Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH CASE STUDY

“ANALISIS HEREDITAS PADA 3 GENERASI ”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Genetika


Dosen Pengampu: Ayu Lestari, S.Pd., M.Pd.

Anggota Kelompok 5:

Syahid Ma’ruf Amir 2110303030


Alya Rana Zulfa 2140303102
Aminah 2140303108
Rifa Zahida Listiani 2140303110

HALAMAN UTAMA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TIDAR
2023

i
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 3
A. Latar belakang .................................................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4
C. Tujuan............................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 5
A. Pengertian Hereditas ........................................................................................................ 5
B. Transmisi Informasi Genetik ............................................................................................ 6
C. Analisis Perbedaan Fenotip pada 3 Generasi ................................................................... 9
D. Manfaat Mempelajari Hereditas pada Manusia ............................................................. 20
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 22
A. Kesimpulan..................................................................................................................... 22
B. Saran ............................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 23
LAMPIRAN .................................................................................................................................. 24
A. Poster .............................................................................................................................. 24
B. Cek Plagiarisme.............................................................................................................. 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pembuatan makalah ini didasarkan pada kepentingan memahami bagaimana sifat-
sifat genetik diturunkan dan dipengaruhi oleh faktor-faktor hereditas dalam tiga generasi
keluarga manusia. Hereditas atau pola pewarisan sifat genetik dari generasi ke generasi
telah menjadi subjek penting dalam ilmu genetika manusia. Makalah ini menganalisis pola
pewarisan sifat genetik dalam tiga generasi manusia dalam satu keluarga. Dengan
melibatkan tiga generasi, makalah ini memberikan pemahaman yang lebih lengkap tentang
bagaimana informasi genetik ditransmisikan dari orang tua ke anak-anak mereka dan
mempelajari pola-pola pewarisan yang terlibat. Melalui analisis hereditas, kita dapat
memahami bagaimana gen-gen spesifik dikombinasikan dan diturunkan dari satu generasi
ke generasi berikutnya.
Penelitian ini sangat penting karena dapat memberikan wawasan tentang
keragaman genetik dalam satu keluarga. Melalui pemahaman pola pewarisan sifat pada
tiga generasi, kita dapat mengidentifikasi variasi genetik yang ada dan bagaimana variasi
tersebut berkembang dari satu generasi ke generasi berikutnya. Makalah ini juga dapat
memberikan pemahaman tentang peran faktor genetik dan lingkungan dalam pewarisan
sifat-sifat genetik. Selanjutnya, penelitian hereditas pada tiga generasi juga dapat
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
pewarisan sifat genetik. Selain faktor genetik, faktor lingkungan juga dapat berperan dalam
menentukan ekspresi genetik. Melalui analisis hereditas pada tiga generasi, kita dapat
memperhatikan bagaimana lingkungan dan interaksi gen-lingkungan berkontribusi
terhadap pola pewarisan sifat-sifat genetik dalam suatu keluarga.
Selain itu, penelitian hereditas pada tiga generasi manusia dapat memberikan
pemahaman yang lebih holistik tentang individu dan keluarga. Melalui pemahaman tentang
pewarisan sifat genetik, kita dapat memahami asal-usul kita, mengidentifikasi hubungan
keluarga yang lebih dekat, dan menggali warisan genetik yang unik dalam suatu keluarga.
Penelitian ini juga dapat mempengaruhi pandangan kita terhadap identitas diri, keturunan,
dan warisan budaya yang diwariskan melalui genetika. Secara keseluruhan, analisis
hereditas atau pola pewarisan sifat pada tiga generasi manusia penting dalam memahami

3
mekanisme pewarisan genetik, keragaman genetik dalam keluarga, dan juga dapat
memahami risiko penyakit genetik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud hereditas pada manusia?
2. Bagaimana informasi genetik ditransmisikan dari orang tua ke keturunannya?
3. Apa saja fenotip yang berbeda pada tiga generasi manusia yang dianalisis?
4. Faktor apa saja yang mempengaruhi ekspresi gen dalam tiga generasi manusia tersebut?
5. Apa manfaat dari mempelajari hereditas pada manusia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hereditas pada manusia
2. Untuk mengetahui cara informasi genetik ditransmisikan dari orang tua ke
keturunannya
3. Untuk mengetahui fenotip yang berbeda pada tiga generasi manusia yang dianalisis
4. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi ekspresi gen dalam tiga generasi
manusia
5. Untuk mengetahui manfaat mempelajari hereditas pada manusia

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hereditas
Hereditas adalah proses pewarisan sifat-sifat genetik dari generasi ke generasi
dalam suatu keluarga atau populasi (Meilinda, 2017). Ini mencakup transfer informasi
genetik yang terkandung dalam DNA dari orang tua kepada keturunannya melalui
reproduksi. Konsep hereditas telah menjadi inti dari ilmu genetika dan memainkan peran
penting dalam pemahaman tentang evolusi, keragaman genetik, dan perkembangan
manusia serta organisme lainnya.
Pada tingkat molekuler, hereditas melibatkan materi genetik yang terletak pada
kromosom. Gen-gen ini mengkodekan instruksi untuk menghasilkan protein yang
mengendalikan berbagai sifat dan karakteristik individu. Melalui proses reproduksi
seksual, alel-alel gen pada kromosom diwariskan dari kedua orang tua dan mengalami
pemisahan dan rekombinasi selama pembentukan sel-sel reproduktif.
Hereditas juga mencakup mekanisme seperti mutasi, yang merupakan perubahan
dalam urutan DNA yang dapat menghasilkan variasi genetik baru. Variasi ini dapat
membawa keuntungan atau kerugian dalam adaptasi organisme terhadap lingkungannya,
serta mempengaruhi keragaman genetik dalam populasi.
Pemahaman tentang hereditas memiliki implikasi luas dalam bidang kesehatan
manusia. Dengan mempelajari pola pewarisan sifat genetik, kita dapat mengidentifikasi
risiko penyakit genetik dan mengembangkan pendekatan pencegahan dan penanganan
yang tepat. Hereditas juga memberikan dasar untuk terapi genetik, di mana perubahan
genetik dapat diperkenalkan ke dalam individu untuk mengobati penyakit genetik.
Secara keseluruhan, hereditas adalah proses penting dalam memahami bagaimana
informasi genetik diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini memainkan
peran kunci dalam perkembangan manusia, keragaman genetik, evolusi, dan bidang
kesehatan manusia.

