Aspiyanti
Aspiyanti
Oleh:
ASPIYANTI PRATAMA H
NPM : 041901073
NIMKO : 83820118072
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan rasa syukur ke hadirat ALLAH SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal ini dengan judul “STRAREGI GURU AKIDA AKHLAK DALAM
PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA KELAS XI IPS MAN 1 BAUBAU”
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai sarjana di UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH BUTON”.
Kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan proposal ini tidak terlepas
dari bantuan beberapa pihak yang dengan ikhlas memberikan bimbingan,
semangat, dorongan, kritikan, dan saran kepada penulis. Oleh karena itu penulis
mengaturkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Ibu dan Bapak serta saudara-saudariku yang selalu memberikan kasih
sayang, doa dan juga dukungan.
2. Ibu Dr. Wa Ode Alzarliani, SP.,M.M, Rektor Universitas Muhammadiyah
Buton, yang telah memberikan fasilitasnya yang berharga demi kwlancaran
selama studi.
3. Dr. Basri, M.A Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Buton.
4. Drs. La Jusu, M.A, Wakil Dekan Fakultas Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Buton.
5. Muh Ridwan, S. Ag., MA, Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Buton.
6. Drs. Madi M.A Selaku Dosen pembimbing 1 dengan ketulusan dan
kesabaran mengarahkan dalam memberikan bimbingan.
7. Muhamad Ridwan Selaku Dosen pembimbing 2 yang selalu memberikan
motivasi dan memperlancar bimbingan.
8. Teman-teman Fakultas Agama Islam angkatan 2019, terima kasih atas
dukungan, bantuan dan persahabatan ini.
Akhir kata semoga skripsi dapat memberikan tambahan ilmu bagi para
pembaca untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. ii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................1
A. Latar belakang ...............................................................................................1
B. Rumusan masalah ..........................................................................................6
C. Hipotesis ........................................................................................................6
D. Tujuan dan manfaat penelitian .......................................................................7
E. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian ................................... 8
F. Sistematika penelitian.................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................10
A. Strategi Pembelajaran Guru Akidah Akhlak ...............................................10
B. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Membentuk Sikap
Religius dan Sikap Sosial ............................................................................16
C. Karakter Peserta Didik ................................................................................20
D. Peran Guru Aqidah Akhlaq dalam Pembinaan Karakter Peserta Didik.......25
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................. 29
A. Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................................29
B. Instrumen Penelitian ...................................................................................30
C. Teknik Pengumpulan Data ..........................................................................31
D. Teknik Analisa Data ...................................................................................33
Daftar pustaka..................................................................................................... 36
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kualitas seorang manusia sebagai hamba Allah SWT. di atas permukaan
bumi ini, tidak hanya diukur dari keunggulan ilmu pengetahuan semata dan
keahlian belaka, tapi juga dari kualitas akhlaknya. Dengan kata lain, ketinggian
ilmu tanpa dibarengi dengan akhlak mulia, akan menjadi suatu yang sia-sia.
Bahkan ilmu tanpa akhlak akan membawa kepada kehancuran.
Pendidikan secara umum merupakan salah satu jalan untuk mencapai
kematangan dalam berbagai hal. Pendidikan Islam dalam hal ini, merupakan salah
satu wujud upaya untuk menanamkan dan mengembangkan ajaran Islam,
sehingga tercapai berbagai kematangan khususnya dalam keimanan dan
ketakwaan dalam arti luas.1 Pendidikan Islam mempunyai tujuan yang hendak
dicapai yaitu untuk mengantarkan manusia menjadi insan kamil, yaitu manusia
yang semakin sempurna dan dapat menutupi kekurangannya.
Pendidikan memainkan peranan yang pening dalam pembangunan dan
kemajuan sebuah masyarakat. Maju atau mundur sebuah masyarakat adalah
bergantung kepada maju atau mundurnya pendidikan masyarakat tersebut. Oleh
karena itu, pendidikan amat penting dan harus diberi keutamaan dalam mencapai
pembangunan masyarakat. Dengan pendidikan, sebuah masyarakat dapat
mencapai akhlak yang tinggi. Pendidikan sebenarnya dapat ditinjau dari dua aspek
yaitu aspek kemasyarakatan dan individu.
Pendidikan pada hakikatnya merupakan salah satu upaya mewariskan nilai
yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani
kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia.
Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan
generasi manusia masa lampau, yang dibandingkan dengan manusia sekarang,
telah sangat tertinggal baik kualitas kehidupan maupun proses-proses
1
Kutbudin Aibak, Dinamika Pendidikan Islam (Studi Krisis Tantangan dan peran Pendidikan
Islam dalam kemajuan Ilmu pengetahuan dan Teknologi) dalam Jurnal Dinamika Penelitian,
Vol.5, no.2 Oktober, 2003, Hal. 120-121
v
pemberdayaannya. Secara ekstrim bahkan dapat dikatakan, maju mundurnya atau
baik buruknya peradaban suatu masyarakat, suatu bangsa akan ditentukan oleh
bagaimana pendidikan yang dijalani oleh masyarakat, bangsa tersebut. 2 Begitu
juga dengan adanya pendidikan agama Islam, upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani,
dan saling menghormati.3
Tujuan pendidikan agama Islam telah di sebutkan dalam Al-Qur`an .Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur`an surat At-Tahrim ayat 6 sebagai
berikut:
2
Abdul Halim Fatoni. Pendidikan Islam Harus Mulai Berbenah Diri.
3
Abdul Majid dan Dian Handayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. (Bandung: PT
Remaja Rosda Karya, 2006 ). Hal.130
vi
menempuh kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan Islam di lakukan di dalam
keluarga, sekolah dan masyarakat.
Setiap orang yang memiliki karakter kuat dan baik secara individual serta,
sosial ialah mereka yang memiliki akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik.
Mengingat begitu pentingnya karakter, maka institusi pendidikan memiliki
tanggung jawab untuk menanamkan memalui proses pembelajaran di sekolah.4
Kewajiban siswa- siswi patuh dan taat kepada guru, serta hormat kepadanya
sudah semestinya di dapatkan di tengah-tengah proses belajar mengajar di
sekolah. Jika terjadi pertemuan antara siswa dengan guru di luar jam sekolah,
ialah bentuk ketawadu`an siswa terhadap guru dalam memberikan ilmu di
sekolah.
Pendidikan ialah salah satu upaya untuk membentuk watak dan kepribadian
seseorang seperti yang tertuang di dalam undang-undang Republik Indonesia
nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal ayat 1 Amanah
undang-undang sistem pendidikan nasional tersebut bermaksud agar pendidikan
tidak hanya membentuk manusia yang cerdas, tetapi juga mempunyai kepribadian
atau berkarakter sehingga akan lahir generasi yang tumbuh berkembang dengan
karakter yang sesuai nilai-nilai leluhur bangsa serta agama.5
Di dalam undang-undang sistem pendidikan nasional tersebut, karakter yang
semestinya di bangun adalah agar anak didik menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sungguh, inilah hal penting yang
semestinya mendapatkan perhatian dalam pendidik kita. Dengan demikian,
kesadaran beriman dan bertakwa kepada Tuhan itu akan menjadi kekuatan yang
bisa melawan apabila anak didik terpengaruh untuk melakukan perbuatan yang
tidak terpuji. Apalagi, hal ini semakin dikuatkan dengan mengembangkan karakter
yang selanjutnya, yakni berakhlak mulia. Maka, semakin kukuhlah kepribadian
dari anak didik karakter sebagaimana yang di harapkan.6
4
Zubaedo, desai. Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya Dalam Lembaga Pendidikan.
