Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

A.Latar Belakang
Keperawatan komunitas merupakan sistem dari praktek keperawatan dan
praktek kesehatan masyarakat yang di terapkan untuk meningkatkan serta memelihara
kesehatan penduduk . seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya kebutuhan
pelayanan kesehatan menurut perawat saat ini memiliki pengetahuan dan keterampilan
di berbagai bidang. Saat ini dunia keperawatan semakin berkembang.dimana perawat
memiliki peran yang lebih luas dengan penekanan pada peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit juga memandang klien sebagai komprehensif. Perawat dianggap
sebagai salah satu profesi kesehatan yang harus di libatkan dalam pencapaian tujuan
pembangunan kesehatan baik itu di dunia maupun di indonesia. Dalam menjalankan visi
misinya tentu perawat komunitas memiliki peran dan fungsi. Diantara peran yang dapat
di laksanakan adalah sebagai pelaksana pelayanan keperawatan.pendidik.koordinator
pelayanan kesehatan,innovator.pengorganisasian pelayanan kesehatan,panutan, sebagai
fasilitator dan sebagai pengelolah.selan peran perawat juga memiliki fungsi.
Diantaranya adalah fungsi independen, fungsi dependen dan fungsi independen. Dengan
tanggung jawab fungsi dan peran tersebut kehadiran perawat di harapkan mampu
mingkatkan status Kesehatan masyarakat Indonesia.

Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kalangan maupun kelompo usia,
tingkat sosial ekonomi, dan budaya. Penyakit kronis cenderung menyebabkan kerusakan
yang bersifat permanen yang memperlihatkan adanya penurunan atau menghilangnya
suatu kemampuan untuk menjalankan berbagai fungsi, terutama muskuloskeletal dan
organ-organ penginderaan. Ada banyak faktor yang menyebabkan penyakit kronis dapat
menjadi masalah Kesehatan yang banyak ditemukan hampir diseluruh negara,
diantaranya kemajuan dalam bidang kedokteran modern yang mengarah pada
menurunnya angka kematian dari penyakit infeksi dan kondisi serius lainnya, nutrisi
yang membaik dan peraturan yang mengatur keselamatan ditempat kerja yang telah
memungkinkan orang hidup lebih lama, dan gaya hidup yang berkaitan dengan
masyarakat modern yang telah meningkatkan insiden penyakit kronis.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum dari penulis makalah ini adalah mahasiswa diharapkan mampu
mengenal dan mengetahui tentang Asuhan Keperawatan pada klien yang
mengalami penyakit Kronik.
2. Tujuan khusus dari penulisan makalah ini, yaitu agar mahasiswa dapat
mengetahui dan memahami dampak-dampak yang terjadi pada penyakit kronik.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... ..i


DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... ..2
B. Tujuan .......................................................................................................3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
A. Penyakit Kronik.........................................................................................6
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN................................................................14
A. Kasus 14
B. Asuhan Keperawatan 19
BAB IV. PENUTUP 23
A. SIMPULAN 24
B. SARAN 24
DAFTAR PUSTAKA 25
BAB III

TINJUAN PUSTAKA

A. Etiologi Penyakit Kronis

Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kalangan maupun kelompo usia,

tingkat sosial ekonomi, dan budaya. Penyakit kronis cenderung menyebabkan

kerusakan yang bersifat permanen yang memperlihatkan adanya penurunan atau

menghilangnya suatu kemampuan untuk menjalankan berbagai fungsi, terutama

muskuloskeletal dan organ-organ penginderaan. Ada banyak faktor yang

menyebabkan penyakit kronis dapat menjadi masalah Kesehatan yang banyak

ditemukan hampir diseluruh negara, diantaranya kemajuan dalam bidang kedokteran

modern yang mengarah pada menurunnya angka kematian dari penyakit infeksi dan

kondisi serius lainnya, nutrisi yang membaik dan peraturan yang mengatur

keselamatan ditempat kerja yang telah memungkinkan orang hidup lebih lama, dan

gaya hidup yang berkaitan dengan masyarakat modern yang telah meningkatkan

insiden penyakit kronis. (Smeltzer & Bare, 2010)

