Anda di halaman 1dari 30

Penggunaan

Antibiotik yang
Rasional pada Anak
Dr. Hendri Wijaya, DTM&H, M.Ked(Ped), SpA(K)

1
Topik Bahasan
• Pendahuluan
• Sejarah dan perkembangan antibiotik
• Resistensi antibiotik
• Penggunaan antibiotik pada pasien anak
• Simpulan

2
Pendahuluan
• Antibiotik termasuk kelompok obat yang paling sering diresepkan untuk anak
• Seperlima dari semua kunjungan rawat jalan pediatrik disertai resep antibiotic
• Penggunaan antibiotik rawat jalan yang berlebihan berkorelasi dengan
peningkatan resistensi pathogen terhadap antibiotik
• Penggunaan antibiotik yang rasional dapat meminimalkan munculnya dan
berkembangnya resistensi, disertai luaran respon klinis terbaik

3
Situasi di Indonesia
▪ Di Indonesia, antibiotik bisa dibeli tanpa resep dokter
▪ Dari 486 orang yang menggunakan antibiotik, 97% menyebutkan dari mana
memperoleh AB
▪ Diresepkan oleh dokter di rumah sakit umum (12%)
▪ Puskesmas (29%),
▪ Praktek pribadi (36%)
▪ Perawat dan bidan (6%)
▪ Pengobatan sendiri (17%)
▪ 8% diperoleh dari apotek tanpa resep, 5% dari toko obat, 2% dari teman dan kerabat,
1% dari kios, dan 1% dari sumber lain
Sudarmono P. Acta Med indones. 2013
Hadi et al. Int J infect dis. 2008 4
Sejarah dan Perkembangan Antibiotik
• Penemuan mikroskop → perkembangan ilmu bakteriologi → hubungan antara
spesies bakteri dan penyakit tertentu
• Ditemukannya Penisilin menandai dimulainya masa keemasan pengembangan
antibiotik (1950-1960)
• Setelah 1985 terjadi penurunan pengembangan antibiotik baru

Oldfield E. Trends Pharmacol Sci. 2014

5
Davies J. Microbiol Mol Biol R. 2010 6
7
Ventola C. Pharm Ther. 2015
Terapi Antibiotik yang Rasional
Penggunaan obat yang rasional mengharuskan pasien menerima obat:
▪ Sesuai dengan kebutuhan klinis (antibiotik untuk infeksi bakteri)
▪ Dalam dosis yang sesuai kebutuhan individu mereka sendiri (usia, berat badan,
tingkat keparahan penyakit)
▪ Untuk jangka waktu yang memadai (lama/lama pengobatan), dan
▪ Dengan biaya terendah bagi mereka dan komunitas mereka (termasuk risiko
munculnya dan penyebaran resistensi antibiotik)

8
Penyebab penggunaan antibiotik yang tidak
rasional
Terkait dengan dokternya
▪ Kurangnya pengetahuan
▪ Hasil lab tertunda
▪ Takut gagal perbaikan klinis atau malah perburukan
▪ Budaya medis lokal
▪ Insentif ekonomi
▪ Permintaan pasien akan "perbaikan cepat"
9
Terapi antibiotik pada anak
Kasus paling umum dengan resep Potensi hambatan:
antibiotik: ▪ Persepsi orang tua/pengasuh
▪ Infeksi saluran pernafasan ▪ Tolerabilitas pasien/penolakan obat
▪ Infeksi saluran kemih
▪ Infeksi kulit dan jaringan lunak
▪ Demam tifoid

10
Pendekatan diagnostik untuk kasus dugaan
infeksi bakteri
▪ Anamnesis & pemeriksaan fisik: gejala dan tanda lebih terlokalisir, misal : lesi kulit
dengan nanah, sekret hidung atau telinga purulen,
▪ Kriteria penilaian klinis: skor Mc'Isaac (skor Centor yang dimodifikasi) untuk faringitis
bakterial,
▪ Interpretasi hasil CBC : leukositosis, neutrofilia
▪ Urinalisis : piuria, nitrit, leukosit esterase
▪ Biomarker: CRP, PCT
▪ Imunoserologi : Tubex TF,
▪ Kultur mikrobiologi : darah, urin, swab tenggorokan, swab lesi kulit/ulkus 11
12
13
Which antibiotic is
appropriate for the
patient ?

