Anda di halaman 1dari 25

Teori dan Riset Psikologi Kontemporer Dosen pengampu

Kelompok 3 Dina Haya Sufya, M.Si

Teori Evolusioner David Buss dan Teori Psikologi Positif Seligman

DISUSUN OLEH:

DIMAS LINTANG (12060113176)


FAIRUZA MUTIARANI (12060120567)
HAFIZA AJJAHRA PASARIBU (12060126986)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2022

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan


rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah penulis yang berjudul “Teori Evolusioner
Bass dan Teori Psikologi Positif Seligman” dapat diselesaikan dengan baik. Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori dan Riset Kepribadian
Kontemporer di Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru. Shalawat serta salam teruntuk baginda Nabi
Besar yakni Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Makalah tentang Konsep Teori Evolusioner Bass dan Teori Psikologi Positif
Seligman ini telah penulis usahakan semaksimal mungkin dan dengan bantuan dari
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penulis tidak luput menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam pembuatan makalah ini. Tidak lupa penulis menyampaikan
rasa hormat dan terima kasih pada Ibu Dina Haya Sufya, M.Si selaku dosen pengampu
mata kuliah.

Namun, penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak


kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan selesainya makalah yang berjudul
“Teori Evolusioner Bass dan Teori Psikologi Positif Seligman Hadist” ini dapat
diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan isnpirasi dan wawasan
bagi pembaca.

Pekanbaru, 25 September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 4
1.2 Rumusan masalah................................................................................................ 5
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 6
2.1 Teori David Buss ................................................................................................. 6
2.1.1 Biografi David Buss ......................................................................................... 6
2.2 Prinsip Psikologi Evolusi ................................................................................... 9
2.3 Teori Evolusi Kepribadian ................................................................................ 15
2.4 Dimensi Kepribadian David Buss ..................................................................... 17
2.4 Psikologi Positif Seligman ................................................................................ 18
2.5 Membangun Kekuatan Positif ........................................................................... 19
2.6 Positive Emotional States and Processes ........................................................... 21
2.7 Positive Cognitive State and Processes ............................................................. 22
BAB III PENUTUP..................................................................................................... 24
31. Kesimpulan ...................................................................................................... 24
3.2. Saran................................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 25

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


David berusia 17 tahun ketika dikeluarkan dari sekolah, di tahan dua
kali karena kasus narkoba, dan bekerja sif malam hari di sebuah tempat
pemberhentian truk. Suatu malam, seorang pengemudi yang mabuk
mengancam untuk membabat dan memotong habis rambut panjangnya. Di
malam yang lain, pria muda memukul David dengan pentungan tanpa alasan
yang jelas selain memang ingin memulai perkelahian. Dengan adanya berbagai
kejadian tersebut, David memutuskan pasti ada cara lain yang lebih baik untuk
mencari uang. Jadi,ia pun mendaftarkan diri kesekolah malam untuk
menyelesaikan sekolah menengahnya. Segera setelah itu, ia mendapatkan
sebuah keberuntungan: ia memenangkan lotre untuk untuk masuk ke University
of Texas di Asutian ketika nilai yang ia miliki tidak mencukup untuk masuk ke
universitas tersebut. Selama menjalani perkuliahan, keingintahuan ilmiahnya
berkembang. Ia mengatakan, ”Ketika masuk tahun ketiga, saya mendapati
bahwa saya ingin saya pelajari lebih dalam” (D.Buss,2004,hlm.16). Sepuluh
tahun kemudian, David menjadi seorang profesor psikologi di Harvard
University. Bagaimana bisa seseorang yang di keluarkan dari sekolah
menengah mampu menjadi seorang profesor di Harvard? Satu gagasan yang
dapat menjelaskan ketertarikan untuk belajar dan memahami dalam cerita
David adalah konsep evolusi, terutama ketika diterapkan dalam kepribadian
manusia, pikiran, dan perilaku. Lebih spesifik lagi, ketertarikan tersebut adalah
dalam hal seks dan segala perilaku yang berkaitan daya tarik gairah, cemburu,
selingkuh, bercumbu, bergosip yang menekankan ambisi kariernya. Semangat
inilah yang melesatkan Buss dari siswa sekoah yang mengalami drop out
menjadi seorang profesor Harvard. Sesungguhnya, David bukanlah tipikal

4
siswa yang memiliki kemungkinan mengalami drop out: Ayahnya adalah
seorang profesor psikologi terkemuka dan keluarganya secara umum cerdas dan
berbakat.

Psikologi yang berkembang dewasa ini dapat disebut sebagai psikologi


negatif, karena berkutat pada sisi-negatif manusia. Psikologi, karena itu, paling
banter hanya menawarkan terapi atas masalah-masalah kejiwaan. Padahal,
manusia tidak hanya ingin terbebas dari problem, tetapi juga mendambakan
kebahagiaan. Ilmu psikologi sendiri sangat besar peranannya dalam
perkembangan ilmu-ilmu social dewasa ini. Bukan hanya sebagai disiplin yang
membantu memcahkan masalah-masalah mental manusia, psikologi sangat
berperan besar dalam memecahkan masalah kolektif manusia masyarakat.
Ruang lingkupnya mencakupi berbagai proses perilaku yang dapat diamati,
seperti gerak tangan, cara berbicara, perubahan kejiwaan, dan proses yang
hanya dapat diartikan sebagai pikiran dan mimpi.

