PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan sebagai wahana investasi
Masyarakat yang cerdas akan memberi nuansa kehidupan yang cerdas pula
dan segala progresif akan membentuk kemandirian yang bertanggung jawab. Proses
Dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional seorang guru tidak hanya
Quotient), bukan satusatunya jaminan bagi kesuksesan seorang anak di masa depan.
Faktor lain yan perlu mendapat perhatian serius dari orangtua adalah kecerdasan
oleh Daniel Goleman dalam karyanya pada tahun 1995 berjudul “Emotional
1
2
psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of
dimiliki oleh individu dan bisa berkembang jika dilakukan beberapa latihan yang
andil yang cukup berarti dalam membina moralitas peserta didik, karena individu
yang memiliki kecerdasan emosional akan sangat peka dengan keadaan sekitar.
kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Mungkin kita sering bertanya-tanya
mengapa orang yang ber-IQ tinggi justru banyak yang mengalami kegagalan dalam
karirnya. Sedangkan orang yang ber-IQ sedang justru dapat lebih sukses dari orang
yang ber-IQ tinggi. Hal itu disebabkan karena ada satu kecerdasan yang lebih
dalam seseorang hanya sekitar 20% dan 80% lagi ditentukan oleh kecerdasan
kecerdasan emosional.
B. Rumusan Masalah
3
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut
1. Untuk mengetahui apa saja teori Emotional Quotient!
D. Manfaat
a. Manfaat Teoritis
emosional.
b. Manfaat praktis
4
Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli dengan beberapa
emosi yang diterima dari luar. Tentu saja, dalam perkembangannya, bukan hanya
konsep kecerdasan emosional Solevey dan Meyer yang dipakai. Faktanya, ada
antara lain:
Teori ability inilah yang dilekatkan dengan Peter Solevey dan John Mayer
sejak pertama kali mereka memperkenalkan EQ. Teori ini melihat emosi sebagai
suatu sumber informasi yang berharga, yang membuat seseorang bisa memahami
Teori ini intinya mengingatkan bahwa emosi adalah suatu proses yang harus
diterima, dipahami, diolah serta dikelola. Itulah sebabnya dalam model teori
5
6
misalkan ketika atasan marah dengan kerjaan kita bisa jadi ia hanya melampiaskan
kemarahannya ke kita ataukah ia memang kurang puas dengan hasil kerjaan kita.
Bagaimana teori kemampuan ini diukur? Salah satu alat ukur tes EQ terkenal yang
pengukuran IQ. Jadi, ada pertanyaan terkait dengan emosi dimana seseorang harus
memilih jawabannya.
Ada yang dalam bentuk kasus, foto ataupun suatu situasi. Lantas, jawaban
ini nantinya bisa dicocokkan dengan kebenaran dari jawaban yang seharusnya
diberikan. Dari jawaban inilah, seseorang bisa dinilai level kemampuannya dalam
pemahaman emosi. Dari konsep dan pengukurannya ini, kita bisa lihat bahwa teori
ini memang ada bagusnya. Yakni, seseorang tidak bisa berpura-pura. Seorang harus
merespon, ada pilihan jawabannya yang lantas akan dibandingkan dengan jawaban
dari teori ini. Yakni, seseorang seolah-olah harus disamakan dengan yang lainnya.
7
Padahal menurut para pengritik teori ini, emosi orang bisa berbeda-beda.
Teori sifat ini diperkenalkan istilahnya oleh psikolg Inggris kelahiran Rusia
didefiniskan sebagai gabungan persepsi diri yang terletak di level bawah dari
kepribadian seseorang.
terkait dengan kemampuan emosionalnya. Karena itulah konsep EQ yang satu ini
perilakunya dalam bentuk self-report atau semacam penilaian atas dirinya sendiri
(Petrides & Furnham, 2000). Menurut mereka, inilah sebenarnya adalah sisi
manajemen emosi (pada orang lain), persepsi emosi, regulasi emosi, kontrol impuls,
stress, sifat berempati, sifat kebahagiaan serta sifat optimis. Intinya, sifat-sifat ini
seseorang.