(Jakarta: Kencana Prenadan Media Group, 2012, Cet. II). Hal. 1.
5
B. Marjani Alwi. Pendidikan Karakter. (Makassar: Alauddin University Press, 2014, Cet. I). Hal.
1.
6
Akhmad Muhaimin Azzet. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011, Cet. I). Hal. 12.
vii
Pada setiap proses pembelajaran pasti akan ditemukan problematika di
dalamnya baik itu problematika dari penyampaian materi, siswa, guru, dan
fasilitas. Pembelajaran merupakan kegiatan terencana yang mengondisikan/
merangsang seseorang agar bisa belajar dengan baik agar sesuai dengan tujuan
dari pembelajaran. Oleh sebab itu, kegiatan pembelajaran akan bermuara pada dua
kegiatan pokok. Pertama, bagaimana orang melakukan tindakan perubahan
tingkah laku melalui kegiatan belajar. Kedua, bagaimana orang melakukan
tindakan penyampaian ilmu pengetahuan melalui kegiatan mengajar. Dengan
demikian makna pembelajaran merupakan kondisi eksternal kegiatan belajar yang
antara lain dilakukan oleh guru dalam mengkondisikan seseorang untuk belajar.7
Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan”
kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering
diartikan “menumbuhkan” kemampuan dasar manusia. Namun pada kenyataannya
pendidikan di Indonesia lebih mengutamakan hal - hal yang bersifat kognitif atau
kecerdasan, sedangkan hal – hal lain seperti pengendalian diri, kepribadian,
tanggung jawab, dan akhlak mulia masih terpinggirkan. Hal tersebut masih
dianggap kurang penting dibanding dengan prestasi akademik para peserta didik.
Padahal hal ini merupakan karakter yang harus terbentuk dalam proses
pembelajaran. Dikhawatirkan jika karakter ini tidak terbentuk dan pendidikan
hanya berprospek pada aspek kognitif saja, maka pendidikan akan melahirkan
manusia yang pintar namun tidak bermoral. Jika pendidikan itu sesuai dengan
ajaran Islam maka harus berproses dengan sistem kependidikan Islam, baik
melalui kelembagaan maupun melalui sistem kurikuler. Apabila pendidikan
dikaitkan dengan ajaran Islam maka hal tersebut diarahkan pada pendidikan Islam.
“Pendidikan Islam adalah usaha dari seorang muslim yang bertakwa dimana ia
melakukannya secara sadar, mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta
perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah
titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.8
7
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran. (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2013). Hal. 5.
8
Arifin. Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014). Hal. 22.
viii
Tanpa adanya strategi, guru agama sudah barang tentu proses pembentukan
Akhlakul Karimah tidak dapat berjalan dengan maksimal, gaya mengajar dan
menyampaikan materi pelajaran agama pun harus bervariasi dan disesuaikan
dengan keadaan kelas, sehingga peserta didik tidak merasa jenuh dan mampu
memahami serta mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu tugas dan tanggung jawab guru adalah untuk memberikan
sejumlah norma kepada anak didik agar tahu mana perbuatan yang susila dan
asusila, mana perbuatan yang bermoral dan amoral. Semua norma mesti harus
guru berikan ketika dikelas, di luar kelas pun sebaiknya guru contohkan melalui
sikap, tingkah laku dan perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata-mata
dengan perkataan, tetapi sikap, tingkah laku dan perbuatan.8
Tugas seorang guru memang berat dan banyak. Akan tetapi tugas guru itu
akan dikatakan berhasil apabila ada perubahan tingkah laku dan perbuatan pada
anak didik ke arah yang lebih baik. Maka tentunya hal yang paling mendasar
ditanamkan adalah akhlak. Karena jika pendidikan akhlak yang baik dan berhasil
ajarannya berdampak pada kerendahan hati dan perilaku yang baik, baik terhadap
sesama manusia, lingkungan dan yang paling pokok adalah akhlak kepada Allah
SWT.
Dengan demikian tugas guru pendidikan agama Islam di sekolah adalah
membina dan mendidik siswanya melalui pendidikan agama Islam yang dapat
membina dan membentuk akhlak para peserta didik dan mempraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Tugas tersebut terasa berat karena ada unsur tanggung
jawab mutlak guru, akan tetapi juga keluarga dan masyarakat mendukung dan
bertanggung jawab serta bekerja sama dalam mendidik anak.
Madrasah Aliyah Negeri 1 Bau-Bau yang beralamat di Kota Bau-Bau
provinsi Sulawesi Tenggara yaitu Sekolah yang dinaungi oleh Kementerian
Agama. Selain mengajarkan pelajaran umum juga mengajarkan tentang
pendidikan agama Islam yang pada hal ini dispesifikan menjadi mata pelajaran
akidah akhlak.
Di samping itu juga penanaman budi pekerti atau akhlak yang bersifat
mendasar yang lebih terfokus pada cara kehidupan Islami atau perilaku Islami
ix
yang bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi pribadi yang Islami
berkhlakul karimah.
Berdasarkan paparan di atas peneliti tertarik melakukan kajian lebih
mendalam tentang strategi guru akidah akhlak dalam pembentukan karakter siswa
kelas XI IPS di Madrasah Aliyah Negeri 1 Bau-Bau.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus permasalahan di atas dapat dirinci masalah-masalah
khususnya yakni sebagai berikut :
1. Bagaimana strategi guru aqidah akhlak dalam pembinaan akhlak siswa kelas
IX IPS di Madrasah Aliyah Negeri 1 Bau-Bau?
2. Bagaimana bentuk perencanaan implementasi pendidikan karakter dalam
pembelajaran aqidah akhlak siswa IX IPS di Madrasah Aliyah negeri 1 Bau-
Bau?
3. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat guru akidah akhlak
dalam pembinaan akhlak siswa dikelas IX IPS di Madrasah Aliyah 1 Bau-
Bau?
C. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti dapat menyajikan
hipotesis sebagai berikut :
1. Pendidik mampu menyusun strategi guru aqidah akhlak dalam
membimbing akhlak siswa dikelas XI IPS di Madrasah Aliyah Negeri 1
Bau-Bau.
2. Pendidik mampu menganalisis bentuk perencanaan implementasi
pendidikan karakter dalam pembelajaran aqidah akhlak siswa IX IPS di
Madrasah Aliyah negeri 1 Bau-Bau.
