu
dilatihkan dan tahapan prosedur yang perlu dilewati, juga dipertimbangkan
keterampilan awal yang telah dimiliki siswa. Analisis paralel terhadap warga
belajar dan konteks dimana mereka belajar, dan konteks apa tempat mereka
menggunakan hasil pembelajaran.
4. Write Performance Objectives (Merumuskan tujuan kinerja)
Berdasarkan analisis tujuan pembelajaran dan pernyataan tentang perilaku
awal, maka diperoleh pernyataan khusus tentang apa yang dapat dilakukan oleh
siswa setelah mereka menerima pembelajaran. Pernyataan-pernyataan tersebut
diperoleh dari analisis pembelajaran. Analisis pembelajaran dimaksudkan
untuk mengidentifikasi keterampilan-keterampilan yang dipelajari, kondisi
pencapaian unjuk kerja, dan kriteria pencapaian unjuk kerja. Komponen ini
11
bertujuan untuk menguraikan tujuan umum menjadi tujuan yang lebih spesifik
pada tiap tahapan pembelajaran.
5. Develop Assesment Instrument (Pengembangan instrumen penilaian)
Pengembangan instrumen penilaian didasarkan pada tujuan yang telah
dirumuskan. Berdasarkan tujuan pembelajaran yang tertulis, kembangkan
produk evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa melakukan tujuan
pembelajaran.
6. Develop Instructional Strategy (Pengembangan strategi pembelajaran)
Strategi pembelajaran meliputi kegiatan prapembelajaran (pre-activity),
penyajian informasi, praktek dan umpan balik (practice and feedback,
pengetesan (testing), dan mengikuti kegiatan selanjutnya. Penentukan aktifitas
pembelajaran membantu dalam pencapaian tujuan
7. Develop and Select Instructional Materials (Pengembangan dan pemilihan
bahan ajar)
Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran meliputi petunjuk untuk
siswa, materi pembelajaran, dan soal-soal. Pengembangan materi pembelajaran
tergantung kepada tipe pembelajaran, materi yang relevan, dan sumber belajar
yang ada disekitar perancang.
8. Design and Conduct Formative Evaluation of Instruction (Merancang dan
melaksanakan evaluasi formatif)
Evaluasi dilakukan untuk mengumpulkan data dan mengidentifikasi data
tersebut. Dalam merancang dan mengembangkan evaluasi formatif yang
dihasilkan adalah instrumen atau angket penilaian yang digunakan untuk
mengumpulkan data. Data-data yang diperoleh tersebut sebagai pertimbangan
dalam merevisi pengembangan pembelajaran ataupun produk bahan ajar.
9. Design and Conduct Summative Evaluation (Mengembangkan evaluasi
sumatif)
Bertujuan untuk mempelajari efektifitas keseluruhan sistem dan dilakukan
setelah tahap evaluasi formatif.
10. Revise Instruction (Revisi pengajaran)
Data dari evaluasi formatif yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya
dianalisis serta diinterpretasikan. Data yang diperoleh dari evaluasi formatif
dikumpulkan dan diinterpretasikan untuk memecahkan kesulitan yang dihadapi
siswa dalam mencapai tujuan.
12
f. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model Hannafin dan Peck
Model Hannafin dan Peck adalah model desain pembelajaran yang terdiri dari pada
tiga fase (Hannafin& Peck, 1988). Dalam model ini, penilaian dan pengulangan
perlu dijalankan dalam setiap fase. Model ini lebih berorientasi produk, berikut
tahapan dari model Hannafin dan Peck yaitu:
1. Fase pertama
Analisis kebutuhan dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan
dalam mengembangkan suatu media pembelajaran. Termasuk di dalamnya
tujuan dan objektif media pembelajaran yang dibuat, pengetahuan dan
kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran, peralatan dan keperluan
media pembelajaran.
2. Fase kedua
Fase ini yaitu fase desain, informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam
bentuk dokumen yang akan menjadi tujuan pembuatan media pembelajaran.
Fase desain bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendokumenkan kaidah
yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media tersebut. Salah satu
dokumen yang dihasilkan dalam fase ini adalah dokumen story board yang
mengikuti urutan aktifitas pembelajaran berdasarkan keperluan pelajaran dan
objektif media pembelajaran seperti yang diperoleh dalam fase analisis
keperluan.
3. Fase ketiga
Fase pengembangan dan implementasi, terdiri dari penghasilan diagram alur,
pengujian, serta penilaian formatif dan penilaian sumatif. Dokumen story
board akan dijadikan landasan bagi pembuatan diagram alir yang dapat
membantu proses pembuatan media pembelajaran. Untuk menilai kelancaran
media yang dihasilkan seperti kesinambungan link, penilaian dan pengujian
dilaksanakan pada fase ini. Model Hannafin dan Peck (1988) menekankan
proses penilaian dan pengulangan harus mengikut sertakan proses-proses
pengujian dan penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga fase
secara berkesinambungan.

