Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

PENYULUHAN TENTANG GAGAL GINJAL KRONIK

KETUA : HASRAT NDRURU


ANGGOTA 1. KRISMAN HARAPAN ZILIWU
2. RISHKA WIDYA UTAMI
3. EKA DELLA MUHANINGSYAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa, karena hanya
dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan pengabdian
masyarakat ini tepat pada waktunya. Tidak lupa pula kami mengucapkan
terimakasih kepada teman- teman yang lain atas segala bantuan dan dukungannya.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk makalah
ini. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin.

Medan, 2022

Penulis

i
BAB I

SAP PENYULUHAN

GAGAL GINJAL KRONIK

A. Latar Belakang

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif


dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun) (Sylvia price & Lorraine
Wilson, 2006). Gagal ginjal kronik disebabkan oleh karena adanya infeks pada
saluran kemih (pielonefritis kronis), adanya peradangan pada glomerulus
(glumeruloonefritis), penyakit kongenital atau herediter (penyakit ginjal
polikistik), dan penyakit metabolik (diabetes melitus).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah
penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun
sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal meningkat
50% di tahun 2014. Data menunjukkan bahwa setiap tahun 200.000 orang
Amerika menjalani hemodialisis karena gangguan ginjal kronis artinya 1140
dalam satu juta orang Amerika adalah pasien dialisis (WHO, 2015).
Di Indonesia angka kejadian gagal ginjal kronik berdasarkan data hasil
Riskesdas 2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal kronis
sebesar 0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi PGK di negara-
negara lain, juga hasil penelitian Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri)
tahun 2006, yang mendapatkan prevalensi PGK sebesar 12,5%. Hal ini karena
Riskesdas 2013 hanya menangkap data orang yang terdiagnosis PGK sedangkan
sebagian besar PGK di Indonesia baru terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir.
Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35-44 tahun
dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih
tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi terjadi pada masyarakat
perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta,
petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan
menengah bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi
tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan

1
Sulawesi Utara masing-masing 0,4 %. Hanya 60% dari pasien gagal ginjal kronik
tersebut yang menjalani terapi dialisis (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2016, sebanyak 98%
penderita gagal ginjal menjalani terapi hemodialisis dan 2% menjalani terapi
Peritoneal Dialisis (PD). Penyebab penyakit Ginjal kronis terbesar adalah
nefropati diabetik (52%), hipertensi (24%), kelainan bawaan (6%), asam urat
(1%), penyakit lupus (1%) dan lain-lain. Hemodialisis merupakan salah satu terapi
dialisis yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan mengeluarkan produk
limbah dari dalam tubuh secara akut maupun kronis (Brunner dan Suddarth,
2002).
B. Kegiatan
Penyuluhan tentang pencegahan gagal ginjal kronik

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan Gagal Ginjal
Kronik.
2. Mahasiswa dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
Gagal Ginjal Kronik.
3. Mahasiwa dapat menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien
dengan Gagal Ginjal Kronik.
4. Mahasiswa dapat melaksanakan implementasi pada pasien dengan Gagal
Ginjal Kronik
5. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi pada pasien dengan Gagal Ginjal
Kronik
D. Sasaran
Pasien yang berobat di UPT Puskesmas Pulo Brayan.

E. Metode
1. Ceramah
2. Tanya Jawab

2
F. Penanggungjawab
1. Penyuluhan : Rishka Widya Utami
2. Moderator : Hasrat Ndruru
3. Notulen : Eka Della Muhaningsyah
4. Dokumentasi : Krisman Harapan Ziliwu

G. Media/alat
1. Leaflet

H. Waktu Pelaksanaan
Hari/tanggal : Senin, 6 Juni 2022
Pukul : 09:00 WIB
Tempat : UPT Puskesmas Pulo Brayan

I. Pelaksanaan

No Kegiatan Pendidik Peserta Waktu

1. Pembukaan 1. Memberi salam 1. Menjawab 3 menit


2. Memperkenalkan salam
diri 2. Mendengarkan
3. Menjelaskan tujuan dan memperhatikan
2. Kegiatan 1. Menjelaskan tentang Mendengarkan dan 25 menit
inti pengertian gagal memperhatikan
ginjal kronik.
2. Menjelaskan tentang
penyebab gagal
ginjal kronik.
3. Menjelaskan tentang
tanda dan gejala
gagal ginjal kronik.
4. Menjelaskan tentang
komplikasi gagal
ginjal kronik.