7
8
Bagaimana pengukurannya? Salah satu alat ukur yang terkenal dari pengukuran
emosional dari kepribadian seseorang. Oleh karena sifatnya yang umum dan
mengukur banyak aspek terkait sisi emosional seseorang, konsep ini dianggap baik
untuk memprediksi banyak hal tentang seseorang. Hanya saja, oleh karena sifatnya
pengukuran diri (self-report) banyak yang menyangsikan objektivitas hasil tes ini.
Valid tidaknya alat tes ini, akhirnya sangat tergantung pada kejujuran orang yang
ini.
adalah konsep yang diperkenalkan oleh Daniel Goleman serta Bar-On. Sesuai
dengan namanya, teori ini menggabungkan antara konsep sifat serta kemampuan
emosional seseorang. Jika kita dalami, model Daniel Goleman mencakup empat
8
9
Sementara, menurut konsepnya Bar-On ada lima aspek utama EQ seseorang yakni:
1. Intrapersonal
2. Interpersonal
3. Manajemen Stres
Jika diperhatikan, maka kita melihat bahwa dalam mixed model ini, baik
kemampuan seseorang untuk menerima dan mengelola emosi dari luar, juga
termasuk sifat-sifat yang harus dimiliki oleh sesorang, agar bisa dikatakan EQnya
bagus.
alat ukur yang terkenal dari model ini yakni Bar-On Emotional Quotient Inventory
(EQ-i) yang dikembangkan oleh Bar-On. Serta ada pula, Emotional and Social
Richard Boyatzis.
asesmen 360 derajat. Oleh karena sifatnya yang multi-rater atau bisa diberikan
lantas banyak disukai dan dipakai khususnya di dunia kerja dan komersial.
Emosional menjadi ilmu yang terus berkembang. Namun, di sisi lain ada yang
9
10
yang bisa mengintergrasikan ketiga model ini. Diantaranya Seal & Andrews-Brown
Untuk itu perlu konsep kemampuan yang dikembangkan oleh Solevey dan
Mayer. Sementara konsep Daniel Goleman adalah bagian terakhir yang erat
10
11
menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di
sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan seseorang terhadap
Ciri-ciri Emotional Quotient pada diri seseorang dapat dilihat dari beberapa
perilaku, antara lain: mudah akrab dengan orang lain di berbagai situasi, terampil
dalam memecahkan masalah, serta memiliki sifat empati kepada orang lain. Selain
itu, seseorang dengan EQ yang baik juga umumnya dikenal sebagai pendengar yang
baik, mampu memotivasi diri sendiri, dan bisa memahami perilaku dan tindakan
orang lain.
Emosi itu merupakan warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau
perilaku individu. Yang dimaksud dengan warna afektif ini adalah perasaan-
perasaan tertentu yang diamalami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi
tertentu, contohnya gembira, bahagia, sedih, putus asa, terkejut, benci, dan
sebagai berikut:
a. Gembira
merupakan perasaan atau rasa terbebas dari ketegangan. Misalnya, senang, lega,
b. Amarah
Meliputi bringas, mengamuk, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, dan
lain-lain.
11
12
c. Kesedihan
Meliputi rasa pedih, sedih, muram, suram, melankolis, putus asa, dan lain-lain.
d. Rasa takut
f. Cinta
h. Jengkel, meliputi: hina, jijik, mual, benci, tidak suka, dan lain-lain.
