Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

Laporan Praktikum ini ditujukan untuk memenuhi tugas Karantina Pertanian Kelas B

Disusun Oleh:
Farabi Mustajir Rahman (150510200122)

AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2023
LAPORAN PRAKTIKUM METODE BLOTTER TEST (KERTAS SARING)

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pemeriksaan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) secara mikroskopis di
laboratorium di seluruh unit Pelaksana Teknis lingkup Badan Karantina Pertanian dituntut
dapat bekerja secara cepat, tepat dan akurat, agar salah satu fungsi Karantina Tumbuhan
dalam hal pelayanan publik dapat terlaksana dengan baik. Dengan demikian arus lalu lintas
komoditi pertanian baik yang masuk dari luar negeri (impor) ataupun yang keluar negeri
(ekspor) dan juga antar pulau (domestik) dapat berjalan lancar tanpa hambatan. Unit
Pelaksana Teknis lingkup Badan Karantina Pertanian dalam melaksanakan pemeriksaan OPT
khususnya cendawan menggunakan berbagai metode pengujian yang tidak berorientasi pada
target organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) sasaran, sehingga membutuhkan
waktu yang lebih lama dalam pengambilan keputusan. Hal ini disebabkan belum adanya satu
panduan yang dapat digunakan dalam mendeteksi OPTK cendawan secara tepat dan akurat
sesuai target OPTK International Standards for Phytosanitary Measure (ISPM) No.27 tentang
Diagnosis Protocol for regulated Pests, yang menjadi acuan dalam penyusunan Pedoman
Diagnosis OPTK golongan Cendawan, sehingga dapat menjadi pedoman dalam Diagnosis
OPTK golongan cendawan di Unit Pelaksana Teknis di seluruh Indonesia.
Diagnosis OPTK golongan cendawan ini disusun berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian No.38 /Kpts/HK.060/1/2006 tentang Jenis-jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan
Karantina(OPTK) golongan A1 dan golongan A2. Jenis OPTK golongan cendawan A1
berjumlah 102, dan OPTK A2 28 jenis.
1.2 Tujuan
a. Penyusunan Diagnosis OPTK golongan Cendawan agar dapat dijadikan sebagai dasar
ilmiah dalam pelaksanaan terhadap tindakan Karantina Tumbuhan pemeriksaan di
laboratorium terhadap organisme pengganggu tumbuhan Karantina yang disebabkan oleh
cendawan di seluruh unit pelaksana teknis (UPT)
b. Menyeragamkan pelaksanaan tindakan Karantina Tumbuhan pemeriksaan di
laboratorium yang berorientasi pada target organisme pengganggu tumbuhan karantina
(OPTK golongan Cendawan).

2. Dasar Teori
2.1 Media pembawa
Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan yang selanjutnya disebut media
pembawa adalah tumbuhan dan bagian-bagiannya dan atau benda lain yang dapat membawa
organisme pengganggu tumbuhan. Salah satu media pembawa yaitu benih. Benih adalah biji
tanaman yang digunakan untuk keperluan dan pengembangan usaha tani, memiliki fungsi
agronomis atau merupakan komponen agronomi.
2.2 Preparasi Sampel Media pembawa Benih
Sampel bahan uji disiapkan dengan mengambil sampel kerja yang memenuhi syarat.
Untuk pengujian benih dalam bentuk biji merujuk pada Pedoman Pengambilan Sampel
Biji-bijian untuk Benih, Badan Karantina Pertanian. Preparasi sampel dilakukan berdasarkan
sifat cendawan parasit atau patogen tumbuhan. Berdasarkan sifat hidupnya cendawan
patogenik dibedakan menjadi tiga golongan yaitu : cendawan parasit, cendawan saprofit
fakultatif dan cendawan parasit obligat.Ketiga golongan cendawan tersebut bila mampu
menyerang tumbuhan akan mengganggu proses fisiologi tumbuhan dan menimbulkan gejala
penyakit disebut sebagai cendawan patogenik. Cendawan parasit fakultatif dan saprofit
fakultatif, dapat dibiakkan pada media buatan, sedangkan cendawan parasit obligat adalah
cendawan yang tidak dapat dibiakkan pada media buatan karena memerlukan inang untuk
hidupnya. Pemeriksaan cendawan parasit fakultatif, saprofit fakultatif dan obligat dapat
dilakukan dengan menggunakan metode pemeriksaan Metode Blotter (MB) atau Kertas
Saring.