1.2 Rumusan masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut.

A. Bagaimana Teori Evolusioner dari David buss?


B. Bagaimana Teori Psikologi Positif dari Seligman?
C. Bagaimana Konsep kepribadian menurut Buss dan Seligman?

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.

A. Untuk mengetahui bagaimana Teori Evolusioner dari David buss?


B. Untuk mengetahui bagaimana Teori Psikologi Positif dari Seligman?
C. Untuk mengetahui bagaimana Konsep kepribadian menurut Buss dan
Seligman?

5
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Teori David Buss
2.1.1 Biografi David Buss
David Buss dilahirkan pada 14 April 1953 di Indianapolis,
Indiana, dari pasangan Arnold H. Buss, Sr. dan Edith Nolte. Arnold
H. Buss memiliki beberapa prestasi, yaitu:

a. Memperoleh PhD di bidang Psikologi dari Indiana


University di awal tahun 1950-an.
b. Menjadi profesor di bidang Psikologi di University of
Pittsburgh, Rutgers
c. Terakhir, menjadi Professor Emeritus di University of
Texas
d. Penelitiannya berfokus pada topik agresi, psikopatologi, self
consciousness, dan social anxiety

Meskipun David Buss memiliki keluarga dengan latar belakang


akademis, masa remajanya terisi dengan prestasi yang sedang-
sedang saja di sekolah. Ia juga sempat terlibat dalam masalah obat-
obatan pada masa sekolah lanjutan. Dalam hal ini, Buss sempat
ditahan 2 kali. Di usia 17 tahun, Buss berhenti dari sekolahnya. Ia
bekerja pertama kali di penghentian truk. Ia diterima karena
bersedia bekerja di semua shift malam. Setelah 3 bulan bekerja,
berbagai pengalaman Buss menyadarkan bahwa “pasti ada cara
yang lebih baik untuk mencari uang”. Pengalaman yang
memunculkan insight ini, antara lain: saat seorang supir truk yang
mabuk mengancam akan mengampak rambut panjang Buss dan
seorang anak muda memukul Buss dengan sebuah tongkat pemukul

6
tanpa alasan yang jelas. Anak muda tersebut hanya ingin memulai
perkelahian saja Berbagai pengalaman buruk tersebut membuat
Buss memutuskan untuk mengambil kelas malam. Ia berhasil
menyelesaikan SMA-nya. Tetapi prestasinya terlalu rendah untuk
mendaftar ke perguruan tinggi. Di tahun 1971, ia beruntung
memenangkan lotre untuk masuk ke University of Texas. Di
universitas, kecintaan dan ketertarikan Buss terhadap ilmu
pengetahuan dan tingkah laku manusia tumbuh. Mata kuliah
Geologi dan Astronomi memaparkannya dengan pentingnya
evolusi. Seperti kebanyakan tokoh kepribadian, Buss merasa bahwa
pengalaman masa kecil dan kepribadiannya berpengaruh terhadap
teori kepribadiannya.

“Did these childhood experiences somehow create some causal


vector that motivated me to focus on mating in my professional life?
Possibly, yet I doubt that my experiences are unique” (D. Buss,
2004, p. 17).

Saat Buss masih menjadi undergraduate di University of Texas,


Austin, ayahnya mempublikasikan buku berjudul Psychology –
Man in Perspective. Buku ini menjadikan evolusi sebagai tema
payung dari seluruh topik bahasannya. “The only perspective that
appears sufficiently grand in scope is that of evolution” (A. Buss,
1973, p. 2)

Konsep evolusi dan peran pentingnya dalam tingkah laku


manusia nampak jelas dalam lingkungan keluarga Buss. Hal ini
menumbuhkan ketertarikan yang mendalam pada diri Buss
terhadap teori evolusi dalam menjelaskan tingkah laku manusia,
terutama mengenai perilaku seksual. Berkebalikan dengan masa

7
performanya di masa sekolah lanjutan, Buss memiliki prestasi yang
baik sebagai mahasiswa undergraduate dan mengembangkan minat
terhadap psikologi dan tingkah laku manusia.

Ia kemudian mengikuti program PhD dalam bidang Psikologi


Kepribadian di University of California di Berkeley (1976-1981).
Di sini, ia bekerja bersama Jack dan Jeanne Block, Richard Lazarus,
dan Harrison Gough. Ia juga berkolaborasi dengan Ken Craik
mengembangkan asesmen kepribadian yang mengacu pada tingkah
laku yang mereka namakan pendekatan “act-frequency”. Buss
pertama kali mendapatkan posisi profesornya di Harvard
University. Di sini, ia melanjutkan penelitiannya mengenai “act-
frequency”. Namun lama-kelamaan, Buss mengembalikan
perhatiannya ke teori Evolusioner. Di Harvard, ia berkolaborasi
dengan dua mahasiswanya, Leda Cosmides dan John Tooby.
Mereka bekerja sama membangun bidang Evolutionary
Psychology.

