Anda di halaman 1dari 17

KONSEP HARTA DALAM ISLAM

MAKALAH TEORI AKUNTANSI SYARIAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Akuntansi Syariah

Dosen Pengampu

Eka Nur Rofik, S.E.,M.Ak.

Disusun oleh Kelompok 9:

Anta Risun Nisak (126403202104)

Ika Kusumaningati (126403202106)

Anggi Ariani Putri (126403202107)

Mitra Wulandari (126403202127)

KELAS 6C

AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SATU TULUNGAGUNG

MARET 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillahirobbilalaalamiin kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa sholawat dan salam terlimpahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Akuntansi Syariah.
Selain itu, diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan
dan menjadi sarana pembelajaran sekaligus bermanfaat menambah wawasan bagi para
pembaca.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung.
2. Dr. H. Dede Nurohman, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
3. Dyah Pravitasari, S.E., M.S.A. selaku Koordinator Prodi Akuntansi Syariah.
4. Eka Nur Rofik, S.E., M.Ak selaku dosen pengampu mata kuliah Teori Akuntansi
Syariah yang telah memberikan kami tugas pembuatan makalah serta bersedia
membimbing kelompok kami.
5. Semua anggota kelompok 9 yang telah bekerja sama dalam menyusun makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Karena itu, kami
mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian agar makalah ini
menjadi lebih sempurna.

Tulungagung, 28 Maret 2023

Kelompok 9

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1

1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3

2.1 Pengertian Harta .......................................................................................................... 3

2.2 Fungsi Harta ................................................................................................................ 4

2.3 Pembagian Harta dan Akibat Pembagiannya .............................................................. 4

2.4 Pandangan dan Kedudukan Harta dalam Islam........................................................... 6

2.5 Pengelolaan Harta dalam Islam ................................................................................... 7

2.6 Harta dalam Akuntansi Syariah................................................................................. 10

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 12

3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 12

3.2 Saran .......................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada hakikatnya harta dalam Islam merujuk pada semua jenis kekayaan atau aset yang
dimiliki oleh seseorang, baik itu uang tunai, properti, hewan ternak, perhiasan, dan lain-
lain. Konsep harta dalam Islam sangat penting karena ia berkaitan dengan banyak aspek
kehidupan, seperti keuangan, keadilan, amal, dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam Islam, harta dianggap sebagai karunia dari Allah SWT dan menjadi tanggung
jawab bagi pemiliknya untuk mengelolanya dengan baik dan mempergunakannya sesuai
dengan ajaran agama. Selain itu, harta juga harus didapatkan secara halal dan tidak dengan
cara yang merugikan orang lain. Konsep pengelolaan harta dalam Islam sangatlah jelas,
yaitu zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Zakat adalah kewajiban bagi setiap muslim yang
memiliki harta yang mencapai nisab (jumlah harta tertentu) untuk dikeluarkan sebesar 2,5%
dari kekayaan tersebut. Infak dan sedekah juga merupakan amalan yang sangat ditekankan
dalam Islam untuk membantu orang yang membutuhkan dan membantu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Sementara itu, wakaf adalah cara untuk
mengamankan harta dan mewariskannya untuk kepentingan umum, seperti membangun
masjid atau lembaga amal. Pada setiap pengelolaan harta juga berkaitan erat dengan konsep
keadilan sosial. Orang yang memiliki harta lebih banyak diwajibkan untuk membantu
orang yang membutuhkan, sehingga kesenjangan sosial dapat diminimalkan dan
kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan. Dalam pengelolaan harta, Islam juga
menganjurkan umatnya untuk menghindari perilaku boros, berlebihan, dan menghindari
sifat serakah. Selain itu, Islam juga mengajarkan tentang pentingnya berusaha secara halal
dan mencari nafkah dengan cara yang baik dan benar. Dari uraian diatas dapat kita ketahui
bahwa harta dalam Islam bukanlah semata-mata menjadi hak milik pribadi, melainkan
merupakan amanah dari Allah SWT yang harus dikelola dengan baik dan digunakan untuk
kemaslahatan orang lain serta kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena
itu penyusun tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai “ Konsep Harta Dalam Islam”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah tulisan singkat yang berisi pertanyaan tentang topic yang
diangkat oleh penulis. Sehingga dengan rumusan masalah, penulis berusaha mencari
jawaban atas pertanyaan yang dikemukakan. Berdasarkan latar belakang yang telah