3. Alat dan Bahan


a. Alat:
- Pinset
- Petridish
- Mikroskop
- Label
- Bolpoin
- Alat dokumentasi
b. Bahan:
- Kertas saring
- Benih kedelai, padi, dan benih kcang hijau
- Air
- Kaca obyek

4. Metode
a. Lembabkan 3 (tiga) helai kertas saring dengan cara mencelupkannya ke dalam
akuades steril, kemudian letakkan di dalam cawan Petri steril. Atau letakkan 3
helai kertas saring dalam cawan Petri, kemudian tuangkan 10 ml aquades steril,
sehingga seluruh kertas saring basah merata, buang kelebihan air.
b. Semaikan biji dengan menggunakan pinset di atas kertas saring tadi sebanyak
5,10,25, dan 50 benih ,sesuai dengan ukuran benih. Untuk biji kakao dan kopi
dibutuhkan 5 biji/cawan Petri; untuk semangka, jagung, kedelai, dan padi
diperlukan 10 biji/cawan petri untuk cabai dan tomat diperlukan 25 biji/cawan
Petri; seledri, benih kubis dan rumput-rumputan diperlukan 50 biji/cawan Petri
c. Letakkan cawan Petri yang diisi biji tadi dalam ruang inkubasi. Inkubasikan
cawan Petri selama 7 (tujuh) hari dengan pengaturan 12 jam terang ,12 jam gelap
- Amati dibawah mikroskop stereo pada hari ke 3,5, dan 7 hari setelah inkubasi,
pengamatan pada hari ke 3 dan ke 5 ,bila biji atau kecambah sudah busuk harus
segera dibuang setelah diamati dan lakukan pencatatan.
d. Identifikasi cendawan temuan menggunakan kunci identifikasi yang tersedia.
5. Hasil dan Pembahasan
Setelah diinkubasikan biji kedelai pun diidentifikasi, berdasarkan hasil pengamatan di
laboratorium terdapat spora dari golongan Penicillium. Penicillium sebenarnya tidak
umum ditemukan sebagai penyebab penyakit pada kedelai. Penicillium biasanya
ditemukan sebagai saprofit, yaitu jamur yang hidup dari bahan organik yang sudah mati.
Namun, pada beberapa kondisi tertentu, Penicillium dapat tumbuh dan menyebabkan
masalah pada kedelai, terutama jika kondisi penyimpanan benih tidak optimal.
Pertumbuhan berlebihan Penicillium pada kedelai dapat mengurangi kualitas benih dan
daya tumbuhnya. Selain itu, beberapa spesies Penicillium dapat menghasilkan toksin
yang dapat mempengaruhi kualitas kedelai dan keselamatan pangan jika dikonsumsi
dalam jumlah besar.
6. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini yaitu penyimpan benih pada suhu ruangan tidak dapat
menjaga mutu benih dengan ditunjukkan oleh daya kecambah < 80%. Penyimpanan benih
pada keadaan lembab dapat menimbulkan infeksi Penicillium. Adapun ciri khas dari jamur
tersebut adalah Penicillium memiliki koloni yang umumnya berwarna hijau atau biru, tetapi
beberapa spesies juga dapat memiliki koloni dengan warna lain, seperti putih, kuning, atau
merah muda. Penicillium memiliki konidiofor yang berbentuk seperti tongkat atau tanduk.
Konidiofor ini berfungsi sebagai struktur yang menghasilkan konidia atau spora aseksual.
Konidiofor Penicillium dapat bercabang, membentuk struktur yang mirip dengan sikat atau
sapuan. Oleh karena itu, perlakuan benih sebelum penanaman diperlukan untuk
mengeliminasi patogen terbawa benih.