Kemajuan dalam teknologi perawatan dan farmakologi telah memperpanjang


rentan kehidupan tanpa harus menyembuhkan penyebab penyakit kronis yang
mendasari. Meskipun teknologi dapat menyembuhkan hidup, teknologi juga dapat
mengakibatkan masalah-masalah kronis yang hampir sama melemahkannya seperti
yang dirancang untuk menyembuhkannya. Sebagai contoh teknologi sangat
meningkatkan angka bertahan hidup bayi prematur namun pada saat yang sama
teknologi tersebut juga membuat mereka rentan terhadap komplikasi seperti
ketergantungan terhadap ventilator (Sutjahjo, Ari, 2015).
3. Fase Pada Penyakit Kronik
Menurut Smeltzer & Bare (2010), ada sembilan fase dalam penyakit kronis,
yaitu sebagai berikut
a. Fase pra- trajectory adalah fase dimana individu berrisiko terhadap penyakit
kronis karena faktor-faktor genetik atau perilaku yang meningkatkan ketahanan
seseorang terhadap penyakit kronis.
b. Fase Trajectory
Fase trajetory adalah fase dimana adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit
kronis. Fase ini sering tidak jelas karena sedang dievaluasi dan sering dilakukan
pemeriksaan diagnostik.
c. Fase Stabil
Fase stabil adalah tahap yang terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit
terkontrol. Aktivitas kehidupan sehari-hari tertangani dalam keterbatasan
penyakit.
d. Fase Tidak Stabil
Fase tidak stabil adalah periode ketidakmampuan untuk menjaga gejala tetap
terkontrol atau reaktivasi penyakit. Terdapat gangguan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.
e. Fase Akut
Fase akut yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk penanganannya.
f. Fase Krisis
Fase krisis merupakan fase yang ditandai dengan situasi kritis atau mengancam
jiwa yang membutuhkan pengobatan atau perawatan kedaruratan.
g. Fase Pulih
Fase pulih adalah keadaan pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam
batasan yang dibebani oleh penyakit kronis.
h. Fase Penurunan
Fase penurunan adalah kejadian yang terjadi ketika perjalanan penyakit
berkembang disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam
mengatasi gejala-gejala.

i. Fase kematian
Fase Kematian adalah tahap terakhir yang ditandai dengan penurunan bertahap
atau cepat fungsi tubuh dan penghentian hubungan individual.