1
dikemukakan di atas, agar dalam penyusunan dan penulisan makalah ini terfokus pada
ruang lingkup penulisan, maka penulis membatasi permasalahan pada judul yaitu “ Konsep
Harta Dalam Islam”. Maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan harta?
2. Apa saja fungsi-fungsi dari harta?
3. Bagaimana pembagian harta dan akibat hukumnya?
4. Bagaimana pandangan dan kedudukan harta dalam islam?
5. Bagaimana pengelolaan harta dalam islam?
6. Bagaimana harta dalam akuntansi syariah?

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan ini merupakan pembahasan mengenai rumusan masalah, setelah


merumuskaan masalah dapat menentukan arah dari rencana penulisan yang dilakukan,
maka tujuan yang ingin dicapai penulis antara lain:
1. Mengetahui harta dalam Islam
2. Mengetahui fungsi-fungsi dari harta
3. Mengetahui pembagian harta dan akibat hukumnya
4. Mengetahui pandangan dan kedudukan hartaa dalam Islam
5. Mengetahui pengelolaan harta dalam Islam
6. Mengetahui harta dalam akuntansi syariah

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Harta

Harta dalam bahasa Arab disebut dengan Al-Mal, yang berasal dari kata “mala” yang
secara etimologi berarti condong, cenderung, miring atau berpaling dari tengah ke salah
satu sisi, dan Al-Mal diartikan sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan
mereka pelihara, baik dalam bentuk materi maupun dalam bentuk manfaat. Harta
merupakan suatu kebutuhan dan beredar dalam kehidupan yang juga sebagai media untuk
kehidupan di akhirat. Di antara ayat Al-Qur’an yang menyetakan bahwa harta merupakan
salah satu perhiasan dunia yang dapat kitaa pahami dalam surat Al-Kahfi (QS.18:46).1

Artinya: “Harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia”.

Kata “Al-Maal” disebutkan sebanyak 86 kali dalam 25 surat dan 46 ayat dalam Al-
Qur’an. Di antaaranyaa disebutkan padaa QS. Al-Imran ayat 14, yang berbunyi: “Dijadikan
terasa indah dalam pandangaan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa
perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda”.2

Menurut Imam Syafi’I definisi dari harta adalah sesuatu yang mempunyai nilai, dapat
diperjualbelikan dan memiliki konsekuensi bagi orang yang merusaknya, yaitu dengan
mengganti atau menanggung seharga harta yang dirusaknya. Dari definisi di aatas, terdapat
perbedaan esensi harta yang dikemukakan jumhur ulama dengan ulama Hanafiyah.
Menurut jumhur ulama, harta itu tidak saja bersifat materi, melainkan juga termasuk
manfaat dari suatu benda. Akan tetapi, ulama Hanafiyah berpendapat bahwa dimaksud
dengan harta itu hanyalah yang bersifat materi, sedangkan manfaat termasuk ke dalam
pengetian milik.

Secara umum, harta dalam Islam mencakup segala sesuatu yang memiliki nilai
ekonomi, seperti uang, tanah, rumah, kendaraan, perhiasan, dan sebagainya. Tetapi, harta
dalam Islam tidak hanya dilihat dari aspek materi saja. Dalam Islam, harta juga mencakup
waktu, tenaga, dan kemampuan seseorang. Oleh karena itu, harta dalam Islam juga dapat
berupa ilmu, keterampilan, dan keahlian yang dimiliki seseorang.

1
Lakmanul Hakim Aziz, dkk., Akuntansi Syariah Sebuah Tinjauan Teori dan Praktis, (Bandung: Widina
Bakhti Persada, 2021), hal. 15
2
Eny Latifah, dkk., Dasar-Dasar Akuntansi Syariah, (Purbalingga: Eureka Media Aksara, 2022), hal. 26

3
Namun, sebagai seorang Muslim, memiliki harta tidak hanya untuk kepentingan pribadi
semata. Harta yang dimiliki seorang Muslim juga harus dijadikan sebagai sarana untuk
melakukan kebaikan dan membantu orang lain. Dalam Islam, harta yang dimiliki dianggap
sebagai amanah dari Allah SWT, dan seseorang akan dimintai pertanggungjawaban atas
penggunaannya di akhirat kelak.