3. Pendidik mampu menganalisis faktor pendukung dan penghambat guru
akidah akhlak dalam pembinaan akhlak siswa dikelas IX IPS di
Madrasah Aliyah 1 Bau-Bau.
x
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui strategi yang dilakukan guru dalam membina akhlak
siswa dikelas 1X IPS di Madrasah Aliyah Negeri 1 Bau-Bau.
b. Untuk mengetahui bentuk perencanaan implementasi pendidikan karakter
dalam pembelajaran aqidah akhlak siswa IX IPS di Madrasah Aliyah negeri
1 Bau-Bau.
c. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat guru akidah akhlak
dalam pembinaan akhlak siswa dikelas IX IPS di Madrasah Aliyah 1 Bau-
Bau.
2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Secara teoritis
1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pijakan teori tentang
strategi guru dalam membentuk karakter siswa yang religius di Madrasah
Aliyah 1 Bau-Bau.
2. Dari hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam membentuk karakter religius siswa umumnya
bagi pembaca sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan secara optimal.
b. Secara praktis
1. Bagi peneliti
Sebagai sarana penelitian untuk mengembangkan pengetahuan,
keterampilan dan wawasan untuk berpikir kritis, guna melatih kemampuan,
memahami dan menganalisis masalah-masalah pendidikan secara kritis dan
sistematis.
2. Bagi sekolah
Sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil kebijakan dalam rangka
membentuk karakter religius siswa.
xi
3. Bagi guru
Sebagai bahan masukan dalam membimbing siswanya sehingga membantu
memecahkan masalah-masalah pendidikan yang timbul di sekolah
khususnya dalam membentuk karakter siswa melalui pelajaran akidah
akhlak.
xii
karakter dalam pembelajaran aqidah akhlak, dan faktor pendukung serta
penghambat guru dalam pembinaan akhlak siswa kelas IX IPS di Madrasah
Aliyah Negeri 1 Bau-Bau.
F. Sistematika Penelitian
BAB I:
Bab I ini, terdiri dari pendahuluan yang di dalamnya diuraikan tentang latar
belakang, rumusan masalah, hipotesis, tujuan dan manfaat penelitian, definisi
operasional dan ruang lingkup penelitian, serta sistematika penelitian.
BAB II :
Dalam bab II, berisi kajian pustaka membahasa strategi pembelajaran guru akidah
akhlak, faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam membentuk sikap
religius dan sikap sosial, karakter peserta didik, peran guru aqidah akhlaq dalam
pembinaan karakter peserta didik.
BAB III :
Bab III membahas metode penelitian yang terdiri dari populasi dan sampel
penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis
data. Bab ini akan menjelaskan bagaimana metode penelitian yang akan penelitian
laksanakan.
BAB IV :
Bab IV berisi tentang hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah peneliti
laksanakan, pada bab ini semua hasil dan pembahasan yang telah ada akan di
paparkan bagaimana strategi guru aqidah akhlak, perencanaan implementasi
pendidikan karakter dalam pembelajaran aqidah akhlak, dan faktor pendukung
serta penghambat guru dalam pembinaan akhlak siswa kelas IX IPS di Madrasah
Aliyah Negeri 1 Bau-Bau..
BAB V:
Bab V yaitu penutup yang berisi kesimpulan dan saran di mana kesimpulan berisi
jawaban-jawaban singkat atas fokus pernyataan penelitian, sedangkan saran berisi
masukan-masukan atau rekomendasi bagi penelitian atau penggunaan penelitian.
xiii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Strategi Pembelajaran Guru Akidah Akhlak
Strategi atau langkah awal yang harus dipersiapkan seorang pendidik
sebelum melaksanakan suatu proses belajar mengajar di antaranya dengan
mempersiapkan suatu rancangan dalam perangkat seperti menuangkan segala
prospek ke depan untuk memajukan ilmu pengetahuan dengan menggunakan RPP
yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran yang terdapat uraian suatu proses strategi
belajar yang telah terstruktur dan tersusun bagus.9
9
Imanuel Sairo Awang. Strategi Pembelajaran, Tinjauan Umum Bagi Pendidik, (STKIP Persada
Khatulistiwa, 2017). Hal. 10.
10
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa, Edisi Keempat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012). Hal. 1340.
11
Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (2010). Hal.
126.
12
Hamzah B. Uno. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan
Efektif. (Jakarta: Bumi Aksara, 2009, Cet. 4). Hal. 1-2.
xiv
Keterangan yang terkait dengan pembelajaran maka rangkuman dari suatu
desain dalam disiplin ilmu dalam efisien. Madrasah Aliyah terdapat bidang studi
mata pelajaran Akidah Akhlak yang merupakan ajaran penting yang harus
diterapkan dalam sikap kebiasaan perlu ditingkatkan pada mata pelajaran di
pendidikan pada umumnya. Akidah Akhlak merupakan ajaran yang penting
dikenal dan dikenang para peserta didik untuk menghadapi kehidupan era
globalisasi yang berlandas pada Al-Qur`an dan Hadis untuk bekal peserta didik
kepada tingkatan yang lebih lanjut ketika tamat melanjutkan jenjang keilmuan
pada tingkatan perkuliahan dan sampai pada lingkungan masyarakat dalam
berkeluarga dalam prospek ke depannya. Pembelajaran Akidah yaitu persoalan
dalam keimanan yang meyakini dan mempercayai hakikat perintah dan menjauhi
dalam bentuk larangan yang Allah peruntukkan kepada manusia, termasuk dalam
kajian tauhid Islamiyah yang mengajak seorang hamba untuk menjauhi perbuatan
yang sangat dibenci dan di cela oleh Allah yaitu menjauhi perbuatan syirik kecil
maupun besar yang hadir dalam kehidupan keseharian yang terkadang tanpa kita
sadari tampak nyata. Bidang Akhlak yang merupakan suatu sikap yang mengarah
pada perbuatan terpuji dan tercela yang pasti pernah tampil pada kehidupan
masing-masing dari peserta didik, dan untuk mencegah sebelum muncul sikap
tercela maka seorang pendidik haruslah menanamkan ajaran dan penerapan Al-
Qur`an dan Hadis ketika mengkaji persoalan dosa besar dan kecil dan ancaman
azab bagi pengingkar perintah Allah SWT. agar melahirkan sikap religius bagi
diri peserta didik.
