Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

BENING PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian Ilmu Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Rumah Sakit Umum
Daerah Meuraxa Kota Banda Aceh

Disusun Oleh:

Mufakkir

(22174006)

Pembimbing:

dr. Nursanti, Sp.S

SMF ILMU SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


ABULYATAMA RUMAH SAKIT SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA
KOTA BANDA ACEH

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kepada hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya, akhirnya Kami dapat menyelesaikan Referat
ini tepat pada waktunya dan sebaik-sebaiknya dalam rangka melengkapi persyaratan
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Saraf RSUD meuraxa dengan judul
“BENING PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV ” Dalam
penyusun Referat ini, saya mendapat banyak masukan, bantuan dan juga bimbingan
serta pengarahan dari berbagai pihak baik dalam bentuk moril serta materil. Untuk
itu dalam kesempatan ini Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Nursanti, Sp.S selaku pembimbing yang telah memberikan banyak
bimbingan kepada saya selama penulis melaksanakan KKS di Bagian Ilmu Saraf
RSUD Meuraxa Kota Banda Aceh. Semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan Ilmu Kedokteran khususnya.
Saya menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, adapun Kami menerima
kritikan saran berupa lisan maupun tulisan selama membangun.

Banda Aceh, 5 Januari 2023

Penyusun

Mufakkir, S.ked

22174006

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................

1.3 Anatomi Sistem Keseimbangan .................................................................................

2.2 Fisiologi Keseimbangan..............................................................................................

3.2.1 Definisi BPPV .......................................................................................................13

3.2.2 Etiologi ..................................................................................................................14

3.2.3 Faktor Risiko..........................................................................................................14

3.2.4 Klasifikasi...............................................................................................................15

3.2.5 Patofisiologi............................................................................................................15

3.2.6 Manifestasi Klinis...................................................................................................17

3.2.7 Diagnosis................................................................................................................18

3.2.8 Penatalaksanaan......................................................................................................22

3.2.9 Prognosis................................................................................................................27

BAB III KESIMPULAN ..............................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi
(memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa
berputar atau badan yang berputar. Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yaitu
memutar. Vertigo termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan
sebagai pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti
berjungkir balik. Vertigo merupakan keluhan yang sangat mengganggu aktivitas
kehidupan sehari-hari.1 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan
gangguan vestibular dimana 17%-20 % pasien mengeluh vertigo. Gangguan
vestibular dikarakteristikan dengan serangan vertigo yang disebabkan oleh perubahan
posisi kepala dan berhubungan dengan karakteristik nistagmus paroksimal.2

Pada populasi umum dalam suatu studi di Amerika, didapatkan prevalensi


BPPV sebanyak 64 per 100.000 (prevalensi 2,4%).2 Di indonesia prevalensi BPPV
yaitu 30%. Dari segi onset BPPV biasanya diderita pada usia 50-70 tahun. Proporsi
antara wanita lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yaitu 2,2:1,5. Pada suatu
studi menunjukkan bahwa BPPV memiliki resiko kekambuhan sebanyak 50% selama
5 tahun. Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika material berupa
kalsium karbonat dari makula dalam dinding utrikel masuk kedalam salah satu kanul
semisirkular yang akan merespon ke saraf.2 BPPV dianggap merupakan penyebab
tersering vertigo, biasanya vertigo di rasakan sangat berat berlangsung singkat hanya
beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya lebih lama. Keluhan datang
tiba-tiba pada perubahan posisi kepala, beberapa pasien dapat menyebutkan dengan
tepat posisi tertentu dapat menimbulkan vertigonya. Keluhan lain berupa mual
bahkan muntah, hal ini menyebabkan penderita sangat hati-hati dalam posisi
tidurnya.5

iv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.3 Anatomi Sistem Keseimbangan

Telinga merupakan salah satu pancaindra yang berfungsi sebagai alat


pendengaran dan keseimbangan yang letaknya berada di lateral kepala.
Masingmasing telinga terdiri dari tiga bagian: telinga luar, telinga tengah, dan telinga
dalam .1

A. Telinga luar

Telinga luar (auris externa) terdiri dari daun telinga (auricula/pinna), liang
telinga (meatus acusticus externus) sampai gendang telinga (membrana tympanica)
bagian luar. Telinga luar terletak pada pars tympanica ossis temporalis dan pada
bagian belakang berbatasan dengan processus mastoideus. Telinga luar berfungsi
sebagai penyalur suara dan sebagai proteksi telinga tengah. Fungsi telinga luar
sebagai penyalur suara tergantung dari intensitas, frekuensi, arah, dan ada atau
tidaknya hambatan dalam penyalurannya ke gendang telinga. Sedangkan fungsinya
sebagai proteksi telinga tengah yaitu menahan atau mencegah benda asing yang
masuk ke dalam telinga dengan memproduksi serumen, menstabilkan lingkungan dari
input yang masuk ke telinga tengah, dan menjaga telinga tengah dari efek angin dan
trauma fisik.1

B. Telinga tengah

Telinga tengah (auris media) berada di sebelah dalam gendang telinga sekitar
3-6 mm. Atap rongga telinga tengah adalah tegmen tympani dari pars petrosa ossis
temporalis yang berbatasan dengan cavitas cranii. Dinding lateral telinga tengah
berbatasan dengan gendang telinga beserta tulang di sebelah atas dan bawahnya.