2.2 Fungsi Harta

Fungsi harta amat banyak, baik dalam hal baik maupun sebaliknya. Maka dari itu
beberapa fungsi harta antara lain:3
1. Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanakan ibadah yang khas (Mahdah), sebab
untuk ibadah dibutuhkan alat alat, semisal kain untuk menutup aurat dalam
melaksanakan shalat, bekal untuk melaksanakan haji, berzakat, hibah dan lainnya
2. Untuk meningkatkan keimanan (ketakwaan) kepada Allah, sebab kefakiran cenderung
mendekatkan diri kepada kekufuran sehingga pemilikan harta dimaksudkan untuk
meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt.
3. Untuk meneruskan kehidupan dari suatu periode ke periode berikutnya
4. Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat
5. Untuk menegakkan dan mengembangkan ilmu-ilmu, karena menuntut ilmu tanpa
modal akan terasa sulit, misalnya, seseorang tidak bisa kuliah bila ia tidak memiliki
biaya.
6. Untuk memutarkan peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan.
adanya orang kaya dan orang miskin yang saling membutuhkan sehingga tersusunlah
masyarakat yang harmonis dan berkecukupan.
7. Untuk menumbuhkan silaturahmi, karena adanya perbedaan dan keperluan,

2.3 Pembagian Harta dan Akibat Pembagiannya

a. Ditinjau dari segi kebolehan pemanfaatannya menurut syara’, harta dibagi kepada:
1) Mutaqawwim (bernilai)
Mustafa Syalabi mendefinisikan harta mutaqawwim adalah sesuatu yang dapat
dikuasai dan dibolehkan syara’ mengambil manfaatnya.

3
Chairul Hadi dan Mujiburrahman, Investasi Syariah: Konsep Dasar dan Implementasinya, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatulloh, 2011), hal. 16

4
2) Ghairu Mutaqawwim (tidak bernilai)
Ghairu Mutaqawwim yaitu sesuatu yang tidak dibolehkan syara’ mengambil
manfaatnya, seperti babi, anjing dan khamar.
b. Ditinjau dari segi dapat/tidaknya dipindahkan, harta dibagi kepada:
1) Harta Manqul (bergerak)
Ali Al-Khafif memberi definisi harta manqul adalah sesuatu harta yang
mungkin dipindahkan dari tempat semula ke tempat lain tanpa mengalami
perubahan bentuk dan keadaan karena perpindahan itu. Jadi harta manqul ini
sesuatu yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik harta
tersebut tetap dalam bentuk dan kondisinya berubah akibat dipindahkan. Harta ini
seperti uang, pakaian, makanan, buku dan berbagai jenis barang yang bisa diukur
dan ditimbang.
2) Harta ‘Iqar (tidak bergerak)
Di antara pengertian ‘iqar tersebut adalah sesuatu harta yang tidak mungkin
dipindahkan dari tempatnya semula. Pengertian ini dipahami bahwa yang demikian
itu hanya tanah dan apa-apa yang mengikut padanya.
c. Ditinjau dari segi status/kepemilikan harta, dibedakan kepada:
1) Mal Al-Mamluk (harta yang sudah dimiliki) yaitu suatu harta yang berada di bawah
kekuasaan atau kepemilikan baik secara perseorangan, kelompok masyarakat
maupun badan hukum seperti pemerintah, organisasi ataupun yayasan, kecuali
terjadi akad-akad yang memindahkan kepemilikan.
2) Mal Al-Mubah (harta bebas/yang tidak dimiliki) yaitu harta yang tidak ada
pemiliknya, seperti binatang di hutan belantara, ikan di lautan dan sebagainya.
Harta seperti ini dapat dimiliki setiap orang karena mungkin dikuasai dan disimpan,
kecuali ada sebab- sebab tertentu.
3) Mal Al-Mahjur (harta yang tidak boleh dimiliki) yaitu harta yang menurut syara‘
tidak boleh dimiliki dan diserahkan kepada orang lain. Jadi harta ini tidak boleh
dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi tertentu. Seperti harta wakaf dan harta
yang diperuntukkan bagi kepentingan umum.4