Lampiran
LAPORAN PRAKTIKUM METODE PENCUCIAN (MP)

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Produktivitas yang tinggi dapat dihasilkan dengan menggunakan benih dengan kualitas
yang baik, maka kualitas benih sangat penting untuk diperhatikan dikarenakan benih
berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Sedangkan kualitas benih
yang rendah akan menyebabkan tidak optimalnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman
schingga produktivitas akan rendah. Salah satu penyebab rendahnya kualitas benih adalah
adanya hama dan penyakit schingga akan mengurangi hasil produksi dan menyebabkan
kerugian. Kualitas benih dapat diuji dengan melakukan uji metode pencucian terhadap benih.
Metode Pencucian merupakan salah satu metode dengan pelaksanaan vang praktis
dan tidak memerlukan biaya yang mahal. Metode ini dilakukan untuk menguji apakah
terdapat cendawan pada proses karantina pertanian. Pada prosesnva metode in akan
memberikan kondisi yang baik untuk pertumbuhan patogen yang terbawa dari jaringan
benih dan dapat tumbuh selama masa simpan (inkubasi) kemudian setelah berkecambah
maka jika terlihat adanya patogen bisa langsung didentifikasi menggunakan bantuan
mikroskop.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum in agar mahasiswa dapat mengidentifikasi patogen terbawa benih yang
diuji dengan metode blotter test dengan media pembawa seperti benih. Serta mengetahur cara
melakukan uji dengan menggunakan metode pencucian.

2. Alat dan Bahan


a. Alat:
● Biji Kedelai (20 biji)
● Media PDA
b. Bahan:
● Petridish
● Wadah benih
● Penggaris Bunsen
● Korek Api
● Pinset
● Perekat
● Mikroskop
● Selotip bening
● Alat tulis
● Gelas shaker
● Handsanitizer / pembersih area
● Jas lab
3. Metode
● Ambil sampel menggunakan metode pembagian garis
● Setelah menjadi potongan garis yang rapih, ambil 2 sampel benih dari
masing-masing potongan sampai ada 10 sampel simpan ke wadah benih
● Sterilkan area kerja dan nyalakan bunsen
● Taruh kedalam tempat shaker (gelas ukur) kemudian shaker selama 3 menit
● Siapkan petridish yang telah diberi media PDA, kemudian lakukan pemindahan
benih dari wadah benih ke media PDA
● Jika sudah dipindahkan 10 benih tersebut, kemudian tutup dan diberi perekat
● Simpan selama 1 minggu tunggu sampai berkecambah
● Setelah terlihat adanya keeambah dan terlihat adanya jamur yang tumbuh di area
perkecambahan, maka dapat dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop
● Ambil sampel jamur menggunakan selotip, kemudian taruh di mikroskop dan siap
diamati
● Setelah diamati dan ditemukannya jamur kemudian di dokumentasikan.
4. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, menunjukkan hasil seperti gambar
dibawah ini
Rhizopus sp.
Dari gambar diatas hasil dari metode pencucian pada benih kacang menunjukkan
bahwa benih terserang cendawan Rhizopus sp. Teridentifikasi secara mikroskopis dilihat
dari morfologinya cendawan tersebut memiliki sporangiofor yang panjang, lalu pada
bagian yang berbentuk bulat terdapat sporangium, sedangkan bulatan tersebut merupakan
apofisis dari cendawan Rhizopus sp. itu sendiri, kemudian dibagian ujung sporangiofor
terdapat cabang yang disebut stolon, dan pada ujung stolon terdapat rhizoid.
Rhizopus sp. Tumbuh sebagai hifa berbentuk filamen dan bercabang yang
umumnya tidak memiliki dinding silang. Mereka berkembang biak dengan membentuk
spora aseksual dan seksual.
5. Kesimpulan
Metode pencucian adalah metode yang ekonomis dan terbilang praktis. Metode
ini dilakukan untuk menguji benih apakah terdapat kontaminan dari cendawan atau tidak.
Metode pencucian ini termasuk salah satu proses dari karantina pertanian sebelum masuh
atau keluar negara asal. Berdasarkan hasil yang dilaksanakan, teridentifikasi secara
morfologis setelah dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop bahwa benih tersebut
terserang cendawan Rhizopus sp.
.
Lampiran
LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI NEMATODA DENGAN CORONG BAERMANN