v
Dinding depannya berbatasan dengan canalis caroticus yang di dalamnya terdapat
arteri karotis interna. Dinding medial telinga tengah ini berbatasan dengan tulang
pembatas telinga dalam yang terlihat menonjol karena terdapat prominentia canalis
facialis di bagian posterior atas. Telinga tengah ini juga secara langsung berhubungan
dengan nasofaring yaitu melalui tuba eustachius. Telinga tengah berfungsi untuk
menyalurkan suara dari udara dan memperkuat energi suara yang masuk sebelum

menuju ke telinga dalam yang berisi cairan. Fungsi telinga tengah dalam
memperkuat energi suara dibantu oleh tulangtulang kecil seperti maleus, incus, dan
stapes sehingga energi suara tadi dapat menggetarkan cairan di koklea untuk proses
mendengar.1

Gambar 1. Struktur Anatomi Telinga

C. Telinga dalam

Telinga dalam dibatasi oleh tulang temporal (pars petrosa). Telinga dalam
terdiri dari koklea dan aparatus vestibularis yang memiliki dua fungsi sensorik yang
berbeda. Koklea berfungsi sebagai sistem pendengaran karena mengandung reseptor
untuk mengubah suara yang masuk menjadi impuls saraf sehingga dapat didengar.

vi
Aparatus vestibularis berfungsi sebagai sistem keseimbangan yang terdiri dari tiga
buah canalis semisirkularis, dan organ otolit yaitu sacculus dan utriculus.1,2

Gambar 2. Telinga Dalam

Sistem vestibular, yang merupakan sistem keseimbangan, terdiri dari 5 organ


yang berbeda 3 saluran setengah lingkaran yang sensitif terhadap percepatan sudut
(rotasi kepala) dan 2 organ otolith yang sensitif terhadap linear (atau garis lurus)
percepatan.3 Saluran berbentuk semisirkularis diatur sebagai 3 set sensor saling
ortogonal, yaitu setiap kanal pada sudut kanan ke 2 lain. Hal ini mirip dengan cara 3
sisi kotak bertemu di setiap sudut dan berada di sudut kanan satu sama lain. Setiap
kanal sangat sensitif terhadap rotasi yang terletak pada bidang kanal. Hasil dari
pengaturan ini adalah bahwa 3 kanal ini dapat menentukan arah dan amplitudo dari
setiap rotasi kepala. Kanal-kanal diatur dalam pasangan fungsional dimana kedua
anggota terletak pada planar yang sama. Setiap rotasi pada planar ini yang
merangsang gerakan pasangannya dan menghambat gerakan yang lain. 4 Organ otolith
termasuk utricle dan saccule tersebut. Gerakan utricle di bidang horizontal (misalnya

vii
maju-mundurnya, gerakan kiri-kanan, kombinasi daripadanya). Saccule bergerak di
planar sagittal (misalnya, gerakan naik-turun).

a. Labirin Statis

Labirin membran dikelilingi oleh perilimfe dan terikat dengan jaringan ikat
pada labirin bertulang Ia terdiri dari sebuah ruang anterior dan saluran koklea, yang
berfungsi pada pendengaran dan menghubungkan dengan saccule bulat dengan aparat
vestibular posterior. Bagian vestibular perifer terdiri dari saccule, utricle, dan kanal
semisirkularis.4
1. Saccule
Saccule ini merupakan kantung berbentuk hampir bulat yang terletak pada
reses bulat pada dinding medial vestibuler. Pada sisi anterior, saccule dihubungkan ke
saluran koklea oleh reuniens ductus. Pada sisi posterior, saccule dihubungkan ke ke
saluran endolimfatik melalui saluran utriculosaccular. Makula saccular adalah area
elips epitel sensorik yang menebal pada epitelium sensorik terletak pada dinding
vertikal anterior saccule tersebut.4
2. Utricle
Utricle ini lebih besar dari saccule dan terletak pada posterosuperior saccule
pada reses elips dinding medial vestibuler. Utricle terletak pada anterior melalui
saluran utriculosaccular ke saluran endolymphatic.  3 kanalis semisirkularis terbuka
dengan 5 bukaan pada utricle, posterior dan superior kanal semisirkularis berbagi satu
pembukaan di crus commune.4
b. Kanalis Semisirkularis

Tiga kanalis semisirkularis adalah struktur kecil seperti cincin: lateral atau
horizontal, superior atau anterior, dan posterior atau inferior. Mereka berorientasi
pada sudut kanan antara satu sama lain dan terletak sehingga kanal superior dan
posterior berada pada sudut 45° terhadap planar sagital, dan kanal horizontal 30° pada
planar aksial. Setiap kanal sangat responsif terhadap gerak sudut pada planar di mana

viii
ia berada dan dipasangkan dengan kanal pada ukuran kontralateral sehingga terbentuk
stimuli yang meransang gerakan satu anggota menghambat yang lain.4 Kanalis
horizontal dipasangkan dengan kanal horizontal kontralateral, namun kanalis superior
dipasangkan dengan kanalis posterior kontralateral dan sebaliknya. Setiap kanal
membentuk dua pertiga lingkaran dengan diameter sekitar 6,5 mm dan diameter
penampang lumen 0,4 mm. Salah satu ujung setiap saluran berdilatasi membentuk
ampula, yang berisi bubungan berbentuk krista ampullaris, terletak pada epitel
sensorik. Ujung-ujung dari kanalis superior dan posterior membentuk commune
crus. Semua kanal bergabung menjadi utricle.4

