Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

DEFINIS HADIS MU’AN’AN DAN HADIS MUANNAN


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kritik Sanad Dan Matan Hadis
Dosen Pengampu :
Ibnu Hajar Anshori, M.Th.I

Disusun Oleh :
YENNY LAILATUL ROSIDAH ( 20106006)
LINTANG DEWI AGUSTIN (20106020)

PROGRAM STUDI ILMU HADIS


FAKULTAS USHULUDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2022
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami penjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta shalawat dan
salam tetap tercurahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam.
Karena berkat limpahan rahmat dan hidayahnya-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Definisi, Problematika,dan Solusi Hadis Muannan dan Muanan” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kritik Sanad Dan Matan Hadis.
Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak "Ibnu Hajar" selaku dosen
pengampu mata kuliah Studi Ilmu Ma’anil Hadis yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk bisa memperbaiki dan
menyempurnakan makalah ini.

Kediri, 25 Maret 2022

Penulis

2
Daftar Isi
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
A Latar Belakang..............................................................................................................................4
B Rumusan Masalah.........................................................................................................................4
C Tujuan............................................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
A. Pengertian Hadis Mu’an’an Dan Muannan...................................................................................5
B. Syarat Isytirathul Mu’asharah dan Isytirathul liqa......................................................................7
C. Kitab – Kitab Biografi Perawi........................................................................................................8
BAB III.......................................................................................................................................................9
PENUTUP..................................................................................................................................................9
Kesimpulan..............................................................................................................................................9
Daftar pustaka...........................................................................................................................................9

3
BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang
Dalam pertemuan kali ini penulis berkesempatan membahas Mu’an’an dan
Muannan. Sebagai pengingat, telah kita ketahui sebelumnya bahwasanya perbedaan
lafadz –lafadz dalam menyampaikan hadits tesebut, maka berbeda pulalah nilai hadits itu.
Misalnya saja periwayatan yang menggunakan sighat sama’ (sami’tu sami’na) tahdits
(haddasanaa, haddasanii), dan ikhbar (akhbaranaa, akbaranii) tanpa ragu lebih
meyakinkan bahwasannya para Rawi tersebut mendengar langsung dari Rasulullah
ataupun guru mereka akan hadits itu. Nah bagaimana apabila sigha pelafadzan hadits
tersebut menggunakan ‘an ataupun an ? Bagaimanakah kualitas haditnya?
Untuk lebih jelasnya kami akan jelaskan pada mkalah kami tentag topik bahasan
hadits mu’an’an dan muannan.

B Rumusan Masalah
Penulis belum memahami secara lebih jauh dalam definisi, syarat- syarat dalam
Hadis Mu’an ‘an dan Hadis Mu’annan sehingga agar tidak jauh sekali melakukan
penyimpangan dari topik yang dibahas, maka penulis membatasinya. Untuk mengetahui
pokok-pokok yang menjadi penekanan dalam pembahasan ini, maka penulis menganggap
perlu dan penting sekali untuk mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian dari Mu’an’an Dan Muannan?


2. Bagaimana Syarat Isytirathul Mu’asharah dan Isytirathul liqa’ hadis Mu’an’an
Dan Muannan?
3. Sebutkan Kitab - Kitab Biografi Para Perawi Hadis?

C Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Mu’an’an Dan Muannan


2. Untuk mengetahui apa saja syarat Isytirathul Mu’asharah dan Isytirathul liqa
dalam hadis Mu’an’an Dan Muannan
3. Untuk mengetahui kitab – kitab mana saja yang mangandung biografi perawi

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadis Mu’an’an Dan Muannan


a) Hadis Mu’an’an
Hadits muannan adalah sebagai berikut:1
‫ ّ حدثنا فالن أن فالنا قال‬:‫فول الراوي‬
“Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi dengan sanadnya menggunakan kata-
kata Anna (sesungguhnya) seperti kata-kata telah menceritakan kepada kami pulan
sesungguhnya pulan berkata”
Mu’an’an adalah suatu metode meriwayatkan hadits dengan menggunakan kata
‘an (dari),seperti ‘an fulaanin, ‘an fulaanin, ‘an fulaanin, tanpa menyebutkan kata-
kata yang jelas dan meyakinkan sebagai indikasi adanya mendengar, menceritakan,
atau mengabarkan dari rawi sebelumnya, namun disyaratkan harus tetap dengan
menyebut nama rawi-rawinya.2