14
Mekanisme
kerja
antibiotik

15
Antibiotik yang mana?
▪ Pastikan kondisi pasien memang membutuhkan terapi antibiotik
▪ Harus memiliki diagnosis sementara
▪ Prediksi organisme penyebab
▪ Pertimbangkan pola kepekaan antibiotic/antibiogram
▪ Spektrum sempit, penetrasi jaringan yang baik, kurang toksik, biaya lebih murah
▪ Masalah medis yang ada pada pasien

16
Prinsip prinsip terapi antibiotik
▪ Penetrasi ke area target
▪ Terapi empiris
▪ Terapi kombinasi
▪ Lama pengobatan
▪ Regimen dosis
▪ Menilai respons terhadap pengobatan

17
Penetrasi ke area target
▪ Antibiotik yang efektif melawan mikroorganisme in vitro tetapi tidak dapat mencapai
tempat infeksi, maka manfaatnya akan sedikit atau malah tidak ada.
▪ Penetrasi jaringan tergantung pada:
▪ sifat antibiotik, misalnya, kelarutan lipid, ukuran molekul, dan
▪ jaringan, misalnya, kecukupan suplai darah, adanya peradangan

▪ Jarang menjadi masalah pada infeksi akut karena peningkatan permeabilitas


mikrovaskular akibat pelepasan mediator inflamasi.
▪ Pada infeksi kronis (pielonefritis kronis, prostatitis kronis, osteomielitis kronis) dan
infeksi yang disebabkan oleh patogen intraseluler sering bergantung pada sifat kimia
antibiotik (kelarutan lipid, ukuran molekul kecil) untuk penetrasi jaringan yang
memadai
▪ Abses memerlukan drainase bedah, infeksi yang dikaitkan dengan pemasangan
prostese/implant biasanya perlu pengangkatan prostese/implant
18
19
Terapi empiris
Infeksi saluran pernafasan
▪ Sebagian besar disebabkan oleh infeksi virus
▪ Infeksi bakteri yang disebabkan oleh : Streptococcus pneumoniae, Grup A Streptococcus,
Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus
▪ Antibiotik diindikasikan pada URTI dengan episode demam baru setelah demam reda, batuk
lebih produktif, dan sekret hidung purulen.
▪ Antibiotik juga diindikasikan dalam kasus faringitis bakteri, otitis media, pneumonia, dan
pertusis
▪ Jenis antibiotik:
▪ Amoksisilin/asam amoksisilin-klavulanat (otitis media, faringitis bakterial, pneumonia komunitas)
▪ Sefalosporin generasi pertama: sefaleksin, sefadroksil (alternatif untuk faringitis bakterial)
▪ Makrolida : eritromisin, azitromisin, klaritromisin (faringitis, pneumonia atipikal, pertusis)

20
Terapi empiris
Infeksi saluran kemih Infeksi kulit dan jaringan lunak
▪ Patogen yang paling umum adalah ▪ Diagnosis klinis : impetigo, folikulitis,
Eschericia coli furunkel/karbunkel/abses, infeksi
▪ Jenis antibiotik; kotrimoksazol, sekunder lesi skabies, selulitis
amoksisilin/amoksisilin-asam klavulanat ▪ Patogen yang paling umum adalah
Staphylococcus aureus, Streptococcus
pyogenes
Demam tifoid
▪ Jenis antibiotik adalah
▪ Disebabkan oleh Salmonella typhi
▪ amoksisilin/amoksisilin-asam klavulanat
▪ Antibiotik : Kloramfenikol, Azitromisin, ▪ Klindamisin
Sefiksim, cotrimoksazol ▪ sefadroksil
21
Terapi kombinasi
▪ Sebagian besar tidak diperlukan
▪ Monoterapi;
▪ penghematan biaya
▪ Lebih sedikit kemungkinan kesalahan pengobatan dan lebih sedikit dosis yang
terlewat/interaksi obat.
▪ Terapi kombinasi berguna untuk sinergi obat atau untuk memperluas spektrum
▪ Namun, karena sinergi obat sulit untuk dinilai dan kemungkinan antagonisme selalu
ada, antibiotik harus dikombinasikan untuk sinergi jika didasarkan pada pengujian yang
sebenarnya.
▪ Terapi kombinasi tidak efektif dalam mencegah resistensi antibiotik, kecuali dalam
beberapa situasi.
▪ Terapi kombinasi: pengobatan TB, Toksoplasmosis 22
Lama pengobatan
▪ Tekanan seleksi (selective pressure) bervariasi dengan dosis dan durasi terapi.
▪ Pengobatan yang terlalu pendek menyebabkan populasi bakteri yang resisten untuk
bertahan hidup dan menimbulkan infeksi.
▪ Pengobatan yang terlalu lama meningkatkan tekanan seleksi untuk resistensi pada flora
komensal
▪ Dengan pengobatan oral, kepatuhan minum obat bisa dipengaruhi oleh durasi terapi
dan frekuensi pemberian.
▪ Pengobatan selama 5 hari setelah kultur darah positif terakhir dan setelah 48 jam
bebas demam, dengan perbaikan klinis yang sesuai, adalah prinsip umum