c. Epitelium Sensorik Vestibular

Epitelium sensorik vestibular terletak pada makula saccule dan utricle dan
krista dari kanalis semisirkularis. Sel-sel sensorik dikelilingi oleh sel-sel pendukung,
sehingga mereka tidak berkontak langsung dengan krista bertulang basis.4

d. Makula

Setiap makula adalah area kecil epitel sensorik. Berkas silier pada sel-sel
sensoris diproyeksi ke dalam membran statoconial. Membran statoconial terdiri dari 3
lapisan, sebagai berikut:
1. Lapisan pertama otoconial terdiri dari partikel berkapur (otoconia), yang
merupakan deposito kristal anorganik terdiri dari kalsium karbonat atau kalsit.
Mereka didistribusikan pada pola karakteristik dan bervariasi antara ukuran
0,5-30 mcm, dengan sebagian besar sekitar 5-7 mcm. Specific gravity
membran otolithic jauh lebih tinggi daripada endolymph, sekitar 2,71-2,94.
2. Lapisan kedua adalah daerah agar-agar gel mucopolysaccharide.
3. Lapisan ketiga terdiri dari subcopula meshwork.4
Otoconia ini tampaknya memiliki omset lambat. Mereka tampaknya
diproduksi oleh sel-sel pendukung epitel sensorik dan akan diserap kembali oleh
daerah sel gelap. Secara morfologi, masing-masing makula dapat dibagi menjadi 2

ix
area oleh zona melengkung sempit yang meluas melalui tengahnya. Zona ini disebut
striola.4

e. Fluida Labirin

Labirin ini berisi 2 cairan jelas berbeda: endolymph dan perilymph


tersebut. Mereka tidak bercampur.4
1. Endolimfa
Di antara cairan ekstraselular tubuh, endolimfe memiliki komposisi ionik
yang unik. Natrium (Na +) kadar rendah, dan kalium (K +) kadar tinggi, yang
menyebabkan endolymph untuk menyerupai intraseluler daripada cairan
ekstraselular. Endolymph diyakini diproduksi oleh sel-sel gelap dari krista dan
maculae, yang dipisahkan oleh zona transisi dari neuroepithelium tersebut. Situs
penyerapan endolymph diduga kantung endolymphatic, yang terhubung ke utricle dan
saccule melalui saluran endolymphatic, utricular, dan saccular. Eksperimental
penyumbatan pada duktus endolymphatic menghasilkan hidrops endolymphatic, lebih
lanjut menunjukkan bahwa kantung endolymphatic adalah situs utama dari
penyerapan.4
2. Perilimfe
Komposisi ionik perilimfe mirip dengan cairan ekstraselular dan cairan
cerebrospinal (CSF). Situs produksi perilimfe adalah kontroversial-mungkin menjadi
ultrafiltrate darah, CSF, atau keduanya. Perilymph daun telinga dengan pengeringan
melalui venula dan melalui mukosa telinga tengah.4
3. Suplai darah ke organ vestibular akhir
Pasokan darah utama pada organ-organ vestibular akhir adalah melalui arteri
(labirin) pendengaran internal, yang biasanya muncul dari arteri cerebellar anterior,
arteri cerebellar superior, atau arteri basilar. Tak lama setelah memasuki telinga
bagian dalam, arteri labirin terbagi menjadi 2 cabang yang dikenal sebagai vestibular
arteri anterior dan arteri koklea umum. Vestibular arteri anterior menyediakan suplai

x
darah ke sebagian besar utricle, ke ampullae unggul dan horisontal, dan untuk
sebagian kecil dari saccule tersebut. Bentuk umum koklea arteri 2 divisi yang disebut
arteri koklea yang tepat dan arteri vestibulocochlear. Arteri vestibulocochlear
membagi menjadi ramus ramus koklea dan vestibular (juga dikenal sebagai vestibular
arteri posterior), yang menyediakan suplai darah ke ampula posterior, bagian utama
dari saccule ini, bagian dari tubuh utricle, dan horisontal dan unggul ampullae.4

2.2 Fisiologi Keseimbangan

Fungsi keseimbangan diatur oleh beberapa organ penting di tubuh yang input
sensoriknya akan diolah di susunan saraf pusat (SSP). Fungsi ini diperantarai
beberapa reseptor, yaitu:

 Reseptor vestibular
 Reseptor visual
 Reseptor somatic

Reseptor vestibular sebagai pengatur keseimbangan diatur oleh organ aparatus


vestibularis (labirin) yang berada di telinga dalam. Labirin ini terlindung oleh tulang
yang paling keras. Labirin terbagi menjadi 2 bagian, yaitu labirin tulang dan labirin
membran. Di antara labirin tulang dan labirin membran ini terdapat suatu cairan yang
disebut perilimfa sedangkan di dalam labirin membran terdapat cairan yang disebut
endolimfa.6

Labirin berfungsi untuk menjaga keseimbangan, mendeteksi perubahan posisi,


dan gerakan kepala. Di dalam aparatus vestibularis selain mengandung endolimfa dan
perilimfa juga mengandung sel rambut yang dapat mengalami depolarisasi dan
hiperpolarisasi tergantung arah gerakan cairan. Labirin terdiri dari :

 Labirin kinetik: Tiga kanalis semisirkularis


 Labirin statis: Organ otolit (sakulus dan utrikulus) yang terdapat sel-sel
reseptor keseimbangan pada tiap pelebarannya.

