Anda di halaman 1dari 168

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/354010742

Motivasi Kerja dan Prestasi Perawat

Book · August 2021

CITATIONS READS

0 794

1 author:

Antonius Rino Vanchapo


STIKes Faathir Husada Tangerang
27 PUBLICATIONS   55 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

artikel research View project

All content following this page was uploaded by Antonius Rino Vanchapo on 24 August 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


1
MOTIVASI KERJA DAN
PRESTASI PERAWAT

Antonius Rino Vanchapo

ii
MOTIVASI KERJA DAN PRESTASI PERAWAT

CV. PENERBIT QIARA MEDIA


167 hlm: 15,5 x 23 cm

Copyright @2021 Penulis


ISBN: 978-623-6109-83-0
Penerbit IKAPI No. 237/JTI/2019

Penulis:
Antonius Rino Vanchapo

Editor: Tim Qiara Media


Layout: Kharisma Amalia
Desainer Sampul: Kharisma Amalia
Gambar diperoleh dari www.google.com

Cetakan Pertama, 2021

Diterbitkan oleh:
CV. Penerbit Qiara Media - Pasuruan, Jawa Timur
Email: qiaramediapartner@gmail.com
Web: qiaramedia.wordpress.com
Blog: qiaramediapartner.blogspot.com
Instagram: qiara_media

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip dan/atau


memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis penerbit.

Dicetak Oleh CV. Penerbit Qiara Media


Isi diluar tanggung Jawab Percetakan

iii
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG HAK CIPTA

PASAL 72
KETENTUAN PIDANA
SANKSI PELANGGARAN

a. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak


melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (Satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh tahun
dengan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima
miliar rupiah).
b. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai
dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).

iv
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................2


BAB II RUMAH SAKIT DAN PERAWAT ......................................... 25
BAB III MOTIVASI KERJA ................................................................. 61
BAB IV KINERJA ................................................................................. 101
BAB V PRESTASI KERJA .................................................................. 126
BAB VI PENGEMBANGAN KARIER .............................................. 135
BAB VII PENGARUH MOTIVASI DAN PRESTASI TERHADAP
KINERJA ................................................................................................. 148
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 153
RIWAYAT PENULIS ............................................................................ 161

v
BAB I
PENDAHULUAN

1
BAB I PENDAHULUAN

Motivasi kerja sangat mempengaruhi kualitas kerja yang

dimiliki oleh setiap individu tenaga perawat. Mengutip pendapat

Robert A. Sutermeiter dalam Penelitian Aswat (2010) menyimpulkan

bahwa untuk kerja/prestasikerja manusia, 80-90% tergantung

kepada motivasinya untuk bekerja dan 10-20% tergantung kepada

kemampuannya. Selanjutnya motivasi kerja dikatakan bahwa

motivasi pekerja itu sendiri 50% tergantung kepada kondisi sosial,

yaitu manusia sebagai makhluk sosial yang memerlukan interaksi

dengan orang lain serta lingkungannya, misalnya kebutuhan untuk

bersaing, bersahabat, dan berekspresi. Kemudian 40% tergantung

kepada kebutuhan-kebutuhan, seperti kebutuhan untuk berprestasi,

pengembangan diri, serta penghargaan, sedangkan 10%

tergantungkondisi fisik seperti haus, lapar, dan tempat tinggal

(kondisi fisik ini timbul dengan sendirinya).

Menurut Sumijatun (2010), dalam pelayanan kesehatan

sangat dibutuhkan pelayanan keperawatan yang baik. Pelayanan

tersebut tidak hanya sebatas pada pasien dan penyakitnya saja,

tetapi mencakup biologis, psikologis, sosial, spiritual, dan ekonomi


2
pasien. Oleh karena itu, perawat menghadapi tantangan kerja yang

berat harus memiliki kinerja yang tinggi. Kinerja perawat yang

diberikan kepada pasien harus dilakukan dengan sepenuh hati

sehingga pelayanan yang diberikan berkualitas.

Nursalam (2016) mengatakan bahwa berkualitasnya

pelayanan yang diberikan oleh perawat ditunjang dengan adanya

kinerja yang baik. Untuk mengukur kinerja yang baik dapat

disesuaikan dengan pencapaian kerja dan kualitas kerja yang

diberikan oleh perawat kepada pasien sesuai dengan standar asuhan

keperawatan. Berdasarkan Persatuan Perawat Nasional Indonesia

(PPNI), standar asuhan keperawatan adalah standar perilaku

perawat dalam melakukan pelayanan keperawatan seperti

melakukan pengkajian terhadap kesehatan pasien, mendiagnosis

penyebab gangguan kesehatan pasien, membuat perencanaan

tindakan, melaksanakan tindakan pelayanan dan mengevaluasi

setiap hasil pelayanan keperawatan.

Pelayanan keperawatan dapat dilakukan dalam bentuk

merawat inap pasien untuk proses pengobatan, pemulihan serta

pemeliharaan kesehatan pasien di ruang rawat inap. Dalam


3
menjalankan pelayanan kesehatan tidak boleh bertentangan dengan

kode etik profesi keperawatan (Nursalam, 2016).

Menurut Ghozali (2008), hasil pelayanan keperawatan yang

dilakukan oleh perawat kepada pasien dapat mempengaruhi mutu

dan kualitas suatu rumah sakit. Baik atau buruknya pelayanan

perawat akan mempengaruhi tercapai atau tidaknya tujuan rumah

sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan. Dalam meningkatkan

pelayanan perawat harus melakukan perbaikan kinerja individu

maupun kelompok.

Ghozali (2008) mengemukakan bahwa untuk mengukur hasil

kerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dapat

dilihat dari aspek kualitas dan disiplin kerja perawat. Misalnya,

untuk mengukur kualitas kinerja perawat dapat disesuaikan dengan

cara pendokumentasian asuhan keperawatan. Sedangkan untuk

mengukur disiplin kerja dapat dilakukan dengan melihat tingkat

kerajinan dan kepatuhan perawat terhadap standar keperawatan

dalam memberikan pelayanan keperawatan.

Menurut Rivai (2009), motivasi perawat dalam melaksanakan

tugasnya sangat mempengaruhi kinerjanya. Karena motivasi kerja


4
akan mendorong gairah perawat dalam bekerja. Motivasi kerja

merupakan dorongan bagi perawat untuk berprestasi yang dikenal

dengan istilah intrinsik. Motivasi kerja juga merupakan dorongan

dari luar diri perawat dalam melaksanakan pekerjaannya, seperti

tuntuan kerjaan dari rumah sakit dan sebagainya.

Motivasi kerja seorang perawat sangat erat kaitannya dengan

keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin kuat

keinginan untuk memenuhi kebutuhannya maka semakin kuat pula

motivasi perawat dalam melaksanakan pekerjaannya.

Menurut Wibowo (2016), seorang perawat harus mempunyai

kemampuan yang baik dalam bekerja di lembaga kesehatan baik itu

dari segi kinerja maupun prestasi kerja. Menurut Sugiharto, dkk.

(2012), tingkat kinerja dan kualitas implementasi sistem layanan

keperawatan bergantung pada tingkat motivasi perawat dalam unit

perawatan tersebut. Perawat yang memiliki motivasi baik adalah

perawat yang memiliki energi untuk melakukan sesuatu guna

mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Nursalam (2016),

pengetahuan dari teori-teori motivasi sangat perlu untuk

memperbaiki penampilan kerja dari perawat. Perawat secara


5
individu mempunyai kebutuhan dan tujuan yang berbeda.

Masalah yang sering muncul dari motivasi perawat yaitu: gaji,

merupakan faktor motivasi yang paling penting bagi perawat untuk

memperbaiki kinerjamereka. Adanya uang tambahan di luar dari gaji

pokok dapat membuat meningkatkan kualitas dan kuantitas kerja

perawat. Rendahnya gaji, ketidaklayakan struktur pelayanan serta

kompensasi juga merupakan faktor rendahnya motivasi di antara

perawat yang menyebabkan timbulnya beraneka ragam protes dari

pasien. Kurangnya pengawasan dan tidak adanya sanksi yang tegas

dari manajemen rumah sakit dapat menyebabkan perawat tidak

serius dalam melakukan pekerjaannya. Selain itu, kurang sungguh-

sungguhnya rumah sakit untuk membuat perawat lebih produktif,

berguna dan menjadi pegawai yang memuaskan membuat perawat

tidak memiliki kinerja yang baik. Adanya kompensasi, promosi dan

gaji tambahan akan mempengaruhi motivasi perawat dalam

melaksanakan pekerjaannya.

Menurut Winardi (2015), berdasarkan teori motivasi,

manajemen harus memenuhi kebutuhan hidup karyawan supaya

karyawan mempunyai motivasi yang tinggi dalam melaksanakan


6
pekerjaannya. Sedangkan menurut Nursalam (2016), motivasi

merupakan keadaan jiwa yang mendorong seseorang untuk berbuat

atau tidak berbuat sesuatu baik dalam berprilaku maupun dalam

bekerja.

Berdasarkan penjabaran di atas, dapat dipahami bahwa

rendahnya kinerja perawat pelaksana disebabkan karena kurangnya

motivasi dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga menyebabkan

kurang maksimalnya kinerja perawat.

Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan

setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk

mencapai produktifitas kerja yang tinggi.Mengingat pentingnya

motivasi, maka wujud perhatian pihak manajemen mengenai

masalah motivasi dalam bekerja ialah melakukan usaha

pemotivasian pada karyawan melalui serangkaian usaha tertentu

sesuai dengan kebijakan perusahaan sehingga motivasi perawat

dalam bekerja akan tetap terjaga. Hal penting yang harus

dipahami oleh kita semua, bahwa seseorang mau bekerja karena

mereka ingin memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan yang

bersifat materil maupun non materil.


7
Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong

seseorang untukmelakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan,

terutama dalam berpikir. Motivasi kerja dibutuhkan oleh semua

karyawan termasuk perawat yang bekerja di rumah sakit. Perawat

sebagai aset yang penting dalam penyelenggaraan sarana kesehatan

akan memiliki peran yang sangat penting, selain sebagai tenaga

kesehatan untuk merawat pasien. Oleh karena peran penting

tersebut, pengembangan karir perawat harus ditingkatkan. Hal ini

akan meningkatkan motivasi perawat agar berusaha untuk terus

berprestasi, memperoleh kepuasan kerja, dan meningkatkan kualitas

pelayanan bagi rumah sakit (Marquis & Houston, 2012). Dengan

demikian jika pengembangan karir tidak ditingkatkan maka akan

berdampak pada buruknya kualitas pelayanan keperawatan di

sebuah rumah sakit. Motivasi merupakan hal yang penting untuk

diperhatikan, karena dengan motivasi seorang perawat akan dapat

memiliki semangat yang tinggi dalam melaksanakan tugas yang

dibebankan. Tanpa adanya motivasi maka seorang perawat tidak

dapat memenuhi tugas-tugasnya dengan baik, hasil kerja yang

dihasilkan pun tidak akan memuaskan.


8
Berdasarkan World Health Organisation (2017), menunjukkan

bahwa Indonesia masuk dalam 5 negara dengan motivasi tenaga

kesehatannya paling rendah, selain Vietnam, Argentina, Nigeria dan

India. Hal ini disebabkan dari aspek pemenuhan kesejahteraan dan

dari informasi yang di peroleh bahwa sekitar 175.000 orang pegawai

98.512 orang atau 56% mengeluhkan tentang rendahnya insentif

yang di terima dari institusi tempat mereka bekerja. Permasalahan

yang terjadi dipelayanan kesehatan saat ini yaitu banyaknya tenaga

kesehatan yang tidak memiliki motivasi tinggi untuk bekerja

disebabkan oleh berbagai faktor seperti beban kerja yang berat,

resiko kerja yang tinggi di dalam negeri dan program pelatihan yang

kurang dari rumah sakit, akan tetapi tidak diimbangi dengan

perlindungan kerja yang baik dan upah yang tidak memuaskan,

belum lagi faktor kesejahteraan dan faktor kompetensi. Berbeda

dengan tenaga kesehatan yang berada di luar negeri yang

memiliki motivasi mulai dari pengembangan diri, gaji yang dianggap

lebih besar, dan pengalaman hidup dan karir yang luar biasa.

Sehingga banyak tenaga kesehatan dari dalam negeri yang pindah

untuk bekerja di luar negeri.


9
Banyak masalah yang terjadi diseputar motivasi kerja

perawat. Menurut Shahnaz, dkk (2014), di Pakistan diketahui

tedapat 52,1% perawat dengan motivasi kerja rendah. Di Indonesia,

Budiawan (2015) melaporkan di Rumah Sakit Jiwa Bali terdapat

60% perawat dengan motivasi kerjanya rendah. Khasia (2013) di

Sumatra Utara terdapat 19,7% perawat dengan motivasi kerja

rendah. Jadi dari tiga temuan di atas, dapat disimpulkan bahwa

motivasi kerja perawat masih menjadi permasalahan dalam

pelayanan keperawatan. Bila perawat memiliki motivasi kerja yang

baik, maka akan mempengaruhi pengembangan karirnya. Hubungan

antara tanggung jawab dengan motivasi kerja adalah rendahnya

tanggung jawab terlihat dari banyaknya pegawai yang menunda-

nunda menyelesaikan pekerjaannya, datang tidak tepat waktu,

melakukan pekerjaan lain diluar pekerjaan seperti meninggalkan

tempat kerja pada saat jam kerja.

Hendianti menyatakan bahwa perawat-perawat yang bekerja

di rumah sakit di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, memiliki beban

kerja tinggi akibat dibebani tugas-tugas non-keperawatan. Perawat

yang diberi beban kerja tinggi dapat berdampak kepada penurunan


10
tingkat kesehatan, motivasi kerja, kualitas pelayanan keperawatan,

pengembangan karir perawat, dan kegagalan dalam melakukan

tindakan pertolongan terhadap pasien, (WHO,1997 dalam

Hendianti, dkk, 2013).

Christien Foenay, dkk (2017), menyatakan bahwa jumlah

kunjungan di instalasi gawat darurat dari tahun 2014- 2015

mengalami penurunan sama halnya dengan rawat jalan. Adanya

ketidakpuasan pasien terkait dengan pelayanan kesehatan yang

diberikan oleh para perawat sehingga menyebabkan penurunan, dan

pada tahun 2016 masih mengalami penurunan karena adanya

karyawan yang mengundurkan diri. Masih tingginya keluhan yang

disampaikan pasien ketika menjalani proses pengobatan atau rawat

inap di Rumah Sakit Pemerintah merupakan satu indikator masih

rendahnya motivasi kerja yang diberikan. Hal ini terlihat dari

sebagian keluhan yang disampaikan pasien berhubungan dengan

kualitas pelayanan. Pada umumnya pasien tidak dapat menilai

kompetensi teknis sehingga mereka menilai mutu layanan atau

kenyamanan pelayanan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan

bahwa motivasi kerja memiliki pengaruh terhadap pengembangan


11
karir dengan nilai persentase 40%, sedangkan 60% lainnya

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Dalam industri pelayanan kesehatan, kualitas pelayanan, hal

yang sangat penting dalam mewujudkan kepuasan pasien, apalagi

hal ini berhubungan dengan hidup mati seseorang. Rumah sakit

swasta maupun pemerintah berusaha menjaring pasien sebanyak-

banyaknya dengan cara meningkatkan pelayanan yang berkualitas.

Rumah sakit sebagai salah satu lembaga pelayanan kesehatan

diharapkan dapat memberikan pelayanan bagi masyarakat yang

komprehensif, terpadu, merata, serta dapat terjangkau oleh

masyarakat. Rumah sakit juga memiliki kegiatan untuk

menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan untuk memelihara

dan meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Kualitas pelayanan kesehatan mempunyai kaitan yang erat dengan

hasil pelayanan kesehatan, baik secara medis maupun non medis.

Kualitas pelayanan yang bermutu dan efektif di suatu rumah sakit

meliputi pelayanan yang nyaman, petugas yang ramah, komunikasi

dokter dengan pasien yang baik, kualitas dan kuantitas peralatan

medis yang memadai, kualitas lingkungan klinik yang baik dan biaya
12
perawatan yang terjangkau sehingga dapat mempengaruhi kepuasan

pasien. Pasien yang merasa puas cenderung akan memberikan

referensi yang baik kepada orang lain atas suatu kualitas pelayanan

yang diterimanya.

Pengembangan jenjang karir profesional perawat mencakup

empat peran utama perawat profesional, yaitu perawat klinik (PK),

perawat manajer (PM), perawat pendidik (PP), dan perawat

peneliti/riset (PR). Jenjang karir tenaga keperawatan untuk masing-

masing kategori, untuk perawat klinik terdiri dari enam level, yaitu:

Perawat Klinik I (Perawat Pelaksana Muda), Perawat Klinik II

(Perawat Pelaksana), Perawat Klinik III (Perawat Mahir Muda),

Perawat Klinik IV (Perawat Mahir), Perawat Klinik V (Perawat Ahli

Muda), dan Perawat Klinik VI (Perawat Ahli). Peningkatan karir

perawat dari satu jenjang ke jenjang yang lebih tinggi didasarkan

pada kompetensi yang disyaratkan, memiliki pengalaman kerja dan

memiliki persyaratan pendidikan formal dan pendidikan

berkelanjutan. Peningkatan jenjang karir perawat selalu diikuti

dengan adanya penghargaan baik penghargaan berupa pendidikan

berkelanjutan atau yang berhubungan dengan peningkatan


13
pendapatan. Mekanisme peningkatan pendapatan harus didasarkan

pada pencapaian keberhasilan dari kompetensinya. Mengingat

pentingnya pelayanan kesehatan bagi setiap penduduk, menjadikan

sebuah rumah sakit mempunyai peranan yang penting dalam

menjawab kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan haruslah dapat dinikmati oleh seluruh

masyarakat. Peran rumah sakit sebagai pemberi pelayanan kuratif,

rehabilitatif, promotif, dan preventif, menempati peran penting

dalam sistem pelayanan kesehatan. Karena pentingnya peran rumah

sakit dalam sistem pelayanan kesehatan, maka berbagai upaya

untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit menjadi prioritas

dalam pembangunan bidang kesehatan. Hal ini layak untuk

diupayakan agar seluruh masyarakat dapat menikmati pelayanan

kesehatan secara terjangkau dan terlayani secara merata. Oleh

karena itu, motivasi perawat yang tinggi akan memberikan

pelayanan yang memuaskan dan tentu akan menjadi citra yang baik

bagi rumah, sakit sehingga dapat menjadi rujukan para calon pasien

untuk berobat di rumah sakit serta pengembangan karir perawat

di rumah sakit tersebut juga akan meningkat seiring dengan


14
banyaknya kemajuan dalam rumah sakit itu sendiri.

Kemampuan perawat melakukan praktek profesional perlu

dipertahankan, dikembangkan, dan ditingkatkan melalui manajemen

SDM perawat yang konsisten disesuaikan dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengembangan SDM digambarkan

sebagai proses pengelolaan motivasi staf sehingga dapat bekerja

secara produktif.

Hal ini juga merupakan penghargaan bagi profesi

keperawatan karena melalui manajemen SDM yang baik maka

perawat mendapatkan kompensasi berupa penghargaan

(compensatory reward) sesuai dengan apa yang telah dikerjakan

(Purwandari, 2015). Hal ini merupakan salah satu stimulan yang

dapat memotivasi perawat untuk bekerja dengan lebih giat dan lebih

baik lagi (Imram Radne Rimba Putri1, 2015).