Prestasi David Buss diantaranya: Early Career Contribution to


Personality Psychology dari American Psychological Association
(APA) pada tahun 1988. Terpilih menjadi anggota APA dan
American Psychological Society. Penulis beberapa buah buku,
antara lain:

1. Evolutionary Psychology (1999)

2. The Evolution of Desire (2003)

3. The Murderer Next Door (2005)

4. Personality Psychology (2002) bersama Randy Larsen.

8
2.2 Prinsip Psikologi Evolusi
Istilah "psikologi evolusi" dicetuskan pada tahun 1973 oleh ahli biologi
Michael Ghiselin (1973), dan kemudian dipopulerkan oleh ahli antropologi john
tobby dan psikolog leda cosmides pada awal tahun 1990-an. psikologi evolusioner
dapat diartikan sebagai studi ilmiah tentang pikiran dan perilaku manusia dari
perspektif evolusi dan berfokus pada 4 pertanyaan utama, yaitu:

1. Mengapa pikiran manusia terbentuk sebagaimana adanya, dan


bagaimana rancangan pikiran tersebut dapat terbentuk demikian?
2. Bagaimana pikiran manusia terbentuk, artinya bagian-bagian dan
struktur-struktur apa yang membentuknya?
3. Apa fungsi yang dimiliki bagian-bagian pikiran, dan apa yang
dilakukan oleh bagian-bagian pikiran tersebut?
4. Bagaimana pikiran yang dikembangkan dan lingkungan yang ada
berinteraksi untuk membentuk perilaku manusia?

Psikologi evolusioner memiliki sejumlah prinsip yang


penting. Prinsip-prinsip utama tersebut akan dijelaskan dibawah ini
dengan mengambil sumber utama dari tulisan Buss (1995a), Buss,
Haselton, Shackelford, Bleske, & Wakefield (1998) dan Cosmides &
Tooby (1997).

1. Seleksi alamiah (natural selection)


Proses evolusi adalah perubahan-perubahan struktur organisme
sepanjang waktu. Perubahan-perubahan tersebut dilandasi oleh
sebuah mekanisme yang bersifat kausal, yakni seleksi alamiah.
Seleksi alamiah mempunyai tiga unsur, yaitu (a) Variasi (variation).
Hewan dalam satu spesies yang sama dapat bervariasi dalam
berbagai cara, misalnya dalam hal panjang sayap, struktur sel,
kemampuan berkelahi dan sebagainya, (b) Warisan (inheritance),

9
hanya sejumlah variasi yang akan diwariskan secara ajeg dari
orangtua kepada keturunannya. Variasi-variasi lain tidak akan
diwariskan kepada keturunan. Hanya variasi yang diwariskan saja
yang akan berperan dalam proses evolusi. (c) Seleksi (selection).
Organisme yang mempunyai sifat-sifat tertentu yang dapat
diwariskan akan memproduksi lebih banyak keturunan dibandingkan
dengan organisme yang kurang memiliki sifat-sifat yang dapat
diwariskan oleh karena sifat-sifat tersebut membantu memecahkan
problem khusus dan dengan demikian memberi sumbangan kepada
reproduksi dalam satu lingkungan tertentu (Buss et al., 1998 dalam
Hastjarjo, 2003)
Sirkuit syaraf didesain oleh seleksi alamiah untuk memecahkan
problem yang dihadapi nenek moyang selama sejarah evolusioner
spesies (Cosmides & Tooby, 1997). Satu problem yang harus
dipecahkan berkaitan dengan kelangsungan hidup (survival),
misalnya problem “Makanan apa yang harus dimakan?”. Orang
memiliki banyak pilihan makanan: ada padi, buah-buahan, kacang,
dan daging tetapi ada juga daun-daunan, batu, tanaman beracun,
bangkai busuk, dan kotoran. Cosmides & Tooby (1997) memberikan
ilustrasi mengenai perilaku lalat dan manusia terhadap kotoran.
Perilaku lalat dan manusia akan berbeda saat menghadapi seonggok
kotoran bau. Seonggok kotoran akan menjadi tempat bagi lalat betina
untuk menempatkan telur. Lalat jantan akan suka terbang mengitari
onggokan kotoran oleh karena mereka dapat memperoleh pasangan
di tempat itu. Sebaliknya, seonggok kotoran bau akan menimbulkan
rasa jijik serta dihindari oleh manusia karena kotoran itu dapat
merupakan sumber penyakit. Seleksi alamiah dalam kasus ini dapat
digambarkan sebagai prinsip “jika makan kotoran, maka akan mati”.
Sejumlah orang yang memiliki sirkuit syaraf yang membuat kotoran

10
terasa manis akan suka memakan kotoran. Akibatnya, mereka akan
terkena penyakit dan kemudian meninggal. Orang-orang yang
memiliki sirkuit syaraf yang menyebabkan mereka menghindari
makan kotoran, akan lebih sedikit peluangnya untuk sakit dan akan
hidup lebih panjang. Jumlah pemakan kotoran akan tinggal sedikit
pada generasi selanjutnya dan lama kelamaan akan hilang dari
populasi. Tidak ada lagi orang-orang yang memiliki sirkuit syaraf
yang membuat kotoran terasa lezat. Populasi akan diisi oleh orang
yang menghindari kotoran dan menyukai makanan yang kaya gula
dan lemak. Preferensi orang terhadap makanan yang mengandung
banyak gula dan lemak itulah disebut sebagai mekanisme psikologis.
Dengan kata lain, mengapa manusia memiliki sekumpulan sirkuit
syaraf tertentu adalah karena sirkit yang dimiliki lebih baik dalam
memecahkan problem adaptif yang dihadapi nenek-moyang kita dulu
selama sejarah evolusioner spesies dibandingkan dengan sirkuit
syaraf lain.
Manusia juga menghadapi problem adaptif yang berkaitan
dengan reproduksi. Salah satu problem adaptif itu menyangkut
memilih seorang wanita yang subur. Orang-orang jaman dulu yang
menikahi wanita tidak subur akan gagal bereproduksi. Sebaliknya,
orang-orang yang menikahi wanita subur akan berhasil dalam
bereproduksi. Selama beribu-ribu generasi kemudian akan
muncullah secara evolusioner preferensi pria terhadap wanita yang
subur. Lebih tepatnya, preferensi dan ketertarikan pria terhadap
tanda-tanda pada diri wanita yang berkorelasi secara reliabel dengan
fertilitas (Buss & Schmitt, 1993).
Proses seleksi alamiah diibaratkan bekerja seperti sebuah
penyaring (Buss et al., 1998). Variasi-variasi yang menghambat
solusi yang sukses terhadap problem adaptif akan dibuang;