4. Pembagian Berdasarkan Populasi Pada Penyakit Kronis


Berdasarkan populasi pada penyakit kronis dapat dibagi menjadi tiga level
yaitu sebagai berikut:
a) Level 1
Pada level ini didapatkan individu yang memiliki penyakit kronis yang dapat
dikontrol dengan baik oleh penderita sendiri dengan dukungan
perawatan primer. Dalam level ini didapatkan sekitar 80% dari pasien.
b) Level 2
Pada level ini didapatkan individu dengan penyakit yang lebih kompleks. Mereka
mungkin memiliki penyakit satu atau lebih kronis dari berbagai tingkat keparahan, tetapi
tidak beresiko tinggi rawat inap, jika mereka dikelola dengan baik dimasyarakat. Pada
kasus inin didapatkan sekitar 15% dari penderita.
c) Level 3
Pada level 3 ini didapatkan pada individu dengan kondisi kompleks, sering
komplikasi,. Mereka membutuhkan perawatan spesialis, intervensi intensif dan beresiko
tinggi rawat inap. Pada kasus ini didapatkan sekitar 5% dari pasien ( The health Service
Executive, 2011).
5. Kategori Penyakit Kronis
➢ Lived with illnesses
Pada kategori ini individu diharuskan beradaptasi dan mempelajari kondisi
penyakitnya selama hidup, dan biasanya mereka tidak mengalami kehidupan
yang mengancam. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah diabetes,
asma, arthritis, dan epilepsi.
➢ Mortal illnesses
Kategori penyakit ini secara jelas individu kehidupannya terancam dan individu
yang menderita penyakit ini hanya bisa merasakan gejala-gejala dari
penyakitnya dan ancaman kematian. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini
adalah kanker dan penyakit kardiovaskular.
➢ At risk illnesses
Kategori penyakit ini sangat berbeda dengan dua kategori sebelumnya. Pada
kategori penyakit ini tidak menekankan pada penyakitnya tetapi pada
resiko penyakitnya. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah hipertensi,
dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan hereditas. Conrad (1987,
dikutip dari Christianson dkk, 1998 dalam Siagian. Monica. 2018)
6. Tanda dan Gejala
Karakteristik penyakit kronis adalah penyebabnya yang tidak pasti,
memiliki faktor risiko yang multiple, membutuhkan durasi yang lama,
menyebabkan kerusakan fungsi atau ketidakmampuan, dan tidak dapat
disembuhkan secara sempurna (Smeltzer & Bare, 2010). Tanda-tanda lain
penyakit kronis adalah batuk dan demam yang berlangsung lama, sakit pada
bagian tubuh yang berbeda, diare berkepanjangan, kesulitan dalam buang air
kecil, dan warna kulit abnormal (Azidin, 2015).
7. Dampak Penyakit Kronis
❖ Dampak Psikososial
Penyakit kronis dapat menimbulkan berbagai macam dampak bagi
kesehatan lansia, dalam hal ini kesehatan jiwa yaitu kecemasan. Kecemasan
merupakan suatu perasaan dimana seseorang merasa tidak aman dan terancam
atas suatu hal atau keadaan (Stuart, 2013). Sekitar 3,5% penduduk Indonesia usia
15 tahun atau lebih mengalami salah satu dari enam penyakit kronis berikut yaitu
TBC, diabetes mellitus, tumor atau keganasan, stroke, hepatitis atau lever, dan
jantung. Dari sepuluh penderita penyakit kronis, dua sampai lima penderita akan
mengalami gangguan mental emosional. Risiko gangguan mental emosional
semakin tinggi bersamaan dengan semakin banyak jumlah penyakit kronis yang
diderita oleh responden. Responden yang menderita satu penyakit kronis erisiko
2,6 kali lebih besar untuk mengalami gangguan mental emosional, yang
menderita dua penyakit kronis berisiko 4,6 kali, yang menderita tiga penyakit
kronis atau lebih berisiko 11 kali. Risiko gangguan mental emosional lebih besar
pada mereka yang mempunyai riwayat keluarga dengan gangguan jiwa, jenis
kelamin perempuan, perokok dan peminum alkohol, pendidikan rendah, tidak
bekerja, janda/duda yang cerai mati atau cerai hidup, dan kelompok usia tua atau
diatas 55 tahun (Widakdodo, Giri dan Besral : 2013).

❖ Dampak Gangguan Seksual


Salah satu penyakit kronis adalah Diabetes melitus. Penderita diabetes melitus
lebih dari 5 tahun dengan gula darah yang tidak terkontrol akan menyebabkan
gangguan pada sel-sel saraf dan pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah
besar. Bagi penderita diabetes melitus dengan gula darah yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan komplikasi kronis. Selain itu juga dapat menyebabkan
terjadinya disfungsi ereksi khususnya pada pria (Dodie dkk, 2013). Disfungsi
ereksi dapat terjadi karena dua faktor yaitu faktor psikis dan organ. Faktor psikis
disebabkan oleh faktor kejenuhan, kekecewaan, hilangnya daya tarik terhadap
pasangan, dan trauma seksual. Sedangkan untuk fakor organ dapat disebabkan
oleh kelainan pembuluh darah, kelainan persarafan yang terkait dengan penyakit
seperti diabetes melitus, hipertensi, dan penyempitan pembuluh darah. Selain itu,
faktor usia juga dapat mempengaruhi resiko terjadinya disfungsi ereksi (Dodie
dkk, 2013).