 Contoh Hadits Mu’an’an adalah sebagai berikut, :

‫روة عن‬E‫ان بن ع‬E‫د بن عثم‬E‫امة بن زی‬E‫فیان بن أس‬E‫ا س‬E‫ام ثن‬E‫ة بن ھش‬E‫ا معاوی‬E‫عبة ثن‬E‫حدثنا عثمان بن أبي ش‬
‫ فال رسول هللا ّون على میامن الصفوف صم أن هللا ومالئكتھ یصل‬:‫ قالت‬,‫عائشة‬

“Telah menceritakan kepada kami Utsman ibn Abi Syaibah, telah menceritakan
kepada kami Muawiyah ibn Hisyam telah menceritakan kepada kami Sufyan bin
Usamah ibn Zaid dari Utsman ibn Urwah dari Urwah dari Aisyah ia berkata, :
Rasulullah Saw bersabda : Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya memberikan
rahmat mendo’akan kepada orang-orang yang shalat di shaf sebelah kanan (HR. ibn
Majah)

 Hukum Hadis Mu’an’an


Para ulama berbeda pendapat tentang hukum hadits mu’an’an pendapat-pendapat
tersebut dapat dapat dikelompokkan menjadi dua pendapat yaitu :3
1) Hadits mu’an’an adalah hadits yang terputus sanadnya (dha’if) kecuali hadits
mu’an’an tersebut telah jelas kemuttasilannya.
2) Menurut jumhur ahli hadist, ahli fiqih dan ahli ushul hadits mu’an’an adalah
termasuk hadits shahih dan boleh diamalkan dengan syarat-syarat sebagai
berikut:
1
Arifin, Prof. DR.Tajul,Ulumul Hadis. (Bandung:Gunung Djati Press.2014) h.164
2
Al-Maliki, Prof. Dr. Muhammad Alawi. Al-Manhalu Al-lathiifu fi Ushuuli Al-Haditsi Asy-Syariif : Ilmu Ushul Hadis.
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar.2009) h. 103
3
Ibid.h 166

5
 Syarat-syarat yang disepakati
a. Hadits mu’an’an tersebut bukan hadits mudallas
b. Antara rawi satu dan rawi lain memungkinkan saling bertemu.
 Syarat-syarat yang diperselisihkan
a. Bertemunya antara rawi harus pasti (syarat menurut al- Bukhari
dan ibn al-Madani)
b. Antara rawi yang meriwayatkan hadits tersebut harus hidup
bersama dalam jangka waktu yang lama (syarat abi Al-
Mudhaffar al-Sam ‘ani).
c. Rawi yang meriwayatkan hadits mu’an’an benar-benar
mengetahui riwayat hadits tersebut.

b) Hadist Muannan
Hadits muannan adalah sebagai berikut:4
‫ ّ حدثنا فالن أن فالنا قال‬:‫فول الراوي‬

“Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi dengan sanadnya menggunakan kata-
kata Anna (sesungguhnya) seperti kata-kata telah menceritakan kepada kami pulan
sesungguhnya pulan berkata”

Pengertiaanya adalah hadits yang redaksi sanadnya terdapat kata anna dengan
menggunakan kalimat Haddatsanaa fulaanun anna fulaanan qaala… (fulan telah
bercerita kepadaku bahwasanya si fulan berkata...)

 Contoh Hadis Mu’annan adalah sebagai berikut:

‫ ِد هَّللا ِ ْب ِن‬E‫ةَ عَنْ َع ْب‬E‫ش‬ َ ‫انُ بْنُ َع ِطيَّةَ عَنْ َأبِي َك ْب‬E‫س‬ َّ ‫ َّدثَنَا َح‬E‫ا اَأْل ْو َزا ِع ُّي َح‬EEَ‫ ٍد َأ ْخبَ َرن‬Eَ‫ َّحا ُك بْنُ َم ْخل‬E‫الض‬
َّ ‫ ٍم‬E‫َاص‬ ِ ‫و ع‬EEُ‫ َّدثَنَا َأب‬E‫َح‬
‫َع ْم ٍرو‬
‫س َراِئي َل َواَل َح َر َج َو َمنْ َك َذ َب َعلَ َّي ُمتَ َع ِّمدًا‬
ْ ‫سلَّ َم قَا َل بَلِّ ُغوا َعنِّي َولَ ْو آيَةً َو َح ِّدثُوا عَنْ بَنِي ِإ‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬َ ‫َأنَّ النَّبِ َّي‬
‫فَ ْليَتَبَ َّوْأ َم ْق َع َدهُ ِمنْ النَّا ِر‬