5
B. Transmisi Informasi Genetik
Proses transmisi informasi genetik adalah cara di mana sifat-sifat genetik
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam sebuah organisme. Proses ini
melibatkan pemindahan materi genetik dari satu individu ke individu lainnya, baik secara
seksual maupun aseksual (Effendi,2020). Pada manusia, proses ini terjadi melalui
pewarisan genetik dari orang tua ke anak.
Proses transmisi informasi genetik melibatkan berbagai komponen, termasuk DNA
(asam deoksiribonukleat), RNA (asam ribonukleat), dan protein. Berikut adalah langkah-
langkah utama dalam transmisi informasi genetik:
1. Reproduksi Sel
Transmisi informasi genetik dimulai dengan reproduksi sel. Pada organisme eukariotik,
seperti manusia, reproduksi sel terjadi melalui pembelahan mitosis atau meiosis.
Pembelahan mitosis menghasilkan dua sel anak yang identik secara genetik dengan sel
induknya, sedangkan meiosis menghasilkan sel-sel reproduksi yang memiliki setengah
jumlah kromosom. Gen-gen, yang merupakan unit dasar pewarisan genetik, terdapat
dalam kromosom. Kromosom adalah struktur yang terdiri dari DNA yang terlipat
dengan rapi. Pada manusia, terdapat 46 kromosom dalam sel tubuh (kecuali pada sel
kelamin), yang terdiri dari 22 pasang kromosom autosom dan satu pasang kromosom
seks.
2. Reproduksi Seksual
Dalam reproduksi seksual, individu menggabungkan materi genetik dari dua individu
yang berbeda melalui pembentukan sel telur dan sel sperma. Proses ini melibatkan
pembelahan meiosis, di mana kromosom dalam sel reproduksi berkurang menjadi
setengah dari jumlah kromosom dalam sel tubuh normal. Sel telur dan sel sperma yang
dihasilkan oleh individu yang berbeda kemudian bergabung melalui pembuahan,
membentuk zigot yang akan berkembang menjadi individu baru.
3. Pewarisan Gen
Setiap individu mewarisi satu set gen dari masing-masing orang tua mereka. Gen-gen
ini terletak pada kromosom dan mengkodekan informasi untuk sifat-sifat fisik dan
karakteristik lainnya. Pewarisan gen terjadi melalui dua proses: pewarisan dominan dan
resesif. Beberapa gen mengungkapkan sifat dominan, yang berarti bahwa satu salinan

6
dari gen tersebut sudah cukup untuk mengungkapkan sifat tersebut. Namun, ada juga
gen resesif yang memerlukan dua salinan untuk mengungkapkan sifatnya.
4. Ekspresi Gen
Setelah pewarisan gen, gen-gen yang diwariskan akan mengalami ekspresi, yaitu
proses di mana informasi genetik diubah menjadi produk genetik seperti protein.
Ekspresi gen melibatkan transkripsi dan translasi (Peristiowati & Nurwijayanti, 2018).
Transkripsi terjadi ketika DNA diubah menjadi RNA melalui sintesis RNA. Transkipsi
merupakan proses penyalinan kode-kode genetika yang ada pada sekuens DNA
menjadi molekul RNA. Pengikatan awal oleh RNA polimerase terjadi tepat di depan/
sebelum gen yang akan disalin RNA polimerase terikat pada promotor. RNA
polimerase membuka ikatan ganda DNA. Salah satu untai DNA terbuka berperan
sebagai cetakan pasangan basa. RNA polimerase menambahkan nukleotida baru
(RNA) dalam arah 5’–3’.Transkripsi terjadi sampai RNA polimerase mencapai
terminator. Akhir penyalinan ditandai dengan terlepasnya RNA polimerase dari DNA
dan lepasnya salinan DNA yaitu mmRNA yang baru diproduksi (pre-mRNA). Pasca
transkipsi, ada modifikasi, yaitu yang pertama penambahan tudung pada ujung 5’
mRNA untuk melindungi mRNA dari degradasi dan meningkatkan efisiensi transisi
mRNA. Yang kedua, poliadenilasi mRNA yaitu untuk meningkatkan stabilitas mRNA
dan meningkatkan efisiensi translasi. Modifikasi yang terakhir yaitu splicing mRNA,
yakni membentuk transkrip mRNA yang matang.
Selanjutnya, RNA tersebut mengalami translasi di ribosom, di mana molekul RNA
tersebut diterjemahkan menjadi rantai polipeptida yang membentuk protein. Proses
translasi pada sel eukariotik dimulai dengan inisiasi, di mana kompleks prainisiasi
terbentuk saat ribosom kecil berinteraksi dengan mRNA dan faktor inisiasi translasi
(Anwar, 2016). Ribosom kecil membaca wilayah inisiasi mRNA yang mengandung
kotak TATA dan kotak awal. Selanjutnya, ribosom kecil berikatan dengan tRNA
inisiasi yang membawa asam amino metionin yang telah diformilasi. Elongasi translasi
melibatkan pergerakan ribosom besar sepanjang mRNA, membaca kodon dan
mengikat tRNA yang membawa asam amino yang sesuai. Asam amino ditambahkan
ke rantai polipeptida yang sedang tumbuh. Terminasi terjadi saat ribosom mencapai