11
sementara itu variasi-variasi yang memberi sumbangan pada solusi
sukses terhadap problem adaptif akan berhasil masuk lewat saringan
selektif. Selama beberapa generasi, proses penyaringan akan
cenderung memproduksi dan mempertahankan karakteristik-
karakteristik yang berinteraksi dengan lingkungan fisik, sosial dan
internal yang mempromosikan reproduksi individu yang memiliki
karakteristik-karakterisitik tersebut. Karakteristik-karakteristik
inilah yang dinamakan adaptasi.
2. Adaptasi
Adaptasi adalah produk proses evolusioner. Adaptasi adalah
satu karakteristik yang berkembang secara reliabel dan dapat
diwariskan yang muncul menjadi satu ciri satu spesies melalui seleksi
alamiah oleh karena karakteristik tersebut membantu secara langsung
atau tidak langsung untuk memfasilitasi reproduksi selama periode
evolusinya (Buss et al., 1998). Fungsi adaptasi adalah untuk
memecahkan satu problem adaptif. Pengertian adaptasi dalam
psikologi evolusioner ini berbeda dengan pengertian adaptasi yang
umum dipakai oleh psikologi. Pengertian umum adaptasi biasanya
menunjuk pada pengertian yang menyangkut kebahagiaan pribadi,
kesesuaian sosial, kemampuan menyesuaikan diri dengan kondisi yang
berubah atau kesejahteraan hidup. Adaptasi merupakan karakteristik
yang bersifat dapat diwariskan. Adaptasi diturunkan oleh orang tua
kepada anak keturunan. Agar supaya adaptasi dapat diwariskan kepada
keturunan maka perlu ada gen adaptasi. Meskipun adaptasi merupakan
karakteristik yang diwariskan, faktor lingkungan mungkin memainkan
peranan penting dalam perkembangan ontogenetiknya (Buss et al.,
1998). Satu karakteristik dinilai sebagai adaptasi jika memenuhi dua
kriteria (Buss et al., 1998), yakni (a) karakteristik tersebut harus secara
ajeg muncul dalam bentuk yang lengkap pada saat yang tepat dalam

12
kehidupan organisme, (b) karakteristik itu merupakan karakteristik
yang tipikal dari semua atau kebanyakan anggota spesies. Adaptasi
tidak selalu harus ada pada saat kelahiran. Misalnya, gerakan dengan
dua kaki merupakan satu karakteristik yang berkembang secara ajeg
dari manusia, namun kebanyakan manusia baru mampu berjalan
dengan dua kaki pada usia setahun
3. Mekanisme psikologis hasil evolusi (evolved psychological
mechanism)
Semua perilaku yang kasat-mata akan dilandasi oleh mekanisme
psikologis selain oleh input (Buss, 1995a). Misalnya, jika seorang anak
dan seorang dewasa merespons secara berbeda stimulus yang sama,
maka hal ini disebabkan karena mereka memiliki mekanisme
psikologis yang berbeda. Contoh lain, jika seorang pria dan wanita
mempunyai respons yang berbeda terhadap stimulus yang sama, hal
itu disebabkan karena pria dan wanita memiliki mekanisme psikologis
yang berbeda. Mekanisme fisiologis dan juga psikologis merupakan
hasil proses evolusi dengan cara seleksi alami.
Buss (1995a, h. 6) merumuskan mekanisme psikologis sebagai
sekumpulan proses didalam diri organisme yang (a) ada dalam bentuk
yang sekarang ini oleh karena mekanisme ini memecahkan satu
problem khusus dari keberlangsungan hidup atau reproduksi individu
secara berulang kali sepanjang sejarah evolusioner manusia, (b) hanya
mengambil informasi atau input tertentu yang dapat bersifat internal
atau eksternal, dapat disarikan secara aktif atau diterima secara pasif
dari lingkungan, dan menetapkan bagi individu problem adaptif
tertentu yang dihadapinya, dan (c) mengubah informasi menjadi
output melalui satu prosedur dimana outputnya akan mengatur
aktivitas fisiologis, memberikan informasi pada mekanisme psikologis
lain atau menghasilkan tindakan, dan memecahkan satu problem