Motivasi adalah dorongan dari dalam diri seseorang yang

menyebabkan seseorang tersebut bertindak atau melakukan

pekerjaan secara sadar. Seseorang yang bekerja tentu didasari oleh

motivasi, tentu saja derajat motivasinya berbedabeda. Kinerjanya

seseorang selain ditentukan oleh kemampuannya, juga sangat


15
ditentukan oleh motivasi kerjanya (Imram Radne Rimba Putri1,

2015)

Orang yang melakukan pekerjaan dengan motivasi yang

rendah tidak akan dapat melakukan tugasnya semaksimal

kemampuan dan kesanggupannya, sebaliknya dengan motivasi yang

tinggi seseorang dapat melakukan pekerjaannya semaksimal

kemampuannya (Siti Khodijah, 2014). Motivasi kerja perawat yang

tinggi akan meningkatkan kinerja perawat sehingga setiap tugas

akan dilaksanakan secara baik (Aminullah 2010).

.Melihat pentingnya motivasi kerja, berbagai teori mengenai

motivasi kerja diperkenalkan dalam memahami perilaku manusia

(Imram Radne Rimba Putri1, 2015).Peningkatan kualitas dari

pelayanan keperawatan diupayakan dengan melalui pemberdayaan

tenaga keperawatan. Tenaga perawat pelaksana itu sendiri

merupakan tenaga kerja yang berinteraksi 24 jam dengan klien(Iin

Inayah1, 2011).

Berdasarkan Undang-Undang no.23 tahun 1992 tentang

kesehatan yang menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak

yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.


16
Sehubungan dengan hal diatas, pemerintah membentuk suatu unit

pelayan kesehatan terdepan di kecamatan yang dikenal dengan

Puskesmas (Syavardie*,Y.(2016).

Menurut Peraturan Pemerintah RI no. 32 tahun 1996, tenaga

kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan ketrampilan melalui

pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis tertentu dan memiliki

wewenang untuk melakukan upaya kesehatan pada sarana

kesehatan, yaitu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan

upaya kesehatan, meliputi Balai Pengobatan, Puskesmas, Rumah

Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus, praktek dokter, praktek dokter

gigi, praktek dokter spesialis, praktek bidan, Toko Obat, Apotek,

Pedagang Besar Farmasi, Pabrik Obat, Laboratorium, Sekolah dan

Akademi Kesehatan, Balai Pelatihan Kesehatan dan sarana kesehatan

lainnya. Tenaga kesehatan yang ditempatkan pada sarana kesehatan

yang dinyatakan dengan ijasah dari lembaga

pendidikan.(Syavardie*,Y.(2016).

Motivasi merupakan upaya yang dilakukan oleh individu

untuk mencapai tujuan organisasi, dimana upaya tersebut juga


17
terkait dengan pemenuhan kebutuhan individu. Individu yang

termotivasi akan berada dalam kondisi tegang, untuk mengendurkan

harus dikeluarkan upaya yang akhirnya menghasilkan kinerja

(Nasser & Saadeh, 2013).

Motivasi yang dimiliki oleh individu bisa bersumber dari

faktor intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik bisa bersumber

dari kesenangan perawat terhadap pekerjaan yang dilakukan, rasa

tanggung jawab pada pasien, keinginan untuk prestasi dan kompetisi

(Waycott, Sheard, Thompson, & Clerehan, 2013). Motivasi ekstrinsik

bisa bersumber dari gaji yang tinggi, lingkungan yang nyaman,

hubungan antar manusia, dan supervisi dari atasan. Motivasi akan

mempengaruhi seorang perawat dalam bekerja, sehingga

menghasilkan pelayanan yang memuaskan. Pelayanan memuaskan

menjadi tuntutan masyarakat pada perawat. Ketika perawat tidak

mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan dalam pemberian

asuhan keperawatan, kondisi ini bisa menyebabkan perawat stres

dengan pekerjaannya (Purwandari, 2015).

Pekerjaan yang dilakukan tanpa ada motivasi atau dorongan

tentunya tidak akan sampai pada tujuan yang diinginkan. Individu


18
yang sangat termotivasi akan melakukan upaya untuk mencapai

tujuan organisasi kerjanya, sedangkan individu yang kurang motivasi

hanya akan memberikan upaya yang minimal. Stres kerja dan

motivasi dikatakan bahwa kinerja seseorang akan baik jika memiliki

keahlian (skills) yang tinggi dan mempunyai harapan (expectation)

yang besar terhadap masa depan, semua itu akan tercapai jika stres

kerja dikelola, sehingga menimbulkan motivasi untuk meningkatkan

kinerja. Hasil penelitian menunjukkan stress kerja berpengaruh

secara signifikan terhadap motivasi kerja dan motivasi kerja tidak

berpengaruh signifikan terhadap kinerja (Purwandari, 2015).

Setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk

berperilaku caring sangat erat kaitannya dengan motivasi (niat).

Nursalam (2012) menyatakan, motivasi adalah pemberian atau

penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi

motif. Motivasi kerja perawat sangat mempengaruhi perilaku caring

perawat dan menjadi sangat penting dalam mempengaruhi kualitas

pelayanan dan kepuasan pasien terutama di rumah sakit, dimana

kualitas pelayanan menjadi penentu citra institusi pelayanan yang

19
nantinya akan dapat meningkatkan kepuasan pasien dan mutu

pelayanan (Potter dan Perry, 2009 ).

Sedangkan prestasi kerja adalah hasil upaya seseorang yang

ditentukan oleh kemampuan karakteristik pribadi serta persepsi

terhadap peranannnya dalam pekerjaan itu.Jadi prestasi kerja

merupakan hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan, dan

persepsi tugas.Dari batasan tersebut jelaslah bahwa yang

dimaksudkan dengan prestasi kerja adalah hasil yang dicapai

seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang

bersangkutan.Setiap pencapaian prestasi diikuti perolehan yang

mempunyai nilai bagi karyawan yang bersangkutan, baik berupa

upah, promosi, teguran atau pekerjaan yang lebih baik. Hal ini

tentunya memiliki nilai yang berbeda bagi orang yang berbeda.

Masalahnya adalah bagaimana atasan menghargai prestasi kerja

para karyawan sehingga dapat memotivasi.

Dalam upaya untuk meningkatkan prestasi kerjanya, maka

seorang perawat dituntut untuk selalu melakukan perbaikan dan

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Untuk mencapai

kualitas pelayanan kesehatan yang baik tersebut maka seorang


20
perawat harus menjadi perawat yang profesional, yaitu perawat

yang memiliki kemampuan intelektual, teknikal dan interpersonal,

bekerja berdasarkan standart praktek, memperhatikan kaidah etik

dan moral. (Nizma, 2010)

Prestasi kerja tidak hanya ditunjukkan melalui kemampuan,

namun juga motivasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi

prestasi kerja baik motivasi internal maupun motivasi

eksternal.Perawat akan menekuni tugasnya dan konsentrasi dalam

bekerja, bertanggungjawab disertai perasaan senang sampai

diperoleh hasil yang memuaskan dengan kualitas yang tinggi dan dia

akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengembangkan diri

agar mencapai prestasi tinggi dalam perusahaan. Namun pada

kenyataannya tidak semua faktor-faktor yang ada dalam muatan

pekerjaan ini dimiliki oleh perawat seperti rendahnya otonomi,

kurangnya informasi atau umpan balik yang diperoleh perawat dari

hasil pekerjaannya dari atasan, rekan kerja dan pasiennya, serta

kurangnya kesadaran dan pemahaman betapa penting dan berarti

tugasnya Hal ini memberi dampak terhadap prestasi kerjanya,

21
karena perawat terlihat kurang mampu dan kurang percaya diri

terhadap kemampuan asuhan keperawatannya (Nizma, 2010).

UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok

kepegawaian mengamanatkan bahwa tujuan dari penilaian prestasi

kerja adalah untuk lebih menjamin objektivitas dalam

mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan

pangkat. Pemerintah sendiri, dalam hal ini Presiden Republik

Indonesia sudah mengeluarkan aturan mengenai penilian prestasi

kerja pegawai negeri sipil, yaitu Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 46 Tahun 2011. Penilaian prestasi kerja PNS

merupakan suatu proses penilaian secara sistematis yang dilakukan

oleh pejabat penilai terhadap sasaran kerja pegawai (SKP) dan

perilaku kerja PNS (Purnamawati*, 2015)

Oleh karena itu penting umtuk memperhatikan pengelolaan

sumber daya manusia terutama motivasi dan prestasi bagi perawat

agar mutu asuhan keperawatan yang mempegaruhi kualitas

pelayanan kesehatan dan menjadi salah satu faktor penentu citra

institisi pelayanan kesehatan tetap baik (Jais dan Hasanbasri).

Bertolak dari teori-teori yang telah diuraikan diatas dapat


22
memberikan gambaran bahwa upah merupakan salah satu faktor

yang menyebabkan motivasi kerja, terhadap prestasi kerja.

23
BAB II
RUMAH SAKIT DAN
PERAWAT
24
BAB II RUMAH SAKIT DAN PERAWAT

A. Rumah Sakit

Pengertian rumah sakit menurut WHO adalah suatu bagian

menyeluruh (integral) organisasi sosial dan medis, yang mempunyai

fungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada

masyarakat baik kuratif maupun preventif. Rumah sakit pun

merupakan pusat untuk latihan tenaga kesehatan dan penelitian bio-

psiko-sosioekonomi-budaya. (Supriyanto,2010).

Definisi rumah sakit menurut DEPKES RI (1989) yaitu

merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik, dengan

fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan

yang bersifat penyembuhan kuratif dan pemulihan (rehabilitative)

pasien.

Rumah sakit menurut SK Menteri Kesehatan RI No

983/MENKES/SK/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit

Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan

bersifat dasar, spesialistik dan sub-spesialistik sedangkan

klasifikasinya berdasarkan perbedaan tingkat menurut kemampuan

pelayanan kesehatan yang dapat disediakan yaitu rumah sakit kelas


25
A, kelas B (pendidikan dan non kependidikan), kelas C, dan kelas D.

Menurut Supriyanto, 2010 organisasi rumah sakit merupakan

organisai yang unik dan kompleks. Unik karena di rumah sakit

terdapat proses yang menghasilkan jasa perhotelan sekaligus jasa

medis dan perawatan dalam bentuk pelayanan kepada pasien yang

rawat inap maupun berobat jalan. Kompleks karena terdapat

permasalahan yang sangat rumit. Rumah sakit merupakan suatu

organisasi padat karya dengan latar pendidikan yang berbeda-beda.

Di dalamnya ada berbagai macam fasilitas pengobatan dan berbagai

macam peralatan. Kemudian, orang yang dihadapi adalah orang-

orang yang beremosi labil, tegang, dan emosional karena sedang

dalam keadaan sakit, termasuk keluarga pasien. Oleh karena itu

pelayanan rumah sakit jauh lebih kompleks daripada hotel.

1. Merupakan industri padat modal dan padat karya (padat

sumber daya) serta padat teknologi. Sumber daya manusia

merupakan komponen utama proses pelayanan.

2. Sifat produk rumah sakit sangat beragam, demikian pula

proses layanan yang bervariasi, meskipun input sama.

Kadang-kadang sulit memisahkan antara proses keluaran


26
(output) dan hasil (outcome).

3. Jenis produk/jasa rumah sakit bisa berupa private goods

(pelayanan dokter, keperawatan, farmasi, gizi) dan public

goods (layanan parkir, front office, customer service,

cleaning service, house keeping, laundry, perbankan, travel,

minimarket, dan imunisasi)

B. Perawat

a. Pengertian Perawat

Menurut UU RI No. 38 Tahun 2014 tentang keperawatan,

perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi

keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh

pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut

Taylor Lilis Dalam Nur (2013), perawat adalah seseorang yang

berperan dalam merawat dan membantu seseorang dengan

melindunginya dari sakit, luka dan proses penuaan. Proses tersebut

kemudian dituangkan ke dalam sebuah bentuk pelayanan

keperawatan (Nursalam, 2013).

Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan

profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan


27
kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan

ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat,

baik sehat maupun sakit (UU RI No. 38 Tahun 2014 tentang

Keperawatan). Pelayanan keperawatan tersebut biasanya

disesuaikan dengan beban serta kondisi kerja di masing-masing

tempat pemberian pelayanan keperawatan tersebut. Pelayanan

keperawatan di rumah sakit tentu memiliki perbedaan dengan

pelayanan keperawatan di puskesmas maupun di tempat pelayanan

kesehatan lainnya. Di rumah sakit sendiri, motivasi kerja perawat

dan pengembangan karir perawat antar ruangan juga memiliki

perbedaannya masing-masing.

Pelayanan keperawatan di ruang gawat darurat (IGD)

merupakan salah satu tolak ukur kualitas pelayanan rumah sakit

karena IGD sebagai garda terdepan yang memberikan pelayanan

kepada pasien secara terus menerus selama 24 jam serta melibatkan

multi profesi. Sepantasnya perawat yang bertugas di ruang IGD

adalah mereka yang telah memiliki keahlian khusus dengan sertifikat

basic sebagai perawat gawat darurat. Penanganan pasien gawat

darurat yang membutuhkan kecepatan dan ketepatan membutuhkan


28
perawat yang terampil, mampu mengambil keputusan secara cepat

dan tepat serta selalu berpikir kritis. Kemampuan ini akan terus

muncul jika perawat diberi kesempatan untuk terus meningkatkan

kompetensi dalam bidangnya, oleh karena itu dibutuhkan motivasi

yang tinggi untuk mendorong hal tersebut (Nursalam, 2013).

Jenis perawat dibagi atas dua yaitu:

1. Perawat profesi

Perawat profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a terdiri atasners sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf

a merupakan perawat lulusan program profesi keperawatan yang

mempunyai keahlian khusus dalam asuhan keperawatan dan ners

spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan

perawat lulusan program spesialis keperawatan yang mempunyai

keahlian khusus dalam asuhan keperawatan.

2. Perawat Vokasi

Perawat vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

merupakan perawat yang melaksanakan praktik keperawatan yang

mempunyai kemampuan teknis keperawatan dalam melaksanakan

asuhan keperawatan.
29
Perawat pelaksana merupakan orang yang memberikan

paling banyak tindakan, jikapasien memerlukan terapi intravena,

biasanya perawat memasang jalur intravena dan memberikan

pasien cairan dan obat yang ditentukan,jika pasien memerlukan

injeksi perawat yang memberikannya.

Perawat mengganti balutan pasiendan memantau

penyembuhan lukanya. perawat memberikan medikasi untuk nyeri,

memantau kemajuan pasien untuk pemulihan tanpa komplikasi,

perawat lebih sering kontak dengan pasien daripada staflain, mereka

sering menemukan masalah sebelum orang lain menemukannya.

Keperawatan adalah pelayanan esensial yang diberikan oleh

perawat terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat

yang mempunyai masalah kesehatan. Pelayanan yang diberikan

adalah upaya untuk mencapai derajat kesehatan semaksimal

mungkin sesuai dengan potensi yang dimiliki dalam menjalankan

kegiatan di bidang promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

dengan menggunakan proses keperawatan sebagai metode ilmiah

keperawatan. Pelayanan asuhan keperawatan yang dilakukan

oleh tenaga keperawatan bekerjasama dengan team kesehatan


30
lainnya dalam rangka mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

b. Peran Perawat

Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh

orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam

sistem dan dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi

perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat

konstan. Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun

1989 terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan,

advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan, dan

peneliti.

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat

dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan

dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan

keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga

dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan

dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan

dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat

perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan

dari yangsederhana sampai dengan kompleks.


31
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan

keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari

pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam

pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan

kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan

melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-

baiknya hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi,

hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima

ganti rugi akibat kelalaian.

c. Fungsi Perawat

Fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada individu

sehat maupun sakit dimana segala aktivitas yang dilaksanakan

berguna untuk pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan yang

dimiliki, aktifitas ini dilakukan dalam bentuk proses keperawatan

yang terdiri dari tahap pengkajian, identifikasi masalah,

perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai

dengan perannya. Fungsi tersebut dapat berubah disesuaikan

dengan keadaan yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat


32
akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya: fungsi

independen, fungsi dependen dan fungsi interdependen.

d. Tugas Perawat

1. Tugas Perawat Di Rumah Sakit

Seorang perawat mempunyai tugas dan bertanggungjawab

penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai

dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.

2. Tugas Perawat di Ruangan

Pelaksana perawatandi ruangan adalah tenaga perawat

profesional yang diberi wewenang untuk melaksanakan pelayanan

keperawatan di ruangan dengan persyaratan berijazah pendidikan

formal keperawatan, semua jenjang yang disahkan oleh pemerintah

atau yang berwenang. Pelaksana perawatan bertanggungjawab

secara administrasi fungsional kepada kepala ruangan, sedangkan

secara teknis medis operasional bertanggung jawab kepada dokter

ruang rawat atau dokter penanggung jawab ruangan

Tugas pokoknya adalah melaksanakan asuhan keperawatan

pada pasien diruangan, dengan uraian tugas sebagai berikut :

1. Memelihara kebersihan ruang rawat dan lingkungannya.


33
2. Menerima pasien baru sesuai prosedur dan ketentuan

yang berlaku.

3. Memelihara peralatan perawatan dan medis agar selalu

dalam keadaan siap pakai.

4. Melaksanakan program orientasi kepada pasien tentang

ruangan dan lingkungan, peraturan atau tata tertib yang

berlaku, fasilitas yang ada dan cara penggunaannya, serta

kegiatan rutin sehari-hari diruangan.

5. Menciptakan hubungan kerjasama yang baik dengan pasien

dan keluarganya.

6. Mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan pasien, sesuai

batas kemampuannya.

7. Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan

kemampuannya.

8. Melaksanakan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai

kebutuhandan bataskemampuannya.

9. Berperan serta melaksanakan latihan mobilisasi pada pasien

agar dapatsegera mandiri.

10. Melakukan pertolongan pertama kepada pasien dalam


34
keadaan daruratsecara tepat dan benar sesuaikebutuhan.

11. Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan sesuai batas

kemampuannya.

12. Memantau dan menilai kondisi pasien.

13. Menciptakan dan memelihara suasana yang baik antara

pasien dan keluarganya,sehingga terciptaketenangan.

14. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang

keperawatan, antara lain, melalui pertemuan ilmiah dan

penataran.

15. Melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan asuhan

keperawatan yang tepat dan benar, sehingga tercipta sistem

informasi rumah sakit yang dapat dipercaya (akurat).

Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional

yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang

didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan

biopsikososial dan spiritual yang komprehensif, ditujukan pada

individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang

mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan


35
dimana dalam menentukan tindakannya didasarkan pada ilmu

pengetahuan sertamemiliki keterampilan yang jelas dalam

keahliannya, selain itu sebagai satu profesi keperawatan otonomi

dalam kewenangan dan tanggung jawab dalam tindakan serta

adanya kode etik dalam bekerjanya kemudian juga berorientasi pada

pelayanan dengan melalui pemberian asuhan keperawatan kepada

individu, kelompok atau masyarakat.

Tindakan keperawatan yang langsung diberikan kepada klien

pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dengan metodologi

proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan,

yang dilandasi pada kode etik. Keperawatan dalam lingkup

wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Praktek keperawatan

juga merupakan tindakan mandiri perawat profesional melalui

kerjasama berbentuk kolaborasi dengan pasien dan tenaga

kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai

denganlingkup wewenang dan tanggung jawabnya.

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 dikatakan

bahwa keperawatan sebagai profesi. Dalam peraturan ini

disebabkan bahwa salah satu tenaga kesehatan adalah tenaga


36
keperawatan, yang terdiri dari perawatdan bidan. Peraturan ini juga

mengatur penempatan tenaga dan teknik pembinaan.

Pelayanan keperawatan profesional yaitu praktek

keperawatan yang dilakukan oleh perawat didasarkan atas

profesi keperawatan. Ciri dari praktek keperawatan profesional

secara umum adalah memiliki otonomi, bertanggungjawab dan

bertanggung gugat (accountability) menggunakan metode ilmiah

berdasarkan standar praktek dan kode etik profesi danmemiliki

aspek legal.