7
kode stop pada mRNA, diikuti oleh pelepasan rantai polipeptida dan pemisahan
ribosom.
5. Mutasi Genetik
Selama proses transmisi informasi genetik, terkadang terjadi perubahan atau mutasi
pada urutan DNA. Mutasi genetik dapat terjadi secara alami atau sebagai hasil dari
faktor lingkungan atau kesalahan selama replikasi DNA. Mutasi dapat mempengaruhi
struktur dan fungsi protein yang dihasilkan, serta dapat menghasilkan variasi genetik
baru dalam populasi.
6. Seleksi Alam dan Variasi Genetik
Setelah transmisi informasi genetik terjadi, seleksi alam memainkan peran penting
dalam menentukan mana sifat-sifat genetik yang lebih menguntungkan bagi
kelangsungan hidup dan reproduksi individu. Individu dengan sifat-sifat yang lebih
menguntungkan cenderung memiliki peluang yang lebih tinggi untuk bertahan hidup
dan menghasilkan keturunan, sehingga sifat-sifat tersebut dapat lebih sering muncul
dalam populasi dari generasi ke generasi. Proses transmisi informasi genetik juga
menghasilkan variasi genetik dalam populasi. Variasi genetik adalah hasil dari
perbedaan dalam kombinasi gen yang diturunkan dari orang tua, mutasi genetik, dan
rekombinasi genetik selama reproduksi seksual. Variasi genetik penting dalam evolusi,
karena memungkinkan adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan dapat memberikan
keuntungan selektif dalam kondisi tertentu.
Dalam keseluruhan, proses transmisi informasi genetik melibatkan sejumlah langkah
yang kompleks, mulai dari reproduksi sel hingga pewarisan gen dan ekspresi gen. Melalui
proses ini, informasi genetik yang mengode sifat-sifat individu diturunkan dari generasi ke
generasi, membentuk dasar bagi keragaman hayati dan pewarisan sifat dalam organisme.

8
C. Analisis Perbedaan Fenotip pada 3 Generasi
1. Bentuk Telinga

Gambar 1.1 Telinga Gambar 1.2 Telinga


caplang normal

Telinga adalah organ indera yang merespon gelombang suara sebagai rangsangan.
Frekuensi 20 – 20.000 Hz masih mampu didengar oleh manusia. Untuk menjaga
keseimbangan tubuh merupakan salah satu fungsi lain dari telinga selain untuk
mendengar. Bagian luar, tengah, dan dalam telinga manusia membentuk telinga yang
sempurna. Daun telinga, saluran telinga, dan bagian lateral membran timpani
membentuk telinga luar itu sendiri. Kulit menutupi daun telinga yang terbuat dari otot
dan tulang rawan. Lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir seluruh
sepertiga lateral ke arah liang telinga, dua pertiga sisanya dari saluran telinga terdiri dari
tulang yang tertutup kulit yang melekat erat pada membran timpani keduanya
berhubungan. Resonansi suara 3500 Hz akan terjadi karena berbagai tonjolan dan
cekungan daun telinga serta dua bentuk saluran telinga lurus dengan panjang sekitar 2,5
cm. Fungsi telinga luar adalah untuk merekam suara atau getaran dari luar. Daun telinga
(pinna auricularis) dan saluran telinga (saluran pendengaran eksternal), yang berisi
kelenjar sebaceous dan rambut halus hingga membran timpani, membentuk telinga luar.
Lobulus, helix, anti-helix, tragus, dan antitragus adalah komponen daun telinga. Saluran
yang terlihat seperti huruf S disebut saluran telinga. (Machwiyah & Satuti Nur
Handayani, 2013). Telinga kita beradaptasi untuk berubah bahkan seiring bertambahnya
usia. Selain itu, pendengaran tidak hanya bergantung pada kemampuan otak untuk
menginterpretasikan suara, tetapi pemahaman bawah sadar kita tentang bagaimana
bentuk telinga memengaruhi apa yang didengar.
Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan pada 3 generasi dalam keluarga,
dapat teramati bahwa terdapat anggota keluarga yang mempunyai bentuk telinga

9
caplang sehingga menurukan ke anakannya, tetapi terdapat juga anakan yang tidak
mempunyai telinga caplang. Keturunan telinga caplang ini diwarsikan dari keluarga
bapak. Sedangkan pada keluarga ibu, mempunyai bentukan telinga yang normal.
a. Generasi 1
1) Kakek 1 dan Nenek 1 mempunyai ciri bentukan telinga yang normal, sehingga
menghasilkan 3 anak dengan jenis kelamin perempuan yang mempunyai bentuk
telinga normal. Hal ini dikarenakan, tidak adanya perbedaan fenotip telinga dari
orang tua, sehingga anak yang dihasilkan akan sama dengan pewarisan sifat fisik
orang tuanya, kecuali jika mengalami gangguan genetik. Tetapi pada perkawinan
generasi 1 ini tidak mengalami dan ditemukannya kelainan genetik sehingga anak
yang dihasilkan akan sama dengan orang tuanya.
2) Pada kakek 2 dan nenek 2, mempunyai ciri bentuk telinga caplang. Perkawinannya
menghasilkan 4 anak berjenis kelamin laki-laki . Dimana mereka mempunyai
bentuk telinga caplang seperti orang tuanya. Pada perkawinan generasi 1 ini tidak
mengalami dan ditemukannya kelainan genetik sehingga anak yang dihasilkan
akan sama dengan orang tuanya.
b. Generasi 2
Hasil dari perkawinan generasi 1, menghasilakan anak yang memiliki bentuk fenotip
telinga sama dengan orang tua. Pada keluarga dari Ibu, semua anak hasil perkawinan
dari Kakek 1 dan Nenek 1 menghasilkan 3 anak perempuan dengan bentuk telinga
ketiganya adalah normal, karena orang tuanya mempunya fenotip telinga normal,
sehingga akan diturunkan ke anaknya dengan fenotip telinga normal. Sedangkan
pada keluarga bapak, mempunyai bentuk telinga caplang, baik dari orang tua maupun
anaknya. Ibu yang mempunyai fenotip telinga normal, menikah dengan bapak yang
mempunyai fenotip telinga caplang.
c. Generasi 3
Hasil dari perkawinan generasi 2 maka menghasilkan 4 anak dengan jenis kelamin
perempuan dan laki-laki dengan perbandingan 50:50. Dimana Ibu mempunya fenotip
telinga normal, dan bapak fenotip telinga caplang. Maka anak yang dihasilkan akan
mempunyai bentuk telinga yang diwariskan Ibu maupun Bapak. Dengan
perbandingannya yaitu 3:1. Hanya ada satu anak laki-laki yang mempunyai bentuk