Madrasah Aliyah terdapat ajaran keagamaan yang luas secara substansial
melalui penerapan atau praktik keseharian dengan tahap terpaksa, terbiasa dan
terasa menjalankan ibadah dan sosial yang tinggi yang merupakan sifat kebaikan
yang secara menyeluruh akan ditebar luaskan ajarannya ke lingkungan masyarakat
bertempat tinggal peserta didik sehingga tampil pada panggung kontes bernegara
dan bertanah air terkhusus untuk mencegah datangnya perihal dalam kezaliman
saat sekarang ini.13
13
Keputusan KMA. Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam dan Bahasa Arab. (Jakarta: Menteri Agama Republik Indonesia, 2014). Hal. 49-50.
xv
2. Macam-Macam Dalam Strategi Pembelajaran Guru Akidah Akhlak
Penjelasan dari bermacam-macam yang akan diterangkan dalam konsep
strategi pembelajaran Guru Akidah Akhlak, sebagai berikut:
a. SPBAS yaitu strategi pembelajaran berorientasi aktivitas siswa dimaknai
dengan siswa yang menjadi subjek penting dalam mencerdaskan pemikiran
dan sikapnya dalam segala hal tentang keagamaan termasuk dalam
kesosialan yang terdapat dalam perkembangan dalam pembelajaran suatu
disiplin ilmu.14
Keterangan yang diuraikan di atas dapat membentuk sikap yang cerdas dan
berkreativitas dalam mengembangkan ajaran yang keilmuan yang diraihnya
sehingga terhubung dapat perkembangan sikap yang akan diterapkannya
dalam bentuk moral kesosialan bermasyarakat.
b) SPE adalah strategi pembelajaran ekspositori merupakan rencana yang
tersampaikan seorang pendidik kepada peserta didiknya dalam sistem
belajar mengajar dalam mengembangkan ilmu pengetahuan atau perolehan
hasil yang akan didapatkan melalui suatu pembelajaran yang secara
langsung disebut direct instruction diterapkan guru kepada siswanya dengan
sistem penerangan ilmu pelajaran secara seksama dapat dicermati oleh
peserta didik lainnya. Konsep dari pelajaran sudah ada dan terstruktur
dengan baik dan lebih kepada penjelasan disebut strategi chalk and talk.15
Sesuai pada keterangan di atas, guru sangatlah aktif dalam mengajar
diperankan dalam menerangkan kepada peserta didik, diharapkan lebih
menguasai konsep yang telah dipelajari sebelumnya sehingga tersistematis
akan dapat memahamkan peserta didik yang mendengarkan dan peserta
didik diperankan mendengar dan mencermati sehingga dapat
mengaplikasikannya dari apa yang telah dijelaskan oleh guru.
c) SPI ialah strategi pembelajaran inkuiri menerangkan proses berpikir secara
aktif untuk menemukan suatu pemecahan masalah dalam persoalan yang
diberikan oleh seorang pendidik kepada peserta didik, agar siswa dapat
14
Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standart Proses Pendidikan. Hal. 135.
15
Ibid. Hal. 179.
xvi
tertantang dalam menemukan cara penyelesaian dari setiap masalah yang
diuji kepadanya.16
Keterangan dari pembelajaran ini menekunkan peserta didik agar lebih
cermat dan cerdas dalam menyelesaikan masalah dengan cara berpikir dan
mencari jawaban melalui wawancara dengan guru lain, diskusi dengan
teman sebaya dan mencari jawaban dari buku atau majalah untuk
menciptakan sikap tidak mau kalah dengan peserta didik yang lain dalam
mengembangkan disiplin ilmu disebut self belief.
d) SPBM yaitu strategi pembelajaran berbasis masalah dalam rangkaian
aktivitas dalam pemecahan masalah dengan cara menghasilkan suatu
temuan yang berbasis nyata.17 Peserta didik dituntut untuk mencermati
setiap masalahnya dan diupayakan kepada siswa agar dapat berkreatifitas
tinggi yang menyelesaikan permasalahan dengan cara membuktikan
jawaban dengan fakta dan akurat.
e) SPPKB adalah strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir yang
lebih kepada persoalan peserta didik dalam meningkatkan pengalaman
belajar dan mencermati segala perkembangan keilmuan yang dituntut oleh
peserta didik tersebut berpikir cerdas dalam menyelesaikan masalah dengan
telaahan yang progresif sehingga dapat terselesaikan dari soal-soal yang
diujikan.18
Menilai peserta didik dari segi pengetahuan yang ditampilkannya
sebelumnya diperolehnya melalui pengalaman dari membaca dan mencari
jawaban dari persoalan yang ada dengan fakta dan akurat yang diperolehnya
secara langsung sehingga menambah cakrawala berpikirnya dan mampu
menjelaskan jawaban atau hasil dari masalah melalui pemikiran yang
disampaikannya.
f) SPK disebut strategi pembelajaran kooperatif yang merupakan pelaksanaan
strategi secara grup atau tim dengan membuat regu-regu dalam pencapaian
suatu perkembangan disiplin ilmu pengetahuan yang sudah tersistematis
16
Ibid. Hal. 196.
17
Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standart Proses Pendidikan. Hal. 214.
18
Ibid. Hal. 225-226.
xvii
dengan rancangan yang sudah ada sebelumnya.19 Arah pembelajaran ini
untuk memfungsikan peserta didik agar lebih cerdas dan kreatif dalam
regunya belajar dan lebih mengemban amanah dari guru dalam
memecahkan suatu masalah dalam persoalan yang diujikan kepada siswa.
g) CTL kepanjangannya Contextual Teaching Learning artinya strategi
pembelajaran kontekstual disingkat SPK yang lehih memfungsikan dan
menghubungkan peserta didik untuk saling memberikan pengaruh
pengajaran satu sama lain di antara mereka dalam mengembangkan dan
menerapkan kedisiplinan ilmu pengetahuan sesama peserta didik yang satu
dengan yang lainnya.20
h) SPA disebut strategi pembelajaran afektif yaitu nilai (value) yang tidak
diukur dengan akal pikiran, melainkan hadir dari kemauan peserta didik dari
dalam diri mereka masing-masing, dengan niat dan sungguh-sungguh dalam
memperolehnya.21 Konsep ini tumbuh dan berkembang dari dalam diri
peserta didik itu sendiri yang dapat melahirkan suri teladan kepada siswa
lainnya dalam contoh sikap religius ketekunan dalam beragama dan sosial
hubungan yang luas dengan persahabatan dan pertemanan yang baik dan
benar dalam mengembangkan ajaran ilmu agama.
Dalam strategi pembelajaran afektif yang diperlu dipahami oleh seorang
guru salah satunya adalah model konsiderasi. Lebih terfokus kepada kepribadian
siswa dengan tujuan mencapai tingkat kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya.
Strategi pembelajaran afektif pada peserta didik ditargetkan dapat membentuk
sikap tenteram dan damai dalam hubungan sesama manusia lainnya. Langkah-
langkah strategi pembelajaran afektif yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi
pendidik, sebagai berikut:22
1) Menghadapkan siswa dalam persoalan kehidupan yang penuh dengan
tantangan yang menjadi masalah baru yang harus dihadapi mereka dengan
tujuan menciptakan sikap yang dewasa.
19
Ibid. Hal. 241.
20
Muhammad Afandi, dkk. Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah, (Semarang: Unissula
Press, 2013). Hal. 255.
21
Wina Sanjaya. Strateg Pembelajaran Berorientasi Standart Proses Pendidika. Hal. 274.