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Perlakuan karantina ekstraksi nematoda menggunakan corong Baermann merupakan
metode yang umum digunakan dalam identifikasi dan isolasi nematoda dari sampel tanah
atau sampel akar tanaman. Metode ini telah digunakan secara luas di berbagai negara,
termasuk Indonesia, untuk mendeteksi nematoda yang berpotensi menjadi patogen
tumbuhan.
Di Indonesia, penggunaan perlakuan karantina dan ekstraksi nematoda menggunakan
corong Baermann penting untuk mengidentifikasi keberadaan nematoda patogen dan
memantau tingkat infestasi nematoda di lahan pertanian. Dengan mengidentifikasi nematoda
yang hadir dan mengetahui tingkat infestasi mereka, petani dan ahli pertanian dapat
mengambil langkah-langkah yang tepat dalam mengendalikan serangan nematoda, seperti
penggunaan varietas tahan nematoda, rotasi tanaman, pemupukan yang tepat, atau
penggunaan nematisida yang sesuai.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini ialah agar mahasiswa mengetahui cara ektraksi nematoda
menggunakan corong Baerman dengan baik dan benar. Selain itu, mahasiswa dapat
mengidentifikasi nematoda dengan mengamati suspensi nematoda menggunakan mikroskop.

2. Alat dan Bahan


a. Alat:
● Saringan sesuai ukuran nematoda
● Corong kaca
● Rak corong
● Klem/jepitan
● Gelas Beaker
● Pipet
● Botol semprot
● Mikroskop
b. Bahan:
● Sampel tanah minimal 100 g
● Air bersih
● Tissu steril
3. Metode
● Menyiapkan alat dan bahan untuk kebutuhan ekstraksi nematoda.
● Corong Baermann yang telah disiapkan diisi dengan air secukupnya. Lalu, bagian
mulut corong ditutup dengan kain stocking sebagai saringan.
● Tanah sebanyak 100 g diletakkan di atas stocking dan telah dialasi dengan tissue
terlebih dahulu.
● Pemberian air lanjutan pada corong hingga tanah pada bagian mulut corong terendam
sebagian besar.
● Setelah 24 jam, klem pada ujung selang corong akan dibuka dan ditampung
menggunakan gelas Beaker 100 ml.
● Mengamati suspensi nematoda menggunakan mikroskop
4. Hasil dan Pembahasan
Hasil pengamatan suspensi menunjukkan adanya nematoda pada sampel tanah yang
diekstraksi. Dari hasil ini diperkirakan nematoda yang terdapat pada sampel tanah ialah
Meilodogyne spp. Genus ini dikenal juga sebagai Nematoda Puru Akar dimana gejala dari
serangan yang dilakukan ialah adanya puru atau bintil pada akar. Bintil pada akar ini
disebabkan oleh adanya pembengkakan pada jaringan akar sehingga terhambatnya
penyaluran air dan hara yang diserap oleh akar. Produk pertanian yang digunakan dalam
kegiatan ekspor/impor akan diberikan perlakuan karantina lebih lanjut apabila terdapat
nematoda pada hasil ekstraksi yang dilakukan
5. Kesimpulan
Metode isolasi corong Baerman merupakan kegiatan yang membantu dalam
mengidentifikasi OPTK nematoda. Metode ini menggunakan corong yang diletakkan tanah
pada mulut corongnya menggunakan stocking dan diberi air hingga sebagian besar tanah
terendam. Tanah akan direndam selama 24 jam, lalu suspensi nematoda akan dikeluarkan
melalui selang pada bagian bawah corong dengan membuka klem dan akan ditampung di
gelas Beaker.
Suspensi dari hasil ekstraksi nematoda diteliti menggunakan mikroskop untuk melihat
keberadaan nematoda. Hasil dari pengamatan suspensi nematoda ditemukan adanya
nematoda pada sampel tanah yang diamati.
.
Lampiran
DAFTAR PUSTAKA

Kementan, (n.d). Pedoman Diagnosis OPTK Gol Cendawan. Diakses melalui


https://karantina.pertanian.go.id/ pada tanggal 27 Juni 2023.
Kementan, (n.d). Pedoman Diagnosis OPTK Gol Nematoda. Diakses melalui
https://karantina.pertanian.go.id/ pada tanggal 27 Juni 2023.

Anda mungkin juga menyukai