4
Eny Latifah, dkk., Dasar-Dasar Akuntansi Syariah, (Purbalingga: Eureka Media Aksara, 2022), hal. 27

5
d. Ditinjau dari segi dapat atau tidaknya dibagi, harta dapat dibedakan kepada:
1) Qabilu lil qismah, yaitu harta yang dapat dibagi dan tidak akan menimbulkan
kerusakan atau mengurangi manfaat harta tersebut. Seperti, beras, tepung, minyak
dan air boleh dibagi tanpa merusak dan mengurangi manfaatnya.
2) Ghairu qabili lil qismah, yaitu harta yang tidak akan bisa dimanfaatkan jika dibagi,
karena harta tersebut akan rusak dan tidak bermanfaat. Seperti, meja, kursi, piring,
gelas dan lain-lain

2.4 Pandangan dan Kedudukan Harta dalam Islam

Pada dasarnya, misi kekhalifahan manusia adalah misi penghasil kemakmuran,


kesejahteraan dan dalam arti luas diartikan sebagai misi ibadah. Untuk menjalankan misi
ini, Allah Swt. menganugerahkan kepada manusia sarana kehidupan dalam bentuk harta
benda.

Manusia bukanlah pemilik mutlak atas harta yang dimilikinya. Harta kekayaan
manusia hanya bersifat relatif dan terbatas pada pemenuhan kewajibannya dalam
pengelolaan dan pemanfaatannya sesuai dengan kaidah ajaran Islam . Status harta yang
dimiliki oleh umat manusia sebagai berikut:

1. Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah Swt. seseorang manusia pada dasarnya
hanyalah seorang wali, si pemegang amanah atas harta benda yang dimiliki.
2. Harta sebagai perhiasan kehidupan dunia sebagaimana difirmankan oleh Allah Swt.
dalam QS. Al-Kahfi ayat 46, yang menyebutkan bahwa “Harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia”.
3. Harta sebagai ujian atas iman harta dalam hal ini dijadikan sebagai ujian atas keimanan
manusia, apakah ia membelanjakan sesuai perintah Allah atau tidak sebagaimana QS.
At-taghabun ayat 15.
4. harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melakukan perintahnya dan melaksanakan
mu’amalah diantara sesame manusia, melalui kegiatan zakat, infaq dan sedekah. (QS.
At Taubah:41,60)5

5
Ibid, hal 26

6
Ekonomi Islam memegang prinsip dasar pertengahan atau kesederhanaan, dan
keseimbangan. Terdapat landasan terkait kedudukan harta dalam Islam , yaitu;
penghargaan Islam terhadap harta dan kedudukannya dalam kehidupan. Islam
membolehkan manusia untuk menikmati kesenangan dunia, karena Islam memandang
kehidupan untuk meningkatkan harkat kemanusiaan dan berhubungan baik dengan Allah
serta dengan makhluk lainnya.6

Dengan demikian, harta dalam pandangan Islam sebagai wasilah atau sarana untuk
mencapai kebaikan dan perhiasan hidup serta sendi kesejahteraan dan kemaslahatan hidup
manusia.

2.5 Pengelolaan Harta dalam Islam

Secara garis besar, pengelolaan harta kekayaan dalam Islam meliputi tiga siklus, yaitu
perolehan awal harta, pengembangan harta, dan infaqul maal atau pendistribusian harta
kekayaan adalah sebagai berikut:

1. Perolehan Awal Harta


Kepemilikan atas harta dapat diperoleh dengan cara melalui usaha (A’mal) maupun
melalui mata pencaharian (Maliyah) yang tetap halal dan sesuai dengan ajaran agama
Islam (Mugiyati, 2007). Apabila berkaitan dengan harta, ada dua cara perolehan harta
kekayaan bila berdasarkan pada syariah Islam , yaitu:
a. Memperoleh harta kekayaan dengan langsung pada saat barangnya tidak beroperasi
dan sudah dipastikan tidak dimiliki oleh orang lain (Choirunnisak, 2017).
Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang memiliki arti: “Barang siapa yang telah
kembali menghidupkan tanah yang mati (sama sekali tidak beroperasi), maka ia
berhak untuk memilikinya”.
b. Memperoleh harta kekayaan yang sebelumnya telah dimiliki oleh orang lain
melewati transaksi yang sesuai dengan syariat Islam. Perolehan dalam cara ini dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu: menerima harta kekayaan yang tidak dapat di
tolak serta didapat dengan sendirinya (Ijabary), dan menerima harta kekayaan dari
orang lain dengan usaha dan tidak berjalan sendirinya (Ikhtiyari)

6
Ibid, hal 27

7
Harta yang diperoleh tidak boleh menggunakan cara-cara yang dilanggar atau tidak
sesuai dengan syariat Islam , di antaranya:

a. Islam melarang memperoleh harta dari jalan kebatilan (QS. An-Nisa:29).


b. Islam melarang memperoleh harta dengan yang dapat melupakan kematian (QS.
At- Takastur:1-2).
c. Melupakan shalat dan zakat (QS. An-Nur:37).
d. Islam melarang memperoleh harta dengan cara yang tidak menghormati martabat
manusia (QS. AlBaqarah:188).
e. Islam melarang memperoleh harta dari usaha atau kegiatan yang haram, seperti riba,
judi, harta hasil mencuri dan merampok (QS. Al-Maidah:38), harta hasil menipu
(QS. Al-An’am:152), serta harta hasil melanggar sumpah atau perjanjian (QS. An-
Nahl:92).
f. Memperoleh dengan cara penimbunan atau ihtikar di saat orang lain sangat
membutuhkan (QS. Al-Anfal:34).
2. Pengembangan Harta
Pengembangan harta kekayaan atau Tanmiyatul Maal merupakan kegiatan
meningkatkan jumlah aset yang dimiliki. Pengembangan kekayaan dapat dilakukan
dengan melakukan bisnis dengan berbagi perusahaan yang berbeda, atau dengan cara
lain, selama itu masih sesuai dengan syariah Islam.
Pengembangan harta kekayaan dalam Islam berarti memperoleh tambahan
kekayaan hanya melalui kegiatan investasi yang diizinkan oleh syariah atau instrumen
keuangan yang memenuhi standar syariah Islam . Instrumen keuangan yang dipilih
tersebut harus bebas dari unsur terlarang, seperti riba, gahar dan perjudian. Selain itu,
perolehan harta kekayaan harus bebas dari barang-barang yang haram seperti babi dan
alkohol.7
3. Pendistribusian Harta Kekayaan
Pendistribusian harta kekayaan memiliki beberapa instrumen yang dapat
dilakukan, di antaranya: 8
a. Zakat.
Kata dasar zakat berasal dari “zaka” yang artinya suci, baik, berkah, tumbuh,
dan berkembang. Secara istilah diartikan sebagai harta kepunyaan seseorang yang

7
Ibid, hal 29
8
Ibid, hal 30

8
memiliki persyaratan tertentu dengan tujuan untuk diberikan kepada orang-orang
yang mempunyai hak untuk menerimanya dan merupakan hal yang diwajibkan oleh
Allah.
b. Infak.
Asal kata infak adalah “anfaqa” yang artinya mengeluarkan sesuatu untuk
kepentingan tertentu. Sedangkan dari segi istilah, infak memiliki arti memberikan
sebagian harta atau penghasilan karena ketaatan dan kepatuhannya kepada Allah
Swt.
c. Shadaqah.
Sedeqah adalah induk dari pendistribusian harta, ada Shadaqah wajib yaitu
zakat dan ada Shadaqah sunnah yaitu Infak. Shadaqah merupakan sumbangan yang
dikeluarkan karena keinginan pribadi seseorang yang termotivasi secara penuh
untuk mengeluarkannya.
4. Konsep Kepemilikan dalam Islam
Sistem ekonomi Islam sudah mendeskripsikan setiap perihal yang berhubungan
dengan masalah kepemilikan, prosedur pengelolaan dan pengembangan atau kayfiyyah
altasarruf fi al-mal, serta prosedur pendistribusiannya (al-tawzi’ al-tharwahbayna al-
nas) secara rinci. 9
a. Collective Propperty atau Kepemilikan Umum
Harta dengan konsep kepemilikan umum merupakan harta kekayaan yang dari
sisi pembentukannya sangat tidak mungkin untuk dimiliki secara individu, karena
harta kepemilikan umum ini adalah digunakan dan dimanfaatkan untuk
kepentingan atau hajat orang banyak
b. Private Property atau Kepemilikan Individu
Harta kekayaan dengan konsep kepemilikan individu berarti suatu harta yang
berikan kepada seorang individu (terkecuali harta dengan kepemilikan umum).
Harta kekayaan yang diperoleh untuk kepemilikan individu harus memenuhi
ketentuan dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dalam syariah Islam, seperti
harta kekayaan yang dimiliki secara individu tidak boleh di timbun, harus
dimanfaatkan untuk kegiatan yang bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran material- spiritual.
c. State Property atau Kepemilikan Negara