3
5. Menjelasakan
tentang penanganan
gagal ginjal kronik.
6. Menjelaskan tentang
pemeriksaan
penunjang gagal
ginjal kronik.
3. Penutup 1. Tanya jawab 1. Bertanya dan 15 menit
2. Menutup dan mendengarkan
mengucapkan jawaban.
salam 2. Menjawab salam

J. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a) Peserta mengikuti dan memahami materi penyuluhan gagal ginjal
kronik yang disampaikan.
b) Media (leaflet) di pahami oleh peserta
c) Tempat yang memadai
2. Evaluasi Proses
a) Kegiatan penyegaran dilakukan sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan
b) Peserta antusia mengikuti serta melakukan pola hidup untuk
mencegah penyakit ginjal.
3. Evaluasi Akhir
a) Menjelaskan kembali tentang gagal ginjal kronik
b) Menjelaskan tanda dan gejala gagal ginjal kronik
c) Menjelaskan kembali penyebab gagal ginjal kronik
d) Menjelaskan kembali pencegahan gagal ginjal kronik

4
BAB II
TINJAUAN MATERI
GAGAL GINJAL KRONIK

A. Konsep Teori Gagal Ginjal Kronik (GGK)


1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan
ketidakmampuan fungsi ginjal mempertahankan metabolisme, keseimbangan
cairan dan elektrolit yang mengakibatkan destruksi struktur ginjal yang progresif
adanya manifestasi penumpukan bahan sisa metabolisme seperti toksik uremik
didalam darah (Muttaqin & Sari, dalam Tanujiarso, dkk, 2014).
Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah
kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel dimana terjadi
kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahakan keseimbangan metabolik,
cairan, dan elektrolit yang mengakibatkan uremia atau azotemia (Andra Safari,
dalam Brunner & Suddarth, 2013).
Jadi, gagal ginjal kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu
penyakit yang menyebabkan tidak berfungsinya organ ginjal dalam melakukan
fungsinya dengan baik seperti sebelumnya, yakni memetabolisme tubuh(Monika,
dalam Muttaqim & Sari, dkk, 2014).

2. Anatomi Fisiologi Ginjal


Menurut Cynthia Lee Terry & Aurora Weaver, 2013, ginjal merupakan
dua buah organ berbentuk seperti buah pir yang letaknya di superior, posterior
abdomen, atau di rongga retroperitroneal. Kedua ginjal ini dibungkus oleh lapisan
pelindung yang terbuat dari lemak, yang juga dilapisi oleh kalenjar adrenal yang
letaknya berada tepat diatas kedua ginjal tersebut. Ginjal terdiri dari 2-3 juta unit
fungsional yang disebut nefron. Secara mikroskopis satu buah nefron terdiri dari
sebuah arteriol aferen yang membawa darah arteri menuju glomerulus.
Glomerulus ini merupakan jaringan kerja yang keras yang dibungkus oleh kapsula
bowman. Tugas dari glomerulus ini adalah untuk menyaring produk sisa yang
berukuran sangat kecil. Laju filtrasi glomerulus (LFG) dijadikan indikator kualitas
fungsi ginjal. LFG dipengaruhi oleh filtrasi glomerulus, tekanan pada kapsula

5
Bowman, dan tekanan onkotik plasma (tekanan protein plasma). Tekanan arteri
rata rata harus dipertahankan antara 80-100 mmHg untuk mempertahankan aliran
darah ke ginjal. Karena darah dan protein merupakan partikel yang besar untuk di
filtrasi, maka darah dan protein tetap berada di ruang intravaskuler dan tidak
difiltrasi. Proses filtrasi di glomerulus merupakan awal dari produksi urine.

Gambar 8-1 Anatomi ginjal

Sumber gambar : Terry, Cyinthia Lee, 2013

Pada saat filtrat menuju ke tubulus kontortus proksimal, filtrat,


mengumpulkan lebih banyak natrium dan air. Selanjutnya filtrat akan menuju
lengkung Henle yang lebih tipis dan mereabsorbsi air tambahan. Lengkung Henle
merupakan tempat dimana diuretik loop bekerja lebih keras dalam mengekresikan
air. Filtrat kemudian berjalan menuju tubulus kontortus distal dimana natrium terus
diraebsorbsi melalui proses transport aktif. Hidrogen, kalium, asam urat kemudian
ditambahkan ke produk urine oleh sekresi tubular. Diuretik tiazid bekerja pada
tubulus distal dan ion H+ juga diekresikan sebagai kompensasi selama terjadi
asidosis.