xi
A. Kanalis Semisirkularis

Kanalis semisirkularis berorientasi pada tiga bidang dalam ruang. Pada tiap
ujungnya melebar dan berhubungan dengan urtikulus, yang disebut ampula. Di dalam
ampula terdapat reseptor krista ampularis yang terdiri dari sel-sel rambut sebagai
reseptor keseimbangan dan sel sustentakularis yang dilapisi oleh suatu substansi
gelatin yang disebut kupula sebagai penutup ampula. Sel-sel rambut terbenam dalam
kupula dan dasarnya membentuk sinap dengan ujung terminal saraf afferen yang
aksonnya membentuk nervus vestibularis. Nervus vestibularis bersatu dengan nervus
auditorius membentuk nervus vestibulocochlear.6,7 Kanalis semisirkularis berfungsi
untuk mendeteksi akselerasi atau deselarasi rotasi kepala seperti ketika memulai atau
berhenti berputar, berjungkir, balik atau memutar kepala. Akselerasi dan deselarasi
menyebabkan sel rambut yang terbenam di dalam cairan endolimfa bergerak. Pada
awal pergerakan, endolimfa tertinggal dan kupula miring ke arah berlawanan dengan
gerakan kepala sehingga sel-sel rambut menekuk. Ketika stereosilia (rambut dari sel-
sel rambut) menekuk ke arah kinosilium (rambut dari sel-sel rambut), maka terjadi
depolarisasi yang memicu pelepasan neurotransmitter dari sel-sel rambut menuju ke
saraf afferent. Dan sebaliknya jika menekuk ke arah berlawanan akan terjadi
hiperpolarisasi. Ketika pergerakan perlahan berhenti, sel-sel rambut akan kembali
lurus dan kanalis semisirkularis mendeteksi perubahan gerakan kepala.7

xii
Gambar 3. Fungsi Keseimbangan

A. Organ Otolit

Organ otolit (makula atau otokonia) terdapat dalam labirin membran di lantai
utrikulus dan semivertikal di dinding sakulus. Makula juga mengandung sel
sustentakularis dan sel rambut. Bagian atasnya ditutupi oleh membran otolit dan di
dalamnya terbenam kristal-kristal kalsium karbonat (otolit-batu telinga). Lapisan ini
lebih berat dan insersi lebih besar dari cairan di sekitarnya. Serat-serat saraf dari sel
rambut bergabung dengan serat-serat dari krista di bagian vestibuler dari nervus
vestibulokoklearis. Fungsi organ otolit adalah memberikan informasi mengenai posisi
kepala relatif terhadap gravitasi dan juga mendeteksi perubahan dalam kecepatan
gerakan linier (bergerak garis lurus tanpa memandang arah).1

Utrikulus berfungsi pada pergerakan vertikal dan horizontal. Ketika kepala


miring ke arah selain vertikal, rambut akan menekuk sesuai kemiringan karena gaya
gravitasi dan akan mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi sesuai kemiringannya.
Contoh pergerakan horizontal adalah saat berjalan. Pada posisi ini insersinya menjadi
lebih besar dan menyebabkan membran otolit tertinggal di belakang endolimfa dan
sel rambut, sehingga menyebabkan rambut tertekuk ke belakang. Jika pergerakan ini
dilakukan secara konstan maka lapisan gelatinosa akan kembali ke posisi semula. 1,2

Sakulus fungsinya hamper sama dengan utrikulus namun berespon secara


selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal, misalnya: bangun
dari tempat tidur, lompat atau naik escalator.2 Krista dan makula dipersarafi oleh
nervus vestibularis yang badan selnya terletak di ganglion vestibularis. Serat saraf
kanalis semisirkularis berada pada bagian superior dan medial nukleus vestibularis
dan sebagian mengatur pergerakan bola mata. Serat dari utrikulus dan sakulus
berakhir di nukleus descendens menuju ke serebelum dan formasio retikularis.
Nervus vestibularis juga menuju ke talamus dan korteks somatosensorik.2

xiii
Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin),
terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara
umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat
keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin
membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin
tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang terdapat perilimfa, sedang
endolimfa terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih
tinggi daripada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin
membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap
labirin terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss
anterior (superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula
utrikulus dan sakulus.6

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di


sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ
visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan
diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu. 6 Labirin
terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran labirin
membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya
terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan.
Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis
terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya
terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan se-
luruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula. 8 Gerakan atau
perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfa di
labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan
permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel
yang menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan akan merangsang pelepasan
neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui

xiv
saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah
berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.8

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi


mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis
semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai
perubahan posisi tubuh akibat per-cepatan linier atau percepatan sudut. Dengan
demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang sedang
berlangsung.8 Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain,
sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan.
Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa
bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.2

Manusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif kurang stabil


dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan dengan empat kaki, sehingga lebih
memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap lingkungan, selain itu diper-lukan
juga informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi dengan perubahan sekelilingnya. 2
Informasi tersebut diperoleh dari sistem keseimbangan tubuh yang melibatkan kanalis
semisirkularis sebagai reseptor, serta sistim vestibuler dan serebelum sebagai
pengolah infor-masinya; selain itu fungsi penglihatan dan proprioseptif juga berperan
dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerak anggota tubuh. Sistim tersebut
saling berhubungan dan mempengaruhi untuk selanjutnya diolah di susunan saraf
pusat.2