10
telinga normal, seperti yang diwariskan dari Ibu. Hal ini karena adanya gen dominan
telinga caplang yang menutupi gen resesif dari telinga normal, sehingga anak yang
dihasilkan akan lebih banyak yang telinga caplang daripada normal.
Telinga melebar, merupakan masalah estetika yang memengaruhi banyak
orang. Masalahnya terdiri dari ukuran dan penonjolan telinga yang berlebihan secara
tidak proporsional dengan fisiognomi wajah. Telinga yang menonjol dianggap sebagai
ciri anatomi turun temurun dan lebih mungkin ditemukan di antara anggota keluarga
yang sama. Perlu diingat bahwa meskipun penonjolan dapat dianggap oleh beberapa
orang sebagai cacat estetika, hal itu tidak mengubah kemampuan pendengaran
seseorang.
Bentuk telinga pada manusia dipengaruhi oleh proses pertumbuhannya, terdapat
ketidaksamaan pertumbuhan daun telinga laki-laki dan perempuan. Ketidaksamaan
pertumbuhan daun telinga tersebut ada pada usia akhir pertumbuhan daun telinga. Pada
permasalahan keluarga ini, faktor yang memengaruhi bentuk telinga adalah faktor
genetik dari induknya. Sehingga anakannya akan mempunyai bentuk telinga yang sama
dengan sifat yang dimiliki orang tua. Tetapi, ketika terjadi perkawinan antara telinga
normal, dengan telinga caplang maka akan dihasilkan anak yang campuran. Hal ini
karena adanya gen dominan telinga caplang yang menutupi gen resesif, sehingga anak
yang dihasilkan akan lebih banyak yang telinga caplang daripada normal.

2. Bentuk Alis

Gambar 2.1 Alis tipis Gambar 2.2 Alis sedikit tebal Gambar 2.3 Alis tebal

Bingkai mata dibentuk oleh alis, yang juga memengaruhi persepsi mata secara
keseluruhan. Sepasang alis yang sempurna tidak hanya menciptakan bingkai untuk
wajah tetapi juga menunjukkan kepribadian mata, meningkatkan daya tariknya, dan
sangat penting untuk menjaga keharmonisan wajah. Setiap orang memiliki jenis alis

11
yang berbeda-beda, seperti alis melengkung, alis turun, alis lurus, alis lebat atau tebal,
alis berjauhan, dan alis saling berdekatan (Mirayanti et al., 2017).
Alis morfologis ini diperoleh seseorang sejak masa perkembangan janinnya di
dalam rahim ibu biologisnya. Bentuk alis ini mewarisi bentuk alis kedua orang tua
biologisnya. Orang tua biologisnya mewarisi dari orang tua biologisnya. Bentuk alis itu
fenotipe. Fenotipe itu pertautan di antara gen dan lingkungannya. Walaupun tidak sangat
persis sama seperti DNA dan karakteristik dermatoglifi (sidik jari tangan, telapak
tangan, jari kaki, telapak kaki, bibir dan palatum), morfologi badan seorang anak
mengesankan perpaduan di antara badan kedua orang tua biologisnya.
Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan pada 3 generasi dalam keluarga,
dapat teramati bahwa terdapat anggota keluarga yang mempunyai bentuk alis tipis,
sedikit tebal, dan tebal sehingga menurukan ke anakannya. Keluarga dengan alis tebal
berasal dari keluarga biologis bapak. Sedangkan pada keluarga biologis Ibu mempunyai
jenis alis tipis maupun sedikit tebal.
a. Generasi 1
1) Pada generasi 1 ini, Kakek 1 dan nenek 1 mempunyai ciri bentuk alis yang tipis
dan sedikit tebal. Gen pewaris dengan sifat ini, nantinya akan menghasilkan
anakan yang sama dengan gen fenotip orang tuanya.
2) Sedangkan dari Kakek 2 dan Nenek 2 mempunyai bentuk alis yang tipis dan tebal.
Keduanya mempunyai alis yang berbeda. Sehingga anak yang dihasilkan nantinya
juga akan sama dengan gen dari orang tuanya. Kecuali mengalami faktor internal
maupun eksternal sehingga bentuk alis anaknya berbeda dengan orang tua
biologisnya.
b. Generasi 2
1) Hasil dari perkawinan generasi 1 menghasilkan anak yang sama dengan gen orang
tuanya. Pada keluarga Ibu, perkawinan dari orang tua yang beralis tipis dengan
sedikit tebal menghasilkan keturunan yang mempunyai alis tipis dan sedikit tebal
dengan perbandingan 2:1. Anak yang dihasilkan akan menurunkan fenotip alis
dari orang tuanya, baik dari gen ayah maupun gen ibu biologisnya. Pada hasil
perkawinan ini, anak yang dihasilkan mempunyai fenotip alis tipis lebih dominan
daripada alis sedikit tebal. Hal ini menunjukkan bahwa gen dari orang tua alis tipis

12
lebih dominan daripada alis sedikit tebal. Gen yang menutupi sifat gen lain disebut
juga gen dominan, dan sifatnya akan muncul ketika kondisi heterozigot.
Sedangkan gen yang tertutupi oleh sifat gen lain disebut gen resesif, dan sifatnya
akan muncul ketika kondisi homozigot.
2) Sedangkan pada keluarga ayah, kedua orang tuanya mempunyai fenotip alis yang
berbeda, pada Kakek mempunyai alis tipis sedangkan nenek mempunyai alis
tebal. Hasil perkawinan generasi 1 ini menghasilkan anakan yang mempunyai alis
tebal semua, menurunkan sifat dari ibu biologisnya. Hal ini menunjukkan bahwa
gen dari Kakek 2 adalah resesif, sehingga ketika bertemu gen dominan dari Nenek
2 maka gen Kakek 2 akan tertutupi sehingga anakan yang dihasilkan akan
mempunyai fenotip alis yang sama dengan Nenek 2, yaitu alis tebal semua. Karena
alis tebal mempunyai gen dominan, sehingga gen resesif akan tertutupi.
c. Generasi 3
Hasil perkawinan pada generasi 2, yaitu dari Ibu dan Ayah, menghasilkan 4 anak
yang mempunya fenotipe alis tebal dan tipis dengan perbandingan 2:2. Fenotipe alis
dari Ibu adalah sedikit tebal sedangkan ayah adalah tebal. Hasil anaknya mempunyai
fenotip alis tebal dan tipis. Padahal dari pewarisan orang tua biologisnya tidak ada
yang mempunyai fenotipe alis tipis, tetapi sifat tersebut muncul kembali dimana
sebelumnya sifat alis tipis ada di generasi 1, tetapi muncul kembali di generasi 3. Ini
dapat digambarkan sebagai interaksi dua gen berbeda alel yang mempengaruhi satu
sama lain, sehingga menghasilkan keturunan yang fenotipnya berbeda dari sifat
induknya. Jika ada sepasang gen yang bukan alelnya berinteraksi satu sama lain, serta
mempunyai kuatnya pengaruh yang sama, akibatnya bagian tubuh yang sama
nantinya akan menimbulkan sifat baru, atau atavisme. Atavisme merupakan adanya
karakterisitik yang muncul kembali setelah tidak ada pada selama beberapa generasi.
Ini karena kemungkinan adanya celah berbagai gen untuk rekombinasi (Effendi,
2020). Sehingga hasil perkawinan pada generasi 2 menghasilkan anak yang
mempunyai fenotipe alis sama seperti ayah dan generasi 1.
Laki-laki mempunyai jumlah androgen (terutama testosteron) yang tinggi,
sedangkan perempuan mempunyai jumlah androgen yang cenderung lebih sedikit.
Rambut laki-laki tumbuh dengan cepat daripada rambut perempuan karena adanya