Menurut UU RI No. 38 Tahun 2014 tentang keperawatan,

perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi

keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh

pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut

Taylor Lilis Dalam Nur (2013), perawat adalah seseorang yang

berperan dalam merawat dan membantu seseorang dengan

melindunginya dari sakit, luka dan proses penuaan. Proses tersebut

kemudian dituangkan ke dalam sebuah bentuk pelayanan

keperawatan (Nursalam, 2013).

Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan


37
profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan

kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan

ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat,

baik sehat maupun sakit (UU RI No. 38 Tahun 2014 tentang

Keperawatan). Pelayanan keperawatan tersebut biasanya

disesuaikan dengan beban serta kondisi kerja di masing-masing

tempat pemberian pelayanan keperawatan tersebut. Pelayanan

keperawatan di rumah sakit tentu memiliki perbedaan dengan

pelayanan keperawatan di puskesmas maupun di tempat pelayanan

kesehatan lainnya. Di rumah sakit sendiri, motivasi kerja perawat

dan pengembangan karir perawat antar ruangan juga memiliki

perbedaannya masing-masing.

Pelayanan keperawatan di ruang gawat darurat (IGD)

merupakan salah satu tolak ukur kualitas pelayanan rumah sakit

karena IGD sebagai garda terdepan yang memberikan pelayanan

kepada pasien secara terus menerus selama 24 jam serta melibatkan

multi profesi. Sepantasnya perawat yang bertugas di ruang IGD

adalah mereka yang telah memiliki keahlian khusus dengan sertifikat

basic sebagai perawat gawat darurat. Penanganan pasien gawat


38
darurat yang membutuhkan kecepatan dan ketepatan membutuhkan

perawat yang terampil, mampu mengambil keputusan secara cepat

dan tepat serta selalu berpikir kritis. Kemampuan ini akan terus

muncul jika perawat diberi kesempatan untuk terus meningkatkan.

e. Kategori/Klasifikasi Perawat

Menurut Kusnanto (2004), dalam menghadapi tuntutan

kebutuhan masyarakat dan pembangunan kesehatan dimasa

mendatang, serta memperhatikan tuntutan pembangunan

keperawatan sebagai suatu profesi yang mandiri, sistem pendidikan

keperawatan (dengan pengertian dalam tatanan sistem pendidikan

tinggi), dikembangkan dengan berbagai jenis dalam berbagai jenjang

pendidikan.

1. Program pendidikan Diploma III Keperawatan

Pada jenjang pendidikan, Diploma III bersifat pendidikan

profesi, menghasilkan Ahli Madya Keperawatan (A.Md.Kep), sebagai

perawat profesional pemula. Pendidikan keperawatan pada jenjang

diploma dikembangkan terutama untuk menghasilkan

lulusan/perawat yang memiliki sikap dan menguasai kemampuan

keperawatan umum dan dasar.


39
2. Program Studi Sarjana Keperawatan

Pendidikan pada tahap ini bersifat pendidikan akademik

profesional (pendidikan keprofesian), menekankan pada penguasaan

landasan keilmuan, yaitu ilmu keperawatan dan ilmu-ilmu

penunjang, penumbuhan serta pembinaan sikap dan keterampilan

profesional dalam keperawatan. Pada jenjang pendidikan ini,

menghasilkan perawat generalis. Terdapat dua program tahapan

yaitu tahapan program akademik yang pada akhir pendidikan

mendapat gelar akademik sarjana keperawatan (S.Kep), dan tahap

program keprofesian yang pada akhir pendidikan mendapat gelar

ners (Ns).

3. Program Pendidikan Magister Keperawatan

Dalam menghadapi tekanan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi serta tuntutan kebutuhan dan permintaan masyarakat

yang diperkirakan akan terus meningkat, pendidikan pascasarjana

dalam bidang keperawatan juga dikembangkan. Hal ini diperlukan

agar pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang

keperawatan malalui berbagai bentuk penelitiandapat dilaksanakan,

dan selanjutnya dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan mutu


40
asuhan keperawatan.

4. Program Pendidikan Spesialis Bidang Keperawatan.

Dalam memenuhi atau menjawab tuntutan kebutuhan masyarakat

dan pembangunan kesehatan di masa depan, dan bertolak pada

pandangan bahwa setiap saat dan tahap pengembangan perlu

diupayakan untuk meningkatkan relevansi dan mutu asuhan

keperawatan pada masyarakat, maka dikembangkan pendidikan

keperawatan pada jenjang spesialis. Pendidikan jenjang ini

merupakan pendidikan yang lebih memperdalam pengetahuan dan

keterampilan keprofesian. Sifat memperdalam pengetahuan

keperawatan, walaupun lebih mengutamakan ilmu keperawatan

klinik, namun tidak dapat dipisahkan sepenuhnya dengan

perkembangan kelompok-kelompok ilmu dasar dan penunjang,

termasukilmu dasar keperawatan.

3. Keperawatan

Praktik keperawatan adalah tindakan perawat profesional

melalui kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga

kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan atau sesuai

dengan lingkungan, wewenang dan tanggungjawabnya. (Nursalam,


41
2002). Kewenangan perawat adalah hak dan otonomi untuk

melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan kemampuan,

tingkat pendidikan dan posisi sarana kesehatan. Kewenangan

perawat adalah melakukan asuhan keperawatan meliputi pada

kondisi sehat dan sakit yang mencakup askep pada perinatal, askep

pada neonatal, askep pada anak, askep pada dewasa, dan askep

meternitas, dimana sasarannya adalah individu, keluarga, kelompok

dan masyarakat.

Menurut keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara No.94/Kep/M.PAN/II/2001 tentang jabatan fungsional

perawat dan angka kreditnya pada Bab 1 ayat 2 dinyatakan bahwa

pelayanan keperawatan adalah pelayanan kesehatan yang

didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang mencakup

biopsikososiospiritual yang komprehensif, ditujukan kepada

individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, baik sakit maupun

sehat, yang meliputi peningkatan derajat kesehatan, pencegahan

penyakit, penyembuhan dan pemulihan kesehatan dan

menggunakan pendekatan proses keperawatan. Pada Bab II pasal 4

dinyatakan bahwa tugas pokok perawat adalah memberikan


42
pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan/ kesehatan

kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam upaya

kesehatan pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan

pemulihan serta pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka

kemandirian di bidang keperawatan/ kesehatan.

Keperawatan di Indonesia saat ini masih berada dalam proses

mewujudkan keperawatan sebagai profesi. Ini merupakan proses

jangka panjang yang ditujukan untuk memenuhi tuntutan dan

kebutuhan masyarakat Indonesia. Perubahan yang terjadi akan

mencakup seluruh aspek keperawatan, yaitu:

1. Penataan pendidikan tinggi keperawatan

2. Pelayanan dan asuhan keperawatan

3. Pembinaan dan kehidupan keprofesian

4. Penataan lingkungan untuk perkembangan keperawatan.

Pengembangan dalam berbagai aspek keperawatan ini

bersifat saling berhubungan, saling mempengaruhi, dan saling

berkepentingan. Inovasi dalam keempat aspek di atas merupakan

fokus utama keperawatan dalam proses profesionalisme serta

mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam menghadapi


43
tantangan keperawatan di masa yang akan datang. (Nursalam,

2007).

Fokus utama keperawatan pada beberapa dasawarsa terakhir

adalah kesehatan masyarakat dengan target populasi total.

Keperawatan memandang manusia tidak hanya dari aspek fisik,

tetapi manusia dipandang sebagai makhluk biopsikososiospiritual.

Tujuan praktik keperawatan sesuai yang dicanangkan WHO (1985)

harus diupayakan pada pencegahan primer, peningkatan kesehatan

pasien, perawatan diri, dan peningkatan kepercayaan diri.

(Priharjo,2008)

f. Standar Asuhan Keperawatan

Standar praktik merupakan salah satu perangkat yang

diperlukan oleh setiap tenaga profesional. Standar praktik

keperawatan adalah ekpektasi/harapan-harapan minimal dalam

memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif dan etis.

Standar praktik keperawatan merupakan komitmen profesi

keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktik yang

dilakukan oleh anggota profesi. Lingkup Standar Praktik

Keperawatan Indonesia meliputi :


44
1. Standar Praktik Profesional

a. Standar I Pengkajian

b. Standar II Diagnosa Keperawatan

c. Standar III Perencanaan

d. Standar IV Pelaksanaan Tindakan (Impelementasi)

e. Standar V Evaluasi

2. Standar Kinerja Professional

a. Standar I Jaminan Mutu

b. Standar II Pendidikan

c. Standar III Penilaian Kerja

d. Standar IV Kesejawatan (collegial)

e. Standar V Etik

f. Standar VI Kolaborasi

g. Standar VII Riset

h. standar VIII Pemanfaatan sumber-sumber

Standar asuhan keperawatan adalah uraian pernyataan

tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga kualitas struktur , proses

dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan keperawatan berarti

pernyataan kualitas yang diinginkan dan dapat dinilai pemberian


45
asuhan keperawatan terhadap pasien/ klien. Hubungan antara

kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat, karena

melalui standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan

meningkat dan memburuk (Wilkinson, 2006).

Tujuan dan manfaat standar asuhan keperawatan pada

dasarnya mengukur kualitas asuhan kinerja perawat dan efektifitas

manajemen organisasi. Dalam pengembangan standar menggunakan

pendekatan dan kerangka kerja yang lazim sehingga dapat ditata

siapa yang bertanggung jawab mengembangkan standar bagaimana

proses pengembangan tersebut. Standar asuhan berfokus pada hasil

pasien, standar praktik berorientasi pada kinerja perawat

profesional untuk memberdayakan proses keperawatan. Standar

financial juga harus dikembangkan dalam pengelolaan keperawatan

sehingga dapat bermanfaat bagi pasien, profesi perawat dan

organisasi pelayanan. (Kawonal, 2000).

Setiap hari perawat bekerja sesuai standar- standar yang ada

seperti merancang kebutuhan dan jumlah tenaga berdasarkan

volume kerja, standar pemerataan dan distribusi pasien dalam unit

khusus, standar pendidikan bagi perawat profesional sebagai


46
persyaratan agar dapat masuk dan praktek dalam tatanan pelayanan

keperawatan professional.

Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian

kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung

kepada klien/ pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan.

Dilaksanakanberdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu

profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat

humanistik, dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk

mengatasi masalah yangdihadapi klien.

Menurut Ali (1997) proses keperawatan adalah metode

asuhan keperawatan yang ilmiah, sistematis, dinamis, dan terus-

menerus serta berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah

kesehatan pasien/ klien, dimulai dari pengkajian (pengumpulan

data, analisis data dan penentuan masalah), diagnosis

keperawatan, pelaksanaan dan tindakankeperawatan (evaluasi).

Asuhan keperawatan diberikan dalam upaya memenuhi

kebutuhan dasar manusia yaitu:

a. Kebutuhan fisiologis meliputi oksigen, cairan, nutrisi.

b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan


47
c. Kebutuhan rasa cinta dan saling memilii

d. Kebutuhan akan harga diri

e. Kebutuhan aktualisasi diri

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa asuhan keperawatan merupakan seluruh rangkaian proses

keperawatan yang diberikan kepada pasien yang berkesinambungan

dengan kiat-kiat keperawatan yang dimulai dari pengkajian sampai

dengan evaluasi dalam usaha memeperbaiki ataupun memelihara

derajat kesehatan yang optimal.

a. Tujuan Asuhan Keperawatan

Tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan antara lain:

a. Membantu individu untuk mandiri

b. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam

bidangkesehatan

c. Membantu individu mengembangkan potensi untuk

memeliharakesehatan secara optimal agar tidak tergantung

pada orang lain dalam memelihara kesehatannya

d. Membantu individu memperoleh derajat kesehatan yang

optimal
48
b. Fungsi Proses Keperawatan

Proses Keperawatan berfungsi sebagai berikut:

a. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan

ilmiah bagi tenaga keperawatan dalam memecahkan

masalah klien melalui asuhan keperawatan .

b. Memberi ciri profesionalisasi asuhan keperawatan melalui

pendekatan pemecahan masalah dan pendekatan

komunikasi yang efektif dan efisien.

c. Memberi kebebasan pada klien untuk mendapat pelayanan

yang optimal sesuai dengan kebutuhannya dalam

kemandiriannya di bidang kesehatan.

c. Tahap-Tahap Proses Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap

dan sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah

kesehatan dan keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental,

sosial maupun spiritual dapat ditentukan. Tahap ini mencakup tiga

kegiatan,yaitu Pengumpulan Data, Analisis Data dan Penentuan

Masalah kesehatanserta keperawatan.


49
a. Pengumpulan data

Tujuan pengumpulan data adalah untuk memperoleh data

dan informasi mengenai masalah kesehatan yang ada pada pasien

sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus diambil untuk

mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik, mental,

sosial dan spiritual serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya.

Data tersebut harus akurat dan mudah dianalisis.

Jenis data antara lain:

1. Data Objektif, yaitu data yang diperoleh melalui suatu

pengukuran, pemeriksaan, dan pengamatan, misalnya suhu

tubuh, tekanan darah, serta warna kulit.

2. Data subjekif, yaitu data yang diperoleh dari keluhan yang

dirasakan pasien, atau dari keluarga pasien/saksi lain

misalnya; kepala pusing, nyeri dan mual.

Ada pun fokus dalam pengumpulan data meliputi :

a. Status kesehatan sebelumnya dan sekarang

b. Pola koping sebelumnya dan sekarang

c. Fungsi status sebelumnya dan sekarang


50
d. Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan

e. Resiko untuk masalah potensial

f. Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien

b. Analisa data

Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan

kemampuan berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu

pengetahuan.

c. Perumusan masalah

Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa

masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat

diintervensi dengan Asuhan Keperawatan (Masalah Keperawatan)

tetapi ada juga yang tidak dan lebih memerlukan tindakan medis.

Selanjutnya disusun Diagnosis Keperawatan sesuai dengan prioritas.

Prioritas masalah ditentukan berdasarkan kriteria penting

dan segera. Penting mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi

akan menimbulkan komplikasi, sedangkan Segera mencakup waktu

misalnya pada pasien stroke yang tidak sadar maka tindakan harus

segera dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih parah atau

kematian.
51
Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan hierarki

kebutuhan menurut Maslow, yaitu keadaan yang mengancam

kehidupan, keadaan yang mengancam kesehatan, persepsi tentang

kesehatan dan keperawatan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang

menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko

perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat

secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan

intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan,

membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito,2000). Perumusan

diagnosa keperawatan :

a. Aktual : Menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan

data klinik yang ditemukan.

b. Resiko : Menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi

jika tidak dilakukan intervensi.

c. Kemungkinan : Menjelaskan bahwa perlu adanya data

tambahan untuk memastikan masalah keperawatan

kemungkinan.
52
d. Wellness : Keputusan klinik tentang keadaan individu,

keluarga atau masyarakat dalam transisi dari tingkat

sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang lebih tinggi.

e. Syndrom : diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnosa

keperawatan aktual dan resiko tinggi yang diperkirakan

muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.

3. Rencana keperawatan

Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk

membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status

kesehatan yang diuraikan dalam hasil yang di harapkan

(Gordon,1994). Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan

klien. Rencana perawatan terorganisasi sehingga setiap perawat

dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan perawatan yang

diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan

tepat memfasilitasi konyinuitas asuhan perawatan dari satu perawat

ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua perawat mempunyai

kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan

konsisten. Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur

pertukaran informasi oleh perawat dalam laporan pertukaran dinas.


53
Rencana perawatan tertulis juga mencakup kebutuhan klien jangka

panjang (Potter,1997)

4. Implementasi keperawatan

Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah

rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk

membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu

rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi

faktor-faktor yangmempengaruhi masalah kesehatan klien. Ada pun

tahap-tahap dalam tindakan keperawatan, yaitu :

Tahap 1 : persiapan

Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut

perawat untuk mengevaluasi yang diindentifikasi pada tahap

perencanaan.

Tahap 2 : intervensi

Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah

kegiatan dan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk

memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan

keperawatan meliputi tindakan independen,dependen,dan


54
interdependen.

Tahap 3 : dokumentasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh

pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam

proses keperawatan.

5. Evaluasi

Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses

dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat

dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan

pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan

tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat

kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat

kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan

sebelumnya. Sasaran evaluasi adalah proses asuhan keperawatan

berdasarkan kriteria/ rencana yang telah disusun. Hasil tindakan

keperawatan berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah di

rumuskan dalam rencana evaluasi, yaitu:

a. Tujuan tercapai,apabila pasien telah menunjukkan

perbaikan/ kemajuan sesuai dengan kriteria yang telah


55
ditetapkan.

b. Tujuan tercapai sebagian,apabila tujuan itu tidak tercapai

secara maksimal, sehingga perlu di cari penyebab dan cara

mengatasinya.

c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan

perubahan/kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah

baru.dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih

mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan,

dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi

penyebab tidak tercapainya tujuan.

Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses

keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien

,seluruh tindakannya harus didokumentasikan dengan benar dalam

dokumentasi keperawatan.

d. Dokumentasi keperawatan

Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis atau

tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi

individu yang berwenang (potter 2005). Potter (2005) juga

menjelaskan tentang tujuan dalam pendokumentasian, yaitu:


56
1. Komunikasi

Sebagai cara bagi tim kesehatan untuk mengkomunikasikan

(menjelaskan) perawatan klien termasuk perawatan individual,

edukasi klien dan penggunaan rujukan untuk rencana pemulangan.

2. Tagihan

Financial Dokumentasi dapat menjelaskan sejauh mana

lembaga perawatan mendapatkan ganti rugi (reimburse) atas

pelayanan yang diberikan bagi klien.

3. Edukasi

Dengan catatan ini peserta didik belajar tentang pola yang

harus ditemui dalm berbagai masalah kesehatan dan menjadi

mampu untuk mengantisipasi tipe perawatan yang dibutuhkan klien.

4. Pengkajian

Catatan memberikan data yang digunakan perawat untuk

mengidentifikasi dan mendukung diagnosa keperawatan dan

merencanakan intervensi yang sesuai.

5. Riset

Perawat dapat menggunakan catatan klien selama studi riset

untuk mengumpulkan informasi tentang faktor-faktor tertentu.


57
6. Audit dan pemantauan

Tinjauan teratur tentang informasi pada catatan klien

memberi dasar untuk evaluasi tentang kualitas dan ketepatan

perawatan yang diberikan dalam suatu institusi.

7. Dokumentasi legal

Pendokumentasian yang akurat adalah salah satu pertahanan

diri terbaik terhadap tuntutan yang berkaitan dengan asuhan

keperawatan.

Dokumentasi penting untuk meningkatkan efisiensi dan

perawatan klien secara individual. Ada enam penting penting dalam

dokumentasi keperawatan, yaitu :

1. Dasar Faktual

Informasi tentang klien dan perawatannya harus berdasarkan

fakta yaitu apa yang perawat lihat, dengar dan rasakan.

2. Keakuratan

Catatan klien harus akurat sehingga dokumentasi yang tepat

dapat dipertahankan klien.

3. Kelengkapan

Informasi yang dimasukan dalam catatan harus lengkap,


58
mengandunginformasi singkat tentang perawatan klien.

4. Keterkinian

Memasukan data secara tepat waktu penting dalam perawatan

bersama klien

5. Organisasi

Perawat mengkomunikasikan informasi dalam format atau

urutan yang logis. Contoh catatan secara teratur

menggambarkan nyeri klien,pengkajian dan intervensi perawat

dan dokter.

6. Kerahasiaan

Informasi yang diberikan oleh seseorang ke orang lain dengan kepercayaan

dan keyakinan bahwa informasi tersebut tidak akan dibocorkan. Melalui

dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran dan

fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Hal ini

akan bermanfaat bagi peningkatan mutu pelayanan dan bahan

pertimbangan dalam kenaikan jenjang karir/ kenaikan pangkat. Selain itu

dokumentasi keperawatan juga dapat menggambarkan tentang kinerja

seorang Perawat.