8. Pencegahan Penyakit Kronis


Pencegahan penyakit adalah upaya mengekang perkembangan penyakit,
memperlambat kemajuan penyakit dan melindungi tubuh dari berlanjutnya
pengaruh yang lebih membahayakan. Terdapat tiga tingkat pencegahan, yaitu
pencegahan primer, sekunder dan tersier (Asmadi, 2008).
✓ Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum
terjadi patogenik. Tujuannya adalah untuk mencegah penyakit dan trauma.
Secara umum, pencegahan primer meliputi promosi kesehatan (health
promotion) dan perlindungan khusus (specific protection). Promosi kesehatan
dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain pendidikan kesehatan,
peningkatan gizi yang tepat, pengawasan pertumbuhan individu, konseling
pernikahan, dan pemeriksaan kesehatan berkala. Perlindungan khusus dilakukan
melalui upaya imunisasi, hygiene personal, sanitasi lingkungan, perlindungan
bahaya penyakit kerja, avoidment allergic, dan nutrisi khusus (mis., nutrisi untuk
ibu hamil, nutrisi untuk bayi), dan lainnya (Asmadi, 2008). Jenis pelayanan
pencegahan primer adalah sebagai berikut (Siti Maryam dkk, 2008) :
a. Program imunisasi misalnya vaksin influenza
b. Konseling: berhenti merokok dan minuman beralkohol
c. Dukungan nutrisi
d. Exercise
e. Keamanan di dalam dan sekitar rumah
f. Manajemen stress
g. Penggunaan medikasi yang tepat
✓ Pencegahan sekunder
Merupakan pencegahan yang dilakukan pada fase awal patogenik yang
bertujuan untuk mendeteksi dan melakukan intervensi segera guna menghentikan
penyakit pada tahap dini, mencegah penyebaran penyakit, menurunkan intensitas
penyakit atau mencegah komplikasi, serta mempersingkat fase ketidakmampuan.
Pencegahan sekunder dilakukan melalui upaya diagnosis dini/penanganan segera,
seperti penemuan kasus, survey penapisan, pemeriksaan selektif (Asmadi, 2008).
Jenis pelayanan pencegahan sekunder antara lain adalah sebagai berikut (Siti
Maryam dkk, 2008):
a. Kontrol hipertensi
b. Deteksi dan pengobatan kanker
c. Screening: pemeriksaan rectal, mammogram, papsmear, gigi mulut, dan lain
lain.
✓ Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier terdiri atas upaya mencegah atau membatasi
ketidakmampuan serta membantu memulihkan klien yang tidak mampu agar
dapat berfungsi secara optimal. Langkah pencegahan ini antara lain dilakukan
melalui upaya pembatasan ketidakmampuan (disability limitation) dan
rehabilitasi. Untuk pembatasan ketidakmampuan, langkah yang bisa diambil
adalah pelatihan tentang cara perawatan diri dan penyediaan fasilitas. Untuk
rehabilitasi, upaya yang dilakukan, antara lain Pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan keadaannya (selective places), terapi kerja, dan
pembentukan kelompok paguyuban khusus bagi klien yang memiliki kondisi
yang sama (Asmadi, 2008). Jenis pelayanan pencegahan tersier adalah sebagai
berikut (Siti Maryam dkk, 2008) :
a. Mencegah berkembangnya gejala dengan memfasilitasi rehabilitasi dan
membatasi ketidakmampuan akibat kondisi kronis. Misalnya osteoporosis
atau inkontinensia urine atau fekal. mungkin berupaya untuk melakukan
taawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
b. Depresi (Depression)
Pada fase ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang
bersikap sangat penurut, tidak mau berbicara menyatakan keputusan, rasa tidak
berharga bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang
ditunjukkan antara lain menolak makan, susah tidur, letih, turunnya dorongan
libido, dan lain-lain.
c. Penerimaan (Acceptance)
Pada fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan, pikiran
yang selalu berpusat pada objek yang hilang mulai berkurang atau hilang.
Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang di dalamnya dan mulai
memandang ke depan. Gambaran tentang objek yang hilang akan mulai
dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih pada objek yang baru.
Apabila individu dpat memulai tahap tersebut dan menerima denga perasaan
damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi
perasaan kehilangn secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ke tahap peneriman
akan mempengaruhi kemampuan individu tersebut dalam mengatasi perasaan
kehilangan selanjutnya.
upaya memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-spritual
karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual
(Annisa, 2015) Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi
ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan
salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984).
Oleh karena itu perawat berperan untuk memenuhi kebutuhan spritual
pasien. Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal
aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien kronis dan terminal yang
didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut (Rafil,
2016). Selain itu, peran perawat yakni membantu individu meraih kesehatan
yang optimal dan tingkat fungsi maksimal yang mungkin bisa diraih setiap
individu. Peran perawat dalam konteks sehat-sakit yaitu untuk meningkatkan
Kesehatan dan mencegah penyakit, sementara peran perawat sebagai care giver
merupakan peran yang sangat penting (bukan berarti peran yang lain tidak
penting) karena baik tidaknya layanan profesi keperawatan dirasakan langsung
oleh pasien. Karena kunci dari kualitas hidup yakni kesehatan yang baik
sebagaimana diungkapkan oleh Doblhammer (2010) “Good health is a basic
requirement for active, independent ageing and can be described as a key asset
of quality of life” (Rafil, 2016).
Perawat juga berperan sebagai educator. Peran perawat sebagai pendidik
dapat membantu pasien untuk meningkatkan kesehatannya dan harapannya
informasi yang diterima pasien melalui pengajaran dapat menambah
pengetahuan pasien sehingga dapat memberikan motivasi sembuh bagi pasien
penderita penyakit kronis. Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
yaitu dengan memperhatikan keadaan dan kebutuhan dasar pasien, pemberi
asuhan keperawatan merupakan tantangan seorang perawat dalam menjalankan
perannya menghadapi pasien terutama pasien yang mengidap penyakit kronis.
Perawat juga berperan sebagai advokat pasien, yaitu perawat membantu
keluarga pasien untuk memberikan informasi tentang tindakan sesuai yang harus
dilakukan keluarga tentang perawatan pada penderita penyakit kronis tersebut.
Selain itu, perawat juga menjalankan peran sebagai kolaborator, perawat
senantiasa melakukan kolaborasi atau bekerjasama dengan petugas kesehatan
lainnya guna meningkatkan derajat kesehatan pasien tersebut (Ria,2015).
B. Teori Betty Neuman