13
adaptif tertentu. Salah satu tugas utama psikologi evolusioner adalah
mengidentifikasikan, menggambarkan dan memahami mekanisme
psikologis. Fungsi mekanisme psikologis adalah memecahkan
problem adaptif khusus yang telah didesain oleh proses seleksi alami
(Buss, 1995a, h. 6). Tabel berikut ini merupakan contoh beberapa
kandidat mekanisme psikologis dengan kemungkinan fungsinya.
4. Peran sentral konteks dalam psikologi evolusioner
Psikologi evolusioner memberikan peran penting bagi faktor
lingkungan, situasional dan kontekstual (Buss, 1995). Salah satu peran
itu disebut sebagai konteks selektif kesejarahan (historical selective
context) yang menunjukkan adanya tekanantekanan seleksi yang
dihadapi manusia dan nenek moyangnya selama beribu-ribu generasi.
Di satu pihak, manusia dan simpanse mempunyai nenek moyang yang
sama, maka ada sejumlah kesamaan mekanisme antara manusia dan
simpanse. Misalnya mekanisme penglihatan antara manusia dan
simpanse adalah sama. Di lain pihak, sejarah evolusi manusia berbeda
dengan spesies lain, tekanan seleksi yang dialami manusia juga unik,
maka mekanisme psikologis manusia juga unik dan tidak dimiliki oleh
spesies lain. Peran lingkungan juga tergambar dalam konsep konteks
ontogenetik (ontogenetic context). Konteks ontogenetik
menggambarkan bahwa pengalaman-pengalaman selama
perkembangan dapat “melangsir” orang untuk memiliki strategi yang
berbeda. Misalnya, ketiadaan figur ayah pada masa kanak-kanak
mendorong orang mengembangkan strategi mencari pasangan dengan
cara yang lebih permisif. Sebaliknya, kehadiran seorang ayah selama
masa kanak-kanak mendorong orang untuk mengembangkan strategi
monogami dalam mencari pasangan. Bentuk ketiga dari peran konteks
terdapat dalam input situasional yang dekat (immediate situational
inputs) yang mempengaruhi bekerjanya satu mekanisme psikologis

14
tertentu. Misalnya, mekanisme psikologis seperti rasa cemburu akan
diaktifkan hanya oleh input kontekstual tertentu seperti adanya tanda-
tanda ketidaksetiaan. Satu tugas penting psikologi evolusioner adalah
menjelaskan ketiga bentuk input kontekstual tersebut (Buss, 1995a, h.
11).

2.3 Teori Evolusi Kepribadian

Kepribadian terbentuk dari evolusi, artinya ia merupakan hasil interaksi


antara perubahan lingkungan dengan perubahan fisik dan otak. Teori evolusi
beranjak dari asumsi bahwa masing-masing anggota dari setiap spesies berbeda
satu sama lain. Hal ini sejalan dengan asumsi-asumsi dari berbagai teori
kepribadian lainnya. Meskipun demikian, ada satu masalah serius yang membuat
evolusi dan kepribadian sulit menyatu. Natural selection secara khusus bekerja
untuk mengurangi perbedaan individual adalah trait yang baik dijadikan norma
dan trait yang kurang adaptif ditiadakan.

Akibat hal tersebut, muncul paradoks: “jika seleksi alam memisahkan sifat
maladaptive dan selama waktu yang panjang menghasilkan sifat manusia yang
universal, maka bagaimana bisa individu secara konsisten berbeda dalam
kecendrungan mereka untuk berpikir dsn bertindak (dengan kata lain: kepribadian
mereka)?”

Adaptasi manusia harus tetap bersifat universal dan khusus bagi masing-
masing spesies. Berarti, seharusnya tidak ada perbedaan yang signifikan antar
individual. Namun, Tooby dan Cosmides berpendapat: Jika trait menunjukkan
perbedaan individual yang signifikan, maka hal itu tidak dapat disebut sebagai
adaptasi. Berdasarkan definisinya, adaptasi bersifat species typical (khusus bagi
masing-masing spesies). Beberapa psikolog evolusi berpendapat bahwa ada 2

15
solusi untuk paradoks ini, yaitu: Perbedaan kepribadian adalah “noise”; atau,
Perbedaan kepribadian adalah “by-product” dari strategi evolusi adaptif (evolved
adaptive strategies). Tokoh lainnya berpendapat bahwa trait adalah sesuatu yang
lebih dari pada sekedar noise atau by-products, yang disebut adaptations. Teori
Buss sendiri pada intinya berusaha untuk membahas secara mendalam mengenai
berbagai masalah adaptif dan solusi atau mekanismenya.

Sirkuit syaraf didesain oleh seleksi alamiah untuk memecahkan problem


yang dihadapi nenek moyang selama sejarah evolusioner spesies (Cosmides &
Tooby, 1997). Satu problem yang harus dipecahkan berkaitan dengan
kelangsungan hidup (survival), misalnya problem “Makanan apa yang harus
dimakan?”. Orang memiliki banyak pilihan makanan: ada padi, buah-buahan,
kacang, dan daging tetapi ada juga daun-daunan, batu, tanaman beracun, bangkai
busuk, dan kotoran. Cosmides & Tooby (1997) memberikan ilustrasi mengenai
perilaku lalat dan manusia terhadap kotoran. Perilaku lalat dan manusia akan
berbeda saat menghadapi seonggok kotoran bau. Seonggok kotoran akan menjadi
tempat bagi lalat betina untuk menempatkan telur. Lalat jantan akan suka terbang
mengitari onggokan kotoran oleh karena mereka dapat memperoleh pasangan di
tempat itu. Sebaliknya, seonggok kotoran bau akan menimbulkan rasa jijik serta
dihindari oleh manusia karena kotoran itu dapat merupakan sumber penyakit.
Seleksi alamiah dalam kasus ini dapat digambarkan sebagai prinsip “jika makan
kotoran, maka akan mati”. Sejumlah orang yang memiliki sirkuit syaraf yang
membuat kotoran terasa manis akan suka memakan kotoran. Akibatnya, mereka
akan terkena penyakit dan kemudian meninggal. Orang-orang yang memiliki
sirkuit syaraf yang menyebabkan mereka menghindari makan kotoran, akan lebih
sedikit peluangnya untuk sakit dan akan hidup lebih panjang. Jumlah pemakan
kotoran akan tinggal sedikit pada generasi selanjutnya dan lama kelamaan akan
hilang dari populasi. Tidak ada lagi orang-orang yang memiliki sirkuit syaraf yang
membuat kotoran terasa lezat. Populasi akan diisi oleh orang yang menghindari