59
BAB III
MOTIVASI KERJA

60
BAB III MOTIVASI KERJA

A. Pengertian Motivasi

Motivasi kerja perawat sangat mempengaruhi perilaku caring

perawat dan menjadi sangat penting dalam mempengaruhi kualitas

pelayanan dan kepuasan pasien terutama di rumah sakit, dimana

kualitas pelayanan menjadi penentu citra institusi pelayanan yang

nantinya akan dapat meningkatkan kepuasan pasien dan mutu

pelayanan (Potter dan Perry,) Robbins (2008), menyatakan bahwa

umpan balik adalah sampai sejauhmana karyawan menerima

informasi yang mengungkapkan seberapa baik mereka

melaksanakan tugas pada saat bekerja. Semakin tinggi skor

pencapaian karakteristik pekerjaan, maka pekerjaan menunjukkan

kompleksitas yang semakin tinggi, yang berarti semakin memberi

tantangan dan semakin kuat menentukan potensi bahwa pekerjaan

itu sendirilah yang menciptakan motivasi internal, meningkatkan

pertumbuhan dan kepuasan kerja serta menambah efektivitas kerja

(Robbins, 2008).

Menurut Schutzenhofer dan Mutsser dalam Persatuan

Perawat Nasional (2000), bahwa otonomi perawat adalah kebebasan


61
perawat untuk bertindak melaksanakan tindakan keperawatan

dimana perawat memiliki kemandirian dan pengaturan diri dalam

membuat keputusan dan praktik keperawatan melalui kerjasama

berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan dalam

memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan lingkup wewenang

dan tanggung jawabnya berdasarkan keperawatan. Menurut

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2000), batasan tindakan

otonomi adalah standar pengkajian, standar diagnosis, standar

perencanaan, standar implementasi dan standar evaluasi.

Pada awalnya, motivasi seseorang untuk melakukan kegiatan

muncul karena merasakan perlunya memenuhi kebutuhan. Apabila

kebutuhan telah terpenuhi, motivasinya akan menurun. Kemudian

berkembang pemikiran bahwa motivasi juga diperlukan untuk

mencapai tujuan tertentu. Namun apabila tujuan telah tercapai,

biasanya motivasi juga menurun. Oleh karena itu, motivasi dapat

dikembangkan apabila timbul kebutuhan maupun tujuan baru.

Apabila pemenuhan kebutuhan merupakan kepentingan manusia,

maka tujuan dapat menjadi kepentingan manusia maupun

organisasi.
62
Dengan demikian terdapat kepentingan bersama antara

manusia sebagai pekerja dengan organisasi. Pekerja di satu sisi

melakukan pekerjaan mengharapkan kompensasi untuk memenuhi

kebutuhannya dan di sisi lainnya untuk mencapai tujuan pribadinya

untuk mewujudkan prestasi kerjanya. Sedangkan kinerja organisasi

diwujudkan oleh kumpulan kinerja dari semua pekerja untuk

mencapai tujuan organisasi.

Apabila pekerja mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan

pribadinya, maka mereka harus meningkatkan kinerja.

Meningkatnya kinerja pekerja akan meningkatkan pula kinerja

organisasi. Dengan demikian meningkatnya motivasi pekerja akan

meningkatkan kinerja individu, kelompok, maupun organisasi.

Terdapat banyak pengertian tentang motivasi. Di antaranya

adalah Robert Heller (1998:6) yang menyatakan bahwa motivasi

adalah keinginan untuk bertindak. Ada pendapat bahwa motivasi

harus diinjeksi dari luar, tetapi sekarang semakin dipahami bahwa

setiap orang termotivasi oleh beberapa kekuatan yang berbeda. Di

pekerjaan kita perlu mempengaruhi bawahan untuk menyelaraskan

motivasinya dengan kebutuhan organisasi.


63
Sedangkan Stephen P. Robbins (2003:156) menyatakan

motivasi sebagai proses yang menyebabkan intensitas (intensity),

arah (direction), dan usaha terus-menerus (persistence) individu

menuju pencapaian tujuan.

Menurut Nursalam (2011), motivasi adalah karakteristik

psikologis manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen

seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan,

menyalurkan danmempertahankan tingkah laku manusia dalam arah

tekad tertentu (Stoner dan Freeman, 1995:134). Motivasi menurut

Ngalim Purwanto (2000:60) dalam Suarli. S. adalah segala sesuatu

yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi

adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan

pekerjaan atau menjalankan kekuasaan, terutama dalam

berperilaku (Sortell dan Kaluzny, 1994:59). Ada tiga hal yang

penting dalam pengertian motivasi, yaitu hubungan antara

kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan muncul karena

seseorang merasakan sesuatu yang kurang baik fisiologis maupun

psikologis. Dorongan merupakan arahan untuk memenuhi

kebutuhan, sedangkan tujuan adalah akhir dari satu siklus motivasi


64
(Luthans,1988:184).

Menurut Hasibuan, motivasi berasal dari kata Latin “movere”

yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation)

dalam manajemen hanya ditujukan kepada sumber daya manusia

umumnya dan bawahan khususnya.

Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan

daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama secara produktif

berhasil mencapai dan mewujudkan yang telah ditentukan.

Gibson et.al, menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu

dorongan yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang

menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Oleh karena itu, motivasi

dapat berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab

seseorang melakukan suatu perbuatan/ kegiatan yang berlangsung

secara wajar.

Motivasi adalah proses kesediaan melakukan usaha tingkat

tinggi untuk mencapai sasaran organisasi yang dikondisikanoleh

kemampuan usaha tersebut untuk memuaskan kebutuhan sejumlah

individu. Meskipun secara umum motivasi merujuk ke upaya yang

dilakukan guna mencapai setiap sasaran , disini kita merujuk ke


65
sasaran organisasi kerena fokus kita adalah perilaku yang berkaitan

dengan kerja.

Menurut Nawawi dkk, kata motivasi (motivation) kata

dasarnya motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan

seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti

suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan seseorang

melakukan suatu perbuatan/ kegiatan, yang berlangsung secara

sadar.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa motivasi tidak ada jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan

kepuasan serta keseimbangan. Rangsangan terhadap hal dimaksud

akan menumbuhkan tingakt motivasi, dan motivasi yang telah

tumbuh akan merupakan dorongan untuk mencapai tujuan

pemenuhan kebutuhan. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan

dari dalam diri petugas tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap

lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang

menggerakkan petugas agar mampu mencapai tujuan dari motifnya.

Memotivasi adalah proses manajemen untuk mempengaruhi


66
tingkah laku manusia berdasarkan pengetahuan mengenai apa yang

membuat orang tergerak (Stoner dan Freeman, 1995:134). Menurut

bentuknya, motivasi terdiri atas:

1. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari dalam

diriindividu

2. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari luar

individu

3. Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi

terjepit secara serentak dan menghentak dengan cepat sekali.

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam

menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi

merupakan kondisi atau energy yang menggerakkan diri karyawan

yang terarah untuk mencapai tujuan perusahaan. Sikap mental

karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang

memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal

(Anwar Prabu Mangkunegara,2012).

Sikap mental karyawan haruslah memiliki sikap mental yang

siap sedia secara psikofisik (siap secara mental, fisik, situasi, dan

tujuan). Artinya, karyawan dalam bekerja secara mental siap, fisik


67
sehat, memahami situasi dan kondisi serta berusaha keras mencapai

target kerja(tujuan utama organisasi).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi

merupakandorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia

pada pencapaian tujuan. Sedangkan elemen yang terkandung dalam

motivasi meliputi unsur membangkitkan, mengarahkan, menjaga,

menunjukkan intensitas, bersifat terus menerus dan adanya tujuan.

Ada pun tujuan motivasi, menurut Hasibuan, sebagai berikut :

3. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan

4. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan

5. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan

6. Meningkatkan kedisplinan karyawan

7. Mengefektifkan pengaduan karyawan

8. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

9. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan

10. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan

11. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-

tugasnya

12. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.


68
B. Kebutuhan tentang Motivasi

Pengelompokan teori motivasi dibagi dalam dua kategori, yaitu :

a. Teori kepuasan, memuaskan perhatian pada faktor-faktor

dalam diri orang yang menggerakkan, mengarahkan,

mendukung dan menghentikan perilaku.Mereka mencoba

menentukan kebutuhan khusus yang memotivasi orang.

b. Teori proses, menguraikan dan menganalisis bagaimana

perilaku itu digerakkan, diarahkan, didukung dan dihentikan

(Gibson,1997).

Memotivasi orang lain, bukan sekedar mendorong atau

bahkan memerintahkan seseorang melakukan sesuatu, melainkan

sebuah seni yang melibatkan berbagai kemampuan dalam mengenali

dan mengelola emosi diri sendiri dan orang lain. Paling tidak kita

harus tahu bahwa seseorang melakukan sesuatu karena didorong

oleh motivasinya. Secara umum motivasi pribadi mempunyai

pengertian adalah motivasi yang didorong oleh kekuatan dari dalam

(inner motivation). Didasarkan oleh misi atau tujuan hidupnya.

Seseorang yang telah menemukan misi hidupnya bekerja

berdasarkan nilai (values) yang diyakininya. Nilai-nilai itu bisa


69
berupa rasa kasih (love) pada sesama atau ingin memiliki makna

dalam menjalani hidupnya. Orang yang memiliki motivasi seperti

ini biasanya memiliki visi yang jauh ke depan. Baginya bekerja

bukan sekedar untuk memperoleh sesuatu (uang, harga diri,

kebanggaan, prestasi) tetapi adalah proses belajar dan proses yang

harus dilaluinya untuk mencapai misi hidupnya.

Hubungan motivasi dengan emosi diri sangat dipengaruhi

oleh kecerdasan emosinya (EQ-nya). Paling tidak, ada beberapa

keterampilan yang perlu dimiliki oleh seseorang dalam memotivasi

dirinya, yaitu :

1. Mengenali emosi diri

Kemampuan mengenali emosi diri ini meliputi kemampuan

kita untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya kita rasakan.

Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, kita harus

dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan.

Ketidakmampuan untuk mengenali perasaan membuat kita berada

dalam kekuasaan emosi kita, artinya kita kehilangan kendali atas

perasaan kita yang pada gilirannya membuat kita kehilangan kendali

atas diri dan hidup kita.


70
2. Mengelola emosi diri sendiri

Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri,

yaitu : pertama adalah menghargai emosi dan menyadari

dukungannya kepada kita. Kedua berusaha mengetahui pesan yang

disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil

menangani emosi ini sebelumnya. Ketiga adalah dengan bergembira

kita mengambil tindakan untuk menanganinya. Kemampuan kita

mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri (self controlled)

yang paling penting dalam manajemen diri, karena kitalah

sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan

sebaliknya.

3. Memotivasi diri sendiri

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan

hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian,

untukmemotivasi diri sendiri (achievement motivation). Kendali diri

emosional menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan

dorongan hati adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang.

Keterampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja

yang tinggi dalam segala bidang.


71
C. Hubungan Motivasi dengan Kinerja

Motivasi dapat dipastikan mempengaruhi kinerja, walaupun

bukan satu-satunya faktor yang membentuk kinerja. Hal tersebut

dapat dijelaskan dari model hubungan antara motivasi dengan

kinerja (Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, 2001:205). Masukan

individual dan konteks pekerjaan merupakan dua faktor kunci yang

mempengaruhi motivasi. Pekerja mempunyai kemampuan,

pengetahuan kerja, disposisi, dan sifat, emosi, suasana hati,

keyakinan, dan nilai-nilai pada pekerjaannya. Konteks pekerjaan

mencakup lingkungan fisik, penyelesaian tugas, pendekatan

organisasi pada recognisi dan penghargaan, kecukupan dukungan

pengawasan dan coaching, serta budaya organisasi.

Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi, termasuk pula

proses motivasi, membangkitkan, mengarahkan, dan meneruskan.

Pekerja akan lebih termotivasi apabila mereka percaya bahwa

kinerja mereka akan dikenal dan dihargai. Perilaku termotivasi

secara langsung dipengaruhi oleh kemampuan dan

pengetahuan/keterampilan kerja individu, motivasi dan kombinasi

yang memungkinkan dan membatasi konteks pekerjaan. Masalah


72
kinerja tergantung pada kombinasi masukan individu, faktor konteks

pekerjaan, motivasi dan perilaku termotivasi yang tepat.

D. Teori Motivasi Terkait dengan Kinerja

Ada beberapa teori motivasi yang dijadikan referensi oleh

manager dalam memotivasi karyawannya, antara lain:

1. Maslow‟s Need Hierarchy Theory

Kebutuhan dapat didefinisikan suatu kesenjangan yang

dialami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam

diri. Apabila pegawai kebutuhannya tidak terpenuhi maka pegawai

tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya jika

kebutuhannya terpenuhi maka pegawai tersebut akan

memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa

puasnya. Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku

pegawai. Kita tidak mungkin memahami perilaku pegawai tanpa

mengerti kebutuhannya.

Abraham Maslow mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan

manusia adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan paling dasar seperti

kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik,


73
bernafas, seksual.

b. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan

diri dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan

hidup.

c. Kebutuhan untuk rasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk

diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan

kebutuhan untuk mencintai serta dicintai.

d. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk

dihargai dan dihormati oleh orang lain.

e. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu

kebutuhan untuk menggunakan kemampuan skill, dan

potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan

mengemukakan ide- ide memeberi penilaian dan kritik

terhadap sesuatu.

2. Herzberg Two Factor Theory

Dikembangkan oleh Frederick Hezberg. Ia menggunakan teori

Maslow sebagai titik acuannya. Dua faktor yang menyebabkan

timbulnya rasa puas dan tidak puas menurut Hezberg, yaitu faktor
74
pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor pemotivasian

(motivational factors). Faktor pemeliharaan disebut pula

disssatisfiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors. Sedangkan

faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job content,

intrinsic factors.

a. Faktor Intrinsik

a) Tanggung jawab

Tanggung jawab bukan saja hasil dari melakukan pekerjaan

yang baik, tetapi juga terhadap kepercayaan yang diberikan. Ini akan

menimbulkan rasa percaya diri dan siap dalam memikul tanggung

jawab yang lebih besar dalam unit kerja ataupun kelompoknya.

Untukmeningkatkan motivasi maka pimpinan harus menghilangkan

ketidakpuasan dan memberikan peluang untuk pencapaian prestasi,

peningkatan dan tanggung jawab.

b) Pengakuan

Untuk mendapatkan penghargaan, seseorang berusaha

berbuat sesuatu untuk menyenangkan orang lain di unit kerjanya.

Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang akan

memberikan kepuasan tersendiri.


75
c) Prestasi

Merupakan kebutuhan untuk berhasil dalam setiap kegiatan.

Kebutuhan untuk berprestasi menjadi peluang untuk pengembangan

potensi demi kemajuan perusahaan.

b. Faktor Ekstrinsik

a) Imbalan/ insentif

Prinsip pemberian imbalan dapat dilakukan atas

pertimbangan perspektif kompetitif, memotivasi (mampu

memberikan dorongan untuk bekerja lebih baik), dan adil (mampu

memberikan perasaan adil bagi karyawan). Tujuan sistem imbalan

adalah memperoleh pegawai yang berkualitas, mempertahankan

karyawan yang baik, menjamin keadilan, dan mengendalikan

biaya (Handoko,1994 dalam Wahyuni, 2008).

b) Kondisi kerja

Kondisi kerja adalah semua aspek fisik kerja dan psikologis

kerja yang dapat mempengaruhi kepuasaan kerja (AA. Anwar,1993

dalam Wahyuni, 2008). Kondisi kerja berhubungan erat dengan

kepuasan kerja sebagai hasil interaksi dengan lingkungan kerjanya.

76
c) Achievement Theory

Prof. David Mc. Cleland mengemukakan bahwa produktivitas

seseorang sangat ditentukan oleh „virus mental‟ yanga ada pada

dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang

untuk mampu mencapai prestasinya secara maksimal. Virus mental

yang dimaksud terdiri dari tiga dorongan kebutuhan, yaitu:

a. Need of Achievement (kebutuhan untuk berprestasi)

b. Need of affiliation (kebutuhan untuk memperluas pergaulan)

c. Need of power (kebutuhan untuk menguasai sesuatu)

Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (2003:202) membahas

bahwa motivasi dapat diperoleh melalui:

1. Needs (Kebutuhan)

Teori motivasi berdasarkan hierarki kebutuhan dikemukakan

Abraham Maslow yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia

berjenjang dari physiological, safety, social esteem, dan self

actualization. Implikasi dari teori Maslow menunjukkan bahwa

kebutuhan yang terpuaskan dapat kehilangan potensi motivasional.

Karenanya manager disarankan memotivasi pekerja dengan

memecah program atau pelaksanaan, dimaksudkan untuk


77
memuaskan kebutuhan yang baru muncul atau tidak terpenuhi.

Sedangkan teori kebutuhan McClelland menunjukkan adanya

tiga kebutuhan yaitu; the need for achievement (kebutuhan untuk

berprestasi), the need for affiliation (kebutuhan akan afiliasi), dan

the need for power (kebutuhan akan kekuasaan). Implikasi yang

perlu diperhatikan manager adalah memberikan pelatihan yang

dapat meningkatkan motivasi berprestasi mereka. Selain itu

kebutuhan akan prestasi, afiliasi dan kekuasaan dapat

dipertimbangkan dalam proses seleksi untuk penempatan yang lebih

baik.

2. Job design (Desain Pekerjaan)

Job design adalah mengubah konten dan/ atau proses

pekerjaan digunakan untuk desain kerja adalah scientific

management (management saintifik), job enlargement (perluasan

kerja), job rotation (rotasi kerja) dan job enrichment (pengkayaan

kerja).

3. Satisfaction (Kepuasaan)

Motivasi kerja individual berhubungan dengan kepuasan

kerja. Kepuasan kerja adalah respon bersifat mempengaruhi


78
berbagai pekerjaan seseorang. Orang yang relatif puas dengan satu

aspek pekerjaannya dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek

lainnya. Karena terdapat hubungan dinamis antara motivasi dengan

kepuasan kerja maka perlu dipahami penyebab kepuasan kerja dan

konsekuensi dari kepuasaan kerja. Konsekuensi kepuasan kerja

ditunjukkan oleh korelasinya dengan motivasi, pelibatan kerja,

organizational citizenship behavior, komitmen organisasional,

ketidakhadiran, pergantian, perasaan stress, dan kinerja.

4. Equity (Keadilan)

Equity theory adalah model motivasi yang menjelaskan

bagaimana orang mengejar kejujuran dan keadilan dalam

pertukaran sosial, atau hubungan memberi dan menerima. Terdapat

beberapa pelajaran yangdapat diperoleh dari equity theory. a) teori

keadilan memberikan pelajaran kepada manager tentang bagaimana

keyakinan dan sikap mempengaruhi kinerja. b) menekankan

perlunya bagi manager memberikan perhatian pada persepsi

pekerja tentang apa yang jujur dan adil. c) manager

berpartisipasi dalam membuat keputusan tentang manfaat

pekerjaan yang penting. d) pekerja harus diberi peluang


79
mempertimbangkan keputusan yang mempengaruhi kesejahteraan

mereka.

5. Expectation (Harapan)

Teori ini berpandangan bahwa orang berprilaku termotivasi

dengan cara yang menghasilkan manfaat yang dihargai. Dalam teori

ini persepsi memegang peran sentral karena menekankan

kemampuan kognitif untuk mengantisipasi kemungkinan

konsekuensi perilaku. Biasanya, teori ini dapat dipergunakan untuk

memprediksi perilaku dalam situasi dimana pilihan antara dua

alternative atau lebih harus dilakukan.