9
Ibid, hal 31

9
Kepemilikan negara (state property) merupakan harta kekayaan yang ditetapkan
oleh Allah Swt. untuk menjadi hak milik untuk seluruh umat yang ada di dunia,
dan prosedur pengelolaannya menjadi hak dan wewenang negara. Di mana negara
berhak memberikan prioritas pemanfaatan harta kekayaannya kepada yang lebih
berhak dan yang lebih membutuhkan.

2.6 Harta dalam Akuntansi Syariah

Pembagian Jenis Harta Dari segi jenisnya akuntansi membagi harta menjadi harta
lancar, harta tetap, harta tetap tak berwujud, dan investasi jangka panjang, dari sisi penilaian
harta dibagi menjadi harta yang memiliki nilai dan yang tidak memiliki nilai. Pembagian
harta dari segi benda diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu: 10

1) Maal Mutaqowwim dan Maal Ghair Mutaqowwim.


Maal mutaqawwim merupakan harta yang baik jenisnya dan cara memperoleh
serta penggunaannya sesuai dengan syariat Islam . Misalnya, kambing halal dimakan
oleh umat Islam , karena disembelih sesuai syariat. Sedangkan ghoir Mutaqawwim
tidak disembelih dengan syariat Islam.
2) Maal Manqul dan ‘Uqar.
Maal manqul merupakan jenis harta yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke
tempat lain, sedangkan ‘uqar merupakan jens harta yang tidak dapat dipindahkan.
3) Maal Mamluk dan Maal Mubah.
Maal mamluk adalah jenis harta yang kepemilikannya sudah jalas, misalnya
milik perorangan ataupun milik badan hukum, sedangkan maalmubah merupakan
sesuatu benda yang bukan milik seseorang, seperti air pada mata air.
4) Maal Khass dan Maal ‘Amm.
Maal khass merupakan harta pribadi yang tidak bergabung dengan orang lain,
orang lain tidak boleh mengambil manfaatnya tanpa disetujui oleh pemiliknya.
Sedangkan maal ‘amm merupakan harta umum (milik bersama).
5) Maal Misli dan Maalqimi.
Maal misli adalah jenis harta yang memiliki persamaan ditempat yang lain atau
harta yang jenisnya mudah diperoleh dipasar secara terpisah, sedangkan maalqimi
adalah jenis harta yang persamaannya sulit untuk didapat dipasar, bisa diperoleh akan
tetapi dengan jenis yang berbeda, kecuali dalam nilai harganya.

10
Ibid, hal 32

10
6) Maal Istihlaki dan Maal Ghair Istihlaki.
Maal istihlaki merupakan jenis harta yang hanya dimanfaatkan untuk satu kali
pakai serta tidak dapat diambil manfataanya dengan cara yang biasa, kecuali dengan
menghabiskannya, sedangkan maal isti’mal adalah jenis harta yang dapat dimanfaatkan
secara berulang kali dan materinya tetap terpelihara.
7) Maal Usul dan Maal Simar.
Maal usul atau yang sering disebut sebagai harta pokok adalah harta yang dapat
dijadikan harta lain, biasanya disebut sebagai modal yang terdiri dari uang, emas, dan
lain-lain. Sedangkan Maal simar adalah harta yang dihasilkan dari harta pokok,
misalnya keuntungan dari kegiatan usaha.
8) Maal Qabil Lil Al-Qismah dan Maal Ghair Qabil Lil AlQismah.
Maal qabil lil al-qismah adalah jenis harta yang tidak akan menimbulkan suatu
kerugian atau kerusakan apabila harta itu dibagi-bagi, misalnya tepung, sedangkan maal
ghair qabil lil al-qismah adalah jenis harta yang menimbulkan suatu kerugian atau
kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi, misalnya gelas