“Telah bercerita kepada kami Abu 'Ashim adl-Dlahhak bin Makhlad telah
mengabarkan kepada kami Al Awza'iy telah bercerita kepada kami Hassan bin
'Athiyyah dari Abi Kabsyah dari 'Abdullah bin 'Amru bahwa Nabi ‫ ﷺ‬bersabda,
"Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar)
dari Bani Israil dan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan
sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka".

 Hukum Hadist Muannan

4
Ibid, h. 167

6
a) Menurut Asnad dan jama’ah hadits muannan adalah hadits munqhati sebelum
dapat dipastikan kemuttasilannya.
b) Menurut jumhur ulama hadits muannan termasuk hadits shahih dengan syarat-
syarat yang telah disebutkan dalam hadits muannan.
B. Syarat Isytirathul Mu’asharah dan Isytirathul liqa
Ulama’ ahli hadits berkomentar bahwa hadits yang dalam periwayatannya
menggunakan cara seperti hadits mu’an’an dan muannan, bisa berstatus sama dengan
hadits muttasil dengan adanya dua syarat, yaitu5
 Isytirathul Mu’asharah (‫)اشتراط المعا صر‬

Masing-masing perawi harus hidup segenerasi dengan perawi yang


menyampaikan hadits kepadanya. Maksudnya setiap tingkatan perawi harus pernah
hidup dalam satu kurun waktu dengan tingkatan perawi di atasnya.Suatu hadits yang
diriwayatkan oleh seorang perawi dari tingkat tabi’in, harus diteliti terlebih dahulu
apakah beliau pernah hidup semasa dengan sahabat yang dirawikan hadits tersebut
kepadanya, demikian pula perawi dari tingkat di bawahnya. Untuk itu, kita harus melihat
biografi para perawi tersebut terlebih dahulu.
Sebagai contoh, misalkan Sa’id Al-Musayyab perawi dari tingkat tabi’in
meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah seorang perawi dari tingkat sahabat. Setelah
diteliti, Sa’id Al-Musayyab hidup pada tahun 13 H – 94 H dan adapun Abu Hurairah
wafat pada tahun 57 H. Dari itu maka dapat diketahui bahwa kedua perawi tersebut
pernah hidup semasa, yakni di antara tahun 13 H – 57 H.

 Isytirathul liqa’ (‫)اشتراط اللقاء‬


Selain para perawi pernah hidup dalam satu kurun waktu yang sama, masing-masing
perawi harus benar-benar pernah bertemu dengan perawi yang menyampaikan hadist
kepadanya.Hal ini pun perlu diteliti kembali melalui riwayat hidup para perawinya,
apakah masing-masing tingkatan para perawi tersebut pernah bertemu atau tidak. Jika
setelah diteliti dan ternya kenyataannya bahwa tidak semua perawi itu pernah bertemu,
maka menurut Imam Bukhari hadits itu dianggap cacat dan tidak dapat diterima untuk
dijadikan sebagai hujjah.
Persyaratan mu’asharah dan liqa’ dalam periwayatan hadits sangat berkaitan
dengan ilmu rijalul hadits, yaitu suatu cabang ilmu hadits yang mempelajari keadaan
setiap perawi hadits, dari segi kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, orang yang
meriwayatkan darinya, negeri dan tanah air mereka, dan yang selain dari itu yang ada
hubungannya dengan sejarah perawi dan keadaan mereka.
Oleh ulama hadits, salah satu alasan mereka lebih mengutamakan keshahihan
kitab Imam Bukhari dibandingkan kitab Imam Muslim ialah Imam Bukhari mensyaratkan

5
Al-Khattan, Manna’ Khalil. Mabahits fi Ulumil Hadits (Pengantar Studi Ilmu Hadits).( Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.2004) Hal 119