6. Goal Setting (Penetapan Tujuan)

Dampak motivasional dari tujuan kinerja dan reward plan

dikemukakan oleh Frederick Taylor yang secara ilmiah menciptakan

berapa banyak pekerjaan dengan kualitas tertentu seorang individu

harus ditugaskan setiap hari. Ia mengusulkan bahwa bonus

didasarkan pada penyelesaian standar output, kemudian goal setting

berkembang menjadi management by objectives, suatu system

managemen yang menghubungkan partisipasi dalam pengambilan

keputusan, penetapan tujuan dan umpan balik.


80
Motivasi dipandang sebagai perubahan energi dalam diri

seseorang yang ditandai dengan munculnya perasaan dan didahului

dengan tanggapan terhadap suatu tujuan. Pernyataan ini

mengandung tiga pengertian, yaitu:

a) Motivasi mengawali terjadi perubahan energi pada diri

setiap individu,

b) Motivasi ditandai ada rasa atau perasaan afeksi seseorang.

Motivasi relevan dengan persoalan kejiwaan, afeksi danemosi

yang dapat menentukan tingkah laku manusia,

c) Motivasi dirangsang karena adanya tujuan (Hamzah, 2008).

Menurut Purwanto dalam Hamzah (2008) fungsi motivasi

bagi manusia adalah :

1. Sebagai motor penggerak bagi manusia, ibarat bahan bakar

pada kendaraan.

2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah perwujudan suatu

cita-cita atau tujuan.

3. Mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh

untuk mencapai tujuan, maka makin jelas pula bentangan

jalan yang harus ditempuh.


81
4. Menyeleksi perbuatan diri yang berarti menentukan

perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi guna

mencapai tujuan dengan menyampingkan perbuatan yang

tidak bermanfaat bagi tujuan.

Berdasarkan beberapa konsep tentang motivasi, terdapat

tiga unsur yang merupakan kunci dari motivasi, yaitu upaya, tujuan

organisasi, dan kebutuhan. Seseorang termotivasi dalam melakukan

tugas, ia mencoba sekuat tenaga agar dengan upaya yang tinggi

menghasilkan kinerja yang tinggi pula. Oleh karena itu, dalam

pemberian motivasi terhadap seseorang diperlukan pertimbangan

kualitas dan kuantitas yang dapat membangkitkan upaya dan

diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi. Unsur lain adalah

tujuan organisasi, unsur ini penting sebab segala upaya yang

dilakukan seseorang atau sekelompok diarahkan pada pencapaian

tujuan. Tujuan organisasi dalam suatu organisasi harus ditetapkan

secara jelas. Kejelasan tujuan akan mengarahkan segala aktivitas dan

perilaku personal untuk tercapainya tujuan organisasi. Makin jelas

perumusan tujuan organisasi maka makin mudah setiap personal


82
untuk memahaminya. Unsur terakhir yang terdapat dalam motivasi

adalah kebutuhan, adalah suatu keadaan internal yang menyebabkan

hasil-hasil. tertentu tampak menarik. Suatu kebutuhan yang tidak

terpuaskan menciptakan keinginan yang merangsang dorongan-

dorongan dalam diri individu untuk mencapainya. Dorongan inilah

yang menimbulkan perilaku pencarian untuk menemukan tujuan-

tujuan tertentu. Dengan demikian pemberian motivasi tidak dapat

dipisahkan dengan kebutuhan manusia (Hamzah, 2008).

Berbagai ciri yang dapat diamati bagi seseorang yang

memilikimotivasi kerja antara lain adalah :

1. Kinerja tergantung pada usaha dan kemampuan yang

dimilikinya dibandingkan dengan kinerja melalui kelompok.

2. Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang

sulit.

Seringkali terdapat umpan balik yang konkrit tentang

bagaimana seharusnya ia melaksanakan tugas secara optimal, efektif

dan efisien. Pemberian motivasi pada seseorang merupakan suatu

mata rantai yang dimulai dari kebutuhan, menimbulkan keinginan,

menyebabkan tensi, menimbulkan tindakan dan menghasilkan


83
keputusan. Pada awalnya dari rantai motivasi memulai dengan

kebutuhan yang dipenuhi, mencari jalan untuk memenuhi

kebutuhan, perilaku yang berorientasi pada tujuan, pembangkitan

kinerja, menimbulkan imbalan dan hukuman.

Setiap individu memiliki kebutuhan yang kemudian

mendorong keinginan untuk berusaha bagaimana caranya agar

dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Keinginan yang belum

terpenuhi akan menaikkan tensi atau menaikkan ketegangan,

ketegangan yang terjadi dalam diri seseorang dapat menimbulkan

tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan. Berdasarkan

tindakan yang dilakukan individu tersebut akan memperoleh suatu

hasil. Hasil inilah yang memberikan kepuasan bagi seseorang.

Dengan kepuasan tersebut maka terpenuhilah kebutuhan yang

diinginkan. Sebagaimana dipaparkan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa petugas yang memiliki motivasi kerja yang tinggi

dapat dilihat melalui dimensi internal dan eksternal. Mengacu pada

uraian teoritis diatas dapat didefinisikan bahwa motivasi kerja

merupakan salah satu faktor yang turut menentukan kinerja

seseorang. Besar atau kecilnya pengaruh motivasi pada kinerja


84
seseorang tergantung pada seberapa banyak intensitas motivasi

yang diberikan. Perbedaan motivasi kerja bagi seorang petugas

biasanya tercermin dalam berbagai kegiatan dan bahkan prestasi

yang dicapainya (Hamzah, 2008).

Beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai

(Mangkunegara,2000; dalam Nursalam, 2011), antara lain:

1. Prinsip partisipatif

Pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi

menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin dalam upaya

memotivasi kerja.

2. Prinsip komunikasi

Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang

berhubungan dengan usaha pencapaian tugas. Informasi yang jelas

akan membuat kerja pegawai lebih mudah dimotivasi.

3. Prinsip mengakui andil bawahan

Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai

andil dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut,

pegawai akan lebih mudah dimotivasi.

4. Prinsip pendelegasian wewenang


85
Pemimpin akan memberikan otoritas atau wewenang kepada

pegawai bawahan untuk dapat mengambil keputusan terhadap

pekerjaan yang dilakukannya sewaktu-waktu. Hal ini akan membuat

pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai

tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.

5. Prinsip memberi perhatian

Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang

diinginkan pegawai bawahannya, sehingga bawahan akan

termotivasi bekerja sesuai dengan harapan pemimpin.

E. Jenis-Jenis Motivasi

Di dalam melakukan suatu pekerjaan, diperlukan suatu

kegairahan kerja yang merupakan kemauan dan kesenangan yang

mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan. Dengan mengikuti

perilaku manusia, maka akan lebih mudah untuk memotivasinya.

Menurut Hasibuan (2008 : 149-150) : “Ada dua jenis motivasi,

yaitu motivasi positif dan motivasi negatif”.

1. Motivasi Positif

Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi

(merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka


86
yang berproduktivitas di atas produktivitas standar. Dengan

motivasi positif, semangat kerja bawahan akan meningkat karena

umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja. Alat

motivasi (daya perangsang) yang diberikan kepada bawahan adalah:

a. Material Incentive

Material incentive adalah dorongan yang bersifat keuangan

yang bukan saja merupakan upah atau gaji yang wajar tetapi juga

jaminan yang dapat dinilai dengan uang. Material incentive

merupakan faktor yang sangat memanalisis pengaruhi seseorang

untuk bekerja dengan giat sehingga meningkatkan produktivitas

kerjanya.

b. Non Material Incentive

Non material incentive yaitu segala jenis insentif yang tidak

dapat dinilai dengan uang.

2. Motivasi Negatif

Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan

dengan standar mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi

negatif ini semangat kerja bawahan dalam jangka waktu pendek

87
akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka

waktu panjang dapat berakibat kurang baik”.

Dalam prakteknya kedua jenis motivasi di atas sering

digunakan oleh suatu perusahaan, motivasi (positif/negatif) harus

sesuai dengan perjanjian, penggunaan harus tepat dan seimbang

agar dapat meningkatkan semangat kerja serta dapat meraih

prestasi kerja yang diinginkan. Yang menjadi masalah ialah kapan

motivasi positif atau motivasi negatif dapat efektif untuk jangka

panjang sedangkan motivasi negatif sangat efektif untuk jangka

pendek. Akan tetapi pimpinan harus konsisten dan adil dalam

menerapkannya. Hasibuan (2008:150).

F. Azas-Azas Motivasi

Azas-azas motivasi menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:146)

mencakup azas mengikutsertakan, komunikasi, pengakuan,

wewenang yang didelegasikan, dan perhatian timbal balik. Berikut

ini penjelasan satu persatu adalah:

88
a. Azas Mengikutsertakan

Mengajak bawahannya untuk ikut berpartisipasi dan

memberikan kesempatan mereka mengajukan ide-ide, rekomendasi

dalam proses pengambilan keputusan-keputusan.

b. Azas Komunikasi

Menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin

dicapai, cara-cara mengerjakannya dan kendala-kendala yang

dihadapi. Dengan asas komunikasi ini maka motivasi bekerja

bawahan akan meningkat. Karena semakin banyak seseorang

mengetahui suatu soal, semakin besar pula minat dan perhatiannya

terhadap hal tersebut.

c. Azas Pengakuan

Memberikan penghargaan dan pengakuan yang tepat serta

wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya.

d. Azas Wewenang dan Didelegasikan

Mendelegasikan sebagian wewenang dan kebebasan untuk

mengambil keputusan-keputusan dan kreatifitas terhadap

bawahannya untuk melaksanakan tugas-tugas atasan atau manajer.

89
e. Azas Perhatian dan Timbal Balik

Memotivasi bawahan dengan mengemukakan keinginan atau

harapan kita terhadap mereka dan memahami serta berusaha

memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan bawahan dari

perusahaan.

G. Model-Model Motivasi

Malayu S.P Hasibuan (2005:148), menyatakan bahwa model-

model motivasi terdiri dari tiga, yaitu :

1. Model Tradisional

Model ini mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan

agar gairah bekerja meningkat adalah dilakukan dengan sistem

insentif, yaitu memberikan insentif (uang atau barang) kepada

karyawan yang berprestasi.

2. Model Hubungan Manusia

Untuk memotivasi bawahan supaya gairah bekerja meningkat

ialah dilakukan dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan

membuat mereka merasa berguna dan penting.

3. Model Sumber Daya Manusia


90
Model ini mengatakan bahwa karyawan dimotivasi oleh

banyak faktor, bukan hanya uang atau barang atau keinginan akan

kepuasan, tetapi juga kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan

berarti. Menurut model ini karyawan cenderung memperoleh

kepuasan dari prestasi yang baik.

H. Metode Motivasi

Menurut Malayu S. P Hasibuan (2005:149) ada dua metode

motivasi :

a. Motivasi Langsung (Direct Motivation)

Motivasi langsung adalah motivasi (materil dan non materil)

yang diberikan scara langsung kepada setiap individu karyawan

untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus,

seperti pujian, penghargaan, THR, bonus, bintang jasa dan lainnya.

b. Motivasi Tidak Langsung (Indirect Motivation)

Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya

merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung menunjang gairah

kerja atau kelancaran tugas, sehingga para karyawan betah dan

bersemangat melakukan pekerjaannya.

91
Berikut ini adalah tiga teori spesifik yang merupakan

penjelasan yang paling baik untuk motivasi karyawan adalah :

(Robbins, 2006).

1) Teori Motivasi Klasik.

Teori motivasi Frederick Winslow Taylor dinamakan teori

motivasi klasik, Frederick Winslow memandang bahwa memotivasi

para karyawan hanya dari sudut pemenuhan kebutuhan biologis

saja. Kebutuhan biologis tersebut dipenuhi melalui gaji atau upah

yang diberikan, baik uang ataupun barang, sebagai imbalan dari

prestasi yang telah diberikannya. Frederick Winslow menyatakan

bahwa konsep dasar teori ini adalah orang akan bekerja bilamana ia

giat, bilamana ia mendapat imbalan materi yang mempunyai kaitan

dengan tugas-tugasnya, manajer menentukan bagaimana tugas

dikerjakan dengan menggunakan sistem intensif untuk memotivasi

para pekerja, semakin banyak mereka berproduksi semakin besar

penghasilan mereka.

2) Teori Motivasi Abraham Maslow

Abraham Maslow mengemukakan teori motivasi yang

dinamakan Maslow’s Needs Hierarchy Theory. A Theory of Human


92
Motivation atau teori Motivasi Hierarki kebutuhan Maslow. Teori

Motivasi Abraham Maslow mengemukakan bahwa teori hierarki

kebutuhan mengikuti teori jamak, yakni seseorang berprilaku dan

bekerja, karena adanya dorongan untuk memenuhi berbagai macam

kebutuhan. Maslow berpendapat, kebutuhan yang diinginkan

seseorang itu berjenjang artinya, jika kebutuhan yang pertama telah

terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul

kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan

kelima. Jenjang/hierarki kebutuhan menurut Abraham Maslow,

yakni :

a. Physiological needs (kebutuhan fisik dan biologis)

Kebutuhan untuk mempertahankan hidup, yang termasuk

dalam kebutuhan ini adalah kebutuhan akan makan, minum, dan

sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini

merangsang seseorang berprilaku dan bekerja dengan giat.

b. Safety and security needs (kebutuhan keselamatan dan

keamanan).

Kebutuhan tingkat kedua menurut Maslow adalah kebutuhan

keselamatan. Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk.


93
c. Affiliation or Acceptance Needs (kebutuhan sosial)

Kebutuhan Sosial dibutuhkan karena merupakan alat untuk

berinteraksi social, serta diterima dalam pergaulan kelompok

pekerja dan masyarakat lingkungannya. Pada dasarnya manusia

normal tidak akan mau hidup menyendiri seorang diri di tempat

terpencil, ia selalu membutuhkan hidup berkelompok.

d. Esteem or status needs (kebutuhan akan penghargaan)

Kebutuhan akan penghargaan dari karyawan dan masyarakat

lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi,

tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi perlu juga diperhatikan

oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam

masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu organisasi, semakin

tinggi pula prestisenya. Prestasi dan status dimanifestasikan oleh

banyak hal yang digunakan sebagai simbol status itu.

e. Self Actualization (aktualisasi diri )

Kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan akan aktualisasi diri

dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi

optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan/luar

biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang


94
secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan

sepenuhnya dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Pemenuhan

kebutuhan ini dapat dilakukan oleh para pimpinan perusahaan yang

menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

3) Teori Motivasi dari Frederick Herzberg

Frederick Herzberg mengemukakan teori motivasi dua faktor

atau Herzberg’s Two Factors Motivation Theory atau sering juga

disebut teori motivasi kesehatan (factor Higienis). Menurut Frederick

Herzberg orang menginginkan dua macam faktor kebutuhan, yaitu :

a. Kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan pemeliharaan

maintenance factors (faktor pemeliharaan). Faktor

pemeliharaan berhubungan dengan hakekat manusia yang

ingin memperoleh ketentraman dan kesehatan badaniah.

b. Faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologis

seseorang, kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi

intrinsik, kepuasan pekerjaan (job content) yang apabila

terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat

motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan pekerjaan

dengan baik.
95
4) Teori Motivasi Prestasi dari Mc Clelland

Mc Clelland mengemukakan teorinya yaitu Mc Clelland

Achievement Motivation Theory atau teori Motivasi Prestasi Mc

Clelland. Mc Clelland berpendapat bahwa karyawan mempunyai

cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan

digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang

dan situasi serta peluang yang tersedia.

Berdasarkan beberapa teori motivasi di atas dapat

disimpulkan tidak cukup memenuhi kebutuhan makan dan minum

pakaian saja. Akan tetapi orang juga mengharapkan pemuasan

kebutuhan biologis dan psikologis orang tidak dapat hidup bahagia.

Semakin tinggi status seseorang dalam perusahaan, maka motivasi

mereka semakin tinggi dan hanya pemenuhan jasmaniah saja.

Semakin ada kesempatan untuk memperoleh kepuasan material dan

non material dari hasil kerjanya, semakin bergairah seseorang untuk

bekerja dengan mengerahkan kemampuan yang dimilikinya.

96
I. Proses Motivasi

Malayu S.P. Hasibuan (2001:150), mengemukakan bahwa

proses motivasi adalah sebagai berikut :

1. Tujuan

Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu

tujuan organisasi,baru kemudian para karyawan dimotivasi kearah

tujuan.

2. Mengetahui kepentingan

Hal yang penting dalam komunikasi yang yang baik

dengan karyawan dan tidak hanya melihat dari sudut kepentingan

pimpinan atau perusahaan.

3. Komunikasi Efektif

Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang

yang baik dengan karyawan. Karyawan harus mengetahui apa yang

akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus yang dipenuhi

secara intensif tersebut diperolehnya.

4. Integrasi Tujuan

Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan perusahaan

dan tujuan kepentingan karyawannya. Dimana tujuan karyawan


97
harus disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian

komunikasi.

5. Fasilitas

Pimpinan penting untuk memberikan bantuan fasilitas

kepada organisasi (perusahaan) dan individu karyawan yang akan

mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan.

6. Team Work

Pimpinan harus membentuk Team Work yang terkoordinir

dengan baik yang bisa mencapai tujuan perusahaan. Team work

perusahaan penting karena dalam suatu perusahaan biasanya

terdapat banyak bagian.

J. Indikator Motivasi Kerja

Indikator bagi motivasi kerja menurut Edwin B. Flippo dalam

Malayu S. P Hasibuan (2003 : 163) adalah sebagai berikut :

1. Upah yang layak

2. Kesempatan untuk maju

3. Promosi

4. Pengakuan sebagai individu

5. Keamanan
98
6. Tempat kerja yang baik

7. Penerimaan oleh kelompok

8. Perlakuan yang wajar

9. Pengakuan atas prestasi

Motivasi merupakan bagian dari fungsi operasional

manajemen yaitu integrasi, motivasi sangat dibutuhkan di setiap

perusahaan baik swasta maupun pemerintah, karena dengan adanya

motivasi yang diberikan perusahaan dapat meningkatkan kinerja

dan produktivitas kerja karyawan.

99
BAB IV
KINERJA

100
BAB IV KINERJA

A. Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work

performance atau job performance tetapi dalam bahasa Inggrisnya

sering disingkat menjadi performance saja. Kinerja dalam bahasa

Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja

(performance) diartikan sebagai kemampuan yang didasari oleh

pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam mengerjakan

sesuatu. Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam

manajemen karena sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga

atau organisasi “Performance = ability x motivation”. Faktor utama

yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan kemauan.

Banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga tetap tidak

menghasilkan kinerja yang baik. Sama halnya banyak orang mau

tetapi tidak mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa.

Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau kemampuan bekerja.

Simamora (2001) menyatakan bahwa prestasi kerja (performance)

diartikan sebagai suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu

yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari output yang


101
dihasilkan baik kuantitas maupun kualitasnya.

Ilyas (2002) menyatakan bahwa kinerja adalah penampilan

hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu

organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun

kelompok kerja personel. Penampilan kerja personel tidak terbatas

pada personel yang memangku jabatan fungsional maupun

struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel yang ada

dalam organisasi.

Kinerja keperawatan mencerminkan kemampuan perawat

untuk mengimplementasikan proses asuhan keperawatan (Ilyas,

2002). Menurut Gibson (1997) dalam Ilyas (2002) untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja personel dilakukan

pengkajian terhadap tiga kelompok variabel, yaitu: variabel

individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis. Ketiga variabel

tersebut sangat mempengaruhi perilaku kerja personel yang

berkaitan erat dengan tugas- tugas yang harus diselesaikan untuk

mencapai sasaran suatu jabatanatau tugas dalam organisasi.