22
Ibid,. Hal. 280-281.
xviii
2) Mengajak peserta didik lebih terampil dalam menyikapi kebutuhan orang
lain dalam menolongnya, dengan mengetahui persoalan yang muncul dari
masalah kehidupan dan perasaan yang timbul.
3) Mengajak peserta didik untuk merespon masalah yang timbul dengan
menuliskan persoalan tersebut dan mencermati setiap masalah yang
dihadapinya agar bisa membandingkan dengan perasaan orang lain.
4) Memacu peserta didik agar mencermati setiap respon yang timbul dari diri
orang lain dan membuat tanggapan yang baik kepada permasalahan yang
ada.
5) Memacu peserta didik agar lebih cerdas dalam menyikapi pertanyaan yang
mereka buat dan mampu bertanggungjawab atas semua persoalan yang
dibuat oleh mereka yang berhubungan dengan sikap. Pendidik mengawasi
setiap pergerakan yang dilakukan peserta didik dalam memberikan
penjelasan serta menampung segala aspirasi dari setiap peserta didik dengan
tujuan masing-masing peserta didik mempunyai kelebihannya masing-
masing akan tetapi sifat saling menghargai pendapat orang lain itu lah
sebenarnya inti dari tujuannya.
6) Memacu peserta didik lebih terampil dalam menyikapi persoalan yang
timbul dari segala aspek yang ada sebagai penambah pengalaman mereka
agar lebih mengetahui sejauh mana tingkatan ilmu mereka masing-masing
disebut interdisipliner.
7) Mengajak peserta didik mempertimbangkan sikap yang akan
ditampilkannya dan telah ditetapkannya pada kemauannya. Guru
membimbing arah pilihan peserta didik dengan tidak menilai itu salah atau
benarnya, akan tetapi segala penjelasan dari pendidik yang membuat peserta
didik semakin semangat dalam menentukan pilihan awalnya.
xix
Model suatu pembentukan dari suatu tindakan berbasis keagamaan pasti
terlibat dari persoalan yang menghambat dan mendukung yang keduanya berasar
dari dalam dan dari luar, sebagai berikut:
23
Jalaluddin. Psikologi Agama. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007). Hal. 97.
xx
untuk beribadah kepada-Nya merupakan sikap religius keagamaan dalam
keyakinan dan kepercayaan yang ditumbuhkan.
b. Faktor yang berasal pada ketentuan luar diri manusia disebut eksternal, di
antaranya:
1) Lingkungan keluarga
2) Lingkungan sekolah
3) Sarana dan prasarana
2. Faktor penghambat dari munculnya sifat keagamaan dalam kepercayaan
a. Faktor muncul pada kepribadian dalam diri manusia merupakan penyebab
terhambatnya suatu perkembangan dari sikap religius, yaitu:
1) Tempramen
2) Gangguan jiwa
3) Jauh dari Tuhan
4) Kurangnya kesadaran diri peserta didik
b. Faktor berawal pada luar kepribadian manusia disebut eksternal, ialah:
1) Lingkungan rumah
2) Lingkungan madrasah
3) Sarana pada prasarana
xxi
seorang anak tersebut dengan melibatkan kepadanya ajaran-ajaran yang berbaur
pada metode klasik (dahulu) dan mencotohkan kepadanya persoalan sikap yang
baik sehingga lahir perbuatan dalam kehidupan yang baik pula.24
b. Peranan pendidik
Selain orang tua menjadi faktor pendorong peserta didik dalam
pembentukan sikap sosial, maka peran penting dari seorang guru pun juga
diharapkan dapat menjadi suatu contoh yang baik kepada peserta didiknya dalam
persoalan sikap. Peserta didik sangatlah mudah untuk meniru gurunya dalam
persoalan sikap. Peserta didik sangatlah mudah untuk meniru gurunya dalam
bersikap. Peran dan tanggung jawab dari setiap seorang guru haruslah benar-benar
mencermati terutama dalam pembentukan sikap. Karena berhasil tau tidaknya
seorang peserta didik disebabkan karena seorang guru.
24
Arifin. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1975). Hal. 90.
25
Muhammad Jamaluddin Mahfuz. Psikologi Anak dan Remaja Muslim. (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2005). Hal. 156.
xxii
Kasih sayang orang tua yang berlebihan yang menyebabkan manja yang
keterlaluan juga menjadi faktor utama dalam menghambat suatu pembentukan
dari sikap sosial anak. Hal ini bisa menimbulkan dampak buruk yang sangat besar
bagi jiwa seorang anak ketika ia tumbuh besar dewasa, si anak tidak matang, tidak
tumbuh dengan dewasa sehingga emosionalnya ia menunjukkan bahwa ia masih
kekanak-kanakan, tidak merasakan tanggung jawab atas segala tindakan dan
perbuatannya dalam melaksanakan tugas, karena tidak pernah berhasil usahanya
tersebut kecuali melaksanakannya dibantu oleh orang sekitarnya, seolah-olah tak
biasa menghadapi dunia nyata yang realitas ia hadapi sekarang ini, dimana yang
terkait banyak persoalan yang membingungkan jiwanya sehingga mengakibatkan
fatal menghantarkannya kepada hal yang dekat pada perbuatan tercela.26
b. Lingkungan Masyarakat Umum
Lingkungan sosial masyarakat sangat berpengaruh pada sikap peserta didik
pada khususnya dalam pembentukan perilakunya. Lingkungan tempat tinggal di
dalam rumahnya ialah berawal suatu pembelajaran kepada diri peserta didik dan
madrasah merupakan keadaan lingkungan yang menyelesaikan permasalahan
dalam persoalan sikap seorang anak dalam membentuk kepribadiannya agar lebih
sesuai pada ketentuan hidup dalam menjalankan ibadah agama, lingkungan sosial
masyarakat di mana peserta didik hidup bermain bersama teman-teman sebayanya
dan sesuai pada keadaan kebutuhan mereka masing-masing dalam menghibur
kegiatan mereka sehari-harinya dari ketika lingkungan tersebutlah harus sejalan
dalam menitik beratkan setiap amanah untuk menentukan sikap religius dan sosial
dari seorang peserta didik.27
c. Perkembangan dalam Kecanggihan Teknologi Terkini
Teknologi terkini kian berkembang sangat pesat yang peranannya menjalin
hubungan dengan menggunakan kecanggihan media tersebut seperti Whatshap,
CD, Warnet Dunia Maya, Game Online, Instagram, Facebook yang menjadi
telekomunikasi pada millennial sekarang ini, yang terkait persoalan cettingan,
status, kritikan netizen yang dapat menghambat pertumbuhan sikap yang baik
kepada peserta didik jika pengaruh buruk sudah tertanam padanya sejak kecil.
26
Ibid. Hal. 52.
27
Ibid. Hal. 195.
xxiii
Solusinya dari semua itu ialah pengawasan dari setiap peranan orang tua, peranan
pendidik sebagai guru dan masyarakat yang baik sikap dan keadaannya untuk
membentuk sikap yang lebih baik lagi kepada mereka untuk ke depannya.28
28
Ibid. Hal. 9.