13
perbedaan jumlah androgen ini. Semakin tua, bulu alis pada laki-laki akan lebih lebat
dan banyak dibandingkan perempuan. Hal tersebut dikarenakan laki-laki memiliki
testosteron yang banyak, dimana hormon tersebut menjadi penyebab berlebihnya
jumlah rambut di wajah (Mirayanti et al., 2017).
Asupan gizi yang dikonsumsi oleh seseorang juga memengaruhi pertumbuhan alis.
Ketika seseorang kurang dalam mengonsumsi vitamin A dan zinc, maka hal tersebut
dapat menghambat tumbuhnya sel dan produksi sebum di wajahnya. Keadaan ini juga
dapat menghambat pertumbuhan alis. Setiap hari, rambut alis tumbuh rata-rata 0,16 mm.
Waktu yang dibutuhkan untuk menumbuhkan kembali alis tidak bisa instan; biasanya
memakan waktu empat sampai delapan minggu. Beberapa hal lain, seperti kadar hormon
kita dan vitamin yang kita konsumsi, juga berpengaruh pada seberapa tebal alis kita.

3. Bentuk Hidung

Gambar 3.1 Hidung lurus Gambar 3.2 Hidung nubian Gambar 3.3 Hidung arched

Ada hidung bagian luar dan hidung bagian dalam. Di garis tengah antara bibir atas
dan pipi, hidung bagian luar menonjol. Ada tiga bagian berbeda pada struktur hidung
bagian luar: kubah tulang yang dapat digerakkan di bagian atas, kubah tulang rawan
yang sedikit dapat digerakkan di bawahnya, dan lobulus hidung yang dapat digerakkan
di bagian bawah. Bagian hidung luar, yang membentang dari atas ke bawah, berbentuk
piramidal. columella, lubang hidung (anterior nares), pangkal hidung (bridge), batang
hidung (dorsum nasi), ujung hidung (tip), dan ala nasi. Kerangka tulang dan tulang
rawan yang dilapisi kulit, jaringan kulit, dan beberapa otot kecil yang memperlebar dan
mempersempit lubang hidung membentuk hidung bagian luar (Mustami & Muthiadin,
2021). Sebagai penyaring udara dan pertahanan dari partikel luar, sebagai indera
penciuman, dan sebagai organ respirasi, merupakan 3 fungsi utama hidung.
Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan pada 3 generasi dalam keluarga,
dapat teramati bahwa terdapat anggota keluarga yang mempunyai bentuk hidung lurus,

14
nubian, dan arched sehingga menurukan ke anakannya. Keluarga dengan hidung lurus
maupun nubian berasal dari keluarga biologis Ibu. Sedangkan pada keluarga biologis
Bapak mempunyai jenis hidung arched.
a. Generasi 1
1) Pada generasi 1 dari keluarga Ibu, Kakek 1 mempunyai bentuk fenotip hidung
lurus sedangkan Nenek 1 mempunyai bentuk hidung nubian. Keduanya
mempunyai fenotip hidung yang berbeda, maka anak yang akan dihasilkan
nantinya akan mewariskan sifat fenotipe hidung dari kedua orang tuanya.
2) Pada generasi 1 keluarga Bapak, Kakek mempunyai fenotipe hidung arched begitu
halnya dengan nenek. Keduanya mempunyai kesamaan bentuk hidung arched.
Nantinya anak yang dihasilkan juga akan mempunyai bentuk fenotipe hidung
arched sama seperti yang diturunkan oleh orang tuanya. Jika ada anak yang tidak
mewariskan sifat dari orang tua biologisnya, kemungkinan mengalami
persimpangan atau mutasi genetik ataupun faktor eksternal sehingga fenotipe
hidungnya tidak seperti oramg tua biologisnya, tetapi pada analisis keluarga ini
tidak terjadi kelainan maupun penyimpangan gen lainnya.
b. Generasi 2
1) Pada keluarga Ibu, hasil perkawinan dari generasi 1 menghasilkan anak dengan
fenotipe hidung nubian serta lurus dengan perbandingan 1:2. Hal ini menunjukkan
bahwa anak dengan hidung lurus lebih banyak daripada jenis hidung nubian. Jenis
hidung lurus diwariskan dari orang tua biologis yaitu ayah. Sedangkan jenis
hidung nubian diwariskan dari orang tua biologis yaitu Ibu. Hal ini menunjukkan
bahwa gen hidung lurus atau gen yang diwariskan dari ayah lebih mendominasi
daripada gen dari orang tua biologis yaitu Ibu. Karena jumlah anak yang
mewariskan sifat hidung lurus seperti ayah lebih banyak.
2) Pada keluarga Bapak, hasil dari perkawainan generasi 1 mengahsilkan anak
dengan fenotipe hidung semuanya sama seperti orang tua biologisnya. Dimana
orang tua biologisnya mempunyai jenis hidung arched. Hasil anak dari
perkawinan generasi 1 ini tidak ditemukan anak dengan fenotipe hidung yang
berbeda dari orang tua biologisnya. Penyakit genetik merupakan suatu kondisi
perubahan sifat dan komponen dalam gen yang menyebabkan munculnya suatu