Organ otolit (makula atau otokonia) terdapat dalam labirin membran di lantai
utrikulus dan semivertikal di dinding sakulus. Makula juga mengandung sel
sustentakularis dan sel rambut. Bagian atasnya ditutupi oleh membran otolit dan di
dalamnya terbenam kristal-kristal kalsium karbonat (otolit-batu telinga). Lapisan ini
lebih berat dan insersi lebih besar dari cairan di sekitarnya. Serat-serat saraf dari sel
rambut bergabung dengan serat-serat dari krista di bagian vestibuler dari nervus
vestibulokoklearis. Fungsi organ otolit adalah memberikan informasi mengenai posisi

xv
kepala relatif terhadap gravitasi dan juga mendeteksi perubahan dalam kecepatan
gerakan linier (bergerak garis lurus tanpa memandang arah).1,2,3

Utrikulus berfungsi pada pergerakan vertikal dan horizontal. Ketika kepala


miring ke arah selain vertikal, rambut akan menekuk sesuai kemiringan karena gaya
gravitasi dan akan mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi sesuai kemiringannya.
Contoh pergerakan horizontal adalah saat berjalan. Pada posisi ini insersinya menjadi
lebih besar dan menyebabkan membran otolit tertinggal di belakang endolimfa dan
sel rambut, sehingga menyebabkan rambut tertekuk ke belakang. Jika pergerakan ini
dilakukan secara konstan maka lapisan gelatinosa akan kembali ke posisi semula.1

Sakulus fungsinya hampir sama dengan utrikulus namun berespon secara


selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal, misalnya: bangun
dari tempat tidur, lompat atau naik eskalator.1 Krista dan makula dipersarafi oleh
nervus vestibularis yang badan selnya terletak di ganglion vestibularis. Serat saraf
kanalis semisirkularis berada pada bagian superior dan medial nukleus vestibularis
dan sebagian mengatur pergerakan bola mata. Serat dari utrikulus dan sakulus
berakhir di nukleus descendens menuju ke serebelum dan formasio retikularis.
Nervus vestibularis juga menuju ke talamus dan korteks somatosensorik.1

3.2 BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo)

3.2.1 Definisi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan bentuk dari vertigo


posisional. Definisi vertigo posisional adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh
perubahan posisi kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang
terjadi di telinga dalam dengan gejala vertigo posisional yang terjadi secara berulang-
ulang dengan tipikal nistagmus paroksimal.8

BPPV adalah gangguan vestibuler dengan gejala pusing berputar yang tiba-
tiba dan nistagmus yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi

xvi
tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat (SSP). Benign Paroxysmal
Positional Vertigo memiliki beberapa istilah atau sering juga disebut dengan benign
positional vertigo, vertigo paroksimal posisional, vertigo posisional, benign
paroxymal nystagmus, dan dapat disebut juga paroxymal positional nystagmus.8

3.2.2 Etiologi

Menurut Caldas et al. (2014) penyebab BPPV adalah sebagai berikut:

a. Idiopatik (penyebab terbanyak) sekitar 74,8%


b. Trauma kepala sekitar 15,0%
c. Insufisiensi vertebrobasiler sekitar 10,8%
d. Meinere disease sekitar 55,4%
e. Vestibuar neuritis sekitar 29,2%
f. Penyakit telinga dalam lainnya 4,6%

3.2.3 Faktor Resiko

Beberapa penelitian menyatakan bahwa wanita memiliki prevalensi lebih


tinggi menderita BPPV dibandingkan laki-laki sekitar 74% dari sampel. Hal ini
disebabkan karena pengaruh hormon. Selain itu, usia lebih dari 60 tahun 7 kali lebih
beresiko dibandingkan usia antara 18-39 tahun. Onset ratarata penderita sekitar usia
49,4-80 tahun. Dalam penelitian yang sama disebutkan juga beberapa faktor resiko
lain yang berhubungan dengan BPPV antara lain:

 Depresi
 Hipertensi
 Peningkatan lipid darah
 Diabetes
 Penyakit jantung koroner
 Stroke
 Indeks Massa Tubuh (IMT)

xvii
 Merokok, dan mingran

Faktor resiko di atas masih belum ada penelitian yang menghubungkannya


dengan BPPV, tetapi secara teori hal tersebut dapat berkaitan dengan kerusakan
pembuluh darah salah satunya di telinga dalam sehingga dapat menginduksi
terjadinya BPPV.

3.2.4 Klasifikasi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu:

a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior

Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini paling sering


terjadi, dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85 sampai 90% dari kasus BPPV.
Penyebab paling sering terjadi yaitu kanalitiasis. Hal ini dikarenakan debris
endolimfe yang terapung bebas cenderung jatuh ke kanal posterior karena kanal ini
adalah bagian vestibulum yang berada pada posisi yang paling bawah saat kepala
pada posisi berdiri ataupun berbaring.4

b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal (Lateral)

Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal pertama kali


diperkenalkan oleh McClure tahun 1985 dengan karakteristik vertigo posisional yang
diikuti nistagmus horizontal berubah arah. Arah nystagmus horizontal yang terjadi
dapat berupa geotropik (arah gerakan fase cepat ke arah telinga di posisi bawah) atau
apogeotropik (arah gerakan fase cepat kearah telinga di posisi atas) selama kepala
dipalingkan ke salah satu sisi dalam posisi telentang. Nistagmus geotropik terjadi
karena adanya otokonia yang terlepas dari utrikulus dan masuk ke dalam lumen
posterior kanalis horizontal (kanalolitiasis), sedangkan nistagmus apogeotropik
terjadi karena otokonia yang terlepas dari utrikulus menempel pada kupula kanalis
horizontal (kupulolitiasis) atau karena adanya fragmen otokonia di dalam lumen
anterior kanalis horizontal (kanalolitiasis apogeotropik.4

xviii
3.2.5 Patofisiologi

Terdapat 2 teori penyebab BPPV, yaitu:

a. Kupulolitiasis Bagian atas makula utrikulus terdapat partikel yang berisi


kalsium karbonat yang berasal dari fragmen otokonia. Oleh karena proses
degenerasi dari makula utrikulus, kalsium karbonat terlepas dan menempel di
permukaan kupula kanalis semisirkularis khususnya bagian posterior (karena
letaknya di bawah makula utrikulus). Hal ini menyebabkan daerah ini lebih berat
dari cairan endolimfa di sekitarnya sehingga menjadi lebih sensitif dengan sedikit
perubahan arah gravitasi. Salah satu gejala yang timbul yaitu nistagmus kurang dari
1 menit.8

b. Kanalitiasis

Menurut teori ini, partikel kalsium karbonat yang lepas tidak melekat pada
kupula tetapi mengambang di endolimfa kanalis semisirkularis. Dengan adanya
perubahan posisi kepala, parikel tersebut bergerak ke posisi paling bawah. Pada saat
ini, endolimfa bergerak menjauh dari ampula dan merangsang nervus ampularis.
Nistagmus bertahan lebih dari 1 menit.8 BPPV disebabkan ketika otolith yang terdiri
dari kalsium karbonat yang berasal dari macula pada utrikulus yang lepas dan
bergerak dalam lumen dari salah satu kanalis semisirkularis. Kalsium karbonat dua
kali lebih padat dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon terhadap
gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kristal kalsium karbonat bergerak
dalam kanalis semisirkularis (kanalitiasis), mereka menyebabkan pergerakan
endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga
menyebabkan vertigo. Arah dari nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf ampula pada
kanal yang terkena oleh sambungan langsung dengan otot ektraokular. Setiap
kanalyang terkena kanalitiasis memiliki karakteristik nystagmus tersendiri.
Kanalitiasis mengacu pada partikel kalsium yang bergerak bebas dalam kanalis
semisirkularis.5

xix
Konsep “calcium jam” pernah diusulkan untuk menunjukkan partikel kalsium
yang kadang dapat bergerak, tetapi kadang terjebak dalam kanal terlepasnya kristal
kalsium dari macula belum dipahami dengan pasti. Debris kalsium dapat pecah
karena trauma atau infeksi virus, tapi pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa trauma
atau penyakit yang diketahui. Mungkin ada kaitannya dengan perubahan protein dan
matriks gelatin dari membran otolith yang berkaitan dengan usia. Pasien dengan
BPPV diketahui lebih banyak terkena osteopenia dan osteoporosis daripada kelompok
kontrol, dan mereka dengan BPPV berulang cenderungmemiliki skor densitas
tulang yang terendah. Pengamatan ini menunjukkan bahwa lepasnya otokonia dapat
sejalan dengan demineralisasi tulang pada umumnya. Tetap perlu ditentukan apakah
terapi osteopenia atau osteoporosis berdampak pada kecenderungan terjadinya BPPV
berulang. BPPV dapat disebabkan baik oleh kanalitiasis ataupun kupulolitiasis dan
secara teori dapat mengenai ketiga kanalis semisirkularis, walaupun terkenanya
kanalis superior (anterior) sangat jarang. Bentuk yang paling sering adalah bentuk
kanalis posterior diikuti bentuk lateral. Sedangkan bentuk kanalis anterior dan bentuk
polikanalikular adalah bentuk yang paling tidak umum.5

Gambar 4. Mekanisme Otolith

3.2.6 Manifestasi Klinis

xx
Gejala yang sering dikeluhkan pasien BPPV seperti vertigo yang timbul
mendadak dan kadang disertai nistagmus karena perubahan posisi kepala misalnya
miring ke satu sisi saat berbaring, bangkit dari posisi tidur, perubahan posisi saat
tidur, dan gerakan leher yang hiperekstensi. Gejala lainnya seperti mual, muntah,
tidak seimbang seperti melayang, takut jatuh, sakit kepala, cemas, gangguan tidur,
tinnitus, gangguan mengingat, hipersensitif terhadap suara, dan lain sebagainya.6,7

3.2.7 Diagnosis

 Anamnesis

Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-30 detik
akibat perubahan posisi kepala dan tidak disertai dengan gejala tambahan selain mual
pada beberapa pasien. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi
lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. 3
Beberapa pasien yang rentan terhadap mabuk (motion sickness) mungkin merasa
mual dan pusing selama berjam-jam setelah serangan vertigo, tetapi kebanyakan
pasien merasa baik-baik saja di antara episode vertigo. Jika pasien melaporkan
episode vertigo spontan, atau vertigo yang berlangsung lebih dari 1 atau 2 menit, atau
jika episode vertigo tidak pernah terjadi di tempat tidur atau dengan perubahan posisi
kepala, maka kita harus mempertanyakan diagnosis dari BPPV.3