16
kotoran dan menyukai makanan yang kaya gula dan lemak. Preferensi orang
terhadap makanan yang mengandung banyak gula dan lemak itulah disebut
sebagai mekanisme psikologis. Dengan kata lain, mengapa manusia memiliki
sekumpulan sirkuit syaraf tertentu adalah karena sirkit yang dimiliki lebih baik
dalam memecahkan problem adaptif yang dihadapi nenek-moyang kita dulu
selama sejarah evolusioner spesies dibandingkan dengan sirkuit syaraf lain.

2.4 Dimensi Kepribadian David Buss


a. Surgensi
Kecendrungan untuk mengalami kondisi emosi positif dan terlibat
dalam lingkungan seseorang serta menjadi ramah dan percaya diri. Surgensi
hampir bersinonim dengan eksraversi. Dalam bahasa evolusi, surgency
mengakibatkan “kecendrungan kedudukan”, yaitu bagaimana orang
bernegosiasi dan memutuskan siapa yang dominan dan siapa yang tunduk. Ciri-
cirinya: memiliki dorongan yang tinggi untuk berprestasi, dominan dan
mengarahkan orang lain, atraktif yaitu menjadi pasangan yang diinginkan,
cenderung mengambil resiko, memiliki emosi positif (contoh: senang),
menginisiasi dan mempertahankan pertemanan dan hubungan , serta
bersemangat dan ambisius
b. Keramahan
Kemauan dan kemampuan seseorang untuk bekerja sama dan menolong
kelompoknya atau bermusuhan dan bersikap agresif kepada orang lain.
Beberapa orang terlihat hangat, kooperatif, dan group-oriented, sementara
orang lainnya egois dan bermusuhan dengan orang lain. Ciri-ciri orang
keramahan: cenderung berupaya untuk memperbaiki konflik dalam
kelompok, senang membuat aliansi dengan orang lain, mendorong terjadinya
kohesivitas dalam kelompok, cenderung mengikuti norma kelompok, serta
dapat bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.
c. Kesadaran

17
Karakteristik utama dari conscientiousness adalah kapasitas dan
komitmen seseorang untuk bekerja. Orang dengan conscientiousness dapat
dipercaya untuk menyelesaikan pekerjaan dan tanggung jawab. Mereka juga
adalah orang-orang yang dapat kita andalkan saat dibutuhkan. Ciri-cirinya:
berhati-hati, detail, fokus dan reliabel.
d. Stabilitas emosi
Kewaspadaan atau sensitivitas seseorang terhadap bahaya dan ancaman
adalah sesuatu yang penting dan adaptif. Salah satu hal yang termasuk dalam
behavioral disposition ini adalah kemampuan seseorang untuk mengelola
stresnya. Ketakutan dan kecemasan adalah emosi yang adaptif. Neurotisme:
kecenderungan seeorang untuk mengalami perasaan negatif, seperti cemas,
bersalah, dan sedih. Kecenderungan untuk sensitive terhadap ancaman
misalnya menjadi adaptif untuk lingkungan yang berbahaya. Memiliki
kecemasan atau ketakutan dalam tingkat tertentu adalah adaptif karena
membantu kita untuk bertahan hidup. Saat tingkatnya kurang atau berlebih,
maka dapat mengganggu keberfungsian kita sehari-hari.
e. Keterbukaan
Kecenderungan seseorang untuk berinovasi dan kemampuannya
memecahkan masalah. Berkaitan erat dengan kecerdasan. Kemauan untuk
mencoba hal baru dan memiliki pengalaman baru dibandingkan bertahan
dengan sesuatu yang bersifat rutin. Orang-orang seperti ini sering kali menjadi
seorang penjelajah di kelompoknya. Contoh: pekerja seni dan peneliti.

2.4 Psikologi Positif Seligman


Psikologi Positif secara resmi didirikan oleh Martin E.P. Seligman pada tahun
1998. Seligmen yang waktu itu menjabat sebagai Presiden APA (American
Psychological Assosiation) secara otomatis dinobatkan sebagai bapak psikologi
positif. Gagasan mengenai psikologi positif ini, muncul ketika Seligman sedang
berkebun dengan anaknya. Kemudian pada liburan musim dingin tanhun 1997, dia

18
bertemu dengan Mihaly Csikszentmihalyi. Kesempatan itupun mereka pergunakan
untuk melakukan diskusi mengenai psikologi positif.Pada awalnya psikologi
memiliki tiga tujuan utama, yaitu :Menyembuhkan penyakit mental Membantu
semua orang untuk hidup dengan lebih produktif dan bermakna Mengidentifikasi
dan memelihara bakat atau potensi manusiaNamun, setelah perang dunia II yang
menimbulkan kesedihan dan trauma bagi seluruh penduduk dunia, muncul
berbagai penyakit mental seperti depresi, stress, trauma,dll.