15
penyakit akibat adanya gangguan pada banyak sistem dalam tubuh. Gangguan-
gangguan tersebut terjadi karena adanya mutasi baru pada DNA yang diwarisi
oleh orang tua. Hasil perkawinan dari generasi 1 pada keluarga ayah tidak
ditemukan adanya kelainan genetik, sehingga bentuk hidung yang diwariskan
sama seperti orang tua biologis.
c. Generasi 3
Hasil dari perkawinan pada generasi 2 menghasilkan 4 anak dengan fenotipe hidung
arched dan nubian dengan perbandingan 2:2. Fenotipe dari Ibu adalah hidung lurus
kemudian fenotipe hidung bapak adalah hidung arched. Hasil anak yang dihasilkan
tidak mewariskan sifat hidung lurus seperti Ibu. Sifat fenotipe hidung nubian hanya
terdapat pada generasi 1 yaitu nenek, tetapi hasil perkawinan pada generasi 2 ini
menghasilkan kembali anak dengan fenotipe hidung nubian. Bisa dikatakan bahwa
sifat nenek moyang muncul kembali, padahal orang tua biologisnya tidak mempunyai
sifat tersebut. Ini dapat digambarkan sebagai hubungan dua gen yang alelnya
berbeda, dimana keduanya mempengaruhi satu sama lain, kemudian melahirkan
keturunan atau sifat yang tidak sama dari sifat indukannya. Jika ada sepasang gen
yang bukan alelnya memberikan pengaruh kuat yang sama karena berinteraksi satu
sama lain, akibatnya bagian tubuh yang sama nantinya akan menimbulkan sifat baru,
atau atavisme pada keturunannya. Atavisme dikatakan sebagai munculnya kembali
karakteristik pada organisme setelah lama tidak muncul di beberapa generasi
sebelumnya. Hal tersebut yang menyebabkan fenotipe hidung nubian yang hanya ada
pada nenek, bisa diturunkan ke cucunya. Sedangkan 2 anak lainnya mempunyai
fenotipe hidung yang diwariskan dari Bapak, yaitu hidung arched.
Ukuran dan bentuk hidung umumnya dipengaruhi oleh genetik, usia, riwayat
trauma dan adanya kondisi medis seperti polip maupun keganasan, dimana secara umum
pertumbuhan hidung akan terhenti pada usia 15-19 tahun jadi jika saat ini kondisi hidung
anda yang besar dan pesek bisa juga dipengarahu akibat gemukan. namun jika memang
anda tidak ada merasa berat badan berlebih dan riyawat trauma atau gangguan medis
tertentu. Faktor penyebab variasi bentuk hidung pada manusia juga dipengaruhi oleh
alam dan lingkungan yang ditempatinya. Orang Amerika dan Eropa memiliki hidung
yang mancung, memungkinkan mereka beradaptasi dengan udara yang sangat dingin

16
dan kering. Udara yang dihirup pun tidak akan langsung masuk ke sistem pernapasan
dengan hidung pendek dan mancung. Untuk mengatur dan menghangatkan udara
sebelum mencapai paru-paru, udara akan tertahan lebih lama di hidung. Sebaliknya,
orang Asia dan Afrika cenderung memiliki hidung yang lebih pendek karena udara yang
hangat hanya butuh ditahan dalam waktu singkat. Alasannya adalah karena udara
negara-negara ini cukup hangat dan lembab sehingga berbahaya bagi paru-paru jika
tertahan lama di hidung. Hidung manusia berbeda di setiap negara karena kebutuhan
untuk beradaptasi dan bertahan hidup. Di iklim dingin dan kering, lubang hidung yang
lebih sempit merupakan keuntungan sehingga orang dengan tipe hidung seperti itu
mungkin bernasib lebih baik dan memiliki lebih banyak keturunan daripada orang
dengan lubang hidung yang lebih lebar. Seiring waktu, hal ini menyebabkan penurunan
lebar hidung secara bertahap di antara orang yang tinggal jauh dari garis khatulistiwa.
Posisi tulang hidung dan tulang rawan di batang dan ujung hidung menentukan
bentuk hidung. Bentuk dan posisi tulang tersebut dapat mengubah bentuk hidung secara
keseluruhan, seperti tampilannya jika dilihat dari samping atau depan. Faktor genetik
lah yang memperkuat bentuk hidung manusia berbeda beda satu sama lain, bergantung
pada orang tua biologisnya maupun gangguang gen dan faktor eksternal dari lingkungan
maupun lainnya.

4. Bentuk Dagu

Gambar 4.1 Dagu kotak Gambar 4.2 Dagu oval Gambar 4.3 Dagu bulat

Setiap orang biasanya memiliki bentuk wajah yang unik, kecuali individu yang
kembar identik. Ada lima bentuk wajah: lingkaran, hati, persegi, persegi panjang atau
lonjong, dan oval. Ada juga beberapa bentuk wajah baru yang kurang umum seperti air
mata, layang-layang, dan heptagon.
Evolusi menyebabkan ukuran wajah manusia berubah. Hal ini diperkirakan
berhubungan dengan perubahan hormon manusia yang berkaitan dengan berkurangnya