Konsep teori yang di jelaskan oleh Betty Nueman menggambarkan sebagai suatu
sistem. Sistem model yang di maksud merupakan bentuk pendekatan yang
holistik.sistem yang terbuka di antaranya terdapat fungsi, input dan output serta
umpan balik. Sistem model namun ini juga merupakan pandangan terhadap suatu
sistem terbuka yang unik ketika di aplikasikan pada kondisi berbagai hal. Lebih
lanjut model teori ini juga menjelaskan tentang variabel lingkungan. Sistem klian
dengan menerapkan level garis pertahanan yang berkaitan dengan proses level
pencegahan kesehatan di masyarakat. Berikut ini Betty neuman menjelaskan model
teorinya berdasarkan 4 konsep sentral:

a. Manuasia

Manusia di jelaskan dalam model teori neuman yaitu dipandang sebagai klien yang
terus berinteraksi dengan lingkungannya secara terus menerus. Klien yang di
maksudkan oleh neuman yaitu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Selain
itu manusia juga dianggap sebagai individu holistik atau menyeluruh terdiri dari
fisiologis, psikologis, sosial budaya, tumbuh kembang dan faktor spiritual.

b. Kesehatan

Model Neuman ini di kembangkan sebagai bentuk model kesejahteraan yang


memiliki arti kesehatan di pandang dalam rentang sehat sampai sakit yang sifatnya
dinamis atau dapat di ubah-ubah. Neuman menyatakan keadaan simbang sehat pada
individu adalah keseluruhan sistem dalam manusia dapat terpenuhi.

c. Lingkungan

Lingkungan diartikan dalam model ini adalah merupakan keseluruhan seluruh faktor
yang di kategorikan sebagai faktor eksternal dan internal yang berinteraksi dengan
sistem klien dan memberikan pengaruh terhadap sistem tersebut. Stressor
(intrapersonal, interpersonal, ekstrapersonal) merupakan hal yang yang signifikan
dalam konsep lingkungan dan di gambarkan sebagai faktor lingkungan yang
berinteraksi dan secara langsung berpotensi untuk mengurangi stabilitas terhadap
sistem tersebut . lingkungan pada model ini di identifikasi pada lingkungan internal,
eksternal dan bentukan.

d. Keperawatan

Neuman memberikan penegasan bahwan keperawatan menitikberatkan pada individu


sebagai kesatuan yang utuh. Keperawatan di pandang sebagai suatu profesi yang
melihat semua unsur atau sistem berdampak pada respon individu terhadap stres.

C. Diagnosa komunitas yang sering digunakan dalam masyarakat tergantung


masalah yang di hadapi di lingkungan.

a. Defisit pengetahuan

◼ Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu.