Sistem hormon mempengaruhi ginjal pada hormon antidiuretik (ADH) dan


sistem renin-angiotensin-aldosteron (SRAA). Kontrol hormonal ginjal diatur oleh
ADH yang disekresikan kelenjar pituitari posterior. Ketika terdapat kenaikan pada
osmolaritas serum, seperti dehidrasi, tubulus pengumpul pada ginjal meningkatkan
permeabilitasnya terhadap air, yang meningkatnya konsentrasi filtrat, sehingga

6
menyebabkan ginjal merestraksi pengeluaran air. Pada saat volume meningkat,
proses ini akan berhenti

3. Etiologi
Menurut Andra Saferi Wijaya, 2013 dalam buku Keperawatan Medikal

Bedah:

a. Gangguan pembuluh darah ginjal : berbagai jenis lesi vaskuler dapat

menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang

paling sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan

kontraksi skleratik progresif pada pembuluh darah. Hiperpiasia

fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan

sumbatan pada pembuluh darah. Nefrosklerosis oleh penebalan,

hilangnya elastisitas sistem, peubahan darah ginjal mengakibatkan

penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.

b. Gangguan imunologis : seperti glomerulonefritis & SLE

c. Infeksi : dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli

yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri

ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara

ascenden dari traktus urinarius pagi.

d. Gangguan metabolik : seperti Diabetes Mellitus yang menyebabkan

mobilisasi lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler

dan di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi

nefropati aniloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia

abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius merusak membran

glomerulus.

e. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau

7
logam berat.

f. Obstruksi traktus primer : oleh batu ginjal. Hipertrofi prostat, dan

Konstriksi uretra.

g. Kelainan konginital dan herediter : penyakit polikistik= kondisi

keturunan yang dikarangteristik oleh terjadinya kista/ kantong berisi

cairan didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jar. Ginjal yang

bersifat kongenital (hipoolasia renalis) serta adanya asidosis.

4. Klasifikasi

Gagal ginjal dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Andra Saferi Wijaya,

2013).

a. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin

serum normal dan penderita asimptomatik.

b. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75 % jaringan telah

rusak, Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat, dan kreatinin serum

meningjkat.

c. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

5. Patofisiologi
Patogenesis gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD)
melibatkan penurunan dan kerusakan nefron yang diikuti kehilangan fungsi
ginjal yang progersif. Total laju filtrasi glomerulus (GFR) menurun dan klirens
menurun, BUN dan kreatinin meningkat. Nefron yang masih tersisa mengalami
hipertrofi akibat usaha menyaring jumlah cairan yang lebih banyak. Akibatnya,
ginjal kehilangan kemampuan memekatkan urine. Tahapan untuk melanjutkan
ekresi, sejumlah besar urine dikeluarkan, yang menyebabkan klien mengalami

8
kekurangan cairan. Tubulus secara bertahap kehilangan kemampuan menyerap
elektrolit. Biasanya, urine yang dibuang mengandung banyak sodium sehingga
terjadi poliuri berlebih. Oleh karena gagal ginjal berkembang dan jumlah nefron
yang berfungsi menurun, GFR total menurun lebih jauh. Dengan demikian tubuh
menjadi tidak mampu membebaskan diri dari kelebihan air, garam, dan produk
sisa metabolisme (Bayhakki, 2013).

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang


normalnya diekskresikan kedalam urin)tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap system tubuh. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialysis ( Smeltzer & Bare, 2002). Gangguan klirens renal,banyak masalah
muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang
berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR)
dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin.

Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk


mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal
tahap akhir;respons ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari,tidak terjadi. Asidosis. Dengam semakin berkembangnya
penyakit renal,terjadi asidosis metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal
mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Anemia terjadi sebagai
akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,memendeknya usia sel darah
merah,defisiensi nutrisi,dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat
status uremik pasien,terutama dari salruan gastroenstestinal. Ketidak seimbangan
kalsium dan fosfat. Abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis
adalah gangguuan metabolisme kalsium dan fosfat. Penyakit tulang uremik
sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat, dan keseimbangan parathormon.