i. Malu, contohnya: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, aib, dan lain-lain
12
13
Peter Salovey dan John D. Mayer merupakan dua orang peneliti yang sejak
Melalui karyanya itu, dua orang peneliti itu kemudian memperkenalkan istilah
sebagai kemampuan untuk mengendalikan perasaan dan emosi diri sendiri dan
memandu pikiran dan tindakan seseorang. Sejak saat itu, minat terhadap konsep
meningkat dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini. Selanjutnya, sejak
sosial" sebagai kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Berselang beberapa
bahwa komponen kecerdasan efektif yang berbeda dapat memainkan peran penting
perhatian yang lebih besar pada cara-cara berbeda yang orang dapat membangun
13
14
dalam disertasi doktoral oleh Wayne Payne. Pada tahun 1987, sebuah artikel yang
quotient." Beberapa orang berpendapat bahwa ini adalah penggunaan frasa yang
istilah ini dalam versi yang tidak dipublikasikan dari tesis pascasarjananya. Pada
tahun 1990, psikolog Peter Salovey dan John Mayer menerbitkan artikel penting
Personality. Kemudian di tahun 1995, Daniel Goleman, menulis sebuah buku yang
berjudul Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ. Akhirnya,
topik ini menarik minat publik dan menjadi penting di berbagai bidang (Wuwung,
2020).
14
15
orang untuk mengekspresikan emosi kepada orang lain, mengenal emosi diri, dan
mengelola emosi dalam situasi kelompok. Namun tidak hanya cukup dengan
beberapa cara:
1. Mengelola Perilaku
Apabila kita sedang stres, pasti kita akan mudah marah dan melakukan
sesuatu yang tidak menyenangkan bagi orang lain. Maka dari itu, salah satu
karakteristik orang dengan kecerdasan emosi yang baik adalah memiliki kontrol
terhadap perilakunya. Teman-teman tentu tahu bahwa perilaku kita berasal dari
respon terhadap stimulus. Nah, begitu pula dengan emosi. Ketika kita bisa
mengelola perilaku, maka kita juga bisa mengendalikan suasana di sekitar kita.
Kita akan beralih pada cara kedua, yaitu melatih kesadaran diri. Eits,
kesadaran diri bukan berarti hanya paham mengenai hal-hal yang terjadi pada diri,
tetapi juga menumbuhkan kesadaran bahwa segala emosi yang kita alami
15
16
2. Perhatikan apakah emosi yang muncul diikuti dengan sensasi pada bagian-
3. Kenali emosi apa saja yang muncul ketika kita mengalaminya, seperti marah,
4. Tanyakan kepada diri sendiri, seberapa mampu kita menangkap emosi yang
intens.
isyarat nonverbal yang terus digunakan orang lain untuk berkomunikasi dengan
bagaimana keadaan emosi mereka berubah dari waktu ke waktu, dan apa yang
16
17
adalah mengelola hubungan sosial. Contoh gampangnya, kita bisa mulai dengan
mendengarkan saat orang lain bercerita atau membalas pesan yang menumpuk di
kotak masuk chat. Namun, harus disadari juga bahwa seberapa efektif pun kamu
pesan nonverbal kepada orang lain tentang apa yang Anda pikirkan dan rasakan.
Pesan nonverbal ini datang dari ekspresi wajah, gestur, serta bahasa tubuh
seseorang.
kita juga harus bisa melihat konflik sebagai kesempatan untuk tumbuh lebih dekat
dengan orang lain. Tentu saja, konflik dan ketidaksepakatan tidak bisa dihindari,
namun dengan cara yang benar, kita bisa meminimalisir dampak buruk adanya
konflik secara konstruktif. Dilansir oleh Clarke.edu (2020), beberapa cara yang bisa
1. Belajar menerima konflik. Sadarlah bahwa konflik adalah sesuatu yang alami,
3. Menganalisis konflik. Cari tahu apa yang menyebabkannya, siapa saja yang
17
18
4. Fokus pada masa depan. Setiap konflik pasti didasari oleh hal-hal pahit yang
terjadi di masa lalu. Biarkan masa lalu itu berlalu. Daripada terus bergulat
dengan kesalahan itu, carilah cara untuk mengelolanya supaya konflik yang
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah bahwa Kecerdasan yang sering
bagi kesuksesan seorang anak di masa depan. Faktor lain yan perlu mendapat
merupakan konsep baru yang dikembangkan oleh Daniel Goleman dalam karyanya
B. Saran
Saran yang dapat penulis ajukan dalam makalah ini adalah semoga makalah
ini dapat menjadi sumber pengetahuan bagi yang membacanya serta bisa dijadikan
sebagai sumber referensi. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
berikutnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
21