Menurut Henry Simamora (1995:500), kinerja (performance)

dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:


102
a. Faktor individual yang terdiri dari : kemampuan dan

keahlian,latar belakang, demografi

b. Faktor psikologis yang terdiri dari: persepsi, attitude,

personality, pembelajaran, motivasi

c. Faktor organisasi terdiri dari: sumber daya, kepemimpinan,

penghargaan, struktur, job design, supervise, control..

Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi

kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah

ditentukan. Kinerja individu ini akan tercapai apabila didukung oleh

atribut individu, upaya kerja (work effort), dan dukungan organisasi.

Menurut Ruky (2002), Manajemen Kinerja adalah kegiatan atau

program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan

organisasi untuk merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan

prestasi karyawan.

Menurut Lembaga Administrasi Negara (2004), kinerja

adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan, program, kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran,

tujuan, misi dan visi organisasi.

103
Kinerja adalah interaksi antara motivasi dengan ability

(kemampuan), yang mempunyai arti orang yang tinggi motivasinya

tetapi memiliki kemampuan yang rendah akan menghasilkan kinerja

yang rendah, begitu pula orang yang berkemampuan tinggi tetapi

rendah motivasinya. Motivasi merupakan faktor penting dalam

mendorong setiap karyawan untuk bekerja secara produktif,

sehingga berdampak pada kinerja karyawan (Siagian, 2002).

B. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai menurut

Prawirosentono, adalah sebagai berikut:

1. Efektivitas dan Efisiensi

Dalam hubungan dengan kinerja organisasi, maka ukuran

baik buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi.

Dikatakan efektif bila mencapaitujuan, dikatakan efisiensi bila hal itu

memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah

efektif atau tidak. Artinya, efektivitas dari kelompok (organisasi) bila

tujuan kelompok tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan

yang direncanakan. Sedangkan efisiensi berkaitan dengan jumlah

pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan


104
organisasi. Agar tercapai tujuan yang diinginkan organisasi, salah

satu yang perlu mendapat perhatian adalah hal yang berkaitan

dengan wewenang dan tanggungjawab para peserta yang

mendukung organisasi tersebut.

2. Otoritas dan Tanggung Jawab

Dalam organisasi yang baik, wewenang dan tanggungjawab

telah didelegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang tindih tugas.

Masing-masing pegawai yang ada dalam organisasi mengetahui

apa yang menjadi haknya dan tanggung jawabnya dalam rangka

mencapai tujuan organisasi. Kejelasan akan wewenang dan

tanggungjawab setiap orang dalam suatu organisasi akanmendukung

kinerja pegawai tersebut. Kinerja pegawai akan dapat terwujud bila

pegawai mempunyai komitmen dengan organisasinya dan ditunjang

dengan disiplin kerja yang tinggi.

3. Disiplin

Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap

hormat yang ada pada diri pegawai terhadap peraturan dan

ketetapan perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan dan hormat

terhadap perjanjian yang dibuat antara perusahaan dan pegawai.


105
Dengan demikian, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam

perusahaan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka pegawai

mempunyai disiplin yang buruk. Sebaliknya, bila pegawai tunduk

pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya disiplin yang

baik. Disiplin juga berkaitan erat dengan sanksi yang perlu

dijatuhkan kepada pihak yang melanggar. Dalam hal seorang

pegawai melanggar peraturan yang berlaku dalam organisasi, maka

pegawai bersangkutan harus sanggup menerima hukuman yang

telah disepakati. Masalah disiplin para pegawai yang ada di dalam

organisasi baik atasan maupun bawahan akan memberi corak

terhadap kinerja organisasi. Kinerja organisasi akan tercapai, apabila

kinerja individu maupun kinerja kelompok ditingkatkan.

4. Inisiatif

Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas

dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan

dengan tujuan organisasi. Setiap inisiatif sebaiknya mendapat

perhatian atau tanggapan positif dari atasan, kalau memang dia

atasan yang baik. Atasan yang kurang baik akan selalu mencegah

inisiatif, tanpa memberikan penghargaan berupa argumentasi yang


106
jelas dan mendukung, menyebabkan organisasi akan kehilangan

energi atau daya dorong untuk maju. Dengan perkataan lain,

inisiatif pegawai yang ada didalam organisasi merupakan daya

dorong kemajuan yang akhirnya akan memengaruhi kinerja.

Ilyas menyatakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh beberapa

faktor-faktor, di antaranya:

a. Karakteristik pribadi (umur, jenis kelamin, pengalaman, dan

gaya komunikasi)

Sejumlah penelitian tentang kinerja yang telah dilakukan di

Amerika menunjukkan bahwa perawat wanita kurang melakukan

konsultasi, menghabiskan waktu lebih sedikit dalam praktek dan

kontak langsung dengan pasien. Mereka juga menemukan tidak

adanya hubungan antara umur dengan beban kerja. Shye dalam Ilyas

mengemukakan bahwa walaupun perawat wanita bekerja lebih

sedikit per minggu dibandingkan perawat pria, produktivitas total

mereka, dalam hal pelayanan pasien secara langsung tidak kurang

dari perawat pria. Akan tetapi dia juga menyebutkan bahwa perawat

wanita menghabiskan proporsi total kerja mereka dalam pelayanan

pasien secara langsung dan memeriksa lebih banyak pasien


107
dibandingkan perawat pria.

Studi Amstrong dan Griffin dalam Ilyas, juga menunjukkan

bahwa umur tidak mempengaruhi jumlah konsultasi dan jumlah

kunjungan rumah, tetapi perawat yang lebih berpengalaman

(dengan sendirinya rata-rata lebih tua usianya) menghabiskan waktu

lebih sedikit pada aspek diagnosis dan lebih pada pemberiannasehat

dan konsultasi kepada pasien.

b. Motivasi

Motivasi dapat juga didefinisikan sebagai kesiapan khusus

seseorang untuk melakukan atau melanjutkan serangkaian aktivitas

yang ditujukan untuk mencapai beberapa sasaran yang telah

ditetapkan. Motivasi kerja adalah sesuatu yang berasal dari internal

individu yang menimbulkan dorongan atau semangat untuk bekerja

keras.

Menurut Keith Davis dalam upaya Mangkunegara, motivasi

diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan pegawai terhadap

situasi kerja di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap

positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi

kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra)


108
terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang

rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan

kerja, fasilitas kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja

dan kondisi kerja. Sejumlah ahli telah menyampaikan motivasi

sebagai determinan kerja. Herzberg dalam Mangkunegara

menyampaikan kinerja dipengaruhi oleh faktor motivator yang di

manifestasikan pada keberhasilan, penghargaan, tanggung jawab,

pekerjaan, dan peningkatan diri.

c. Penghargaan (Reward)

Evaluasi kinerja atau sistem kerja sering digunakan sebagai

alat untuk menentukan penyesuaian gaji dan juga untuk

memperbaiki kinerja personel. Dalam studi Mechanics (1975) dalam

Ilyas, tentang pembayaran langsung (fee forservice) dan pembayaran

di muka (prepaid) perawat untuk pelayanan kedokteran primer di

USA, ditemukan bahwa perawat yang dibayar di muka

mempunyai jumlah pasien yang lebih banyak dan melayani lebih

banyak pasien pada waktu yang sama, sedangkan pembayaran fee for

service perawat cenderung meningkatkan jumlah jam praktek.

109
d. Keluarga

Pengaruh tanggung jawab keluarga berbeda antara pria dan

wanita. Pria dengan beban keluarga tinggi berhubungan dengan

peningkatan jam kerja yang lebih tinggi dibandingkan pria yang

beban keluarganya rendah. Sebaliknya efek yang berlawanan terjadi

pada wanita karena beban keluarga yang tinggi akan mengurangi

jam kerja per minggu, sedangkan beban keluarga yang rendah

meningkatkan jam kerja.

e. Organisasi

Bila terjadi kesenjangan antara apa yang dikerjakan personel

dan apa yang seharusnya ditampilkan untuk memperbaiki kinerja

personel perlu dilakukan obeservasi terhadap penyebab kinerja

yang suboptimal tersebut. Untuk memberikan kesempatan kepada

personel bekerja optimal, organisasi harus menciptakan lingkungan

yang berbeda untuk personel profesional. Diharapkan organisasi

kesehatan mengembangkan dan melaksanakan rancangan penilaian

kinerja dengan seksama dan memonitor secara periodik lingkungan

praktek dalamkelompok profesional kedokteran.

110
f. Supervisi

Supervisi adalah proses yang memacu anggota unit kerja

untuk berkontribusi secara positif agar tujuan organisasi tercapai.

Kemampuan penyelia (supervisor) untuk secara efektif

mempekerjakan personel agar mencapai tujuandepartemen adalah

penting bagi kesuksesan penyelia.

g. Pengembangan Karir

Penilaian kerja seharusnya merupakan pengalaman positif

yang memberikan motivasi dan pengembangan personel.

Kecenderungan bisnis akhir- akhir ini telah mendorong banyak

organisasi untuk mulai mengenal manusia sebagai sumber daya

penting yang strategis. Penilaian personel harus mengidentifikasikan

tujuan utama mereka yang dapat dicapai dan memperhatikan juga

kebutuhan personel untuk tumbuh kembang secara professional.

3. Upaya Peningkatan Kerja

Sutrisno mengemukakan empat aspek dari kinerja yang

diukur dalam peningkatan kerja, yaitu :

1. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah

kesalahan, waktu,dan ketepatan dalam melaksanakan tugas.


111
2. Kuantitas yang dihasilkan, berkenan dengan beberapa

jumlah produk jasayang dapat dihasilkan.

3. Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen,

keterlambatan, serta masa kerja yang telah dijalani individu

pegawai tersebut.

4. Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu

membantu ataumenghambat usaha dari teman sekerjanya

4. Penilaian Kinerja

Menurut Swanburg (1987) dalam Nursalam (2011), penilaian

kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer

perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas.

Proses penilaian pegawai dalam rangka menghasilkan jasa

keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Manajer

perawat dapat menggunakan proses operasional kinerja untuk

mengatur arah kerja dalam memilih, melatih dan membimbing

perencanaan karier, serta penghargaan kepada perawat yang

berkompeten.

Menurut Winardi (2002), penilaian kinerja adalah proses

menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui


112
instrumen penilaian kinerja. Pada hakikatnya, penilaian kinerja

merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personel

dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Ada

pun model-model penilaian kinerja, antara lain :

1. Penilaian sendiri (Self assessment)

Penilaian sendiri (Self assessment) adalah model penilaian

dengan menggunakan teori kontrol dan interaksi simbolik. Hal ini

menuntut individu harus menyelesaikan tiga tugas untuk mencapai

tujuan mereka, yaitu:

1) Menetapkan standar untuk perilaku mereka,

2) Mendeteksi perbedaan antara perilaku mereka dan

standarnya (umpan balik),

3) Berperilaku yang sesuai dan layak untuk mengurangi

perbedaan ini.

2. Penilaian berdasarkan efektivitas

Penilaian berdasarkan efektivitas (effectiveness based

evaluation) dengan menggunakan sasaran perusahaan sebagai

indikasi penilaian kinerja. Metode penilaian ini biasanya dilakukan

oleh perusahaan-perusahaan besar yang mempekerjakan banyak


113
personel dan menggunakan sistem pengelolaan perusahaan

berdasarkan sasaran (Manajemen Berdasarkan Sasaran = MBS).

Menurut Gillies (1996) dalam Nursalam (2011) untuk mengevaluasi

bawahan secara tepat dan adil, manager sebaiknya mengamati

prinsip-prinsip tertentu, contohnya:

a. Evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar

pelaksanaan kerja, orientasi pada tingkah laku untuk

posisi yang ditempati.

b. Sampel tingkah laku perawat yang cukup representative

sebaiknya diamati dalam rangka evaluasi pelaksanaan

kerjanya.

c. Perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerjanya,

standar pelaksanaan kerja, dan bentuk evaluasi untuk

peninjauan ulang sebelum pertemuan evaluasi, sehingga

baik perawat maupun supervisor dapat mendiskusikan

evaluasi dari kerangka kerja yang sama.

d. Di dalam menuliskan penilaian pelaksanaan kerja

pegawai, manager sebaiknya menunjukkan segi-segi

dimana pelaksanaan kerja itu bisa memuaskan dan


114
perbaikan apa yang dilakukan.

e. Jika diperlukan, manager sebaiknya menjelaskan area

mana yang akan diprioritaskan, seiring dengan usaha

perawat untuk melaksanakan kerjanya.

f. Pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang

cocok bagi perawat dan manajer. Dan diskusi evaluasi

sebaiknya dilakukan dalam waktu yang cukup bagi

keduanya.

g. Baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaiknya

disusundengan terencana, sehingga perawat tidak merasa

kalau pelaksanaan kerjanya sedang dianalisis.

(Simpson,1985)

Menurut Nursalam (2011), manfaat yang dapat dicapai dalam

penilaian kinerja, yaitu:

a. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu

ataukelompok, dengan memberikan kesempatan kepada

mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri

dalam rangka pencapaiantujuan pelayanan.

115
b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara

perorangan pada gilirannya akan mempengaruhi atau

mendorong SDM secarakeseluruhan.

c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan

tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi, dengan

cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang

prestasinya.

d. Membantu rumah sakit untuk menyusun program

pengembangannya dan pelatihan staf yang lebih tepat

guna. Sehingga RS akan mempunyai tenaga yang cakap

dan terampil untuk pengembangan pelayanan

keperawatan di masa depan.

e. Menyediakan sarana dan alat untuk membandingkan

prestasi kerja dengan meningkatkan gaji atau system

imbalan yang baik.

f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk

mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya, atau

hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan

dialog, sehingga dapat memperat hubungan atasan dan


116
bawahan.

Dalam menilai kinerja bawahan diperlukan alat ukur. Agar

efektif alat evaluasinya sebaiknya dirancang untuk mengurangi bias,

meningkatkan objektivitas, serta menjamin keabsahan dan

ketahanan. Menurut Handerson (1984) dalam Nursalam (2011), alat

yang digunakan untuk menilai kinerja bawahan antara lain:

a. Laporan tanggapan bebas.

Pimpinan atau atasan diminta memberikan komentar tentang

kualitas pelaksanaan kerja bawahan dalam jangka waktu tertentu.

Karena tidak ada petunjuk sehubungan dengan apa yang harus

dievaluasi, sehingga penilaian cenderung menjadi tidak sah. Alat ini

kurang objektif karena mengabaikan satu atau lebih aspek penting.

b. Checklist pelaksanaan kerja

Checklist terdiri dari daftar kriteria pelaksanaan kerja untuk

tugas-tugas yang paling penting dalam deskripsi kerja karyawan,

dengan lampiran formulir dimana penilaian dapat menyatakan

apakah bawahan memperlihatkan tingkah laku yang diinginkan atau

tidak.

Proses kegiatan penilaian kinerja menurut Nursalam, 2011 meliputi:


117
1. Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai

oleh staf keperawatan. Rumusan tersebut telah disepakati

oleh atasannya, sehingga langkah perumusan tersebut dapat

memberikan kontribusi berupa hasil.

2. Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus

dicapai oleh karyawan dalam kurun waktu tertentu dengan

penempatan standar prestasi dan tolak ukur yang telah

ditetapkan.

3. Melakukan monitoring, koreksi dan memberikan kesempatan

serta bantuan yang diperlukan oleh stafnya.

4. Menilai prestasi kerja staf melalui perbandingan antara

prestasiyang dicapai dengan standar yang telah ditetapkan.

5. Memberikan umpan balik kepada staf/ karyawan yang dinilai

dalam proses pemberian umpan balik ini, atasan dan

bawahan perlu membicarakan cara-cara memeperbaiki

kelemahan yang telah diketahui untuk meningkatkan prestasi

pada periode berikutnya.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan pula dalam

melakukan penilaian kinerja antara lain:


118
1. Essai tertulis

Metode ini adalah metode evaluasi yang paling sederhana

yang mendeskripsikan kekuatan, kelemahan, kinerja masa lalu,

potensi dan sasaran perbaikan.

2. Insiden kritis

Menilai perilaku yang merupakan kunci untuk membedakan

antara melaksanakan pekerjaan secara efektif dan tidak efektif.

Daftar insiden kritis memberikan seperangkat contoh yang dapat

diperhatikan karyawan tentang prilaku yang diinginkan dan yang

memerlukan perbaikan.

3. Skala penilaian grafik

Metode evaluasi dimana pengevaluasi menilai factor-faktor

kinerja berdasarkan skala incremental. Dalam metode ini didaftar

seperangkat faktor kinerja seperti kualitas dan kuantitas kerja,

kedalaman pengetahuan, kejujuran, kerjasama, kesetiaan, kehadiran,

kejujuran dan prakarsa. Kemudian mengevaluasi mengurutkan dari

atas ke bawah pada skala incremental (meningkat).

119
4. Skala penilaian yang dikaitkan dengan perilaku

Skala yang menggabungkan unsur-unsur utama insiden kritis

dan skala penilaian grafis, penilai menilai karyawan berdasar butir-

butir pada kontinum, tetapi nilai itu berdasar contoh aktual pada

pekerja tertentu bukannya penggambaran umum atau ciri-ciri

kepribadian.

5. Perbandingan paksaan

Mengevaluasi kinerja satu individu terhadap kinerja satu atau

lebih individu. Ini merupakan piranti pengukuran relatif bukannya

mutlak.

120
Definisi Kinerja

Menurut Bernadin dan Kussel dalam Ilyas, kinerja adalah

hasil dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan dan kegiatan tertentu

selama satu periode waktu tertentu. Sesuai pengertian tersebut ada

tiga aspek yang perlu dipahami, yakni :

a) Kejelasan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya,

b) Kejelasan hasil yang diharapkan dari suatu pekerjaan atau fungsi,

c) Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan agar hasil

yang diharapkan dapat terwujud (37).

Menurut Moeheriono, definisi kerja merupakan gambaran

mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan

atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi

organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu

organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau

sekelompok pegawai telah mempunyai kriteria atau standar

keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan oleh organisasi.Oleh karena

itu tujuan dan target yang ditetapkan dalam pengukuran, maka

kinerja pada seseorang atau kinerja organisasi tidak mungkin dapat

diketahui keberhasilannya (38).


121
Menurut Miner (1990) yang dikutip Sutrisno, kinerja adalah

bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berprilaku

sesuai dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya. Setiap

harapan mengenai bagaimana seseorang harus berperilaku dalam

melaksanakan tugas, berarti menunjukkan suatu peran dalam

organisasi. Suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun

organisasi privat dalam mencapai tujuan yan ditetapkan harus

melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan oleh

sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku (actors) dalam

upaya mencapai tujuan lembaga atau organisasi yang bersangkutan.

Tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena upaya

para pelaku yang terdapat pada organisasi tersebut. Dalam hal

ini sebenarnya terdapat hubungan yang erat antara kinerja

perorangan (individual performance) dengan kinerja organisasi. Bila

kinerja pegawai baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan

atau organisasi juga baik. Kinerja seorang pegawai akan baik bila dia

mempunyai keahlian yang tinggi, bersedia bekerja keras, diberi gaji

sesuai perjanjian, mempunyai harapan dan masa depan yang lebih

baik.
122
6. Kinerja Perawat

Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat

profesional melalui kerja sama berbentuk kolaborasi dengan klien

dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan

atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya.

Praktik keperawatan profesional mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut:

a. Otonomi dalam bekerja

b. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat

c. Pengambilan keputusan yan mandiri

d. Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain

e. Pemberian pembelaan (advocacy)

f. Memfasilitasi kepentingan pasien

Terbentuknya keperawatan sebagai suatu bidang profesi

dapat terus dikembangkan dan terintegrasi sepenuhnya dalam

pelaksanaan pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan rawat

inap merupakan kegiatan dilakukan di ruang rawat inap dalam

upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan,

pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada


123
upaya pelayanan kesehatan utama sesuai dengan wewenang,

tanggung jawab dan kode etik profesi keperawatannya.