McLellan NJ. Current Pediatri. 2001

▪ Lihat pedoman setempat jika tersedia


23
Diagnosis Recommendasi lamanya terapi antibiotik

Bacterial pharyngitis 10 hari

Otitis media 10 hari

Pneumonia 5-7 hari

Pertussis 10 hari erythromycin, 7 hari clarithromycin, 5 hari azithromycin

Acute cystitis/ISK 3-5 hari

Impetigo 5-7 hari

Cellulitis 7-10 hari

Typhoid fever 10-14 hari chloramphenicol*, 5 hari azithromycin, 14 hari cefixime,

Nelson’s Pediatric Antimicrobial Therapy. 25th Ed.2019


* Buku ajar Infeksi dan Penyakit Tropis. 4th ed

24
Dosis
▪ Berdasarkan berat badan.
▪ Pada anak obesitas harus didasarkan pada berat badan ideal, kecuali antibiotik
yang bersifat lipofilik
▪ Tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa
▪ Untuk sediaan obat larutan atau sirup, lebih baik ditulis dalam mililiter (mL)
sebagai satuan, daripada cth atau sendok teh

25
Penilaian respons terapi antibiotik
▪ Jika anak tidak membaik seperti yang diharapkan, situasinya harus segera
dievaluasi kembali
▪ Evaluasi yang terlalu dini dapat menyesatkan penilaian, misalnya pada demam
tifoid
▪ Pastikan obat diberikan dengan tepat terutama dosisnya
▪ Penilaian ulang diagnosis, kemungkinan adanya infeksi tersembunyi atau infeksi
baru
▪ Lakukan kultur mikrobiologi dari spesimen yang sesuai jika memungkinkan
untuk mengidentifikasi patogen dan sensitivitas antimikroba
26
Sebab kegagalan terapi antibiotik
Faktor mikrobiologi Masalah penetrasi antibiotik
• Sensitif in vitro, tidak efektif in vivo • Abses yang belum didrainase
• Mengobati kolonisasi (bukan infeksi) • Focus infeksi tertentu, misal infeksi SSP
• Hipoperfusi jaringan
• Infeksi yang terkait corpus alienum
Faktor antibiotik
• Spektrum tidak adekuat
• Kadar obat di serum tidak adekuat Bukan penyakit infeksi
• Penurunan aktifitas obat di jaringan • Kondisi medis yang menyerupai infeksi,
• Interaksi antar obat misal SLE
(inaktivasi/antagonism) • Drug induced fever

Penyakit infeksi yang tidak respons dengan


antibiotik
• Infeksi virus atau jamur
27
Antibiotik profilaksis di unit rawat jalan

Permenkes 2406 tahun 2011, antibiotik profilaksis untuk kondisi medis:


▪ Demam rematik akut berulang
▪ Endokarditis pada kelompok risiko yang menjalani prosedur gigi
▪ Meningococcemia dalam kontak dekat pasien meningococcemia
▪ Infeksi bakterial vaginosis, trikomoniasis, dan klamidia pada korban
pemerkosaan

28
Simpulan dan pesan
▪ Antibiotik bukan minuman selamat datang (welcome drink) untuk pasien anak
yang demam
▪ Kemampuan mendiagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
interpretasi dasar temuan laboratorium, sangat penting
▪ Antibiotik untuk profilaksis terbatas hanya untuk beberapa indikasi
▪ Rasionalisasi pemakaian antibiotic tidak berarti melarang atau mengurangi,
tetapi memberikan arah untuk pengobatan dengan kemungkinan keberhasilan
pengobatan yang lebih besar dan kemungkinan efek samping yang lebih kecil
29
30

Anda mungkin juga menyukai