6. Manifestasi Klinis
Menurut Prabowo (2014), manifestasi klinik akan menggambarkan
kerusakan berbagai sistem organ meliputi :

9
a. Sistem urinari
Pada tahan insufisiensi ginjal, tanda-tanda yang paling tampak adalah
poliuria dan nocturia akibat dari ginjal tidak mampu memekatkan urine.
Akibat lanjut dari ketidakmampuan ginjal memekatkan urine adalah BJ
urine perlahan-lahan menjadi sekitar 1.010 (konsentrasi plasma osmolar).
Begitu gagal ginjal bertambah pesat terjadilah oliguria dan akhirnya terjadi
anuria. Jika pasien tetap mengeluarkan urine, maka akan sering ditemukan
proteinuria dengan endapan-endapan pyuria dan hematuria.
b. Gangguan metabolik

1) Azotemia
Begitu creatinin clearance menurun, BUN dan serum creatinin
meningkat. Level BUN dipengaruhi oleh intake, protein, demam dan
kecepatan katabolik. Ketika BUN meningkat, maka keluhan-keluhan
yang lazim akan muncul meliputi : nausea, letih, fatique, vomiting,
diare dan kepala sakit. Kadar asam urat juga meningkat dan dapat
mengarah ke pencetus cristal uric acid, menyebabkan gout arthritis.
2) Intoleransi terhadap karbohidrat
Gangguan metabolik karbohidrat akibat gangguan penggunaan glukosa
akibat insensitivity celluler terhadap kegiatan normal insulin.
Hiperglikemia sedang, hipoinsulinemia dan oleransi glukosa yang
abnormal biasa ditemukan.
3) Kadar trigliserida meningkat
Hiperinsulin merangsang produksi trigliserida di hati, dan menurunnya
penerimaan gliserida oleh jaringan perifer.
c. Imbalans elektrolit

1) Potasium

Hiperkalemia adalah masalah elektrolit yang paling serius karena gagal


ginjal. Disritmia yang fatal dapat terjadi bila kadar serum potasium
mencapai 7-8 mEq/L. Hyperkalemia terjadi karena gagalnya
kemampuan ginjal untuk ekskresi.

10
2) Metabolik asidosis

Metabolik asidosis terjadi akibat ketidakmampuan ginjal untuk


mengekskresi muatan asam terganggu (terutama amonia) dan juga
akibat gangguan penyerapan dan pembentukan bikarbonat. Normalnya
plasma bicarbonat dikatakan stabil bila berkisar antara 16-20 mEq/L.

3) Magnesium

Magnesium terutama di ekskresi oleh ginjal. Hipermagnesium


umumnya bukan suatu masalah kecuali, pasien tiba-tiba intake Mg,
seperti dari susu Mg, Magnesium citrate, antaside yang berisi Mg.

4) Sodium

Level sodium berkisar dari rendah ke tinggi. Hipernatremia tidak biasa


terjadi pada tahap akhir gagal ginjal. Retensi Na dapat menyumbang
odem, hipertensi, dan CHF, intake Na perlu ditentukan secara individu.

d. Sistem hematologi

1) Anemia

Penyebab utama anemia adalah menurunnya produksi eritropoetin


oleh ginjal yang mengakibatkan menurunnya eritropesis oleh sumsum
tulang.

2) Kecendrungan perdarahan

Penyebab yang paling utama dari perdarahan pada uremia adalah


fungsi kualitatif platelet dan gangguan pelepasan platelet fungsi 3.

3) Infeksi

Komplikasi infeksi terjadi akibat perubahan-perubahan pada leukosit


dan gangguan fungsi dan respon imunologi. Berkurangnya respon
peradangan terjadi sebagai akibat dari gangguan respon cemostatik
oleh neutropils dan monosit.