29
Mahmud. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. (Bandung: Alfabeta, 2012). Hal. 2.
30
A. Rahmat Rosyadi. Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini (Konsep
Dan Praktik PAUD Islami). (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). Hal. 13.
31
Heri Gunawan. Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi. (Bandung: Alfabeta, 2014).
Hal. 3-4.
xxiv
Berdasarkan sudut pandang agama, seseorang yang berkarakter adalah
seseorang yang di dalam dirinya terkandung potensi-potensi, yaitu: sidiq, amanah,
fatonah dan tabliq.32
Selanjutnya, adapun karakter menurut Al-Qur’an yang salah satunya
dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 153 yang artinya sebagai berikut: Hai
orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.33
Adapun maksud dari ayat di atas adalah agar kita setiap manusia
diperintahkan untuk meminta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan
melaksanakan shalat. berdasarkan penjelasan di atas dapat peneliti simpulkan
bahwa karakter merupakan pembiasaan dan pengamalan nilai-nilai yang baik dan
menjauhi nilai-nilai yang buruk. Sehingga manusia dapat memahami dan
mengamalkan perilaku-perilaku yang baik dan menjauhi perilaku-perilaku yang
buruk ke dalam kehidupan sehari-hari.
32
Yunus Abidin. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. (Bandung: Refika
Aditama, 2012). Hal. 53.
33
Q.S. Al-Baqarah (2): 153.
34
Yunus Abidin. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. (Bandung: Refika
Aditama, 2012). Hal. 67-68.
xxv
d. Disiplin: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
e. Kerja keras: Perilaku yang menunjukkan peran sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.
f. Mandiri: Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas.
g. Demokratis: Cara berpikir, bersikap, dan bertindak nilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
h. Rasa ingin tahu : Sikap dan tindakan yang selalu berperan untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan
didengar.
i. Semangat kebangsaan: Cara berpikir, bersikap, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
j. Cinta tanah air: Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.
k. Menghargai prestasi: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta
menghormati keberhasilan orang lain.
l. Bersahabat/komunikatif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
m. Cinta damai: Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
n. Gemar membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan kepada dirinya.
o. Peduli lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berperan mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan peran-
peran untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
xxvi
p. Peduli sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
q. Tanggung jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan yang
Maha Esa.
Berdasarkan uraian di atas dapat peneliti disimpulkan bahwa nilai karakter
yang harus dikembangkan pada diri anak ada 18 karakter, di antaranya religius,
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial,
tanggung jawab, jadi ketika seseorang sudah mempunyai 18 nilai-nilai karakter di
atas, maka seseorang akan mempunyai nilai karakter yang baik dan tertanamnya
nilai-nilai kebudayaan bangsa Indonesia pada dirinya.
35
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 2015). Hal. 515-516
xxvii
Sebagian besar guru agama, dengan melaksanakan pembelajaran dalam
bentuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan keterampilan, ia
menganggap sudah berhasil dalam mengajarkan agama karena murid memiliki
pemahaman tentang shalat dapat melakukan shalat seperti yang dilakukan guru.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam proses
pembelajaran ada tiga bentuk proses pembelajaran yaitu pengembangan
pengetahuan, pengembangan keterampilan, penanaman nilai yang semua itu
sangat diperlukan di dalam proses pembelajaran, sehingga dalam proses
pembelajaran akan berjalan dengan maksimal.
36
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 2015). Hal. 518-519.
xxviii
b. Menciptakan Suasana Keagamaan.
Suasana keagamaan bukan hanya makna simbolik tetapi lebih jauh dari itu
berupa penanaman dan pengembangan nilai-nilai religius (keislaman) oleh setiap
tenaga kependidikan kepada peserta didik.37
Berdasarkan penjelasan uraian di atas dapat penelitian simpulkan bahwa di
dalam proses pembelajaran, setiap tenaga pendidik harus mampu menanamkan
nilai-nilai religius (keislaman) kepada peserta didiknya, agar peserta didik lebih
mengetahui tentang nilai-nilai yang terkandung di dalam agama dan bukan hanya
makna simbolik saja.
37
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 2015). Hal. 520.
38
Amirulloh Syarbini dan Akhmad Khusaeri. Kiat-Kiat Mendidik Anak Remaja. (Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo, 2012). Hal. 43.
39
Ahmad Rohani. Pengelolaan Pengajaran. (Jakarta: Rineka Cipta, 2004). Hal. 11.
xxix
“menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga anak itu mau melakukan apa
yang dapat dilakukannya”.40
Motivasi dalam diri siswa akan tubuh apabila siswa tahu dan menyadari
bahwa apa yang dipelajari bermakna atau bermanfaat. Karena pada umumnya,
siswa memiliki rasa ingin tahu dan memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya.
Guru sebagai pendidik hendaknya bisa mendidik dan membangkitkan serta
mengembangkan motivasi siswa. Motivasi merupakan pendorong yang berusaha
dengan sungguh-sungguh memperbaiki karakter siswa serta dengan adanya
motivasi yang baik dalam membina karakter siswa maka akan mewujudkan hasil
yang baik juga.
Pemberi motivasi yang telah diuraikan di atas dapat dimaksudkan di
antaranya yaitu dengan bercerita tentang keteladanan Rasulullah yang menjadi
contoh suri teladan yang baik bagi umatnya dan layak untuk ditiru, serta
pemberian motivasi melalui ganjaran, seperti pujian ketika siswa melakukan
sesuatu hal yang positif. Pemberian motivasi dengan bercerita dan memberikan
ganjaran akan dapat menjadikan suasana belajar menyenangkan dan
menggembirakan dengan penuh dorongan dan motivasi, sehingga pelajaran atau
pendidikan dapat dengan mudah diberikan dan diterima oleh siswa.
2. Pemberi Bimbingan
Membina karakter siswa melalui pemberian bimbingan merupakan salah
satu upaya yang dilakukan oleh guru pendidikan agama Islam dalam membentuk
siswanya yang sedang mengalami kesulitan baik kesulitan belajar, maupun
kesulitan pribadi.
Bimbingan adalah “ bantuan yang diberikan kepada seseorang individu dari
setiap umur untuk menolong dia dalam mengatur kegiatan hidupnya,
mengembangkan pendirian/pandangan hidupnya, membuat keputusan-putusan,
dan memikul beban hidupnya sendiri”.41
40
Ramayulis. Metodologi Pendidikan Agama Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 2010). Hal. 119.
41
M. Ngalim Purwanto. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2009). Hal.170.
xxx
Pemberian bimbingan harus dilakukan secara maksimal. Karena bimbingan
yang akan diberikan oleh seorang guru akan membantu murid dalam menemukan
dan memecahkan masalah yang mereka hadapi serta bertambah bertanggung
jawab dengan dirinya.