◼ Menayakan masalah yang di hadapi menunjukkan persepsi yang keliru terhadap


masalah / ada mispengetahuan

Contoh: klien / populasi mengalami anggota keluarga diare/cacar, namun


mengganggap hal itu karena kutukan, guna-guna mengatakan hal itu biasa saja tidak
perlu di periksakan nanti akan sembuh sendiri.

b. Perilaku kesehatan cenderung beresiko

⚫ Hambatan kemampuan dalam mengubah gaya hidup atau perilaku untuk


memperbaiki status kesehatan

⚫ Ditandai dengan perilaku maladaptif dilakukan oleh populasi, namun belum terjadi
masalah kesehatan

⚫ Suatu populasi terdapat yang membuang samaph sembarangan tempat, ada yang
tidak rutin memakai masker, menggunakan air tidak sehat dll. Faktor risikonya
bermunculan namun belum terjadi masalah.

c. Ketidakpatuhan
⚫ Perilaku individu pemberi asuhan tidak mengikuti rencana perawatan/ pengobatan
yang di sepakati dengan tenaga kesehatan sehingga menyebabkan hasil perawatan/
pengobatan tidak efektik

⚫ Menolak menjalani perawatan/pengobatan, menolak mengikuti ajuran, perilaku


tidak mengikuti program perawatan/pengobatan dan perilaku tidak emnjalankan
anjuran.
PENUTUP
A. Kesimpulan

Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit


berlangsung lama sampai bertahun-tahun , bertambah berat , menetap dan sering
kambuh . Respon klien dalam kondisi kroni sangat tergantung kondisi fisik,
psikologis, sosial yang dialami, sehingga dampak yang di timbulkan pada tiap
individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang di
tunjukkan oleh pasien kronis. Orang yang telah lama hidup sendiri, menderita
penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan
terhadap penderitaan. Atau Sebagian beraggapan bahwa kematian sebagai jalan
menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang
yang di cintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan diperpisahkan, di
kuncilkan , di terlantarkan. Kesepian atau mengalami penderitaan sepanjang
hidup. Seseorang yang menghadapi kematian/ kondisi terminal, dia akan
menjalani hidup, merespon terhadap berbagai kejadiaan dan orang di sekitarnya
sampai kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien dengan penyakit kronis
sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan control
terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan
psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan. Kehilangan orang yang
di cintai. Jadi tugas perawat untuk dapat lebih memahami dan memberi
perawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Perawat juga harus mampu
memberikan asuhan keperawatan yang baik pada klien yang mengalamai
penyakit kronis.
B. Saran
1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi kronis,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien
sehingga pada saat-saat terkakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya
dapat meninggal dengan tenang dan damai.
2. Perawat harus bertanggung jawab mempertimbangkan kebutuhan fisik,
psikologis, dan sosial yang unik.
DAFTAR PUSTAKA

PPM. (2018a). standar diagnosis keperawatan indonesia (1st ed.). Jakarta: dewan
pengurus pusat PPM.

PPNI. (2018b). Standar intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta: DPP PPM.

PPM. (201 sc). standar luaran keperawatan indonesia (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Hanafi, Rafil. 2016. Hubungan Peran Perawat Sebagai Care Giver dengan Kualitas
Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Ejournal Keperawatan (e-Kp) volume 4
nomor1, Februari 2016.

Kartika, Annisa Wuri. 2015. Pengalaman Keluarga dalam Merawat Penderita


Kronis. Jurnal Keperawatan Indonesia volume 18 nomor 1, Maret 2015, hal
51-58 pISSN 1410-4490, eISSN 2354-9203.

Maryam, R Siti., dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika Nugraha, Bambang Aditya dan Gusgus Ghraha Ramdhanie. 2018 .
“Kelelahan Pada Pasien Dengan Penyakit Kronis” dalam Prosiding Seminar Nasional
dan Diseminasi Penelitian Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya,
21 April 2018, ISBN:978-602-72636-3-5 .

Nurachmah, Elly. (2011). Keperawatan Pasien Berpenyakit Kronis. Jurnal


Keperawatan Indonesia.

Smeltzer & Bare. 2010. Keperawatan Medikal Bedah vol. 2 . Philadelpia:


Linppincott William & Willkins.

Sutjahjo, Ari. 2015. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga


University Press.

Anda mungkin juga menyukai