11
e. Sistem kardiovaskuler

Ketidaknormalan kardiovaskuler yang paling sering adalah hipertensi


yang biasanya berkaitan dengan retensi sodium dan peningkatan volume
cairan ekstrasel. Hipertensi mempercepat penyakit arterosklerosis
vaskuler, mengakibatkan spasme arteri internal dan akhirnya mengarak
ke atrofi ventrikel kiri dan CHF. Hiperensi juga menyebabkan retinopati
dan enchepalopati. CHF akibat hipertrofi ventrikel kiri dapat berdampak
ke pulmonary odem. Periferal odem umumnya juga terjadi cardiac
disritmia bisa terjadi akibat hiperkalemia, hipocalkemia dan menurunnya
perfusi arteri koronary. Uremic pericarditis terjadi dan sering kali progres
ke pericardial effusion dan cardiac temponade. Perikarditis ditandai
dengan friction rub, chest pain, hipotermia dan pulsus pradoxus.
Perubahan vaskuler karena hipertensi yang lama dan percepatan
arterosklerosis akibat peningkatan kadar trigliserida menyebabkan
komplikasi kardiovaskuler, seperti (MI, Cerebrovaskular accident)
menuju ke penyabab kematian pasien pada dialisis.
f. Sistem respiratori

Perubahan-perubahan repsiratori meliputi : pernafasan kusmaul, dispnea

akibat CHF, pulmonary odem, uremic pleuritis (pleurisy), efusi pleura

dan suatu predisposisi terhadap infeksi respiratori yang biasa dikaitkan

dengan menurunnya aktifitas makrofag pulmonari.

g. Sistem Gastrointestinal

Setiap bagian gastrointestinal terpengaruh sebagai akibat peradangan

pada mukosa oleh urea yang berlebihan. Ulcerase mukosa ditemukan

sepanjang gastrointestinal tract, disebabkan oleh peningkatan amonia

yang dihasilkan oleh pemecahan urea oleh bakteri. Stomatitis dengan

exudat dan ulcersi, rasa metalik pada mulut, dan bau urin pada

pernafasan. Umumnya ditemukan anoreksia, mual, muntah, penurunan

12
BB.

h. Sistem neurological

Depresi umum sistem saraf pusat (CNS) mengakibatkan letargi, apatis,

kemampuan konsentrasi menurun, fatiquw dan gangguan kemampuan

mental. Convulsive, coma terjadi akibat hipertensi encevalopati dan

peningkatan BUN yang ekstrim.

i. Sistem muskuloskeletal

Osteodystrophy ginjal adalah suatu gejala gangguan skeletal yang

ditemukan pada gagal ginjal kronik. Ini berkaitan dengan perubahan

metabolisme calsium fosfat. Secara normal ratio calcium fosfat

mempertahankan elektrolit dalam keadaan tidak dapat dilarutkan dalam

air.

j. Sistem integumen

Perubahan ini sehubungan dengan penyerapan dan retensi chromogens

urinari yang normalnya memberi karakteristik warna urin. Kulit juga

tampak pucat sebagai akibat anemia dan kering, bersisik karena kegiatan

kelenjar minyak berkurang. Berkurangnya keringat akibat menurunnya

ukuran kelenjar keringat. Pruritus paling lazim akibat campuran dari kulit

kering, pengendapan, Ca Phosphate pada kulit dan sensori neurophaty.

Pasien bisa merasa sangat gatal yang dapat mengarah ke perdarahan atau

infeksi karena garukan. Pruritus juga bisa disebabkan oleh lapisan

uremic, akibat kristalisasi urea pada kulit.

k. Sistem reproduksi

Wanita bisasnya mempunyai kadar estrogen, progresteron, dan hormon

13
luteinizing yang menurun, menyebabkan anvolusi dan perubahan

menstruasi (biasanya amenorrhea). Laki-laki mengalami hilangnya

kemampuan testis, menurunnya kadar testosteron, dan spermanya sedikit.

l. Sistem endokrin

Semua pasien dengan gagal ginjal kronik menunjukan beberapa

manifestasi klinik hipotiroidisme. Test fungsi tiroid hasilnya rendah

dibawah kadar normal untuk serum trioidthyronine (T3) dan thyroxine

(T4)

m. Perubahan psikososial

Perubahan-perubahan personality dan perilaku, emosional labil, menarik

diri dan depresi merupakan perubahan yang bisa diobservasi/diamati.

7. Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Gagal Ginjal Kronik (Chronic


Kidney Disease)

Pemeriksaan diagnostik penyakit gagal ginjal kronik menurut Slamet


Suyono (2001) yaitu :
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal
ginjal kronik, menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat
GGk, menetapkan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.
Pemeriksaan laboratorium menurut Barbara Engram (1999) meliputi :
 Kreatinin dan BUN serum keduanya tinggi karena beratnya
 Klirens kreatinin menunjukan penyakit ginjal tahap akhir bila
berkurang sampai 90%.
 Elektrolit serum menunjukan peningkatan kalium, fosfor, kalsium,
magnesium dan produk fosfor-kalsium, dengan natrium serum
rendah.
 Gas darah arteri menunjukan asidosis metabolik (nilaih pH, kadar
bikarbonat dan kelebihan basa di bawah rentang normal).