Bimbingan yang baik adalah tidak ikut menentukan jalan yang akan
ditempuh oleh si terbimbing. Tetapi hanya membimbing dalam bentuk
permasalahannya saja. Seperti memberi arahan dan nasehat ketika siswa
melakukan pelanggaran tata tertib sekolah, mendisiplinkan siswa baik di dalam
kelas maupun di luar kelas, menanamkan sikap toleransi, menghormati, dan
memberikan contoh tentang adab yang baik ketika di sekolah.
3. Latihan Pembiasaan
Pembiasaan adalah “salah satu alat pendidikan yang penting sekali, terutama
bagi anak-anak yang masih kecil”.42 Pembiasaan yang dilakukan sejak dini
termasuk masa remaja akan berdampak besar terhadap kepribadian atau karakter
mereka ketika dewasa. Sebab pembiasan yang dilakukan sejak kecil akan melekat
kuat di ingatan dan menjadi kebiasaan yang tidak dapat diubah dengan mudah.
Pembinaan karakter melalui pembiasaan, dalam kaitannya dengan
pengajaran dalam Islam, dapat dikatakan bahwa pembiasaan “cara yang dapat
dilakukan untuk membiasakan anak untuk berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai
dengan tuntunan agama Islam”.43
Seorang guru khususnya guru aqidah akhlaq dalam melaksanakan tugasnya
hendaknya melatih dan membiasakan siswa untuk melakukan perbuatan yang
mulia dan meninggalkan perbuatan yang kurang mulia. Karena pada dasarnya
manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih, manusia mempunyai potensi
untuk menerima kebaikan ataupun keburukan.
Guru aqidah akhlaq dalam memberikan pembiasaan bagi perbaikan dan
pembentukan karakter siswa harus dilakukan secara maksimal dengan melalui
pembiasaan perilaku untuk berbuat baik. Pada dasarnya pembinaan melalui
43
Amirulloh Syarbini dan Akhmad Khusaeri. Kiat-Kiat Mendidik Anak Remaja. (Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo, 2012). Hal. 48.
xxxi
latihan pembiasaan berperilaku baik, seorang guru dalam membina karakter siswa
sebagai pembimbing spiritual akan mampu menuntun, mengarahkan, dan
memberikan teladan yang baik serta memperhatikan karakter siswa sehingga
siswa berada pada jalan yang baik dan benar.
Bimbingan melalui pemberian latihan pembiasaan yang telah diuraikan di
atas dapat dimaksudkan di antaranya yaitu mengucapkan salam dan berjabat
tangan ketika bertemu dengan guru dan teman lainnya, menaati peraturan yang
ada serta bersikap santun baik di dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat,
serta membiasakan bertadarus Al-Qur’an sebelum pelajaran di mulai, dan lain
sebagainya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
xxxii
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin
meneliti secara keseluruhan yang ada dalam wilayah penelitian.44 Sedangkan
menurut Mauludi populasi adalah himpunan sebuah individu atau objek yang
menjadi sebuah bahan pembicaraan atau bahan penelitian.45 Populasi yang
dijadikan objek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa sekolah Madrasah
Aliyah Negeri 1 Bau-Bau. Peneliti mengambil populasi penelitian terdiri atas
Kepala Sekolah, guru-guru, dan para siswa siswi Madrasah Aliyah Negeri 1 Bau-
Bau.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Untuk itu apa yang diambil menjadi sampel haruslah representatif atau
dapat mewakili populasi.46 Dalam menentukan sampel, peneliti harus menentukan
karakteristik sampel dan teknik sampling.
a. Karakteristik sampel
Pada penelitian sampel ini yaitu guru dan siswa sekolah Madrasah Aliyah
Negeri 1 Bau-Bau, kriteria sampel yang harus dipenuhi untuk keperluan penelitian
ini yaitu Kepala Sekolah, guru-guru, dan para siswa siswi Madrasah Aliyah
Negeri 1 Bau-Bau untuk mengetahui strategi guru akidah akhlak dalam
pembentukan karakter siswa khususnya siswa kelas XI IPS.
b. Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Pengambilan
sampel dari penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik
pengambilan sumber data, yang dilakukan dengan memilih subjek berdasarkan
kriteria spesifik yang ditetapkan peneliti47
B. Instrumen Penelitian
44
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan Praktik,edisi Revisi V. (Jakarta:
Reanika Cipta, 2002, cet, 12). Hal. 108.
45
Ali Mauludi. Teknik Belajar Statistik 2. (Jakarta,: Alim’s Publishing, 2016). Hal.2.
46
Sugiyono. Statistik untuk Penelitian. (Bandung: Alfabeta, 2007). Hal. 62.
47
Rohmat Subagyo. Metode Penelitian Ekonomi Islam. (Jakarta: Ali Publishing, 2017). Hal. 70.
xxxiii
Instrumen penelitian sebagai alat pengumpulan data yang harus betul-betul
direncanakan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan data empiris
sebagaimana adanya sebab penelitian akan berhasil apabila banyak menggunakan
instrumen agar data tersebut dapat menjawab pertanyaan. Penulis menggunakan
beberapa teknik pedoman observasi, wawancara dan angket.
1. Pedoman Observasi
Metode observasi adalah pengamatan yang dilakukan dengan sengaja,
sistematis mengenai gejala-gejala yang terjadi untuk kemudian dilakukan
pencatatan.48 Observasi diartikan sebagai usaha mengamati fenomena-fenomena
yang akan di selidiki baik itu secara langsung maupun secara tidak langsung
dengan memfungsikan secara latin dari pengamatan untuk mendapatkan informasi
dan data akan diperlukan tanpa bantuan dan alat lain. Sedangkan observasi tidak
langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya
peristiwa yang akan diselidiki, misalnya peristiwa tersebut di amati melalui film,
rangkaian slide, atau rangkaian foto.
Dalam menggunakan teknik observasi baik langsung maupun tidak
langsung diharapkan memfungsikan setiap alat indra untuk mendapatkan data
yang lengkap.
2. Pedoman Wawancara
Wawancara merupakan proses interaksi antara responden untuk menemukan
informasi atau keterangan dengan cara langsung, bertatap muka dan bercakap-
cakap secara lisan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan yang
menghubungkan dengan informasi yang diperlukan dengan jarak yang dibutuhkan
secara lisan pula, memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara
Tanya Jawab sambil bertatap muka antara penanya dan atau pewawancara dengan
pengaruh atau responden yang menggunakan alat panduan wawancara.
3. Catatan Dokumentasi
48
P. Joko Subagyo. Metodologi dalam Teori dan Praktek. ( Jakarta: Rineka Cipta, 2004 ). Hal. 63.
xxxiv
Dokumentasi yaitu, peninggalan tertulis dalam berbagai kegiatan atau
kejadian yang dari segi waktu relative, belum terlalu lama dan teknik
pengumpulan data dengan hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip,
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen agenda dan sebagainya.
Dalam hal ini penulis menggunakan catatan dokumentasi untuk memperkuat
hipotesa agar hasil penelitian yang lebih akurat dan dapat dipertanggung
jawabkan.