13
g. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model 4D
Model pengembangan perangkat Four-D Model disarankan oleh Thiagarajan
(dalam Ekana dkk, 2012:6). Model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan sebagai
berikut.
1. Define (Pendefinisian)
Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk menetapkan dan mendefinisikan
syarat-syarat pengembangan. Thiagarajan (dalam Mulyatiningsih, 2012)
menganalisis lima kegiatan yang dilakukan pada tahap berikut.
a. Analisis ujung depan (front-end analysis). Pada tahap ini, guru melakukan
diagnosis awal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
b. Analisis siswa (learner analysis). Pada tahap ini dipelajari karakteristik
peserta didik, misalnya: kemampuan, motivasi belajar, latar belakang
pengalaman, dsb.
c. Analisis tugas (task analysis). Guru menganalisis tugas-tugas pokok yang
harus dikuasai peserta didik agar peserta didik dapat mencapai kompetensi
minimal.
d. Analisis konsep (concept analysis). Menganalisis konsep yang akan
diajarkan, menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan secara rasional.
e. Perumusan tujuan pembelajaran (specifying instructional objectives).
Menulis tujuan pembelajaran, perubahan perilaku yang diharapkan setelah
belajar dengan kata kerja operasional.
Menurut Mulyatiningsih, 2012, dalam konteks pengembangan bahan ajar
(modul, buku, LKS), tahap pendefinisian dilakukan dengan cara: 1)
Analisis kurikulum, 2) Analisis karakteristik peserta didik, 3) Analisis
materi, 4) Merumuskan tujuan.
2. Design (Perancangan)
Tahap perancangan bertujuan untuk merancang perangkat pembelajaran
(blueprint). Thiagarajan, (dalam Mulyatiningsih, 2012) membagi perancangan
menjadi empat langkah yang harus dilakukan pada tahap ini sebagai berikut.
sebagai berikut:
a. Penyusunan tes acuan patokan (constructing criterion-referenced test)
Tes acuan patokan disusun berdasarkan spesifikasi tujuan pembelajaran dan
analisis siswa.
b. Pemilihan media (media selection)
14
Pemilihan media dilakukan untuk mengidentifikasi media pembelajaran
yang relevan dengan karakteristik materi.
c. Pemilihan format (format selection)
Tahap ini dimaksudkan untuk mendesain atau merancang isi pembelajaran,
pemilihan strategi, pendekatan, metode pembelajaran, dan sumber belajar
yang memenuhi kriteria menarik, memudahkan dan membantu dalam
pembelajaran.
d. Rancangan awal (initial design)
Rancangan awal yang dimaksud adalah rancangan seluruh perangkat
pembelajaran yang harus dikerjakan sebelum uji coba dilaksanakan. Dalam
tahap perancangan, peneliti sudah membuat produk awal (prototype) atau
rancangan produk yang perlu divalidasi oleh ahli atau teman sajawat.
3. Develop (Pengembangan)
Thiagarajan (dalam Ekana dkk, 2012:6). membagi tahap pengembangan dalam
dua kegiatan yaitu expert appraisaldan developmental testing. Expert appraisal
merupakan teknik untuk memvalidasi atau menilai kelayakan rancangan
produk oleh ahli dalam bidangnya. Developmental testing merupakan kegiatan
uji coba rancangan produk pada sasaran subjek yang sesungguhnya. Hasil uji
coba digunakan memperbaiki produk agar dapat diujikan kembali sampai
memperoleh hasil yang efektif.
4. Disseminate (Penyebarluasan)
Istilah disseminate diartikan sebagai penyebarluasan yang dalam hal ini berarti
produk yang telah dibuat dan direvisi disebarluaskan. Thiagarajan (dalam
Mulyatiningsih, 2012) membagi tahap diseminasi sebagai berikut.
a. Pada tahap validation testing, produk yang sudah direvisi pada tahap
pengembangan kemudian diimplementasikan pada sasaran yang
sesungguhnya untuk melihat ketercapaian tujuan.
b. Tahap pengemasan (packaging) ini dilakukan supaya produk dapat
dimanfaatkan oleh orang lain.
c. Tahap penyerapan (diffusion) dan penggunaan (adoption). Setelah buku
dicetak, buku tersebut disebarluaskan supaya dapat diserap atau dipahami
orang lain dan digunakan pada kelas mereka.
Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap diseminasi dilakukan dengan
cara sosialisasi bahan ajar melalui pendistribusian dalam jumlah terbatas
15
kepada guru dan peserta didik. Pendistribusian ini dimaksudkan untuk
memperoleh respons, umpan balik terhadap bahan ajar yang telah
dikembangkan.
h. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model ADDIE
Salah satu model desain pembelajaran yang sifatnya lebih generik adalah model
ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate). ADDIE muncul pada
tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda. Salah satu fungsinya
ADIDE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur
program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu
sendiri (Rusyani, 2009). Model ini menggunakan 5 tahap pengembangan sebagai
berikut (Mulyatiningsih, 2012: dan Sujarwo, 2012:12 ).
1. Analysis (Analisa)
Analisa yaitu melakukan analisis kebutuhan, mengidentifikasi masalah, dan
melakukan analisis tugas. Oleh karena itu, output yang akan kita hasilkan
adalah berupa karakteristik atau profile calon peserta belajar, identifikasi
kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan
atas kebutuhan.
2. Design (Desain/Perancangan)
Tahap awal yaitu merumuskan tujuan pembelajaran yang SMAR (spesifik,
measurable, applicable, dan realistic). Selanjutnya menyusun tes, yang
didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Kemudian
menentukan strategi pembelajaran dan media yang tepat. Semua itu tertuang
dalam sautu dokumen bernama blue-print yang jelas dan rinci.
3. Development (Pengembangan)
Pengembangan adalah proses mewujudkan desain tadi menjadi kenyataan.
Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa multimedia
pembelajaran, maka multimedia tersebut harus dikembangkan. Satu langkah
penting dalam tahap pengembangan adalah uji coba sebelum
diimplementasikan.
4. Implementation (Implementasi/Eksekusi)
Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan sistem pembelajaran
yang sedang dibuat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah dikembangkan
diinstal atau diset sedemikian rupa sesuai dengan peran atau fungsinya agar
bisa diimplementasikan.
16
5. Evaluation (umpan balik)
Evaluasi sebernarnya tidak hanya dilakukan dekahir tetapi di setiap tahap.
Evaluasi yang terjadi pada setiap empat tahap di atas itu dinamakan evaluasi
formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan revisi. Evaluasi sumatif dari model
ADDIE merupakan proses yang dilakukan untuk memberikan nilai terhadap
program pembelajaran.