17
perilaku dan adanya peningkatan kerja sama saat proses evolusi. Akibatnya bentuk
wajah menjadi lebih lunak dan menyebabkan ukurannya menyusut. Pada manusia
modern, rahang bawah adalah bagian paling akhir yang berhenti tumbuh. Pertumbuhan
inilah yang kemudian membuat dagu yang merupakan bagian dari rahang bagian bawah
memiliki bentuk lebih menonjol dari bagian wajah lainnya. Pertumbuhan dagu yang
lebih panjang dari nenek moyang manusia ini bisa dikatakan sebagai efek samping dari
wajah yang semakin mengecil dari evolusi yang terjadi (Zt et al., 2022).
Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan pada 3 generasi dalam keluarga,
dapat teramati bahwa terdapat anggota keluarga yang mempunyai bentuk dagu kotak,
oval, maupun bulat. Adanya variasi fenotipe dagu ini terjadi pada hasil perkawinan.
Berikut penjelasannya:
a. Generasi 1
1) Pada generasi 1 dari keluarga Ibu, Kakek mempunyai bentuk dagu kotak dan
Nenek mempunyai bentuk dagu kotak. Keduanya mempunya fenotipe dagu yang
sama, sehingga anak yang dihasilkan juga akan menuruni pewaris sifat fenotipe
dagu kotak dari orang tua biologisnya.
2) Pada generasi 1 dari keluarga Bapak, Kakek mempunyai bentuk dagu oval
sedangkan Nenek mempunyai bentuk dagu kotak. Hasil dari perkawinannya akan
menghasilkan anakan yang mewarisi sifat kedua orang tuanya.
b. Generasi 2
1) Hasil dari perkawinan generasi 1 pada keluarga Ibu, menghasilkan anak dengan
bentuk dagu kotak dan bulat. Bentuk dagu bulat tidak ditemukan pada pewarisn
sifat dari generasi 1, tetapi sifat ini muncul. Hal ini dikarenakan kemungkinan sifat
nenek moyang yang muncul kembali pada generasi 2 ini. Antara Kakek maupun
Nenek keduanya mempunyai gen resesif dagu bulat, sehingga diturunkan ke
anaknya padahal kedua orang tuanya mempunyai bentuk dagu yang sama yaitu
dagu kotak. Perbandingan kemunculan sifat dagu pada anak dari keluarga Ibu ini
adalah 2:1, dengan 2 anak mempunyai dagu kotak sama seperti yang diwariskan
dari orang tua biologisnya, sedangkan 1 anak mempunyai dagu bulat yang berbeda
dari fenotipe bentuk dagu orang tuanya. Selain karena faktor gen, yang
menyebabkan perbedaannya bentuk dagu pada anak juga karena faktor

18
lingkungan dan perlakuan pada rahang/dagu yang diberikan, sehingga mempunyai
bentuk yang berbeda.
2) Hasil perkawinan generasi 1 pada keluarga Bapak, menghasilkan anak dengan
bentuk dagu oval semuanya. Padahal orang tua ibu biologisnya mempunyai
bentuk dagu kotak, tetapi tidak ada anak yang mewariskan sifat dari ibunya. Hal
ini menunjukkan bahwa gen dagu oval pada Kakek lebih dominan dibandingkan
dengan gen dagu kotak dari nenek. Sehingga gen resisif akan tertutupi gen
dominan dan memunculkan sifat fenotipe anak yang sama dengan Kakek yaitu
dagu oval keseluruhan.
c. Generasi 3
Hasil dari perkawinan pada generasi 2 yaitu Ibu dengan fenotipe dagu kotak dan
Bapak dengan fenotipe dagu oval menghasilkan anak dengan bentuk dagu bulat,
kotak, dan oval dengan perbandingan 1:1:2. Bentuk dagu bulat tidak diwariskan dari
Ibu maupun Ayah. Bentuk dagu bulat diperoleh dari keluarga Ibu. Hal ini bisa
muncul kembali dikarenakan adanya gen resesif dagu bulat yang terdapat di Ibu,
sehingga memunculkan anak dengan bentuk dagu bulat. Selain itu, bentuk dagu kotak
diwariskan dari Ibu sedangkan untuk dagu oval diwariskan dari Ayah. Bentuk dagu
oval didominasi oleh anak dengan jenis kelamin laki-laki. Sedangkan untuk bentuk
dagu bulat dan oval diwariskan pada anak perempuan. Walau gen kedua orang tua
menyumbang jumlah kromosom yang sama, gen yang kuat akan lebih mendominasi
fisik anak. Umumnya, gen tersebut lebih banyak dimiliki laki-laki atau dari pihak
ayah, seperti bentuk dagu oval yang diwariskan oleh Bapak dan dimiliki oleh anak
laki-lakinya.
Lingkungan memiliki pengaruh terhadap bentuk dan perkembangan
wajah. Pengaruh lingkungan yang jelas terhadap bentuk wajah adalah trauma/operasi,
infeksi, dan luka bakar, pengaruh lingkungan lainnya berupa kombinasi interaksi
lingkungan-genetik. Waktu pubertas adalah hasil dari kombinasi faktor genetik dan
lingkungan yang menggabungkan faktor metabolisme. Analisis komponen utama
(PCA) mengidentifikasi kombinasi karakteristik wajah utama untuk menjelaskan variasi
yang kuat dalam suatu populasi.

19
Perbedaan informasi genetik dan pengaruh dari lingkungan merupakan dua faktor
penyebab terjadinya variasi wajah. Tinggi wajah, lebar wajah, dahi, dagu, dan rahang
adalah variasi bentuk wajah. Dikarenakan cranium merupakan penghubung antara otak
dan wajah, maka wajah tidak akan pernah lebih luas dari cranium. Namun, jika wajah
semakin lebar berarti semakin lebar pula cranium/ tengkoraknya. Genetika memiliki
dampak signifikan pada bentuk rahang wajah manusia. Namun faktor lain, seperti pola
makan atau kebiasaan makan dan faktor lingkungan, bisa memicu faktor genetik yang
menyebabkan rahang berbeda. Rahang akan lebih bulat dan lebar jika banyak makan
daging atau makanan keras. Sebaliknya, rahang orang yang mengunyah makanan
dengan ringan lebih sempit. Meski banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
tulang rahang, gen memang berperan. Saat makan atau melakukan aktivitas sehari-hari,
tekanan mekanis dari ketegangan otot di sekitar rahang membentuk tulang wajah secara
keseluruhan.