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.49 Wawancara/interview adalah “pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan
makna dalam suatu topik tertentu”.50
Ditinjau dari pelaksanaannya wawancara dibedakan menjadi tiga bagian
adalah sebagai berikut:
2. Wawancara terstruktur (Struktur Interview)
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila
peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa
49
Lexy J. Meolong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosda karya, 2012).
Hal.186.
50
Sugiyono. Metodologi Penelitian Manajemen. (Bandung: Alfabeta, 2013). Hal. 376.
xxxv
yang akan diperoleh.
3. Wawancara semitersturktur (Semistruktur Interview)
Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview,
dimanah dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara
terstruktur. Tujuan wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan
secara lebih terbuka.
4. Wawancara tak berstruktur (untructured interview)
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti
tidak menggunakan pedoman wawancara tersusun secara sistematis dan lengkap
untuk pengumpulan datanya.51
Berdasarkan jenis interview di atas, peneliti menggunakan inteview
semiterstruktur (Semistruktur Interview) agar mendapatkan data yang valid dan
terfokus pada pokok permasalahan yang akan diteliti. Subjek yang akan
diwawancarai dalam penelitian ini adalah guru Aqidah Akhlaq dan anak-anak
murid, serta pihak-pihak yang dapat memberikan informasi terkait tentang peran
guru Aqidah Akhlaq dalam membina karakter peserta didik.
Teknik interview ini peneliti gunakan untuk mencari data tentang strategi
guru akidah akhlak dalam pembentukan karakter siswa kelas XI IPS di Madrasah
Aliyah Negeri 1 Bau-Bau.
5. Observasi
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.52 Pendapat lain menyatakan,
”Observasi adalah teknik pengumpulan data dilakukan melalui suatu pengamatan,
dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek
sasaran”.53
51
Sugiyono. Metodologi Penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&H. (Bandung: Alfabeta, 2013).
Hal. 233.
52
S. Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2010). Hal. 158.
53
Abdur Rahmat Fathoni. Metodologi Penelitian dan Tekhnik Penyusunan Skripsi. (Jakarta:
Rineka Cipta, 2006). Hal. 104.
xxxvi
Penggunaan metode ini, penulis menggunakan metode observasi tidak
langsung. Dalam hal ini, observasi tidak ikut ambil bagian secara langsung dalam
situasi kehidupan yang di observasikan. Jadi dalam penelitian ini observasi hanya
bertindak sebagai peninjau dan pengamat dari obyek-obyek observasi.
Dalam penggunaan metode ini peneliti memperoleh informasi tentang
strategi guru akidah akhlak dalam pembentukan karakter siswa kelas XI IPS di
Madrasah Aliyah Negeri 1 Bau-Bau.
6. Dokumentasi
Dokumentasi adalah kumpulan fakta dan data yang tersimpan dalam bentuk
teks atau artefak.54 Studi dokumentasi ialah teknik pengumpulan data dengan
mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi responden.55
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa metode dokumentasi adalah metode
pengumpulan data yang digunakan dalam suatu penelitian dengan cara mencatat
beberapa masalah yang sudah didokumentasikan oleh kepala sekolah dan guru.
xxxvii
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, makin lama
peneliti lapangan, maka jumlah data akan makin banyak, kompleks dan rumit.
Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi
data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting. Pada penelitian ini yang menjadi pokok penting penelitian untuk
dilakukan analisis data adalah strategi guru aqidah akhlak, perencanaan
implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran aqidah akhlak, dan faktor
pendukung serta penghambat guru dalam pembinaan akhlak siswa kelas IX IPS di
Madrasah Aliyah Negeri 1 Bau-Bau menurut berbagai informan yaitu Kepala
Sekolah, Waka. Kurikulum, Guru Aqidah Akhlak, Guru Bimbingan Konseling,
dan siswa.
xxxviii
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.57
Kesimpulan yang diambil dalam penelitian ini telah berdasarkan dari hasil
observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti di Madrasah Aliyah Negeri 1
Bau-Bau.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter.
Bandung: Refika Aditama.
Afandi, Muhammad dkk. 2013. Model dan Metode Pembelajaran di
Sekolah. Semarang: Unissula Press.
Aibak, Kutbudin. 2003. Dinamika Pendidikan Islam (Studi Krisis
Tantangan dan peran Pendidikan Islam dalam kemajuan Ilmu pengetahuan dan
Teknologi) dalam Jurnal Dinamika Penelitian, Vol.5, no.2
Alwi, Marjani. 2014. Pendidikan Karakter. Makassar: Alauddin University
Press, Cet. I.
57
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. (Bandung: Alfabeta, 2015). Hal.
338 -345.
xxxix
Arifin. 1975. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan
Sekolah dan Keluarga. Jakarta: Bulan Bintang.
Arifin. 2014. Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan
Praktik,edisi Revisi V. Jakarta: Reanika Cipta, cet, 12.
Awang, Imanuel Sairo. 2017. Strategi Pembelajaran, Tinjauan Umum Bagi
Pendidik. STKIP Persada Khatulistiwa.
Azzet, Akhmad Muhaimin. 2011. Urgensi Pendidikan Karakter di
Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, Cet. I.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. 2012. Kamus Besar
Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Edisi
Keempat.
Fathoni, Abdur Rahmat. 2006. Metodologi Penelitian dan Tekhnik
Penyusunan Skripsi. Jakarta: Rineka Cipta.
Fatoni, Abdul Halim. Pendidikan Islam Harus Mulai Berbenah Diri.
Gunawan, Heri. 2014. Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi.
Bandung: Alfabeta.
Jalaluddin. 2007. Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Keputusan KMA. 2014. Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. Jakarta: Menteri Agama
Republik Indonesia.
Mahfuz, Muhammad Jamaluddin. 2005. Psikologi Anak dan Remaja
Muslim. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Mahmud. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung:
Alfabeta.
Majid, Abdul dan Dian Handayani. 2006. Pendidikan Agama Islam
Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya.
xl
Margono, S. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Mauludi, Ali. 2016. Teknik Belajar Statistik 2. Jakarta,: Alim’s Publishing.
Meolong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Musfiqon. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Prestasi
Pustaka Raya.
Purwanto, M. Ngalim. 2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Raco, J. R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan
Keunggulannya. Jakarta: Grasindo.
Ramayulis. 2015. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia.
Rohani, Ahmad. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Rosyadi, A. Rahmat. 2013. Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Karakter
Anak Usia Dini (Konsep Dan Praktik PAUD Islami). Jakarta: Rajawali Pers.
Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan.
Subagyo, P. Joko. 2004. Metodologi dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Subagyo, Rohmat. 2017. Metode Penelitian Ekonomi Islam. Jakarta: Ali
Publishing.
Sugiyono. 2007. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2013. Metodologi Penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&H.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Syarbini, Amirulloh dan Akhmad Khusaeri. 2012. Kiat-Kiat Mendidik Anak
Remaja. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Uno, Hamzah B. 2009. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar
Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 4.
xli
Zubaedo, desai. 2012. Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya
Dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenadan Media Group, Cet. II.
xlii