Banyak psikolog yang tidak menyukai metode penyakit ini. Menurut mereka
hal itu berarti telah mereduksi arti manusia itu sendiri yaitu, individu yang
memiliki potensi dan selalu maju untuk berkembang. Pemikiran inilah yang
menjadi dasar bagi Seligman untuk mendirikan psikologi positif. Dia menganggap
dengan begitu, maka psikologi telah berpaling dari tujuan awalnya, yaitu untuk
membuat orang lebih sejahtera. Dengan jabatan presidensilnya, Seligman bersama
dengan anggota Steering Comitee yang lain (Mihaly Csikszentmihalyi, Ed Diener,
Kathleen Hall Jamieson, Chris Peterson, and George Vaillant) mengembangkan
psikologi positif.

2.5 Membangun Kekuatan Positif


Psikologi Positif ala Seligman berawal dari premis bahwa manusia itu
“pada dasarnya happy” dan ilmu psikologi hadir sekedar untuk menguatkan
perasaan positif itu. Pertanyaan sekarang adalah: bagaimana kita bisa mengetahui
apakah kita orang optimis atau pesimis? Tipe penjelasan yang pertama adalah:
Permanence. Orang yang pesimis selalu menjelaskan peristiwa buruk yang
menimpa mereka sebagai sesuatu yang cenderung permanen (misal: bos saya selalu
menyalahkan saya; atau saya tidak pernah berhasil menjadi entrepreneur; atau saya
tidak akan pernah bisa lulus tes asesmen; dst.). Kalimat “selalu” atau “tidak pernah”
adalah sesuatu yang permanen; dan orang pesimis cenderung suka menggunakan
kalimat itu (baik secara terbuka atau dalam hati).

19
Sebaliknya orang optimis akan memandang kejadian buruk (bad events)
yang menimpa mereka sebagai sesuatu yang bersifat temporer (misal: hari ini bos
saya lagi bad mood; atau bos saya marah kalau saya terlambat menyelesaikan
laporan; atau saya tidak berhasil dalam bisnis karena salah memilih lokasi toko;
dst). Contoh kalimat yang bersifat temporer semacam ini membuat orang bisa
melihat kejadian buruk sebagai sesuatu yang bersifat sementara bukan permanen
dan bisa dihindari di masa mendatang.

Tipe penjelasan yang kedua adalah: Pervasiveness. Orang yang pesimis


cenderung memberikan penjelasan yang menggeneralisir (pervasive) atas bad
events yang ada di sekeliling mereka (misal: semua bos disini bermain office
politics; atau semua peraturan di perusahaan ini tidak fair; semua buku motivasi itu
isinya hanya sampah; dan beragam kalimat sejenisnya). Pervasive artinya kita
menggeneralisasi akan sesuatu peristiwa atau kejadian.

Sebaliknya, insan yang optimis akan memberikan penjelasan yang bernada


spesifik (bukan pervasive dan generalisasi), misalnya seperti: bos di bagian
keuangan itu melakukan office politics; ada peraturan di bidang uang lembur yang
tidak fair; atau buku motivasi yang sedang saya baca sekarang ini isinya tidak
bagus. Penjelasan yang bersifat spesifik — dan bukan generalisasi — membuat kita
bisa melihat bahwa sesungguhnya tidak semua dimensi dalam suatu
kejadian/peristiwa itu merugikan. Pasti masih ada celah positif di balik beragam
dimensi lainnya.

Menurut Prof. Seligman, ada tiga cara untuk membangun kekuatan positif
manusia:
1. Have a Pleasant Life (life of enjoyment):
2. Have a Good Life (life of engagement):
3. Have A Meaningful Life (life of Contribution) :

20
2.6 Positive Emotional States and Processes
a. Positive Emotional States (Perkembangan)
Kesehatan kita sangat dipengaruhi oleh emosi kita. Emosi ini berupa pikiran
kita, baik pikiran positif maupun pikiran negatif. Dengan adanya pikiran yang positif,
maka kita dapat merasakan timbulnya rasa optimis dalam diri kita. Pada akhirnya
pengaruh ke tubuh kita akan terasa sehat dan selalu semangat dalam menjalankan
kehidupan. Sebaliknya orang yang suka atau selalu berpikir negatif cenderung akan
mudah sakit. Disebabkan orang yang seperti itu akan kehilangan keseimbangan
tubuhnya.

Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh


gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun caranya
adalah dengan membicarakan berbagai masalah pribadinya dengan orang lain.
Keterbukaan, perasaan dan masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa aman
dalam hubungan sosial dan sebagian oleh tingkat kesukaannya pada orang sasaran.

b. Positive Emotional Processes (Proses)


Metode belajar yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja antara lain:

a. Belajar dengan coba-coba, Remaja belajar secara coba-coba untuk


mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan
pemuasan terbesar kepadanya
dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau
sama sekali tidak memberikan kepuasan.

b. Belajar dengan cara meniru, dengan cara mengamati hal-hal yang


membangkitkan emosi orang lain. Remaja bereaksi dengan emosi dan
metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamatinya.
c. Belajar dengan mempersamakan diri, remaja menyamakan dirinya dengan
orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat

21
dengannya. Yaitu menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah
oleh rangsangan yang sama.
d. Belajar melalui pengkondisian, dengan metode ini objek situasi yang pada
mulanya gagal memancing reaksi emosional, kemudian dapat berhasil
dengan cara asosiasi. Penggunaan metode pengkondisian semakin terbatas
pada perkembangan rasa suka dan tidak suka, setelah melewati masa
remaja.
e. Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, dengan
pelatihan, remaja dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang
biasa membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak
bereaksi secara emosional yang tidak menyenangkan.

2.7 Positive Cognitive State and Processes


Sejumlah penelitian telah dilakukan oleh para ahli psikologi kognitif mengenai
bagaimana pengaruh atau efek yang ditimbulkan oleh emosi-emosi tertentu
terhadap proses-proses kognitif khususnya ingatan.

a. Suasana Hati dan Pemilihan Informasi. Gagasan mengenai pengaruh suasana


hati terhadap pemilihan informasi disebut sebagai moodconqruence effect.
Pengaruh tersebut menunjuk pada penemuan bahwa orang-orang lebih
cenderung mengingat informasi yang sesuai atau sama seperti keadaan
suasana hati yang sedang dialami pada waktu mereka mempelajari suatu
materi atau memproses informasi.
b. Suasana Hati dan Proses Mengingat Kembali, Efek ketergantungan terhadap
suasana hati muncul apabila materi yang dipelajari dalam suasana hati tertentu
diingat kembali dengan baik apabila seseorang diuji dalam suasana hati yang
serupa dengan ketika ia mempelajari materi atau menerima informasi tersebut.

22
c. Suasana Hati dan Proses Transformasi Informasi, salah satu bagian awal yang
amat penting dari keseluruhan proses kognitif ialah melakukan transformasi
informasi untuk disimpan di dalam gudang ingatan setelah informasi itu
diterima melalui alat indera (sensory). Kesimpulan keadaan emosional seperti
suasana hati yang sedih atau gembira dapat mempengaruhi proses
transformasi informasi yang netral. Suasana hati yang sedih dapat
mengganggu seseorang melakukan transformasi informasi ke dalam gudang
ingatan.
d. Suasana Hati dan Proses Berusaha, suasana hati mempengaruhi proses
berusaha dalam menjalankan sesuatu tugas yang menggunakan kapasitas
kognitif pengaruh ini sangat tergantung pada jenis tugas yang di berikan
kepada seseorang. Suasana hati yang negatif mesalnya stres dan
depresi semakin mengganggu hal ini berarti semakin banyak suatu tugas
makin besar pengaruh suasana hati yang buruk di dalamnya yang dapat
memperlemah usaha-usaha penyelesaian tugas.
e. Kecemasan dan kinerja, demikian pula mengenai kecemasan dan interaksinya
dengan tingkat kesukaran tugas lebih dari 20 peneliti menemukan bahwa
kecemasan memiliki pengaruh negatif yang berakibat menurunkan kapasitas
kognitif seseorang dalam mengerjakan tugas yang lebih sukar atau komplek
sementara itu untuk tugas yang sederhana maka kecemasan cenderung sudah
berpengaruh didalamnya (Eyseak,1984).

23
BAB III

PENUTUP
1. Kesimpulan
Psikologi evolusioner dipandang sebagai satu perkembangan baru terpenting
dalam ilmu-ilmu keperilakuan dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini dan juga
paling kontroversial. Sejumlah kritikan dialamatkan kepada psikologi evolusioner.
Misalnya, konsep modularitas dirumuskan secara subjektif tanpa ada dukungan
hasil penelitian empiris di bidang neurologi, dan penjelasan tentang adaptasi bersifat
spekulatif serta mirip sebuah dongengan (just-sostory) sehingga tidak dapat diuji
dan tidak ilmiah. Keterbatasan utama psikologi evolusioner adalah tidak adanya
hipotesis yang dapat diuji dari teori.

Psikologi Positif secara resmi didirikan oleh Martin E.P. Seligman pada
tahun 1998. Seligmen yang waktu itu menjabat sebagai Presiden APA (American
Psychological Assosiation) secara otomatis dinobatkan sebagai bapak psikologi
positif.Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa dan perilaku manusia
dalam kehidupan sehari-hari psikologi positif, yaitu lebih menekankan apa yang
benar/baik pada seseorang, dibandingkan apa yang salah/buruk.Psikologi positif
tidak bermaksud mengganti atau menghilangkan penderitaan, kelemahan atau
gangguan (jiwa), tapi lebih kepada menambah khasanah atau memperkaya, serta
untuk memahami secara ilmiah tentang pengalaman manusia.

2. Saran
Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manfaat bagi
penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan makalah kami

24
DAFTAR PUSTAKA
Buss, David dkk. 1998. Adaptations, Exaptatations, and Spandrels. American
Psychologist, 53, 5, 533-548.
Hastjarjo, D. (2003). Mengenal sepintas psikologi evolusioner. Buletin Psikologi, 11(2).
Buss, D. M. (1995). Evolutionary psychology: A new paradigm for psychological
science. Psychological inquiry, 6(1), 1-30.

25

Anda mungkin juga menyukai