14
 Hemoglobin dan hematokrit dibawah rentang normal.
 Jumlah sel darah merah dibawah rentang normal.
 Kadar alkalin fosfat mungkin tinggi bila metabolisme tulang
dipengaruhi.

b. Radiology
 Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu
atau adanya suatu obstruksi). Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi
akan memperburuk fungsi ginjal.

 Pielografi Intra-Vena (PIV) untuk menilai system pelviokalisis dan ureter.

 USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.

 EKG untuk melihat kemungkinan hipertropiventrikel kiri, tanda-tanda


perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit.

 Pemeriksaan Pielografi Retrograd dilakukan bila dicurigai ada obstruksi


yang reversibel.

 Pemeriksaan Foto Dada untuk melihat tanda-tanda bendungan paru akibat


kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi
perikardial. Tak jarang ditemukan juga infeksi spesifik oleh karena
imunitas tubuh yang menurun

 Pemeriksaan radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama tulang


jari), dan klasifikasi metastatik

8. Penatalaksanaan Penyakit Gagal Ginjal Kronik (Chronic Kiddney


Disease)
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut
Smeltzer dan Bare (2002) yaitu :
a. Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi

15
 Hipertensi diberikan antihipertensi yaitu Metildopa (Aldomet),
Propanolol (Inderal), Minoksidil (Loniten), Klonidin (Catapses), Beta
Blocker, Prazonin (Minipress), Metrapolol Tartrate (Lopressor).

 Kelebihan cairan diberikan diuretic diantaranya adalah Furosemid


(Lasix), Bumetanid (Bumex), Torsemid, Metolazone (Zaroxolon),
Chlorothiazide (Diuril).

 Peningkatan trigliserida diatasi dengan Gemfibrozil.

 Hiperkalemia diatasi dengan Kayexalate, Natrium Polisteren Sulfanat.

 Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol.

 Osteodistoofi diatasi dengan Dihidroksiklkalsiferol, alumunium


hidroksida.

 Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat,


kalsium asetat, alumunium hidroksida.

 Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan desmopresin, estrogen

 Ulserasi oral diatasi dengan antibiotic.

b. Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B dan
C, diet tinggi lemak dan karbohirat.

c. Asidosis metabolic diatasi dengan suplemen natrium karbonat.

d. Abnormalitas neurologi diatasi dengan Diazepam IV (valium), fenitonin


(dilantin).

e. Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV atau


SC 3x seminggu), kompleks besi (imferon), androgen (nandrolan
dekarnoat/deca durobilin) untuk perempuan, androgen (depo-testoteron)
untuk pria, transfuse Packet Red Cell/PRC.

f. Cuci darah (dialisis) yaitu dengan hemodialisa maupun peritoneal dialisa.

g. Transplantasi ginjal.

16
9. Penyakit Gagal Ginjal Kronik (Chronic Kiddney Disease)

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan


Bare (2001) yaitu :

a. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme


dan masukan diet berlebihan.

b. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk


sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system


rennin-angiostensin-aldosteron.

d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah


merah, perdarahan gastrointestinalakibat iritasi oleh toksin dan kehilangan
darah selama hemodialisis.

e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar


kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.

17
DAFTAR PUSTAKA

Engram, B. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1. EGC :


Jakarta
Amin, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan
Nanda Nic-Noc. Mediaction : Yogyakarta
Herdman, H. 2015. Nanda International Inc. Diagnosa Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017. EGC : Jakarta
Joann & Diane. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku Dari Brunner &
Suddart. EGC : Jakarta
LeMone, Priscilla. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan
Eliminasi. EGC : Jakarta
Riskesdas. 2013. Infodatin Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta: Badan
Litbangkes.
Suyono, S. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. EGC: Jakarta.
Prabowo, E. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Nuha
Medika : Yogyakarta

18
LAMPIRAN

1. Surat Pengantar Dari Kampus

2. Surat Balasan Dari Lahan

3. Ppt

4. Liflet

5. Foto Kegiatan

19
20
21
22
23

Anda mungkin juga menyukai