KEPERAWATAN MATERNITAS 1
PELVIS INFLAMATORY DESEASE (PID)
Menyetujui,
Anggota Kelompok:
Mengetahui,
Dosen Pengampu,
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia, kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Pelvis Inflamatory Desease” dengan tepat waktu, makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas.
Makalah ini diharapkan mampu menambah pengetahuan tentang “ pelvis inflamatory desease “. Kami
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan untuk
mahasiswa fakultas kesehatan.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan buku ajar yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan kami memohon kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Sumber : www.google.com
Setiap tahun di Amerika Serikat. diperkirakan bahwa lebih dari 750.000 wanita
mengalami PID akut. Insidensi PID pada pengguna alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
adalah sekitar 9,38 per 1000 wanita di 20 hari setelah pemasangan. Namun, angka
kejadian PID pada pengguna AKDR akan menurun menjadi 1,39 per 1000 wanita pada
satu tahun setelah pemasangan Angka PID pada pemakaian AKDR adalah sebanyak 1,4 –
1,6 kasus per 1000 wanita selama tahun pemakaian.(Reyes,2010)
Beberapa faktor merupakan risiko untuk penyebab PID antara lain hubungan seksual,
prosedur kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan AKDR, persalinan, aborsi),
aktivitas seksual, berganti-ganti pasangan seksual, riwayat PID sebelumnya, proses
menstruasi, dan kebiasaan menggunakan pembersih kewanitaan, dan lain-lain. Penelitian
yang pernah dilakukan oleh Krisnadi menyebutkan bahwa sebagian besar PID disebabkan
1
akibat hubungan seksual. Terdapat peningkatan jumlah penyakit ini dalam 2-3 dekade
terakhir berkaitan dengan beberapa faktor, termasuk diantaranya adalah peningkatan
jumlah Penyakit Menular Seksual (PMS) dan penggunaan AKDR. Risiko terkena PRP
pada pemakaian AKDR 1,5 – 10 kali lebih besar dibandingkan pemakaian kontrasepsi
lain atau yang bukan pemakai sama sekali. 15% kasus penyakit ini terjadi setelah
tindakan operasi seperti biopsi endometrium, kuret, histeroskopi.(Reyes,2010)
1.3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS
2.1 Definisi
Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease) adalah infeksi saluran
genital bagian atas yang terjadi terutama pada wanita muda yang aktif secara seksual.
(Ami curry,dkk.2019). Menurut Huang Chang,dkk.2019, juga menjelaskan bahwa pelvice
inflamatory disease (PID) adalah Penyakit radang panggul,penyakit menular yang
menyebabkan oklusi tuba dan perlengketan panggul dan perut lainnya.
2.2 Etiologi
Menurut Amy Curry,dkk.2019,PID atau pelvice inflammatory disease merupakan
infeksi polimikrobia, Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae adalah penyebab
umum, namun, patogen serviks, enterik, terkait vaginosis bakteri, dan pernapasan
lainnya, termasuk Mycobacterium tuberculosis.
2.3 Patofisiologi
Abses panggul adalah kumpulan eksudat terinfeksi yang terbatas. Ini dibentuk oleh
nekrosis likuifaksi. Ini berkembang karena ketidakseimbangan antara mekanisme
pertahanan inang dan cakupan antibiotik yang tidak mencukupi dalam pengaturan
inokulum bakteri dengan virulensi tinggi. Jaringan nekrotik terbentuk di sekitar eksudat
infektif, yang membentuk dinding fibrosa yang tebal. Jika nanah tidak mengalir, itu akan
melokalisasi mikroba serta racun yang dapat merugikan tuan rumah dan mempersulit
agen antimikroba untuk menembus kapsul inflamasi berserat dan bekerja di atasnya.
Degradasi enzimatik dari imunoglobulin dan pelepasan komplemen lokal terjadi, yang
menghasilkan pembentukan nanah yang persisten Pada wanita muda, abses panggul
terjadi sebagai salah satu komplikasi penyakit radang panggul. Ini dimulai sebagai infeksi
menaik dari vagina, leher rahim dan menyebar ke rahim, tuba fallopi, ovarium, dan
peritoneum. Ini menyebabkan kerusakan endotel dan edema tuba fallopi dan akibatnya
menyebabkan penyumbatan tuba. Khususnya, umumnya terjadi pada fase folikular dari
siklus menstruasi. Demikian juga, estrogen tinggi dan ektopi serviks membantu
menghubungkan Neisseria Gonorrhea dan klamidia ke saluran genital, yang merupakan
3
salah satu penyebab paling umum penyakit radang panggul dan komplikasinya. Pada
pasien pasca operasi, teorinya adalah bahwa kehilangan darah, cairan serosa, puing-puing
limfatik, jaringan nekrotik, dan hemostat fibrilar terakumulasi di daerah panggul bagian
bawah dan kubah vagina. Ini menghasilkan pembentukan kumpulan cairan sederhana.