2.5. Pendekatan Kemampuan Proses Sains dan Hands On Activity Dalam


Pengembangan LKS Praktikum
LKS Praktikum yang dikembangkan memuat adanya hands on activity dengan
menambahkan panduan membuat suatu karya yang menerapkan materi Pembelajaran
IPA. LKS Praktikum berbasis hands on activity dapat melatihkan keterampilan proses
sains sehingga dapat digunakan pada proses pembelajaran. Aspek keterampilan proses
sains merupakan ketercakupan LKS Praktikum yang dikembangkan dengan indikator-
indikator keterampilan proses sains diantaranya merumuskan masalah, merumuskan
hipotesis, mengidentifikasi variabel, mengamati, menganalisis dan
mengkomunikasikan. Wahyudi dan Supardi (2013) menambahkan bahwa
keterampilan proses sains atau ilmiah juga mencakup keterampilan pengenalan
variabel. Keterampilan dapat dipraktikkan melalui 5M (Merumuskan Tugas,
Merumuskan Hipotesis, Mengamati, Menganalisis dan Mengkomunikasikan) dan
Mengidentifikasi Variasbel.
Kepratiksan LKS Praktikun berbasis hands on activity memuat lima Aspek,
yakni kemenarikan, keterbaruan, proses pembelajaran, bahasa, dan ilustrasi. Menurut
Wahyuni & Miterianifa (2019) LKS Praktikum yang didesain semenarik mungkin
akan meningkatkan ketertarikan peserta didik karena LKS Praktikum tersebut dapat
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, model pembelajaran yang diinginkan
dan kondisi lingkungan sekolah. Keterampilan proses sains peserta didik diukur
dengan menggunakan instrumen lembar pengamatan proses sains, meliputi beberapa
aspek, yaitu aspek merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengidentifikasi
variabel, mengamati, menganalisis dan mengkomunikasikan. Data keterampilan
proses diamati oleh dua pengamat dan diperoleh pada saat peserta didik melakukan
aktivitas yang tersusun pada LKS Praktikum yang dikembangkan. Berikut merupakan
data hasil pengamatan keterampilan proses sains peserta didik

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembelajaran langsung (hands on) melibatkan peserta didik dalam
pengalaman belajar total yang meningkatkan kemampuan peserta didik untuk
berpikir kritis. Peserta didik itu harus rencanakan suatu proses untuk menguji
hipotesis, letakkan proses ke dalam gerakan menggunakan berbagai materi
langsung, lihat proses hingga selesai, dan kemudian menjadi mampu
menjelaskan hasil yang dicapai.