D. Manfaat Mempelajari Hereditas pada Manusia


Hereditas pada manusia mengacu pada penurunan sifat-sifat fisik, genetik, dan
karakteristik lainnya dari generasi satu ke generasi berikutnya melalui materi genetik yang
diwariskan. Mempelajari hereditas pada manusia melibatkan pemahaman tentang prinsip-
prinsip genetika, pewarisan sifat, serta penyakit genetik yang dapat ditransmisikan dari
generasi ke generasi. Mempelajari hereditas pada manusia memiliki beberapa manfaat
yang penting. Manfaat mempelajari hereditas pada manusia yaitu:
1. Pemahaman tentang penyakit genetik
Dengan mempelajari hereditas manusia, dapat memahami lebih dalam tentang
penyakit genetik yang dapat diwariskan dari generasi ke generasi. Hal ini dapat
membantu dalam identifikasi penyebab, diagnosis, dan pengembangan perawatan
yang lebih efektif untuk penyakit-penyakit genetik.
2. Konseling genetik
Memungkinkan ahli genetika untuk memberikan konseling kepada individu maupun
keluarga yang mungkin mempunyai riwayat penyakit genetik. Konseling genetik dapat
memberikan informasi terkait resiko, kemungkinan pewarisan, dan pilihan pengujian
genetik serta strategi pencegahan yang tersedia.
3. Pengembangan terapi genetik

20
Membantu dalam pengembangan terapi genetik yang bertujuan untuk mengobati atau
mengurangi efek penyakit genetik. Terapi genetik melibatkan modifikasi genetik
untuk mengubah atau memperbaiki kelainan genetik yang mendasarinya.
4. Evolusi manusia
Mempelajari hereditas juga bermanfaat dalam pemahaman evolusi manusia. Dengan
mempelajari warisan genetik yang ditransmisikan dari generasi ke generasi, dapat
melacak garis keturunan manusia serta memahami asal-usul dan perkembangan
manusia modern.
5. Penelitian ilmiah serta penemuan baru
Mempelajari hereditas manusia dapat memberikan landasan bagi penelitian ilmiah
yang lebih lanjut dan bisa menyebabkan penemuan-penemuan baru. Pemahaman yang
lebih baik tentang bagaimana informasi genetik diturunkan dan berinteraksi dalam
tubuh manusia dapat membuka pintu bagi penemuan-penemuan baru yang berkaitan
dengan kesehatan, perkembangan manusia, serta interaksi gen dan lingkungan.
Dengan mempelajari dan memahami hereditas pada manusia, dapat memperoleh
wawasan yang lebih baik mengenai dasar genetik dari kehidupan dan juga dampaknya
terhadap kesehatan serta perkembangan manusia.

21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hereditas adalah proses pewarisan sifat-sifat genetik dari generasi ke generasi dalam suatu
keluarga atau populasi. Proses transmisi informasi genetik adalah cara di mana sifat-sifat
genetik diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam sebuah organisme.
Proses ini melibatkan pemindahan materi genetik dari satu individu ke individu lainnya.
Berdasarkan hasil analisis hereditas pada 3 keluarga, dapat disimpulkan bahwa fenotipe
dari setiap anggota keluarga mengikuti gen yang diwariskan dari orang tua biologisnya,
tetapi ada juga sifat yang muncul pada generasi terakhir yang berasal dari generasi pertama.
Hal ini menunjukkan adanya mutasi alel genetik yang menyebabkan sifat nenek moyang
muncul kembali. Anak perempuan mewarisi kromosom X dari ayah mereka, serta
menghasilkan genotipe XX. Sementara itu, laki-laki mewarisi kromosom Y dari ayah
mereka, serta menghasilkan genotipe XY. Ibu hanya mewariskan kromosom X, sehingga
ayah memegang kendali penuh atas jenis kelamin anak..

B. Saran
Berdasarkan analisis hereditas yang telah dilakukan, sebaiknya dilakukan kembali
penelitian lanjutan mengenai bentuk kepala dan wajah pada 3 generasi lainnya yang ada
di keluarga dengan metode melihat proses pertumbuhan Ketika masih remaja buka Ketika
dewasa, agar mendapatkan hasil yang lebih akurat. Karena, semakin bertambahnya usia
seseorang maka porsisi tubuh dan indranya akan berubah mengikuti pertumbuhan dirinya.
Sehingga hasil yang didapatkan dalam analisis hereditas ini kurang jelas dan pasti.
.

22
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairul. (2016). Perancangan Aplikasi Pembelajaran Sintesis Protein Proses Turunan
Transkripsi Dan Translasi Genetika. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Effendi, Yunus. (2020). Buku Ajar Genetika Dasar. Magelang: Penerbit Pustaka Rumah C1nta.
Machwiyah, Y., & Satuti Nur Handayani, N. (2013). Analisis Pedigree dan Fenotip Pasangan
Kembar: Studi Kasus Pada Keluarga Kembar di Kecamatan Laweyan, Surakarta. Biogenesis:
Jurnal Ilmiah Biologi, 1(1), 18–27. https://doi.org/10.24252/bio.v1i1.443
Meilinda. (2017). Teori Hereditas Mendel: Evolusi Atau Revolusi (Kajian Filsafat Sains). Jurnal
Pembelajaran Biologi. 4(1), 62-70.
Mirayanti, Y., Junitha, K., Bagus, I., & Suaskara, M. (2017). Frekuensi Gen Cuping Melekat, Alis
Menyambung, Lesung Pipi Dan Lidah Menggulung Pada Masyarakat Desa Subaya,
Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli Gen Frequencies of of Attached Earlobes,
Connected Eyebrows (Unibrow), Dimples, and Tongue-Rolling on Subaya. Jurnal Simbiosis,
V(1), 32–37. http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis
Mustami, M. K., & Muthiadin, C. (2021). Konsep Dasar Pewarisan Gen Pada Manusia Disertai
Hasil Riset dan Analisis Resiko Mendel. In Alauddin University Press: Vol. I.
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/id/eprint/21091
Peristiowati & Nurwijayanti. (2018). Biologi Dasar Manusia dan Biologi Perkembangan.
Sidoarjo: Indomedia Pustaka.
Zt, Z., Yeriska, F., Khotimah, A., Damailing, M. R., & Achiyar, A. (2022). Analisis Variasi
Fenotip Lesung Pipi , Dagu Membelah dan Hands Clasping pada Mahasiswa Jurusan
Biologi Angkatan 2022 Universitas Negeri Padang. 1093–1099.

23
LAMPIRAN
A. Poster

24
B. Cek Plagiarisme

25

Anda mungkin juga menyukai