Akumulasi cairan akhirnya menjadi terinfeksi melalui kontaminasi kulit dan pembukaan
vagina dan menghasilkan pembentukan abses panggul. Organisme patogen naik dari
vagina, endoserviks, dan melalui kulit ke tempat pembedahan, termasuk kubah vagina
dan sayatan perut Campuran senyawa dan dinamis bakteri patogen dan nonpatogen yang
naik dari vagina terdiri dari bakteri gram negatif dan gram positif anaerob fakultatif.
Akibat ketidakseimbangan bakteri patogen dan nonpatogen, jaringan steril terinfeksi dan
berkembang menjadi abses panggul. Infeksi biasanya polimikroba, dengan dominasi
bakteri anaerob. Bakteri yang terlibat adalah Escherichia coli, Bacteroides fragilis,
Bacteroides, Peptostreptococcus, Streptococcus aerobik, dan Peptococcus.(K
Khaliq,dkk.2019).
4
2.4 Patway Aktivitas Seksual
Kontrasepsi AKDR,
Kadar Estrogen
Meningkat
Gonorhoe Tracomatis
Gangguan Flora
Normal di Vagina
Penurunan Sistem
Imunologik
Disfungsi
Vagina
Seksual
Infeksi Asenden
Kurang Gangguan Dalam
Pengetahuan Berhubungan
Merangsang
Mediator Kimia
Menyebar ke
(Bradikinin)
Ansietas Vagina, Serviks,
dan Traktus
Resiko Infeksi
Genetalis Atas
Nocyseptor
Vagina Discharge
(Patologi) Gejala Inflamasi Thalamus
Hipertermi Merangsang
Hypotalamus Menyerang Tuba Nyeri akut
Fallopi dan
Ovarium
5
2.5 Faktor Resiko
Menurut VG Vanamala,dkk.2018, Faktor resiko dari penyakit pelvice
inflammatory diseasese (PID) adalah 54% dari mereka termasuk dalam kelompok usia
26-30 tahun, diikuti oleh 19,3% wanita antara 20-25 tahun. 35,3% dari pasien buta
huruf diikuti oleh pendidikan sekolah dasar di 29,3%. 74% pasien berasal dari kelas
bawah sedangkan 24,7% berasal dari kelas menengah. (Vanamaka,dkk.2018)
6
Tidak ada tes tunggal yang spesifik dan sensitive untuk penyakit radang panggul.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain:
• Tes kehamilan, jika hasilnya positif perlu di pertimbangkan kemungkinan
aborsi septik dan kehamilan ektopik. Pilihan terapi antibiotic yang
diberikan dapat mempengaruhi kehamilan
• Sediaan apusan serviks yang diberi pewarnaan gram dengan diplokokus
gram-negatif intraseluler (gonorea)
• Laju endap darah (LED) > 15 mm/jam
• Spesimen serviks untuk gonorea dan enzym immunoassay (EIA)
chlamydia
• Hitung sel darah putih menunjukkan leukositosis
• Pemeriksaan untuk hepatitis dan HIV
• Peningkatan protein C-reaktif dan laju endap darah
7
leukosit, bakteri non spesifik dan mungkin di dapat produk dari proses
peradangan
• Biopsy endometrium
Dapat digunakan untuk menentukan diagnosis histopatologi endometritis.
Memiliki spesifitas dan sensitifitas 90%
• Laparaskopi
Merupakan kriteria standar untuk diagnosis PID, jauh lebih spesifik dan
sensitive dibandingkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya. Indikasi
dilakukan laparaskopi adalah pasien sakit dengan kecurigaan tinggi
apendisiti, pasien dengan PID akut yang gagal dengan pengobatan rawat
jalan dan pasien dengan PID yang tidak membaik setelah 72 jam diberikan
pengobatan rawat inap.
2.8 Penatalaksanaan
Sasaran pengobatan adalah untuk menghilangkan gejala akut, pemberantasan
infeksi yang sedang terjadi dan meminimalisasi resiko berulang untuk jangka panjang
Pemilihan antibiotic harus di tujukan pada mikroorganisme etiologi utama.Biasanya
tidak ada agen tunggal yang cukup efektif. (Rasjidi,2014)
• Terapi
Klien dengan penyakit akut yang menderita abses dalam panggul atau
tubaovarium dan sindrom fitz-hugh-curtis, seringkali membutuhkan
perawatan.Duduk rendam dengan air hangat dapat menurunkan nyeri dan
meningkatkan kenyamanan serta penyembuhan.Klien sebaiknya ditidurkan pada
posisi semi fowler untuk memungkinkan pengeluaran cairan rabas mukopurulen.