Bahan ajar merupakan seperangkat materi pelajaran yang mengacu pada


kurikulum dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar
yang telah di tentukan. Bahan ajar yang cocok dalam praktikum IPA yang
digunakan untuk mencapai outcome dan sesuai dengan pendekatannya yaitu
Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS Praktikum yang dikembangkan memuat
adanya hands on activity dengan menambahkan panduan membuat suatu karya
yang menerapkan materi Pembelajaran IPA. LKS Praktikum berbasis hands on
activity dapat melatihkan keterampilan proses sains sehingga dapat digunakan
pada proses pembelajaran.

B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang
perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan
penulis.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa
terus menghasilkan penelitian dan karya tulis yang bermanfaat
bagi banyak orang.

18
DAFTAR RUJUKAN

Cahya. 2021. Pengembangan Lkpd Berbasis Hands On Activity Untuk Melatihkan


Keterampilan Proses Sains Pada Materi Gelombang. JRFES (Jurnal Riset Fisika
Edukasi dan Sains) Vol 8 No 1, 8-22.
Ekana, H. C., Kurniawati, I., Kuswardi, Y. 2012. Pengembangan Modul Pembelajaran
Matematika yang Berbasis Peta Konsep (dalam Tinjauan Langkah R & D Thiagarajan.
Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika, Semarang, 21
Nopember 2012. Dalam UNS database, (Online),
(http://lppm.uns.ac.id/kinerja/files/pemakalah/lppm-pemakalah-2012-
11122013224206.pdf), diakses pada 27 Februari 2023.

Gloria, Y.R. 2012. Penerapan Hands on Activity untuk Meningkatkan Keterampilan Proses
Sains Siswa pasa Kompetensi Dasar Pencemaran Lingkungan Di Kelas X SMAN 1
Gegesik. Jurnal Scientiae Educatia, Vol 1 (2)

Kurniawan, Afif dan Fadloli. 2016. Profil Penguasaan Keterampilan Proses Sains Mahasiswa
Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Terbuka. Proceeding Biology
Education Conference, Vol 13(1)

Lestari, Asih. 2012. Penerapan Hands On Activity Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses
Sains Siswa Pada Kompetensi Dasar Pencemaran Lingkungan Di Kelas X Sma N 1
Gegesik-Cirebon. Skripsi. IAIN Syekh Nurjati: Cirebon

Mulyatiningsih, E. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran. (Online),


(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dra-endang-mulyatiningsih-
mpd/7cpengembangan-model-pembelajaran.pdf), diakses pada 27 Februari 2023

Nurdyansyah, Mutala'liah N. 2018. Pengembangan Bahan Ajar Modul Ilmu Pengetahuan Alam
Bagi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
https://core.ac.uk/download/pdf/151573668.pdf

Parahita A. 2017. Pengembangan Lembar Kerja Praktikum Siswa Terintegrasi Guided Inquiry
Untuk Analisis Keterampilan Laboratorium Siswa SMA Materi Buffer - Hidrolisis.
Universitas Negeri Semarang. http://lib.unnes.ac.id/32236/

Rustaman, N.Y. (2003). Kemampuan dasar bekerja ilmiah dalam sains. Makalah pada Seminar
Pendidikan Biologi – FKIP UNPAS Bandung

19
Rusyani, E. 2009. Desain Pembelajaran. (Online),
(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195705101985031-
ENDANG_RUSYANI/DESAIN_PEMBELAJARAN.pdf), diakses pada 27 Februari 2023

Siswati, E. K., Herlina, L., & Budiyanto, K. (2012). Model hands on minds on dengan
berbantuan media asli pada materi spermatophyta. UNNES Journal of Biology
Education, 1(1)
Sujarwo. 2012. Desain Sistem Pembelajaran. (Online),
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Dr.%20Sujarwo,%20M.Pd./Desain%
20Pembelajaran-pekerti.pdf), diakses pada pada 7 Maret 2014
Wahyudi, L. E., & Supardi, Z. A. I. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Pada Pokok Bahasan Kalor Untuk Melatihkan Keterampilan Proses Sains. Jipf, 02(02),
62–65.
Wahyuni, A. S., & Miterianifa, M. (2019). Desain Lembar Kerja Peserta Didik Berbasis
Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Self-Efficacy Peserta Didik. JTK
(Jurnal Tadris Kimiya), 4(1), 78–90.

20

Anda mungkin juga menyukai