 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah tes Dix-Hallpike dan tes kalori.
A. Tes Dix-Hallpike
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan
leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan
untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya sebagai berikut:
1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan
vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika
posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o-40o, penderita diminta tetap

xxi
membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
3. Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau kanalis semisirkularis
posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith
untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis
posterior.
4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik. Komponen cepat nistagmus harusnya
“up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.
6. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang
berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah berlawanan.
Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45 o dan
seterusnya.6

xxii
Gambar 5. Tes Dix-Hallpike

Interpretasinya adalah jika normal tidak timbul vertigo dan nistagmus dengan
mata terbuka. Kadang-kadang dengan mata tertutup bisa terekam dengan
elektronistagmografi adanya beberapa detak nistagmus. Abnormal timbulnya
nistagmus posisional yang pada BPPV mempunyai 4 ciri, yaitu: ada masa laten,
lamanya kurang dari 30 detik, disertai vertigo yang lamanya sama dengan nistagmus,
dan adanya fatigue, yaitu nistagmus dan vertigo yang makin berkurang setiap kali
manuver diulang.6

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada
pasien Vertigo posisi paroksismal jinak setelah provokasi ditemukan nistagmus yang
timbulnya lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu
menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari
satu menit, biasanya serangna vertigo berat dan timbul bersama-sama dengan
nistagmus.1 Pemeriksaan dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan
mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus
kedepan :

a. Fase cepat ke atas, berputar kekanan menunjukan bppv pada kanalis posterior


kanan
b. Fase cepat ke atas, berputar kekiri menunjukan bppv pada kanalis posterior kiri
c. Fase cepat ke bawah, berputar kekanan menunjukan bppv pada kanalis anterior
kanan
d. Fase cepat ke bawah, berputar kekiri menunjukan bppv pada kanalis anterior
kanan

B. Tes Kalori

Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2
macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30 oC, sedangkan suhu air panas

xxiii
adalah 44oC. Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-masing 250
ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul.
Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan air
dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga kanan. Pada tiap-
tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau air panas) pasien
diistirahatkan selama 5 menit (untuk menghilangkan pusingnya).7

C. Tes Supine Roll

Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-
Hallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada
tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal
horisontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang memiliki riwayat yang sesuai
dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang diakibatkan perubahan posisi kepala, tetapi
tidak memenuhi kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus diperiksa ada tidaknya
BPPV kanal lateral.7

Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat


provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama
beberapa saat. Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi supinasi
atau berbaring terlentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan rotasi
kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata pasien untuk
memeriksa ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda (atau jika tidak ada
nistagmus), kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi supinasi. Setelah
nistagmus lain mereda, kepala kemudian diputar/ dimiringkan 90 derajat ke sisi yang
berlawanan, dan mata pasien diamati lagi untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus.6

xxiv
Gambar 6. Tes Supine Roll

3.2.8 Penatalaksanaan

 Rehabilitasi Vertigo

Terapi rehabilitasi vestibular adalah suatu terapi fisik untu mengobati vertigo.
Tujuan dari pengobatan ini adalah untuk meminimalkan dizziness, meningkatkan
keseimbangan dan mencegah kambuhnya vertigo. pada rehabilitasi vertigo, latihan
pada pasien di desain untuk menjadikan otak beradaptasi dan mengkompensasi
keadaan yang bisa menyebabkan vertigo.4

Pengobatan vertigo yang terbaik adalah pasien menerima pengobatan


berdasarkan patofisiologi penyakit, yaitu bahwa vertigo dan nistagmus pada BPPV,
disebabkan oleh adanya debris yang melekat pada kupula kanalis semisirkularis
posterior (kupulolitiasis) atau debris yang mengapung bebas pada labirin membranosa
dari kanalis semisirkularis  posterior (kanalitiasis).4 Dengan berusaha melepaskan
debris yang melekat pada kupula dan menggerakkan debris ini keluar dari kanalis
posterior akan dapat menghilangkan keluhan pasien. Hal ini dapat dicapai dengan
terapi fisik yang dilakukan terhadap pasien. Prinsip terapi adalah memberikan

xxv
tantangan pada pasien untuk melakukan posisi kepala tertentu dalam waktu yang
berulang-ulang.4

A. Non-Farmakologi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah suatu penyakit yang dapat


sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian yang
membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle
Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada
BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien.
Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%.
Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan
nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolith yang tersumbat
saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke
kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada
posisi duduk minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh. 8 Tujuan dari manuver
yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada
makula utrikulus.

a. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada BPPV tipe kanal
vertikal (posterior). Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit
sebesar 45o, lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2
menit. Lalu kepala ditolehkan 90o ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah
menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien
mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara
perlahan.8

xxvi
Gambar 7. Manuver Epley
b. Manuver Semont

Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanal posterior.


Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 45o
ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan
selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien
pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk
lagi.7,8

xxvii
Gambar 8. Manuver Semont

c. Manuver Lempert

Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral
(horizontal). Pasien berguling 360o, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien
menolehkan kepala 90o ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke
posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi
ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 90o dan tubuh kembali ke posisi
lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan
dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai
respon terhadap gravitasi.8

xxviii
Gambar 9. Manuver Lempert

d. Brandt-Daroff exercises

Latihan ini dapat dilakukan pasien di rumah tanpa bantuan therapist :

 Pasien dalam posisi duduk kepala menoleh ke arah berlawanan dari posisi
pencetus vertigo (misalnya kepala menoleh ke kanan). Tahan selama 30 detik.
 Kemudian berbaring dengan cepat ke sisi berlawanan (sisi kiri). Tahan selama 30
detik.
 Secara cepat duduk kembali.
 Selanjutnya posisi kepala menoleh ke sisi sebelahnya (ke kiri). Tahan selama 30
detik.
 Berbaring ke sisi berlawanan (kanan) selama 30 detik dan kembali duduk seperti
semula. Latihan ini dilakukan secara rutin 10-20 kali, 3 kali sehari minimal 2 hari
sampai vertigo menghilang.

xxix
F

Gambar 10. Latihan Brandt-Daroff

B. Farmakologi

xxx
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin
dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-
gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV,
seperti setelah melakukan terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo disebut juga
pengobatan suppressant vestibular, obat yang digunakan adalah golongan
benzodiazepine (diazepam dan clonazepam) dan antihistamine (meclizine,
dipenhidramin). Betahistin sering digunakan dalam terapi vertigo. Betahistin adalah
golongan antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi darah ditelinga dalam dan
mempengaruhi fungsi vestibuler melalui reseptor H3.1

Benzodiazepin dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu


kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek
supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena
motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga penggunaannya
diminimalkan.8

C. Operasi

Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan
sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan
manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi
untuk melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai
klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa.8

Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu
transeksi saraf ampula posterior (singular neurectomy) dan oklusi (plugging) kanal
posterior semisirkular. Kedua prosedur mempunyai komplikasi seperti
ketidakseimbangan dan kehilangan pendengaran. Namun lebih dipilih teknik dengan
oklusi karena teknik neurectomy mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang
tinggi.8

xxxi
3.2.9 Prognosis

Pasien perlu diberikan edukasi dan diyakinkan tentang penyakitnya. Sepertiga


pasien mengalami remisi dalam 3 minggu dan mayoritas pasien pada 6 bulan setelah
pengobatan. Pasien harus dibuat menyadari bahwa BPPV sangat bisa diobati, tetapi
harus memperingatkan bahwa kekambuhan adalah umum bahkan setelah pengobatan
berhasil dengan manuver reposisi, sehingga perawatan lebih lanjut mungkin
diperlukan. Literatur yang diterbitkan bervariasi pada tingkat kekambuhan, dengan
studi observasional jangka panjang menunjukkan tingkat kekambuhan 18% di atas 10
tahun, sedangkan penelitian lain menunjukkan tingkat kekambuhan tahunan 15%,
dengan tingkat kekambuhan 50% pada 40 bulan setelah pengobatan. Munculnya
kekambuhan meskipun pengobatan memadai merupakan indikasi untuk dirujuk ke
klinik spesialis.6

xxxii
BAB III
KESIMPULAN

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan bentuk dari vertigo


posisional. Definisi vertigo posisional adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh
perubahan posisi kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang
terjadi di telinga dalam dengan gejala vertigo posisional yang terjadi secara berulang-
ulang dengan tipikal nistagmus paroksimal. Di indonesia prevalensi BPPV yaitu 30%.
Dari segi onset BPPV biasanya diderita pada usia 50-70 tahun. Proporsi antara wanita
lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yaitu 2,2:1,5. Pada suatu studi
menunjukkan bahwa BPPV memiliki resiko kekambuhan sebanyak 50% selama 5
tahun.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah suatu penyakit yang dapat


sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian yang
membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle
Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada
BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien.
Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Studi

xxxiii
observasional jangka panjang menunjukkan tingkat kekambuhan 18% di atas 10
tahun, sedangkan penelitian lain menunjukkan tingkat kekambuhan tahunan 15%,
dengan tingkat kekambuhan 50% pada 40 bulan setelah pengobatan. Beberapa efek
samping dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat
terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke
segmen yang lebih sempit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bashiruddin, Jenny, dkk. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher Edisi Keenam.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015; hal 104-109.
[Accesed On Januari 23]

2. Fife D.T. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Semin Neurol Journal. 2015;
29:500-508. [Accesed On Januari 23]

3. Lumbantobing SM. Vertigo Tujuh Keliling. Edisi pertama. Jakarta:


BalaiPenerbit FK-UI.2015. [Accesed On Januari 23]

4. Parnes et al. Diagnosis and Management of Benign Paroxysmal Positional


Vertigo (BPPV). CMAJ. 2014;169 (7): 681-93. [Accesed On Januari 23]

5. Bhattacharyya N, Baugh F R, Orvidas L. Clinical Practice Guideline: Benign


Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
2016;139: S47-S81. [Accesed On Januari 23]

xxxiv
6. Hain, Timothy C. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).
Northwestern University Medical School. Chicago Illinois and the Vestibular
Disorders Association. 2015. Hal 1-10. [Accesed On Januari 23]

7. Soepardi EA dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok


Kepala & Leher, edisi 6. FKUI, Jakarta 2016. [Accesed On Januari 23]

8. Purnamasari Prida P, Diagnosis Dan Tata Laksana Benign Paroxysmal


Positional Vertigo (BPPV). FK Universitas Udayana, Denpasar 2013.
Available at:[download.portalgaruda.org/article. php?
article=82555&val=970] [Accesed On Januari 23]

xxxv

Anda mungkin juga menyukai