• Terapi antibiotic rawat jalan terdiri atas cefoxitin 2 gram Intramuskuler ditambah
probenecid 1gr per oral atau ceftriaxone 250 mg intramuskuler. Terapi ini
dikombinasikan dengan doksisiklin 100 mg per oral 2 kali sehari selama 14 hari.
Pengobatan alternative meliputi ofloxacin 400 mg per oral 2 kali sehari selama 14
hari yang ditambah dengan klindamicin hidroclorida 450 mg per oral 4 kali sehari
selama 14 hari atau dengan metronidazole 500 mg per oral 2 kali sehari selama 1
hari (Bowie et al 1994)
• Terapi antibiotic spectrum luas diberikan secara intra vena saat klien di rawat
Inap yaitu:
8
➢ Regimen A: cefoxitin 2 gr IV setiap 6 jam atau cefotetan 2 gr IV setiap 12
jam. Dilanjutkan minimal selama 48 jam setelah klien tidak demam. Obat
ini dikombinasikan dengan doksisiklin 100 mg setiap 12 jam per oral atau
per IV selama 10-14 hari.
➢ Regimen B: clindamicyn 900 mg IV setiap 8 jam minimal selama 48 jam
setelah klien tidak demam. Obat ini dikombinasikan dengan gentamisin,
dosis pembebanan (loading dose) 2 mg/kg berat bada melalui IV atau IM,
kemudian 1,5 mg/kg berat badan setiap 8 jam sampai pulang. Setelah
pulang berikan doksisiklin 100 mg per oral setiap 12 jam selama 10- 14
hari.
9
BAB 3
3.1 Pengkajian
A. Data Subyektif
1. Biodata :
- Umur: biasanya terjadi pada usia produktif yaitu pada usia dibawah 16 tahun
- Pekerjaan : sering terjadi pada wanita yang berganti-ganti pasangan (PSK)
2. Keluhan Utama : Demam, mual muntah, perdarahan menstruasi yang tidak teratur,
kram karena menstruasi, nyeri BAK, nyeri saat hubungan, sakit pada perut bagian
bawah, lelah, nyeri punggung bagian bawah, nafsu makan berkurang.
3. Riwayat penyakit sekarang : Metroragia, Menoragia.Menderita penyakit kelamin,
keputihan, menggunakan alat kontrasepsi spiral.
4. Riwayat penyakit dahulu : KET, Abortus Septikus, Endometriosis.Pernah
menderita penyakit kelamin, abortus, pernah kuret, aktivitas seksual pada masa
remaja, berganti-ganti pasangan seksual, pernah mengunakan AKDR.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
6. Riwayat menstruasi: Perdarahan menstruasi yang tidak teratur, Disminore, Fluor
albus.
7. Riwayat obstetric dan KB: Pernah abortus, kuretase, keguguran,Pernah atau
sedang menggunakan AKDR.
8. Riwayat menstruasi :Kaji menarche, siklus haid, jumlah darah yang keluar,
dismenorea,dan HPHT.
9. Riwayat Ginekologi: Kaji keluhan yang pernah dirasakan berkaitan dengan organ
reproduksi, berapa lama keluhan ibu rasakan, ada tidaknya upaya yang dilakukan
untuk mengatasi keluhan itu. Seperti menanyakan apakah ibu pernah mengalami
keputihan yang berbau dan gatal, operasi yang dialami.
10. Riwayat kesehatan: Kaji penyakit-penyakit yang pernah diderita ibu, suami, dan
keluarga baik dari ibu maupun suami seperti : penyakit jantung, hipertensi, DM,
TBC, asma dll. Kaji apakah ibu pernah kontak dengan penderita HIV/AIDS, TBC,
hepatitis.
11. Pemeriksaan fisik
• Suhu tinggi disertai takikardia
10
• Nyeri suprasimfasis terasa lebih menonjol daripada nyeri di kuadran atas
abdomen. Rasa nyeri biasanya bilateral. Bila terasa nyeri hanya uniteral,
diagnosis radang panggul akan sulit dirtegakkan.
• Bila sudah terjadi iritasi peritoneum, maka akan terjadi reburn tenderness”,
nyeri tekan dan kekakuan otot sebelah bawah.
• Tergantung dari berat dan lamanya peradangan, radang panggul dapat pula
disertai gejala ileus paralitik.
• Dapat disetai Manoragia, Metroragia.