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Harta dalam Islam mencakup segala sesuatu yang memiliki nilai ekonomi, seperti uang,
tanah, rumah, kendaraan, perhiasan, dan sebagainya. Tetapi, harta dalam Islam tidak hanya
dilihat dari aspek materi saja. Dalam Islam, harta juga mencakup waktu, tenaga, dan
kemampuan seseorang. Oleh karena itu, harta dalam Islam juga dapat berupa ilmu,
keterampilan, dan keahlian yang dimiliki seseorang.

Harta juga ada pembagiannya dan akibatnya yaitu

a. Ditinjau dari segi kebolehan pemanfaatannya menurut syara’, harta dibagi kepada:
1) Mutaqawwim (bernilai)
2) Ghairu Mutaqawwim (tidak bernilai)
b. Ditinjau dari segi dapat/tidaknya dipindahkan, harta dibagi kepada:
1) Harta Manqul (bergerak)
2) Harta ‘Iqar (tidak bergerak)
c. Ditinjau dari segi status/kepemilikan harta, dibedakan kepada:
1) Mal Al-Mamluk (harta yang sudah dimiliki)
2) Mal Al-Mubah (harta bebas/yang tidak dimiliki)
3) Mal Al-Mahjur (harta yang tidak boleh dimiliki)
d. Ditinjau dari segi dapat atau tidaknya dibagi, harta dapat dibedakan kepada:
1) Qabilu lil qismah
2) Ghairu qabili lil qismah

Pandangan dan kedudukan harta dalam islam dapat dilihat dari Ekonomi Islam yang
memegang prinsip dasar pertengahan atau kesederhanaan, dan keseimbangan. Terdapat
landasan terkait kedudukan harta dalam Islam , yaitu; penghargaan Islam terhadap harta
dan kedudukannya dalam kehidupan. Islam membolehkan manusia untuk menikmati
kesenangan dunia, karena Islam memandang kehidupan untuk meningkatkan harkat
kemanusiaan dan berhubungan baik dengan Allah serta dengan makhluk lainnya. Dengan
demikian, harta dalam pandangan Islam sebagai wasilah atau sarana untuk mencapai
kebaikan dan perhiasan hidup serta sendi kesejahteraan dan kemaslahatan hidup manusia.

12
Pengelolaan harta dalam islam sendiri secara garis besar meliputi tiga siklus yang terdiri
dari:

a. Perolehan awal harta


b. Pengembangan harta
c. Pendistribusian harta kekayaan

Selain secara umum harta juga ada pembagiannya dalam akuntansi syariah. Dalam
akuntansi syariah sendiri pembagian jenis harta terbagi menjadi harta lancar, harta tetap tak
berwujud, dan investasi jangka panjang, tetapi apabila dilihat dari segi penilaian harta
terbagi atas dua yaitu harta yang memiliki nilai dan yang tidak memiliki nilai.

3.2 Saran

Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan. Kami yakin apabila di dalam
penulisan makalah ini masih banyak kesalahan-kesalahan karena masih kurangnya
pengetahuan kami, kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh yang berhubungan
dengan makalah. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah untuk selanjutnya. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat dan pengetahuan baru kepada kita semua. Amin.

13
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Lakmanul Hakim, dkk. 2021. Akuntansi Syariah Sebuah Tinjauan Teori dan Praktis.
(Bandung: Widinia Bakhti).

Hadi, Chairul dan Mujiburrahman. 2011. Investasi Syariah: Konsep Dasar dan Implementasi
nya. (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatulloh)

Latifah, Eny, dkk. 2022. Dasar-Dasar Akuntansi Syariah. (Purbalingga: Eureka Media Aksara)

14

Anda mungkin juga menyukai