Anda di halaman 1dari 16

HIPERSENSITIVITAS TIPE 3 DAN 4

Di susun oleh

Kelompok 2

Jusmita (21806149) Risna yunita (21806160)


Sriwahyuni (21806112) Ramli (21806159)
Nur amina (21806153) Rosnani (21806162)
Nada nirbayanti (21806193) Uni sulfiati (21806276)
Fitri Zizi novianti (21806147)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MAKASSAR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan maha sempurna
yang telah memberikan kita angrah akal dan pikiran yang lebih sempurna di
bandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Karena atas ijin, rahmat dan
karunianyalah, kita dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya sadar bahwa dalam menyelesaikan makalah ini tidak lepas dari
berbagai pihak. Karena itu, ucapan terima kasih, saya sampaikan kepada pihak
yang telah embantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya. Kami sadar bahwa tidak ada manusia yang sempurna, begitu pula
kami. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari keesempurnaan. Saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat di harapkan

Makassar, 28 April 2019

Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-
spesifik dan imunitas spesifik. Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral
yang secara aktif diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam
imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE) dan sistem imunitas seluler yang
dihantarkan oleh sel limfosit T, yang bila mana ketemu dengan antigen lalu
mengadakan differensiasi dan menghasilkan zat limfokin, yang mengatur sel-sel
lain untuk menghancurkan antigen tersebut.

Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan


respon. Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang
menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah keadaan imun. Tetapi, bilamana
merugikan, jaringan tubuh menjadi rusak, maka terjadilah reaksi hipersensitivitas
atau alergi.

Mekanisme reaksi alergi adalah berdasar pada reaksi hipersensitivitas, yaitu


timbulnya respon IgE yang berlebihan terhadap bahan yang dianggap sebagai
alergen, sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator penyebab reaksi alergi,
walaupun pada orang normal reaksi ini tidak terjadi. Apabila reaksi alergi ini
berlangsung sangat berlebihan, dapat timbul syok anafilaktik.

Histamin yang dilepaskan menimbulkan berbagai efek. Vasodilatasi dan


peningkatan permeabilitas kapiler yang terjadi menyebabkan pindahnya plasma
dan sel-sel leukosit ke jaringan, sehingga menimbulkan bintul-bintul berwarna
merah di permukaan kulit. Sementara rasa gatal timbul akibat penekanan ujung-
ujung serabut saraf bebas oleh histamin. Kemudian kerusakan jaringan yang
terjadi akibat proses inflamasi menyebabkan sekresi protease, sehingga
menimbulkan rasa nyeri akibat perubahan fungsi. Efek lain histamin, yaitu
kontraksi otot polos dan perangsangan sekresi asam lambung, menyebabkan
timbulnya kolik abdomen dan diare.

Selain itu, sekresi enzim untuk mencerna zat gizi, terutama protein, belum
dapat bekerja maksimal, sehingga terjadi alergi pada makanan tertentu, terutama
makanan berprotein. Ada alergi yang dapat membaik, karena maturitas enzim dan
barier yang berjalan seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini juga dapat terjadi
akibat faktor polimorfisme genetik antibodi yang aktif pada waktu tertentu,
sehingga menentukan kepekaan terhadap alergen tertentu.

Secara umum, hasil pemeriksaan laboratorium normal. Terjadi eosinofilia


relatif, karena disertai dengan penurunan basofil akibat banyaknya terjadi
degranulasi. Eosinofil sendiri menghasilkan histaminase dan aril sulfatase.
Histaminase yang dihasilkan ini  berperan dalam mekanisme pembatasan atau
regulasi histamin, sehingga pada pasien dengan kasus alergi yang berat, jumlah
eosinofil akan sangat meningkat melebihi normal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hipersensitivitas tipe 3?
2. Apa yang dimaksud dengan hipersensitivitas tipe 4?
BAB II

PEMBAHASAN
A. Defenisi

Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana


tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap
bahan-bahan yang umumnya non imunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia
bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh
dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas
tersebut disebut alergen.

B. Etiologi
Faktor yang berperan dalam alergi makanan yaitu :

1. Faktor Internal
a. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi :
asam lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi
imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen
makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi
makanan tertentu.
b. Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai
janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan
dan norma kehidupan setempat.
c. Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan
penyerapan alergen bertambah.
2. Fakor Eksternal
a. Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis
(sedih, stress) atau beban latihan (lari, olah raga).
b. Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut
prevalensinya: ikan 15,4%; telur 12,7%; susu 12,2%; kacang 5,3% dll.
c. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat
menimbulkan reaksi alergi.

C. Klasifikasi

1. Hipersensitifitas tipe III

Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks


imun. Hal ini disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi
yang kecil dan terlarut di dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan
timbulnya inflamasi atau peradangan. Pada kondisi normal, kompleks
antigen-antibodi yang diproduksi dalam jumlah besar dan seimbang akan
dibersihkan dengan adanya fagosit. Namun, kadang-kadang, kehadiran
bakteri, virus, lingkungan, atau antigen (spora fungi, bahan sayuran, atau
hewan) yang persisten akan membuat tubuh secara otomatis memproduksi
antibodi terhadap senyawa asing tersebut sehingga terjadi pengendapan
kompleks antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi pada
penderita penyakit autoimun. Pengendapan kompleks antigen-antibodi
tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam saluran
kecil sehingga dapat memengaruhi beberapa organ, seperti kulit, ginjal,
paru-paru, sendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak.

Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu


kompleks imun karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena
kelebihan antibodi. Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan sakit
serum (serum sickness) yang dapat memicu terjadinya artritis atau
glomerulonefritis. Kompleks imun karena kelebihan antibodi disebut juga
sebagai reaksi Arthus, diakibatkan oleh paparan antigen dalam dosis
rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga menginduksi timbulnya
kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang diakibatkan
reaksi Arthus adalah spora Aspergillus clavatus dan A. fumigatus yang
menimbulkan sakit pada paru-paru pekerja lahan gandum (malt) dan spora
Penicillium casei pada paru-paru pembuat keju.

4. Hipersensitifitas tipe IV

Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang


diperantarai sel atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena
aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama
dibutuhkan dalam reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi
sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada
daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas
tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak
(kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis
(delayed type hipersensitivity, DTH).

Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga


kategori berdasarkan waktu awal timbulnya gejala, serta penampakan
klinis dan histologis. Ketiga kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.

Wakt
u Penampakan
Tipe Histologi Antigen dan situs
reaks klinis
i

Epidermal (senyawa
Limfosit, diikuti
48-72 Eksim (ekzem organik, jelatang atau poi
Kontak makrofag; edema
jam a) son ivy, logam berat ,
epidermidis
dll.)

Tuberkuli 48-72 Pengerasan Limfosit, monosit, Intraderma (tuberkulin,


n jam (indurasi) makrofag lepromin, dll.)
local

Antigen persisten atau


Makrofag, epitheloid 
Granulo 21-28 senyawa asing dalam
Pengerasan dan sel raksaksa,
ma hari tubuh
fibrosis
(tuberkulosis, kusta, etc.)
Mekanisme Berbagai Gangguan Yang Diperantarai Secara Imunologis

Tipe Mekanisme Imun Gangguan Prototipe


1 Tipe Alergen mengikat silang Anafilaksis, beberapa
Anafilaksis antibody IgE  pelepasan bentuk asma bronchial
amino vasoaktif dan
mediatorlain dari basofil
dan sel mast rektumen sel
radang lain
2 Antibodi IgG atau IgM  berikatan Anemia hemolitik
terhadap dengan antigen pada autoimun, eritroblastosis
antigen jaringan permukaan sel        fetalis, penyakit
tertentu fagositosis sel target atau Goodpasture, pemfigus
lisis sel target oleh vulgaris
komplemen atau
sitotosisitas yang
diperantarai oleh sel yang
bergantung antibodi
3 Penyakit Kompleks antigen- Reahsi Arthua, serum
Kompleks Imun antibodi   mengaktifkan  sickness, lupus
komplemen  menarik eritematosus sistemik,
perhatian nenutrofil bentuk tertentu
menjadikan pelepasan glumerulonefritis akut
enzim lisosom, radikal
bebas oksigen,
dll                     
4 Hipersensivitas Limfisit T tersensitisasi Tuberkulosis, dermatitis
Selular pelepasan sitokin dan kontak, penolakan
(Lambat) sitotoksisitas yang transplant
diperantarai oleh sel T

D. Manifestasi Klinic
1. Reaksi Hipersensivitas tipe III
1) Urtikaria, angioedema, eritema, makulopapula, eritema multiforme dan
lain-lain. gejala sering disertai pruritis.
2) Demam
3) Kelainan sendi, artralgia dan efusi sendi
4) Limfadenopati
 Kejang perut, mual
 Neuritis optic
 Glomerulonefritis
 Sindrom lupus eritematosus sistemik
 Gejala vaskulitis lain

2. Hipersensitivitas tipe IV
Dapat berupa reaksi paru akut seperti demam, sesak, batuk dan efusi
pleura. Obat yang tersering menyebabkan reaksi ini yaitu nitrofuratonin,
nefritis intestisial, ensafalomielitis. hepatitis juga dapat merupakan
manifestasi reaksi obat.
Adapun Gejala klinis umumnya :
 Pada saluran pernafasan : asma
 Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut
 Pada kulit: urtikaria. angioderma, dermatitis, pruritus, gatal, demam,
gatal
 Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir
E. Patofisiologi

Saat  pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh  seseorang 
yang mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun
ketika untuk kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama
barulah tampak gejala-gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut. Setelah
tanda-tanda itu muncul maka antigen akan mengenali alergen yang masuk yang 
akan memicu aktifnya sel T, dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel B
untuk  mengaktifkan antibodi (Ig E). Proses ini mengakibatkan melekatnya
antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang
mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan
terjadi 2 hal  yaitu,:

1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek
terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya
netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang
menyebabkan panas.
2. Alergen  tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang
merangsang sel mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang
banyak, kemudian histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh
darah.   Saat mereka mencapai kulit, alergen akan menyebabkan terjadinya
gatal, prutitus, angioderma, urtikaria, kemerahan pada kulit dan dermatitis.
Pada saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat mencetuskan terjadinya
asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik
syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran
menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian
F. Pemeriksaan Penunjang

1. Uji kulit :
Sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti
tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen
makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
2. Darah tepi:
Bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit
5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
3. IgE total dan spesifik:
Harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE
lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah
atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
4. Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
5. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
6. Biopsi usus:
Sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge
didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit
intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
7. Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
8. Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

G. Pengobatan
Penanganan gangguan alergi berlandaskan pada empat dasar:
1. Menghindari allergen
2. Terapi farmakologis
a. Adrenergik
Yang termasuk obat-obat adrenergik adalah katelokamin ( epinefrin,
isoetarin, isoproterenol, bitolterol ) dan nonkatelomin ( efedrin,
albuterol, metaproterenol, salmeterol, terbutalin, pributerol, prokaterol
dan fenoterol ). Inhalasi dosis tunggal salmeterol dapat menimbulkan
bronkodilatasi sedikitnya selam 12 jam, menghambat reaksi fase cepat
maupun lambat terhadap alergen inhalen, dan menghambat
hiperesponsivitas bronkial akibat alergen selama 34 jam.
b. Antihistamin
Obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin pada
reseptor di berbagai jaringan. Karena antihistamin berperan sebagai
antagonis kompetitif mereka lebih efektif dalam mencegah daripada
melawan kerja histamine.
c. Kromolin Sodium
Kromolin sodium adalah garam disodium 1,3-bis-2-hidroksipropan.
Zat ini merupakan analog kimia obat khellin yang mempunyai sifat
merelaksasikan otot polos. Obat ini tidak mempunyai sifat
bronkodilator karenanya obat ini tidak efektif unutk pengobatan asma
akut. Kromolin paling bermanfaat pada asma alergika atau ekstrinsik.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan
alergi. Beberapa pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah
pemberian peroral atau intravena yaitu penurunan eosinofil serta
limfosit prrimer. Steroid topikal mempunyai pengaruh lokal langsung
yang meliputi pengurangan radang, edema, produksi mukus,
permeabilitas vaskuler, dan kadar Ig E mukosa.
3. Imunoterapi
Imunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma
yang diperantarai Ig E atau alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat
menghambat pelepasan histamin dari basofil pada tantangan dengan
antigen E ragweed in vitro. Leukosit individu yang diobati memerlukan
pemaparan terhadap jumlah antigen E yang lebih banyak dalam upaya
melepaskan histamin dalam jumlah yang sama seperti yang mereka
lepaskan sebelum terapi. Preparat leukosit dari beberapa penderita yang
diobati bereaksi seolah-olah mereka telah terdesensitisasisecara sempurna
dan tidak melepaskan histamin pada tantangan dengan antigen E ragweed
pada kadar berapapun
4. Profilaksis
Profilaksis dengan steroid anabolik atau plasmin inhibitor seperti
traneksamat, sering kali sangat efektif untuk urtikaria atau angioedema.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hipersensitivitas  merupakan suatu  reaksi hipersensitivitas biasanya tidak


akan terjadi sesudah kontak  pertama kali dengan sebuah antigen. Reaksi terjadi
pada kotak-ulang sesudah seseorang yang memiliki predisposisi mengalami
sensitisasi . Anafilaksis merupakan respon klinis terhadap suatu reaksi imunologi
cepat (hipersensitivitas tipe 1). Anafilaksis adalah repon berlebihan system imun
yang melibatkan seluruh tubuh. Tipe anfilaksia ada beberapa yaitu : Local, reaksi
anafilaksis local biasanya meliputi urtikaria serta angioedema pada tempat kontak
dengan antigen dan dapat merupakan reaksi yang berat tetapi jarang fatal.
Sistemik,  reaksi sistemik terjadi dalam tempo kurang lebih 30 menit sesudah
kontak dalam system organ berikut ini : kardiovaskuler, respiratorius,
gastrointestinal dan integument .

B. Saran

Hal – hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya hipersensitivitas.


1. Menghindari zat yang dicurigai sebagai allergen
2. Melakukan tes alergi dan melihat riwayat keluarga serta riwayat frekuensi
serangan terjadi.
3. Menjaga kelembaban ruangan dengan mengatur sirkulasi angin dan udara
4. Menjaga kebersihan pakaian dan mengganti sprei sedikitnya seminggu
sekali
5. Konsultasi dengan dokter dan melakukan tes alergi untuk mengetahui
allergen-allergen yang harus dihindari
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3,
Jakarta:EGC..
Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta:
EGC.
Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol
2.Edisi 6.Jakarta:EGC.
http://id.wikipedia.org/wiki/Hipersensitivitas
http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/01/10/hipersensitivitas/

Anda mungkin juga menyukai