• Nyeri tekan dan nyeri goyang genitalia eksterna ( unilateral dan bilateral)
• Daerah adneksa teraba kaku
• Teraba massa dengan fluktuasi
B. Data Obyektif
Pemeriksaan sistematis dan Ginekologis
Didapatkan berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa dan hasil
pemeriksaan dengan tehnik palpasi, inspeksi, auskultasi, dan perkusi. Pemeriksaan
sistematis ini meliputi:
1. Pemeriksaan Kepala dan Wajah Kaji keadaan mata, hidung, mulut dan bibir ibu
2. Pemeriksaan pada leher Periksa apakah ada pembesaran kelenjar pada leher
seperti kelenjar limfe, tiroin atau pelebaran pembluh vena.
3. Pemeriksaan Dada dan Payudara Inspeksi: lihat berntuk payudara (simetris/
asimetris), warna (kemerahan atau normal), pengeluaran, puting susu (menonjol,
datar, masuk), retraksi.
4. Pemeriksaan Abdomen: Kaji adaya masa atau benjolan dan nyeri tekan pada
abdomen, jaringan parut , bekas luka operasi.
5. Pemeriksaan Anogenital
Kaji pengeluaran pervaginam : jumlah, warna, konsistensi dan bau kaji adanya
tanda-tanda infeksi pada daerah genital, perhatikan ada tidaknya varises dan
oedema pada genetalia, inspikulo, dinding vagina (rugae vagina less), karsinoma.
Portio. Lakukan pemeriksaan adneksa dengan menekan daerah shympisis , apakah
terasa nyeri atau tidak.
6. Pemeriksaan Genitalia
• Ada cairan flour albus yang berbau, dan berwarna kehijauan
• Nyeri pada servik, uterus dan kedua adnexa saat pemeriksaan bimanual.
11
• Terdapat masa iflamatoris daerah pelvis
C. Pemeriksaan penunjang
D. Terapi Medis
Farmakologis
• Ketorolac
• Ranitidine
• Meticobalamin
• Diazepam
• Amitriptilin
• Ceftriaxone
Non Farmakologis
• Tirah baring
12
2. Hipertermia b/d proses penyakit reaksi inflamasi (D.0130)
Definisi : Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
Batasan Karakteristik :
• Konvulsi
• Kulit kemerahan
• Takikardi
• Takipnea
• Kulit terasa hangat
• Faktor yang berhubungan
• Anstesia
• Deisrasi
• Penyakit
• Medikasi
• Trauma
• Aktivitas berlebihan
13
• Prilaku tidak tepat
• Pengungkapan masalah
14
2. Hipertermi b/d proses penyakit reaksi inflamasi (D.0130)
• Fever Treatment
• Monitor suhu sesering mungkin
• Monitor IWL
• Monitor warna dan output
• Tingkatkan sirkulasi udara
• Selimuti pasien
• Monitor TD, Nadi, RR
• Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
• Ajarkan pasien cara mencegah kelebihan akibat panas
• Berikan anti piretik
• Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
Activity Therapy
• Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medic dalam merencanakan program terapi
• Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
• Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
• Bantu klienuntuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
• Monitor respon fisik, emosi, sosial, dan spiritual
15
• Diskusikan perubahan gaya hidup mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi
16
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pelvic Inflammatory Disease (Salpingitis, PID, Penyakit Radang Panggul) adalah
suatu proses peradangan ineksius traktus genetalis wanita bagian atas yang meliputi
endometritis, salpingitis, salpingo-oophoritis, tubo-ovarian abscess (TOA), dan pelvic
peritonitis yang disebabkan chlamydia trachomatis, (60%0 atau Neisseria
gonorrhoeae (30-80%), selain itu juga terdapat beberapa organisme lain seperti
Gardnerella vaginalis, Bacteroides, Bacterial vaginosis.
PID menyerang lebih dari 1 juta wanita di Amerika dalam satu tahun dan rata-rata
menghabiskan biaya 4,2 milyar dollar. Per tahunnya hamper 250.000 wanita masuk
rumah sakit akibat PID dan 100.000 orang mengalami prosedur bedah, sisanya
menjalani rawat jalan.
Sehingga PID memerlukan penanganan cepat dan tepat antara lain analgesic,
antibiotic serta pengobatan bagi pasangan seksual pasien agar PID tidak berulang
kembali.
4.2 Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan bagi pasien Pelvis Inflammatory Disease dengan tepat sehingga
dapat meminimalkan komplikasi. Selain itu, mahasiswa keperawatan juga diharapkan
dapat memberikan edukasi baik kepada pasien maupun keluarganya.
17
DAFTAR PUSTAKA
(Amicurry,dkk.2019)Gambar1.1Pelvicinflammatorydesease:
https://id.scribd.com/doc/207264394/ASUHAN-KEPERAWATAN-INFEKSI-PADA-
SISTEM-REPRODUKSI-RADANG-PANGGUL
(K Khaliq,dkk.2019).: https://id.scribd.com/document/364354266/Askep-Penyakit-Radang-
Panggul-1
18