124
BAB V
PRESTASI KERJA

125
BAB V PRESTASI KERJA

A. Pengertian Prestasi Kerja

Hal utama yang dituntut oleh perusahaan dari karyawannya

adalah prestasi kerja mereka yang sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan oleh perusahaan. Namun karyawan tidak bisa

diperlakukan seenaknya seperti menggunakan faktor-faktor

produksi lainnya (mesin, modal, dan bahan baku). Karyawan juga

harus selalu diikutsertakan dalam setiap kegiatan dan memberikan

peran aktif untuk menggunakan alat-alat yang ada. Karena tanpa

peran aktif karyawan, alat-alat canggih yang dimiliki tidak ada

artinya bagi perusahaan untuk mencapai tujuannya.

Menurut Hasibuan (2005) prestasi kerja adalah suatu hasil

kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang

dibebankan kepadanya, yang didasarkan atas kecakapan,

pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.

Bernardin dan Russel (1993) dalam Sutrisno (2007)

memberikan definisi tentang prestasi kerja adalah catatan tentang

hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau

kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu.


126
Byars dan Rue (1984) dalam Sutrisno (2007) mengartikan

prestasi sebagai tingkat kecakapan seseorang pada tugas-tugas

yang mencakup pada pekerjaannya. Pengertian tersebut

menunjukkan pada bobot kemampuan individu di dalam memenuhi

ketentuan-ketentuan yang ada di dalam pekerjaannya. Sedangkan

prestasi kerja adalah hasil upaya seseorang yang ditentukan oleh

kemampuan karakteristik pribadi serta persepsi terhadap

peranannya dalam pekerjaan itu. Jadi prestasi kerja merupakan hasil

keterkaitan antara usaha, kemampuan, dan persepsi tugas.

Dari batasan tersebut jelaslah bahwa yang dimaksudkan

dengan prestasi kerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut

ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.

Setiap pencapaian prestasi diikuti perolehan yang mempunyai nilai

bagi karyawan yang bersangkutan, baik berupa upah, promosi,

teguran atau pekerjaan yang lebih baik. Hal ini tentunya memiliki

nilai yang berbeda bagi orang yang berbeda. Masalahnya adalah

bagaimana atasan menghargai prestasi kerja para karyawan

sehingga dapat memotivasi. Hal ini tidak kalah pentingnya terkait

dengan prestasi kerja yaitu siapa yang menilai, sebab hasil panilaian
127
yang tidak benar atau kesalahan dalam menilai akan menimbulkan

masalah serius dan dampaknya bukan memotivasi tapi justru akan

menurunkan prestasi kerja karyawan.

B. Penilaian Prestasi Kerja

Asnawi (1999) mengemukakan bahwa di dalam proses

penilaian prestasi kerja, terdapat berbagai macam teknik penilaian

yang dapat digunakan, baik yang objektif maupun yang subjektif.

Penilaian yang objektif akan mendasarkan pada data yang masuk

secara otentik, baik yang menyangkut perilaku kerja, kepribadian,

maupun data mengenai produksi. Sedangkan penilaian yang

subjektif sangat tergantung pada judgement pihak penilai. Oleh

karena itu, terutama untuk hasil penilaian yang subjektif, hasil

tersebut perlu untuk dianalisis dengan lebih teliti, sebab ia dapat

berakhir dengan relatif ataupun absolut. Hal ini harus diperhatikan

menimbang banyaknya penyimpangan perilaku (behavioral

barriers), baik yang bersifat penyimpangan interpersonal maupun

penyimpangan politis.

Menurut Panggabean (2002) penilaian prestasi merupakan

sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan kembali dan


128
evaluasi prestasi kerja secara periodik. Proses penilaian prestasi

ditujukan untuk memahami prestasi kerja seseorang. Tujuan ini

memerlukan suatu proses, yaitu serangkaian kegiatan yang saling

berkaitan. Kegiatan-kegiatan itu terdiri dari identifikasi, observasi,

pengukuran dan pengembangan hasil kerja karyawan dalam sebuah

organisasi.

Menurut Murphy dan Cleveland dalam Panggabean (2002)

mengemukakan penilaian prestasi kerja adalah untuk memperoleh

informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan yang

berkaitan dengankegiatan manajemen sumber daya manusia yang

lain, seperti perencanaan dan pengembangan karier, program-

program kompensasi, promosi, demosi, pensiun, dan pemberhentian

karyawan atau pemecatan.

Martoyo (2007) menyatakan penilaian prestasi kerja

karyawan pada dasarnya merupakan penilaian yang sistematik

terhadap penampilan kerja karyawan itu sendiri dan terhadap taraf

potensi karyawan dalam upayanya mengembangkan diri untuk

kepentingan perusahaan. Sasaran yang menjadi obyek penilaian

adalah kecakapan dan kemampuan pelaksanaan tugas yang


129
diberikan, penampilan dalam pelaksanaan tugas, cara membuat

laporan atas pelaksanaan tugas, ketegaran jasmani dan rohani

selama bekerja.

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja

Menurut Martoyo (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi

prestasi kerja karyawan atau produktivitas kerja karyawan adalah

motivasi, kepuasan kerja, tingkat stress, kondisi fisik pekerjaan,

sistem kompensasi, aspek-aspek ekonomi, aspek-aspek teknis dan

prilaku-perilaku karyawan.

Menurut Hasibuan (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi

prestasi kerja adalah kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan.

Steers (1985) dalam Sariyathi (2003) mengemukakan ada tiga faktor

penting yang mempengaruhi prestasi kerja, yaitu:

1. Kemampuan, kepribadian dan minat kerja

2. Kejelasan dan penerimaan atas penjelasan peran seorang

pekerja

3. Tingkat motivasi pekerjaan.

Neal dan Griffin (1999), yang berjudul Developing a Model

Individual Performance for Human Resource Management,


130
menunjukkan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh pengetahuan

dan ketrampilan, motivasi dan kemampuan beradaptasi dengan

teknologi. Pengetahuan dan ketrampilan mempunyai pengaruh

lebih kuat terhadap kinerja konstektual dan teknologi mempunyai

hubungan yang lebih kuat terhadap kinerja tugas daripada kinerja

konstektual.

Hasibuan (1994) dalam Aminullah (2010) menyatakan bahwa

prestasi kerja seorang pegawai merupakan gabungan dari tiga faktor

penting yaitu kemampuan dan minat seseorang pekerja, kemampuan

dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta

tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor

tersebut maka semakin besar prestasi kerja pegawai.

D. Indikator Prestasi Kerja

Menurut Flippo (1986) dalam Sariyathi (2003) indikator

pengukuran prestasi kerja dapat dilakukan melalui penilaian:

1. Kualitas kerja, yaitu berkaitan dengan ketepatan,

ketrampilan, ketelitian dan kerapian pelakanaan pekerjaan.

2. Kuantitas kerja, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan tugas

reguler dan tambahan.


131
3. Ketangguhan, yaitu berkaitan dengan ketaatan mengikuti

perintah, kebiasaan mengikuti peraturan, keselamatan,

inisiatif, dan ketepatan waktu kehadiran.

4. Sikap, yaitu menunjukkan seberapa jauh tanggung jawab

terhadap pelaksanaan pekerjaan serta bagaimana tingkat

kerjasama dengan teman atau atasan dalam menyelesaikan

pekerjaan.

Menurut Dharma (1985) dalam Sariyathi (2003) pengukuran

prestasi kerja mempertimbangkan :

1. Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan

2. Kualitas, yaitu mutu yang dihasilkan

3. Ketepatan waktu, yaitu kesesuaiannya dengan waktu yang

telah direncanakan.

Menurut Sutrisno (2007) Pengukuran prestasi kerja

diarahkan pada enam aspek yang merupakan bidang prestasi kunci

bagi perusahaan yang bersangkutan. Bidang prestasi kunci tersebut

adalah:

1. Hasil kerja, yaitu tingkat kuantitas maupun kualitas yang

telah dihasilkan
132
2. Pengetahuan pekerjaan, yaitu tingkat pegetahuan yang

terkait dengan tugas pekerjaan yang akan berpengaruh

langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja

3. Inisiatif, yaitu tingkat inisiatif selama melaksanakan tugas

pekerjaan khususnya dalam hal penanganan masalah-

masalah yang timbul

4. Kecekatan mental, yaitu tingkat kemampuan dan

kecepatan dalam menerima instruksi kerja dan

menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang

ada

5. Sikap, yaitu tingkat semangat kerja serta sikap positif

dalam melaksanakan tugas pekerjaan

6. Disiplin waktu dan absensi, yaitu tingkat ketepatan waktu

dan tingkatkehadiran.

133
BAB VI
PENGEMBANGAN
KARIER
134
BAB VI PENGEMBANGAN KARIER

A. Pengertian Pengembangan Karir

Pada dasarnya, pengembangan karir dapat dijelaskan dari dua

perspektif, yaitu internal dan eksternal. Secara eksternal,

pengembangan karir dapat dipandang sebagai suatu pendekatan

formal yang diambil organisasi guna memastikan bahwa orang-

orang dengan kualifikasi pengalaman yang tepat tersedia pada saat

dibutuhkan (dalam Simamora, 2005 : 34). Pengembangan karir

didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas sepanjang hidup (seperti

workshop) yang berkontribusi pada eksplorasi, pemantapan,

keberhasilan, dan pencapaian karir seseorang (Dessler, 2010).

Definisi ini dimaksudkan bahwa pengembangan karir merupakan

kegiatan terus-menerus berkelajutan yang memberikan manfaat bagi

pencapaian karirseseorang. Pengembangan karir telah didefinisikan

oleh beberapa ahli, di antaranya:

1) Menurut Andrew J. Dubrin dalam (1982) pengembangan

karir adalah adalah aktivitas kepegawaian yang membantu

pegawai-pegawai merencanakan karir masa depan mereka

di organisasi, agar organisasi dan pegawai yang


135
bersangkutan dapat mengembangkan diri secara

maksimum.

2) Pengembangan karir menurut Raymond (2010)

pengembangan karir dalam definisi yang lain diartikan

sebagai perolehan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku

yang meningkatkan kemampuan karyawan untuk

memenuhi perubahan persyaratan pekerjaan serta tuntutan

klien dan pelanggan.

3) Menurut Viethzal Rivai (2009) pengembangan karir adalah

proses peningkatan kemapuan kerja individu yang dicapai

dalam rangka mencapai karir yang diinginkan.

4) Pengembangan Karir menurut Handoko (2014),

pengembangan karir adalah peningkatan pribadi yang

dapat di lakukan seseorang untuk mencapai suatu rencana

karir yang telah direncanakan. Berdasarkan beberapa

definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

pengembangan karir adalah kegiatan- kegiatan dalam

pengembangan potensi pegawai untuk menduduki jabatan

yang lebih tinggi demi mewujudkan rencana karir dimasa


136
yang akan datang.

B. Tujuan Pengembangan Karir

Pada umumnya tujuan dari seluruh program pengembangan

karir adalah untuk menyesuaikan antara kebutuhan dan tujuan

karyawan dengan kesempatan karir yang tersedia di perusahaan

saat ini dan di masa yang akan datang. Ada pun tujuan

pengembangan karir menurut Andrew J. Dubrin (dalam

Mangkunegara, 2001), yaitu:

1. Membantu pencapaian tujuan individu dan perusahaan

dalam pengembangan karir karyawan yang merupakan

hubungan timbal balik yang bermanfaat bagi kesejahteraan

karyawan dan tercapainya tujuan perusahaan. Seorang

pegawai yang sukses dengan prestasi kerja sangat baik

kemudian menduduki posisi jabatan yang lebih tinggi, ini

menunjukkan bahwa tercapai tujuan perusahaan dan tujuan

individu.

2. Menunjukkan hubungan kesejahteraan pegawai perusahaan

merencanakan karir pegawai dengan meningkatkan

kesejahteraannya sehingga memiliki loyalitas yang lebih


137
tinggi.

3. Membantu pegawai menyadari kemampuan potensinya.

Pengembangan karir membantu menyadarkan pegawai akan

kemampuannya untuk menduduki suatu jabatan tertentu

sesuai dengan potensi dan keahliannya.

4. Memperkuat hubungan antara pegawai dan perusahaan

pengembangan karir akan memperkuat hubungan dan sikap

pegawai terhadap perusahaannya.

5. Membuktikan tanggung jawab sosial pengembangan karir

suatu cara menciptakan iklim kerja yang positif dan pegawai-

pegawai lebih bermental sehat.

6. Membantu memperkuat pelaksanaan program-program

perusahaan pengembangan karir membantu program-

program perusahaan lainnya agar tercapai tujuan

perusahaan.

7. Mengurangi turnover (pergantian karyawan karena

mengundurkan diri) dan biaya kepegawaian pengembangan

karier dapat menjadikan turnover rendah dan begitu pula

biaya kepegawaian menjadi lebih efektif.


138
8. Mengurangi keusangan profesi dan manajerial

pengembangan karir dapat menghindarkan dari keusangan

dan kebosanan profesi dan manajerial.

9. Menggiatkan analisis dari keseluruhan pegawai perencanaan

karir dimaksudkan mengintegrasikan perencanaan kerja dan

kepegawaian

10. Menggiatkan pemikiran (pandangan) jarak waktu yang

panjang pengembangan karir berhubungan dengan jarak

waktu yang panjang. Hal ini karena penempatan suatu posisi

jabatan memerlukan persyaratan dan kualifikasi yang sesuai

porsinya.

C. Bentuk Pengembangan Karir

Dalam pengembangan karir, instansi melakukan fungsi-

fungsinya melalui beberapa alat yang merupakan bentuk-bentuk

pengembangan karir. Bentuk-bentuk pengembangan karir, yaitu:

1. Pendidikan dan Pelatihan

Tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan dan pelatihan ini

menurut Bambang Wahyudi (1991:134-137) dibagi menjadi 2, yaitu

tujuan umum antara lain untuk meningkatkan efisiensi dan


139
efektivitas organisasi dan tujuan khusus terdiri dari: Kegiatan

pelatihan sangat penting karena bermanfaat guna menambah

produktivitas, pengetahuan atau keterampilan terutama bagi yang

mempersiapkan diri memasuki lapangan pekerjaan. Sedangkan bagi

yang sudah bekerja akan berfungsi sebagai “charger” agar

kemapuan serta kapabilitas selalu terjaga guna mengamankan

existensi atau peningkatan karir yang dapat meningkatkan kualitas,

meningkatkan mutu dan perencanaan, serta meningkatan tenaga

kerja, meningkatkan semangat dan moral sebagai balas jasa tidak

langsung, mencegah kedaluarsanya kemampuan karyawan,

kesempatan untuk pengembangan diri

2. Promosi

Promosi yang diartikan sebagai perubahan posisi/jabatan

pekerjaan dari tempat yang lebih rendah ke tempat yang lebih tinggi,

dengan tanggung jawab, tugas wewenang yang lebih tinggi dari

jabatan sebelumnya. Beberapa persyaratan umum yang dijadikan

pedoman dalam melakukan promosi menurut Alex (1992:135-136)

adalah pengalaman/senioritas, tingkat pendidikan, loyalitas,

kejujuran, tanggung jawab, kepandaian bergaul, prestasi kerja, dan


140
inisiatif kreatif.

3. Mutasi

Alex S. Nitisemito (1992:118) mengemukakan bahwa: Mutasi

atau pemindahan adalah kegiatan dari pimpinan yang lain yang

dianggap setingkat atau sejajar. Mutasi merupakan suatu kegiatan

rutin pada sebuah organisasi untuk melaksanakan prinsip “The

rightman in therightplace”, sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan

secara efektif dan efisien.

Tujuan dilaksanakan mutasi menurut Alex S. Nitisemito

(1992:118 131) adalah guna untuk mempersiapkan promosi yang

boleh dilakukan oleh orang yang tepat dan pada waktu serta tepat

yang sesuai. Jika mutasi dapat dilaksanakan sesuai waktu dan tempat

yang sesuai maka akan dapat meningkatkan kerjasama kelompok

serta semangat dan kegairahan kerja dengan menciptakan

persaingan sehat agar dapat saling mengganti dan mengurangi

perbandingan antara masuk dan berhentinya karyawan dari suatu

perusahaan dengan mengikuti kebijakansanaan dan peraturan yang

telah ditetapkan.

141
D. Tanggung Jawab Pengembangan Karir

Jika suatu organisasi ingin memiliki suatu program

pengembangan karir yang efektif, maka harus dilakukan kerja secara

bersama-sama. Manajemen harus yang pertama-tama membuat

komitmen untuk mendukung program tersebut melalui pengambilan

kebijakan dan pengalokasian sumber daya. Selanjutnya, departemen

sumber daya manusia bertanggung jawab mengimplementasikan

program pengembangan karir melalui pemberian informasi, alat-

alat, dan panduan- panduan yang diperlukan serta menyediakan

penghubung program dengan manajemen puncak. Supervisor atasan

langsung bertanggung jawab memberikan dukungan dan umpan

balik. Melalui supervisor karyawan merasakan betapa dukungan

tehadap pengembangan karir benar-benar diberikan oleh organisasi.

E. Tahap- Tahap Pengembangan Karir

Dessler (2005: 78) mengemukakan adanya tahap-tahap

pengembangankarir yang dilalui individu dalam kehidupan kerjanya,

yaitu :

1. Tahap penjelajahan

Tahap ini terjadi pada periode usia 15-24 tahun. Individu


142
secara serius menjelajahi berbagai alternatif kedudukan, berusaha

untuk mencocokkan alternatif-alternatif ini dengan minat dan

kemampuannya serta mencoba memulai suatu pekerjaan.

2. Tahap penetapan.

a. Sub tahap percobaan, tahap ini berlangsung pada usia 25 – 30

tahun. Individu menetapkan bidang pilihan yang cocok, dan

jika tidak cocok berusaha mengubahnya.

b. Sub tahap pemantapan, tahap ini berlangsung pada usia 30 –

40. Selama periode ini, tujuan kedudukan perusahaan

ditetapkan dan perencanaan karir yang lebih eksklusif

dijalankan untuk menetapkan urutan bagi pemenuhan tujuan-

tujuan tersebut.

c. Sub tahap krisis pertengahan karir, tahap ini berlangsung

pada usia 40- an. Selama periode ini orang sering membuat

penilaian baru yang besar atas kemajuan mereka sehubungan

dengan ambisi dan tujuan awal karir mereka.

3. Tahap pemeliharaan

Tahap ini terjadi pada periode usia 40-65 tahun. Pada periode

ini, individu memelihara tujuannya dalam dunia kerja


143
4. Tahap kemerosotan

Tahap ini disebut juga usia pensiun, di mana individu

menghadapi prospekharus menerima berkurangnya level kekuasaan

dan tanggung jawab.

F. Indikator Pengembangan Karir

Pengembangan karir tidak hanya tergantung pada usaha

individual saja, tetapi juga tergantung pada peranan dan bimbingan

manajemen pada sebuah organisasi, terutama dalam penyediaan

informasi tentang karir yang ada dan juga dalam karir karyawan

tersebut. Di samping itu dapat memberikan umpan balik pada

karyawan dan membangun suatu lingkungan kerja yang kohesif

untuk meningkatkan kemampuan dan keinginan karyawan dalam

melaksanakan pengembangan karir.

Indikator pengembangan karir menurut A.Sihotang

(2006:213) adalah:

1. Kebijakan organisasi

Merupakan yang paling dominan dalam mempengaruhi

pengembangan karir seseorang karyawan dalam perusahaan.

Kebijakan perusahaan merupakan penentu ada tidaknya


144
pengembangan karir dalam perusahaan.