7
kedua persyaratan di atas dalam menyeleksi hadits-hadits di dalam kitabnya, adapun
Imam Muslim mencukupkan pada syarat mu’asharahnya saja.
C. Kitab – Kitab Biografi Perawi
Para ulama hadits telah membukukan riwayat hidup perawi-perawi mulai dari tingkat
sahabat sampai para pentakhrij hadits, di antaranya:
a) Kitab yang berkaitan khusus dengan sahabat:
1. Kitab Ma’rifat Man Nazala minash-Shahabah Sa’iral-Buldan, karya Imam Ali bin
Abdillah Al-Madini (wafat tahun 234 H). Kitab ini tidak sampai kepada kita.
2. Al-Isti’ab fii Ma’rifaatil-Ashhaab, karya Abu ‘Umar bin Yusuf bin Abdillah yang
masyhur dengan nama Ibnu ‘Abdil-Barr Al-Qurthubi (wafat tahun 463 H). dan
telah dicetak berulang kali, di dalamnya terdapat 4.225 biografi shahabat pria
maupun wanita.
3. Ushuudul-Ghabah fii Ma’rifati Ash-Shahabah, karya ‘Izzuddin Bul-Hasan Ali bin
Muhammad bin Al-Atsir Al-Jazari (wafat tahun 630 H), dicetak, di dalamnya
terdapat.7554 biografi.
4. Al-Ishaabah fii Tamyiizi Ash-Shahaabah, karya Syaikhul-Islam Al-Imam Al-
Hafidh Syihabuddin Ahmad bin Ali Al-Kinani, yang masyhur dengan nama Ibnu
Hajar Al-‘Asqalani (wafat tahun 852 H)
b) Kitab yang disusun berdasarkan tingkat perawi, termasuk sahabat,tabi’in, dan tabi’
tabi’in:
1. Kitab Ath-Thabaqat, karya Muhammad bin ‘Umar Al-Waqidi (wafat tahun 207
H). Ibnu Nadim telahmenyebutkannya dalam kitab Al-fahrasaat. Dan Muhammad
bin Sa’ad, juru tulis Al-Waqidi, dalam bukunya Ath-Thabaqat Al-Kubra banyak
menukil dari kitab tersebut.
2. Kitab Ath-Thabaqat Al-Kubraa, karya Muhammad bin Sa’ad (wafat tahun 230 H),
dicetak dalam 14 jilid.
3. Kitab Thabaqat Al-Muhadditsiin, karya Abul-Qasim Maslamah bin Qasim Al-
Andalusi (wafat tahun 353 H)

8
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Mu’an’an adalah suatu metode meriwayatkan hadits dengan menggunakan kata ‘an
(dari),seperti ‘an fulaanin, ‘an fulaanin, ‘an fulaanin, tanpa menyebutkan kata-kata yang jelas dan
meyakinkan sebagai indikasi adanya mendengar, menceritakan, atau mengabarkan dari rawi
sebelumnya, namun disyaratkan harus tetap dengan menyebut nama rawi-rawinya. Hukum hadits
mu’an’an, beberapa ulma berbeda pendapat Hadits mu’an’an adalah hadits yang terputus
sanadnya (dha’if) kecuali hadits mu’an’an tersebut telah jelas kemuttasilannya
Hadis Muanannan adalah hadits yang redaksi sanadnya terdapat kata anna. Pengertiaanya
adalah hadits yang redaksi sanadnya terdapat kata anna dengan menggunakan kalimat
Haddatsanaa fulaanun anna fulaanan qaala… (fulan telah bercerita kepadaku bahwasanya si
fulan berkata, hukum hadits mu’anan adalah Menurut Asnad dan jama’ah hadits muannan adalah
hadits munqhati sebelum dapat dipastikan kemuttasilannya

9
Daftar pustaka

- al-‘Alim, Ghufran Zain, Muhammad. Al-Balâghah fi ‘Ilm al-bayan gontor:Dar al-salam,ttp.


- al-‘Alim, Ghufran Zain, Muhammad. Al-Balâghah fi ‘Ilm al-badi' gontor:Dar al-salam,ttp.
- Imam Al-Dzahabi, Al-Tafsir wal Mufassirun,(Maktabah Mash’ab bin Umair al-Islamiyah,
2004), h. 190-191

10
11

Anda mungkin juga menyukai