2. Prestasi kerja

Prestasi kerja merupakan bagian penting dari pengembangan

karir seorang karyawan. Karyawan yang mempunyai prestasi kerja

baik dalam perusahaan biasanya mendapatkan promosi jabatan,

karena prestasi kerja merupakan salah satu acuan bagi organisasi

dalam melakukan pengembangan karir.

3. Latar belakang pendidikan

Latar belakang pendidikan merupakan salah satu bahan

acuan bagi perusahaan untuk meningkatkan karir seorang karyawan,

semakin tinggi latar belakang pendidikan seorang karyawan maka

semakin besar pula harapan peningkatan karirnya, juga sebaliknya

semakin rendah tingkat pendidikan seorang karyawan maka

biasanya akan susah mendapatkan pengembangan karirnya.

4. Pelatihan

Pelatihan merupakan fasilitas yang diperoleh karyawan dari

perusahaan untuk dapat membantu peningkatan kualitas kerja dan

karir di masa mendatang.

5. Pengalaman kerja
145
Pengalaman kerja merupakan bagian penting dari

pengembangan karir yang berguna untuk dapat memberikan

kontribusi di berbagai posisi pekerjaan.

6. Kesetiaan pada organisasi

Merupakan tingkat kesetiaan/loyalitas seseorang karyawan

pada perusahaan. Semakin lama bekerja pada perusahaan maka

semakin tinggi loyalitasnya.

146
BAB VII
PENGARUH MOTIVASI DAN
PRESTASI TERHADAP KINERJA

147
BAB VII PENGARUH MOTIVASI DAN PRESTASI TERHADAP

KINERJA

Motivasi adalah suatu usaha yang di sadari untuk

mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia bergerak hatinya

untuk bertindak melakukan suatu sehingga mencapai hasil atau

tujuan tertentu.

Di kalangan para ahli muncul berbagai pendapat tentang

motivasi. Meskipun demikian, ada juga semacam kesamaan pendapat

yang dapat ditarik mengenai pengertian motivasi, yaitu: dorongan

dari dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut

melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.

Yang dapat diamati adalah kegiatan atau mungkin alasan-alasan

tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Motivasi baik pada perawat dapat dilihat dari, Hubungan

perawat dengan atasannya baik dan tidak pernah ada masalah,

terjalin komunikasi yang baik. Jika ada masalah diselesaikan

secepatnya dan bersama-sama dengan mengadakan rapat kecil

setiap bulan sekali di bangsal yang dipimpin oleh kepala ruang dan

148
rapat besar pada setiap hari selasa yang terdiri dari para direksi

rumah sakit.

Sedangkan motivasi cukup/kurang ditetapkan, Apabila

kekurang puasan perawat setiap aspek dalam variabel eksistensi

dapat dipenuhi, memungkinkan peningkatan tingkat motivasi kerja

perawat, yang diharapkan dapat meningkatkan pula kualitas kerja

perawat. Hasil analisis-analisis diatas membuktikan bahwa faktor

imbalan yang diberikan rumah sakit dan kondisi lingkungan

pekerjaan memiliki pengaruh terhadap motivasi kerja perawat, yang

mampu mendorong motivasi untuk bekerja lebih baik lagi.

Indikator motivasi kerja dapat dikelompokan sebagai berikut:

a. Motivasi Internal

Motivasi internal adalah tanggung jawab dalam

melaksanakan tugas, melaksanakan tugas dengan target yang

jelas, memiliki tujuan yang jelas dan menantang, ada umpan

balik atas hasil pekerjaannya, memiliki rasa senang dalam

bekerja, selalu berusaha mengungguli orang lain, diutamakan

prestasi dari apa yang dikerjakannya.

149
b. Motivasi eksternal

Motivasi eksternal yang selalu berusaha memenuhi

kebutuhan hidup dan kebutuhaan kerjanya, senang

memperoleh pujian dari apa yang dikerjakannya, bekerja

dengan ingin memperoleh insentif, bekerja dengan harapan

ingin memperoleh perhatian dari teman dan atasan (Astuti,

2017).

Hal ini sesuai dengan Budiman, yaitu terdapat hubungan

antara aspek sesama pekerja dengan motivasi kerja. Semakin baik

hubungan dalam kelompok kerja maka akan memberikan motivasi

bagi karyawan. Menurut Hezberg, faktor yang mempengaruhi suatu

motivasi kerja seseorang yaitu kelompok kerja yang mempunyai arti

tentang kerjasama dan keeratan hubungan antara teman sekerja

dalam kelompok.

Dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja perawat di ruang

inap anak di RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang cukup,

kurangnya tanggung jawab pekerjaan yang harus dilakukan, bekerja

dengan tujuan merawat pasien dengan baik, senang dalam

melakukan pekerjaan yang telah di serahkan sebagai tanggung jawab


150
perawat, kurangnya motivasi diri untuk meningkatkan kemampuan

dalam melakukan pekerjaan, dan kurang terpenuhinya kebutuhan

selama bekerja disini. Karena dengan adanya motivasi kerja yang

baik maka hasil yang akan didapat akan menjadi baik.

Menurut Hasibuan (2005) prestasi kerja adalah suatu hasil

kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang

dibebankan kepadanya, yang didasarkan atas kecakapan,

pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Bernardin dan Russel

(1993) dalam Sutrisno (2007) memberikan definisi tentang prestasi

kerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-

fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu

tertentu. Byars dan Rue (1984) dalam Sutrisno (2007) mengartikan

prestasi sebagai tingkat kecakapan seseorang pada tugas-tugas yang

mencakup pada pekerjaannya. Pengertian tersebut menunjukkan

pada bobot kemampuan individu didalam memenuhi ketentuan-

ketentuan yang ada didalam pekerjaannya. Sedangkan prestasi kerja

adalah hasil upaya seseorang yang ditentukan oleh kemampuan

karakteristik pribadi serta persepsi terhadap peranannnya dalam

151
pekerjaan itu. Jadi prestasi kerja merupakan hasil keterkaitan antara

usaha, kemampuan, dan persepsi tugas.

Dari batasan tersebut jelaslah bahwa yang dimaksudkan

dengan prestasi kerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut

ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.

Setiap pencapaian prestasi diikuti perolehan yang mempunyai nilai

bagi karyawan yang bersangkutan, baik berupa upah, promosi,

teguran atau pekerjaan yang lebih baik.

Dapat disimpulkan bahwa antara motivasi kerja terhadap

prestasi kerja perawat ada hubungan yang signifikan. Setiap rumah

sakit mengharapkan suatu keberhasilan, untuk mencapai

keberhasilan tersebut membutuhkan adanya perawat yang

berkualitas. Untuk menciptakan perawat yang berkualitas,

dibutuhkan suatu dorongan yang kuat dari pihak rumah sakit.

Dorongan tersebut dapat berupa pemberian motivasi, yang bertujun

untuk meningkatkan prestasi perawat.

152
DAFTAR PUSTAKA

Harmoko, S. (2017). Gaya Kepemimpinan Transformasional Pada


Perpustakaan Perguruan Tinggi Riset. Perpustakaan.

Irwan, A. L. (2019). Gaya Kepemimpinan, Kinerja Aparatur Sipil


Negara Dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pembangunan
Di Kecamatan Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang. Gaya
Kepemimpinan, Kinerja Aparatur Sipil Negara, Partisipasi
Masyarakat, Pembangunan

Kasiram. (2008). Metodologi Penelitian. Malang: Uin-Malang Pers.

Kurniadin, D. (2015). Studi Perilaku Kepemimpinan Perguruan


Tinggi Islam . Administrasi Pend Idikan

Mondiani, T. (2012). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional


Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Pt. Pln
(Persero) Upj Semarang . Administrasi Bisnis Fisip
Universitas Diponegoro

Notoatmjdo. (2014). Ilmu Perilaku Ksehatan . Jakarta: Rineka Cipta.

Nurhayati, H. T. (2012). Hubungan Kepemimpinan Transformasional


Dan Motivasi Kerja. Jurnal Edueksos

Nursalam. (2013). Metode Peneliti. Jakarta: Salemban Medikal.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:


Pendekatan Praktis. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan . Jakarta:: Salemba


Medika.

Ramdhani, S. S. (2017). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Konsiderasi


Dan Struktur Inisiasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
153
Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis .
Journal Of Managementreview

Riyanta, T. (2016). Mengembangkan Budaya Mutu Sekolah Melalui


Kepemimpinan Transformasional . Manajemen Pendidkan

Sapendi. (2016). Manajemen Kepemimpinan Berbasis Mutu Untuk


Meningkatkan Daya Saing Perguruan Tinggi . Pemikiran
Pendidikan Islam

Subarino, A. J. (2011). Kepemimpinan Integratif: Sebuah Kajian Teori.


Manajemen Pendidikan

Sugiyono. (2014). Metode Peneliti Pendidikan Pendekatan


Kuantitatif Kualitatif,Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sunarta. (2006). Kepemimpinan Visioner Dalam Kancah Global.


Manajemen Pendidikan

Suwandaru, R. (2016). Model Manajemen Strategis Pada Unit


Kegiatan Mahasiswa (Ukm) Di Perguruan Tinggi. Prosiding
Sentia. Malang: Politeknik Negeri Malang.

Tappen, S. A. ( 2015 ). Essentials Of Nursing Leadership And


Management . Philadelphia: F. A. Davis Company .

Usman, H. ( 2013 ). Kepemimpinan Berkarakter Sebagai Model


Pendidikan Karakter . Pendidikan Karakter

Abdul Rahmat, S. (2016). Post-Power Syndrome dan Perubahan.


Psympathic, 3 (1)

Ananda Ruth Naftali, Y. Y. (2017). Kesehatan Spiritual dan Kesiapan


Lansia. Buletin Psikologi, 25 (2)

Carver, S. d. (2013). Assessing coping strategis : theoretically based


approach . journal of personality and social psycology.
154
Ekowarni, E. (2012). Pengalaman Emosi dan Mekanisme Koping
Lansia. Jurnal Psikologi, 39 (2),

Fariyuni Litiloly, N. S. (2014). Manajemen Stres Pada Istri Yang


Mengalami. Empathy, 2(2)

Gregson, T. l. (2015). Mnanaging stress (1 ed.). London: Teach


yoursef Book.

Huston, M. &. (2010). kepemimpinan dan manajemen keperawatan.


california: wiliams dan wilkins.

Mahsunah Ariyanti, Y. I. (2015). Hardiness Dan Kecenderungan Post


PowerSyndrome. Jurnal Empat, 4 (1)

Muspawi, M. (2014). Manajemen Konflik.Jurnal Penelitian Universitas


Jambi Seri Humaniora, 16 (2)

Mashudi, F. (2015). Pedoman Lengkap dan Supervisi Bimbingan


Konseling. Yogyakarta: Diva Press.

Nastiti, M. C. (2014). Psychological Well-being pada Guru yang Telah


Menjalani. psikolog pendidikan dan perkembangan, 3 (3)

Notoatmodjo. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:


Pendekatan Praktis. Jakarta: Salemba Medika.

Siswanto. (2015). Pengantar Manajemen. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Subarti, T. (2016). Sistem Informasi Manajemen. yogyakarta: cv Andi


Offset.

Tristiadi, d. (2012). Piskologi Klinis. Yogyakarta: Ggraha Ilmu.


155
Wibowo, P. (2017). Perilaku dalam Organisasi. Depok: Pt
RajaGrafindo persada.

Anastasia Diana, Lilis Setiawati . 2011. Sistem Informasi Akuntansi,


Perancangan, Proses dan Penerapan. Edisi I. Yogyakarta: Andi
Yogyakarta.

Andini, R. 2006. Analisis pengaruh kepuasan gaji, kepuasan kerja,


komitmen organisasional terhadap turn over intention.
Semarang: Jurnal Universitas Diponegoro.

As’ad, Mohammad. 1995. Psikologi Industri edisi ke-empat.


Yogyakarta: Liberty.

Asnawi, S. 1999. Aplikasi psikologi dalam manajemen sumber daya


manusia
perusahaan. Jakarta: Pusgrafin

Augusty Ferdinand. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Semarang:


Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Bernadin, H.J., and Joyce, E., A. Russel. 1993. Human Re-sources


Management. Singapore: McGraw Hill Inc.

Byars, L. I., dan Leslie W. Rue. 2006. Human Resource Management


8th Edition. McGraw-Hill

Davis, K., dan Jhon, W.N. 1998. Perilaku dalam Organisasi. Alih
Bahasa Agus Dharma. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Diana, A., & Setiawati, l. (2011). Sistem Informasi Akuntansi.


Yogyakarta: Andy Offset.

Efendi, F., & Tamami, S. (2018). PENGARUH TINGKAT UPAH,


KESEJAHTERAAN, DAN LOYALITAS TERHADAP KINERJA

156
KARYAWAN PADA PT. ANGKASA ENGINEERS INDONESIA.
Universitas Riau Kepulauan, 1-14.

Mangkunegara, A. A. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia


Perusahan. Bandung: Rosda.

Masilan, O., Sunuharyo, B. S., & Utami, H. N. (2015). Pengaruh Upah


dan Insentif Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB), 1-7.
Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan; Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Aminullah. 2010. Manajemen dan Motivasi. Jakarta: Pusdiklat Tenaga


Teknis Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen
Agama.

Ferdinand, AT. 2000. Structural Equation Modeling Dalam


Penelitian Manajemen. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.

Fisher, et al. 1993. Human Resources Management, 2nd Edition.


Boston: Houghton Mifflin

Fuad Mas`ud. 2004. Survai Diagnosis Organisasional, Konsep &


Aplikasi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gibson, James L, Ivancevich, Jhon M and Donnely, Jame H. 1996.


Organisasi, diterjemahkan oleh Djarkasih, Edisi Kelima.
Jakarta: Erlangga

Hadari Namawi. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:


BumiAksara.

Handoko, Hani. 2009. Manajemen Personalia dan Sumber Daya


Manusia. Yogyakarta: BPFE.

157
Handoko, T. Hani. 2001. Motivasi: Daya Penggerak Tingkah Laku.
Jogjakarta: Kanisius.

Hasibuan, MSP. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:


Bumi Aksara

Henry Simamora. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia.


Yogyakarta: BP STIE YKPN

Imam Ghozali. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program


SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Kreitner, Robert dan Angelo Kinicki. 2005. Perilaku Organisasi.


Jakarta: Salemba Empat

Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi 10th. Edisi Indonesia.


Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Malayu SP Hasibuan. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia.


Yogyakarta: STIE YKPN.

Mangkunegara Anwar Prabu. 2011. Manajemen Sumber Daya


Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset

Mangkuprawira Shafri. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya


Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta

Noviansyah, Zunaidah, Pengaruh Stres kerja dan Motivasi Kerja


Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Minanga Ogan
Baturaja, Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya, Vol.9, No.18,
2011.

Panggabean. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:


Ghalia Indonesia

158
Rachmawati, Ike Kusdyah. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Andi Yogyakarta

Rivai, Harif Amali. 2001. Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan kerja


dan Komitmen Organisasional Terhadap Intensi Keluar.
Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 1 No. 1, April 2001, halaman
335-352.

Rivai, V., & Ella, J.S. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk
Perusahaan, dari Teori ke Praktek. Edisi Kedua. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.

Robbin, Stephen. 2001. Perilaku Organisasi. (Organizatonal


Behaviour). Jakarta: PT.Prehalindo.

Robbins P. Stephen. 2006. Essentials of Organizational Behavior.


New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Robbins P. Stephen. 2006. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba


Empat.

Sariyathi, Ni Ketut. 2003. Beberapa Faktor Yang Berasosiasi Dengan


Prestasi Kerja Karyawan PDAM Kabupaten Klungkung. Tesis.
Universitas Udayana. Denpasar.

Simamora, Henry. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia.


Yogyakarta: STIE YKPN.

Soemarso. 2009. Akuntasi Suatu Pengantar, Buku ke-2 Edisi 5.


Jakarta: Salemba Empat

Sumarsono, S. 2003. Ekonomi Manajemen Sumber daya Manusia dan


Ketenagakerjaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sumarsono, Sonny M. H. 2004. Metode Riset Sumber daya Manusia.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

159
Sutrisno, E. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Prenada Media

Suwatno. H, Juni Priansa. Donni, 2011. Manajemen SDM dalam


Organisasi Publik dan Bisnis. Bandung: Alvabeta

160
RIWAYAT PENULIS

Antonius Rino Vanchapo,


S.Kep., M.MKes. Lahir di Mauloo,
25 November 1988. Penulis
menyelesaikan pendidikan
Sarjana Keperawatan tahun 2012
di STIKes Surabaya dan pada
tahun 2015 menyelesaikan
pendidikan Magister Manajemen
Kesehatan di Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Artha Bodhi Iswara
Surabaya. Saat ini penulis sedang
melanjutkan pendidikan Doktoral
di Universitas Nusa Cendana
Kupang. Penulis aktif meneliti
dan menghasilkan beberapa
publikasi berupa Buku, Artikel
Ilmiah dan Hak Kekayaan
Intelektual seperti, Buku “Beban
Kerja dan Stres Kerja” pada tahun 2020, Effectiveness of otago
exercise on health status and risk of fall among elderly with chronic
illness (Jurnal Keperawatan Indonesia), The Correlation Between
Workload And Occupational Stress Of Nurses In The Emergency
Department Of Regional Public Hospital Rsud Prof. Dr. WZ Johannes
Kupang (Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia), Breast Cancer Self-
concept at Prof. Dr. WZ Johannes Hospital Kupang (Jurnal Ners dan
Kebidanan Indonesia), Literature Review: Teknik Relaksasi untuk
Penerimaan Diri Pasien Kanker Payudara (Jurnal Kesehatan),
Pengaruh Pelatihan PERKESMAS Terhadap Pemahaman Etik
Keperawatan Mahasiswa Ners STIKes Maranatha Kupang (Jurnal
Penelitian Kesehatan “SUARA FORIKES”), Pengaruh Pelatihan
Perawatan Kesehatan Masyarakat Terhadap Pemahaman Etik
Keperawatan Mahasiswa Ners STIKes Maranatha Kupang (Jurnal
161
Penelitian Kesehatan “SUARA FORIKES”), Penanganan Terhadap
Stigma Masyarakat tentang Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di
Komunitas (Jurnal Penelitian Kesehatan “SUARA FORIKES”),
Karakteristik Responden Kanker Payudara yang Memiliki
Penerimaan Diri Rendah (Jurnal Penelitian Kesehatan “SUARA
FORIKES”), Pengaruh Pembelajaran dengan Metode e-Learning
Terhadap Pemahaman Materi Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
pada Mahasiswa Keperawatan Semester IV STIKes Maranatha
Kupang (Jurnal Penelitian Kesehatan “SUARA FORIKES”), Upaya
Peningkatan Pemahaman Pemeriksaan Payudara Sendiri Siswa-Siswi
SMAS Alvarez Paga Kabupaten Sikka (Journal of Community
Engagement in Health), Peningkatan Pemahaman Masyarakat
Produktif Desa Manusak Tentang Pandemi Covid-19 (Journal of
Community Engagement in Health), Simulasi Protokol Pencegahan
Covid-19 Pada Rumah Tangga di Dusun 4 Desa Manusak (Journal of
Community Engagement in Health). Penulis juga mengikuti berbagai
pelatihan seperti Pelatihan Sistem Penjamin Mutu Internal di Hotel
Ibis Jakarta tahun 2018, Pelatihan dan Workshop penulisan buku
oleh Penerbit ANDI tahun 2018, Pelatihan Etik Dasar dan Lanjut
Kesehatan di Kediri tahun 2018, Pelatihan SPMI di Wilayah kerja
LLDIKTI VIII Bali dan beberapa pelatihan lainnya. Sejak Akhir 2015
Penulis menjadi dosen tetap, pengampu Mata Kuliah Manajemen
Keperawatan, Sistem Informasi Keperawatan dan Komunikasi
Keperawatan pada Program Studi S-1 Ilmu Keperawatan di STIKes
Maranatha Kupang.

162

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai