DISUSUN
OLEH:
NAMA KELOMPOK :
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah
dan rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan tugas Project kami ini, tak lupa pula shalawat
bertangkaikan salam kami hadiahkan kepada putra Abdullah buah hati Aminah ialah Nabi
besar kita Muhammad SAW, yang selalu kita harapkan syafaatnya di hari kelak, dan semoga
kita menjadi salah satu orang yang mendapatkannya kelak. Amin.
Kami menyadari bahwa dalam proses penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari
peran dan sumbangsih pemikiran serta intervensi dari banyak pihak. Karena itu dalam
kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan sedalam-dalamnya
kepada semua pihak yang membantu kami dalam menyelesaikan penulisan makalah ini yang
tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada dosen mata kuliah Filsafat Pendidikan Ibu
Srinah Yanti, M.Pd yang telah membimbing kami sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ini, dengan selesainya makalah ini kami berharap agar makalah ini nantinya bisa
menjadi bukti bahwa kami telah mengerjakan tugas project yang telah diberikan.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
Semoga makalah ini bermanfaat. Amin.
TIM PENYUSUN
BAB I
PENDAHULUAN
Kedudukan Pancasila didalam NKRI adalah sebagai sumber dari segala sumber
hukum. Ini artinya segala permasalahan yang terjadi di Negara Indonesia ini,
penyelesaiannya harus merujuk pada Pancasila. Dengan kata lain, yang dijadikan sebagai
pedoman hidup oleh bangsa Indonesia adalah Pancasila.
Sedangkan di dalam Islam, sudah sangat jelas bahwa sumber segala sumber hukum
tidak lain dan tidak bukan adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ini merupakan wujud nyata
dari tauhid. Allah Ta’ala menurunkan wahyu-Nya yang berupa Al-Qur’an dan As-Sunnah,
berupa syari’at Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Maka menyatakan
adanya sumber segala sumber hukum selain Allah Ta’ala merupakan sebuah kesyirikan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bersifat mutlak dan abadi,
karena berasal dari Yang Maha Mutlak, Yang Maha Sempurna yaitu Allah Subhanahu Wa
Ta’ala.
Firman Allah Ta’ala :
ََأفَ ُح ْك َم ْال َجا ِهلِيَّ ِة يَ ْب ُغونَ َو َم ْن َأحْ َسنُ ِمنَ هللاِ ُح ْك ًما لِّقَوْ ٍم يُوقِنُون
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari. Dan siapakah yang lebih baik hukumnya dari
Allah bagi kaum yang yakin?” [QS. Al Maidah :50].
Maka tidak ada alasan lagi bagi setiap orang yang mengaku beragama Islam dan beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya, untuk menerima dan tunduk kepada hukum-hukum yang
berasal dari sampah pemikiran manusia dan kotoran akalnya. Seluruh hukum buatan yang ada
di dunia saat ini, harus kita kupas isinya dan dan kita timbang kebenarannya dengan Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Apabila ia sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah, maka tidak
mengapa kita menerimanya. Namun, jika ternyata hukum buatan manusia tersebut
bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah, maka kita harus menolaknya, walau setinggi
apapun hukum tersebut diagungkan oleh manusia.
Oleh karena itu, sebagai tuntutan wajibnya berhukum kepada hukum Allah ini, kita akan coba
sedikit mengupas apa yang terkandung didalam Pancasila yang dijadikan sumber segala
sumber hukum di negeri ini, dan menimbangnya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada ayat ini Allah menyuruh Nabi-Nya menjawab pertanyaan orang-orang yang
menanyakan tentang sifat Tuhannya, bahwa Dia adalah Allah Yang Maha Esa, tidak
tersusun dan tidak berbilang, karena berbilang dalam susunan zat berarti bahwa
bagian kumpulan itu memerlukan bagian yang lain, sedang Allah sama sekali tidak
memerlukan sesuatu apapun. Ada ayat ini Allah menambahkan penjelasan tentang
sifat Tuhan Yang Maha Esa itu, yaitu Dia adalah Tuhan tempat meminta dan
memohon. Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Maha Suci Dia dari mempunyai
anak. Ayat ini juga menentang dakwaan orang-orang musyrik Arab yang mengatakan
bahwa malaikat-malaikat adalah anak-anak perempuan Allah dan dakwaan orang
Nasrani bahwa Isa anak laki-laki Allah. Dalam ayat ini Allah menjelaskan lagi bahwa
tidak ada yang setara dan sebanding dengan Dia dalam zat, Sifat dan perbuatan-Nya.
Ini adalah tantangan terhadap orang-orang yang beriktikad bahwa ada yang setara dan
menyerupai Allah dalam perbuatannya, sebagaimana pendirian orang-orang musyrik
Arab yang menyatakan bahwa malaikat itu adalah sekutu Allah.
b. Surat As Syura ayat 11
(Pencipta langit dan bumi) Dialah Yang mengadakan langit dan bumi (Dia
menjadikan bagi kalian dari jenis kalian sendiri pasangan-pasangan) sewaktu Dia
menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam (dan dari jenis binatang ternak pasangan-
pasangan) ada jenis jantan dan ada jenis betina (dijadikan-Nya kalian berkembang
biak) maksudnya, mengembangbiakkan kalian (dengan jalan itu) yaitu melalui proses
perjodohan. Dengan kata lain, Dia memperbanyak kalian melalui anak beranak.
Dhamir yang ada kembali kepada manusia dan binatang ternak dengan ungkapan yang
lebih memprioritaskan manusia. (Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia)
huruf Kaf adalah Zaidah, karena sesungguhnya Allah swt. tiada sesuatu pun yang
semisal dengan-Nya (dan Dialah Yang Maha Mendengar) semua apa yang dikatakan
(lagi Maha Melihat) semua apa yang dikerjakan.
c. Surat Al Hasr ayat 22-24
f. Surah Saba’: 1
Ayat ini menegaskan bahwa Allah-lah yang berhak menerima segala pujian karena
Dia-lah yang menciptakan semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi.
Dia-lah pemiliknya yang sebenarnya, tidak ada seorang pun bersekutu dengan Dia
dalam menciptakan dan memilikinya.
g. Surah Al-Baqarah: 256
(Sekiranya ada pada keduanya) di langit dan di bumi (tuhan-tuhan selain Allah
tentulah keduanya itu telah rusak binasa) maksudnya akan menyimpang daripada
tatanan biasanya sebagaimana yang kita saksikan sekarang, hal itu disebabkan adanya
persaingan di antara dua kekuasaan yang satu sama lain tiada bersesuaian, yang satu
mempunyai ketentuan sendiri dan yang lainnya demikian pula. (Maka Maha Suci)
yakni sucilah (Allah Rabb) Pencipta (Arasy) yakni singgasana atau Al Kursi (daripada
apa yang mereka sifatkan) dari apa yang disifatkan oleh orang-orang kafir terhadap
Allah swt. seperti mempunyai sekutu dan lain sebagainya.
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu),walaupun
kamu sangat ingin berbuat demikian,karena itu janganlah kamu terlalu cenderung
(kepada yang kamu cintai),sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.dan jika
kamu mengadakan perbaikan dan memelihaara diri(dari kecurangan)maka
sesungguhnya ALLAH maha pengasih lagi maha penyayang.[An-Nisa129]
Penjelasan ayat :
Pada ayat dijelaskan,telah dikatakan bahwa manusia tidak akan pernah berbuat
adil.Maka dari itu dalam kehidupan rumah tangga,hindarilah berpoligami.Karena jika
suami yang berpoligami tak mampu berlaku adil kepada para istrinya,maka itu
termasuk perbuatan yang tercela.Dan disini ada pesan tersirat agar setiap suami harus
berlaku adil kepada istrinya.
Hai orang-orang yang beriman,peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu,penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar,yang keras,yang tidak mendurhakai ALLAH terhadap apa yang diperintahkan-
Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang di perinthkan[At-Tahrim 6]
Penjelasan ayat :
Perintah kepada orang beriman agar menjaga keselamatan keluarga sehingga terhindar
dari siksa api neraka.Caranya dengan menjauhi perbuatan maksiat,memperkuat diri
dengan iman sehingga tidak terikut dengan hawa nafsu dan senantiasa taat terhadap
perintah Allah Swt.
e. Surah Al-Maidah ayat 2
Penjelasan ayat :
Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin agar melaksanakan ibadah dengan
hati yang ikhlas karena Allah semata.Dalam melakukam persaksian,kita diharuskan
untuk berlaku adil tanpa memikirkan itu merugikan atau menguntungkan.
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.”
Penjelasan ayat :
Dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia diantara makhluk
lainya.Dengan kemuliaan itu kita harus bisa berbuat adil dan berbuat kebaikan kepada
semua orang agar mendapat kemuliaan disisi Allah Swt.
“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-
olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena)
boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu
panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka
mereka itulah orang-orang yang lalim. “
Penjelasan ayat :
Perintah Allah pada ayat ini yaitu dilarang mengejek,menghina serta merendahkan
orang lain,larangan mencela diri sendiri,mencela diri sendiri sama dengan mencela
Allah,karena kita adalah ciptaan Allah,mencela ciptaan-Nya sama dengan mencela
Allah.Dan juga larangan memanggil teman dengan julukan yang mengandung ejekan.
3. Persatuan Indonesia
a. Surat Al Hujurat ayat 13.
ارفُوا َ شعُوبًا َو َقبَاِئ َل لِ َت َع ُ َيا َأ ُّي َها ال َّناسُ ِإ َّنا َخ َل ْق َنا ُك ْم ِمنْ َذ َك ٍر َوُأ ْن َث ٰى َو َج َع ْل َنا ُك ْم
ۚ ِإنَّ َأ ْك َر َم ُك ْم عِ ْندَ هَّللا ِ َأ ْت َقا ُك ْم ۚ ِإنَّ هَّللا َ َعلِي ٌم َخ ِبي ٌر
Terjemahannya yaitu : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Ayat ini sangat cocok mengingat Indonesia terdiri dari beragam suku.
Maknanya : Ayat ini sangat berkaitan dengan Indonesia bahwa Allah
menciptakan manusia dengan berbeda beda suku, ras dan bangsa agar kita dapat
menjalin rasa toleransi. Dan bagi Allah itulah orang yang paling mulia diantara
yang lain.
c. Surah Al-hujuraat: 9
ت ِإحْ َداهُ َما َعلَى ْ بَ ْينَهُ َما ۖ فَِإ ْن بَ َغyين ا ْقتَتَلُوا فََأصْ لِحُوا َ َِوِإ ْن طَاِئفَتَا ِن ِم َن ْال ُمْؤ ِمن
yت فََأصْ لِحُوا ْ اُأْل ْخ َر ٰى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَب ِْغي َحتَّ ٰى تَفِي َء ِإلَ ٰى َأ ْم ِر هَّللا ِ ۚ فَِإ ْن فَا َء
َ بَ ْينَهُ َما بِ ْال َع ْد ِل َوَأ ْق ِسطُوا ۖ ِإ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ ْال ُم ْق ِس ِط
ين
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat
aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya
itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah
kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil
dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil.”Maknanya : Allah memerintahkan agar kita melerai 2 golongan yang
bertengkar agar dapat bersatu kembali menjadi keutuhan dan kembali ke jalan
Allah , maka tanamkanlah rasa adil seadil-adilnya agar berdamai dengan baik
tanpa ada rasa dengki/iri.
d. Surah Al-hujuraat: 10
ِ َو َّات ُق وا اللَّ هَ لَعَلَّ ُك ْمyۚ ََأص لِ ُح وا بَ نْي َ َأخَ َو يْ ُك ْم َ ُمَّنَا الْ ُم ْؤ ِم ن
ْ ون ِإ ْخ َو ةٌ ف
َُت ْر مَحُ ون
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat
rahmat. “ Maknanya : Setiap orang mukmin ataupun muslim adalah bersaudara
dan jika bertengkar, damaikanlah agar mendapatan rahmat dari Allah SWT.
e. Surah Annisaa’: 59
فُ ا ْعyyَك ف َ yِوا ِم ْن َحوْ لyض ُّ َب ال ْنف ِ ظَ ْالقَ ْلyا َغلِيyyًّوْ ُك ْنتَ فَظyyَ ٍة ِمنَ هَّللا ِ لِ ْنتَ لَهُ ْم َولyفَبِ َما َرحْ َم
ُّزَ ْمتَ فَتَ َو َّكلْ َعلَى هَّللا ِ ِإ َّن هَّللا َ ي ُِحبyyِإ َذا َعyyَر فyy
ِ اورْ هُ ْم فِي األ ْم ِ yyتَ ْغفِرْ لَهُ ْم َو َشyyاس ْ َع ْنهُ ْم َو
َْال ُمتَ َو ِّكلِين
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
(Q.S. Ali Imran: 159)
Isi kandungan Ayat sebagaimana dijelaskan dalam tafsir Fi Dzilalil Quran karya Sayid
Qutub:
a. Dalam menghadapi semua masalah harus dengan lemah lembut melalui jalur
musyawarah untuk mufakat, tidak boleh dengan hati yang kasar dan perilaku
kekerasan.
b. Mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan setiap urusan.
c. Apabila telah dicapai suatu kesepakatan, maka semua pihak harus menerima dan
bertawakal (menyerahkan diri dan segala urusan) kepada Allah.
d. Allah mencintai hamba-hambanya yang bertawakkal.
b. Q.S. asy-Syura: 38
َ َوالَّ ِذينَ ا ْستَ َجابُوا لِ َربِّ ِه ْم َوَأقَا ُموا الصَّالةَ َوَأ ْم ُرهُ ْم ُش
َورى بَ ْينَهُ ْم َو ِم َّما َر َز ْقنَاهُ ْم يُ ْنفِقُون
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada
mereka.”
Isi Kandungan Ayat sebagaimana dijelaskan tafsir Quran Karim karya Mahmud
Yunus:
1. Perintah kepada setiap muslim untuk bertakwa kepada Allah.
2. Perintah Allah kepada setiap muslim untuk mendirikan Shalat.
3. Menggunakan jalur musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan setiap perkara.
4. Menafkahkan sebagian rizki kita kepada orang-orang yang tidak mampu.
ا َعةَ َوعلَىyyyَّض َ ا ِملَي ِْن لِ َم ْن َأ َرا َد َأن يُتِ َّم الرyyyوْ لَ ْي ِن َكyyy ْعنَ َأوْ الَ َدهُ َّن َحyyyض ُ دyyyَِو ْال َوال
ِ َْات يُر
ٌ َدةyِآ َّر َوالyض َ ُ َعهَا الَ تyف نَ ْفسٌ ِإالَّ ُو ْس ُ َُّوف الَ تُ َكلِ ال َم ْعرy ْ yِْال َموْ لُو ِد لَهُ ِر ْزقُه َُّن َو ِك ْس َوتُه َُّن ب
ٍ َرyَاالً عَن تyص
اض َ ِِإ ْن َأ َرادَا فyَكَ فyyِ ُل َذلyث ِم ْث ِ ار
ِ وy َ yبِ َولَ ِدهَا َوالَ َموْ لُو ٌد لَّهُ بِ َولَ ِد ِه َو َعلَى ْال
ا َح َعلَ ْي ُك ْمyyَُوا َأوْ الَ َد ُك ْم فَالَ ُجن
ْ ضع ِ َْاح َعلَ ْي ِه َما َوِإ ْن َأ َردتُّ ْم َأن تَ ْستَر َ ِّم ْنهُ َما َوتَ َشا ُو ٍر فَالَ ُجن
صي ٌر ِ َوا َأ َّن هّللا َ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب
ْ وا هّللا َ َوا ْعلَ ُم
ْ ُُوف َواتَّق
ِ ِإ َذا َسلَّ ْمتُم َّما آتَ ْيتُم بِ ْال َم ْعر
Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawarahan, maka tidak ada dosa atas keduanya.
Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Ayat ini mengandung dalil boleh berijtihad dalam hukum. Hal ini berdasarkan
kebolehan dari Allah SWT bagi orang tua untuk bermusyawarah dalam hal-hal yang
membawa kebaikan bagi anak, sekalipun berdasarkan perkiraan mereka saja dan
bukan berdasarkan hakikat atau keyakinan. At-Tasyaawur (musyawarah) adalah
mengeluarkan (mencari) pendapat yang terbaik.
Digunakan kata ini karena perabot rumah itu nampak bagi siapa saja yang
melihat. Asy-Syaarahartinya penampilan seseorang. Al-isyaarah artinya
mengeluarkan apa yang ada dalam diri anda dan menampakkannya. Di dalam ayat ini
bertemu dua kalimat yang mengandung suasana rela dan damai; pertama
kalimat Taradhin, artinya berkerelaan kedua pihak, kedua kalimat tasyawurin, artinya
bermusyawarah kedua pihak, bertukar fikiran. Dalam kedua kalimat ini terdapatlah
bahwa di dalam dasar hati rela sama rela, harga menghargai, di antara suami isteri,
demi kemaslahatan anak mereka, memulai musyawarah bagaimana yang terbaik
untuk anak mereka. Ayat ini mempertegas lagi pelaksanaan ujung ayat 228, Yaitu
bahwa si isteri mempunyai hak yang sama dengan suami dan perlakuan yang sama. Di
dalam ayat ini ditunjukkan cara pelaksanaan hak dan kewajiban, yaitu dalam suasana
cinta dan musyawarah. Kalau hati sama-sama terbuka, tidak ada kusut yang tidak
dapat diselesaikan dan tidak ada keruh yang tidak dapat dijernihkan. Hasil keputusan
mereka berdua, hasil dari ridha-meridhai dan musyawarah, diakui dan diridhai pula
oleh Allah.
ُ ُر ُّدوهyَل َوُأوْ لِي اَأل ْم ِر ِمن ُك ْم فَِإن تَنَا َز ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فyَ ُوا ال َّرسُو
ْ ُوا هّللا َ َوَأ ِطيع
yْ وا َأ ِطيع
ْ ُيَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمن
٥٩﴿ ًاآلخ ِر َذلِكَ خَ ْي ٌر َوَأحْ َسنُ تَْأ ِويال ِ ُول ِإن ُكنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهّلل ِ َو ْاليَوْ ِم
yِ ﴾ِإلَى هّللا ِ َوال َّرس
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya
Maka isi Kitab suci itu semuanya, pokoknya ialah untuk keselamatan dan
kebahagiaan kehidupan manusia. Ketaatan kepada Allah mengenai tiap-tiap diri
manusia walaupun ketika tidak ada hubungannya dengan manusia lain. Ummat
beriman disuruh terlebih dahulu taat kepada Allah, sebab apabila dia berbuat baik,
bukanlah semata-mata karena segan kepada manusia, dan bukan pula karena semata-
mata mengharap keuntungan duniawi. Dan jika dia meninggalkan berbuat suatu
pekerjaan yang tercela, bukan pula karena takut kepada ancaman manusia.
Kemudian orang yang beriman diperintahkan pula taat kepada Rasul. Sebab taat
kepada Rasul adalah lanjutan dari taat kepada Tuhan. Banyak perintah Tuhan yang
wajib ditaati, tetapi tidak dapat dijalankan kalau tidak melihat contoh teladan. Maka
contoh teladan itu hanya ada pada Rasul. Dan dengan taat kepada rasul barulah
sempurna beragama. Sebab banyak juga orang yang percaya kepada Tuhan, tetapi
dia tidak beragama. Sebab dia tidak percaya kepada Rasul. Kemudian diikuti oleh
taat kepada Ulil-Amri-minkum, orang-orang yang menguasai pekerjaan, tegasnya
orang-orang berkuasa di antara kamu, atas daripada kamu. Minkum mempunyai dua
arti. Pertama di antara kamu, kedua dari pada kamu. Maksudnya, yaitu mereka yang
berkuasa itu adalah daripada kamu juga, naik atau terpilih atau kamu akui
kekuasaannya, sebagai satu kenyataan.
Al-Hafidz Ibnu Hajar berpendapat bahwa maksud munasabah ayat ini disangkut
pautkan dengan alasan turunnya ayat ini karena dalam kisah tersebut disebutkan
adanya batasan antara taat kepada perintah pimpinannya dan menolak perintah untuk
terjun ke dalam api, pada saat itu mereka memerlukan petunjuk berkenaan dengan
apa yang harus mereka lakukan. Ayat ini (Q.S 4:59) turun memberikan petunjuk
kepada mereka, apabila berbantahan hendaklah kembali kepada Allah dan Rasulnya.
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan,
memberi kepada kamu kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran
dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran. (16: 90)
Ayat tersebut termasuk salah satu ayat yang paling komprehensif di kitab al-
Quran, karena dalam ayat digambarkan hubungan manusia dan sosial kaum Mukmin
di dunia yang berlandaskan pada keadilan, kebaikan dan menjauh dari segala
kezaliman dan arogansi. Bahkan hal itu disebut sebagai nasehat ilahi yang harus
dijaga oleh semua orang. Adil dan keadilan merupakan landasan ajaran Islam dan
syariat agama ini. Allah Swt tidak berbuat zalim kepada siapapun dan tidak
memperbolehkan seseorang berbuat zalim kepada orang lain dan menginjak hak orang
lain. Menjaga keadilan dan menjauh dari segala perilaku ekstrim kanan dan kiri
menyebabkan keseimbangan diri manusia dalam perilaku individu dan sosial.
b. Surah Annahl: 71
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki,
tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki
mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan)
rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?”
Maknanya mereka tidak mau menjadikan harta mereka untuk milik bersama
dengan hamba-hamba sahaya mereka, maka menegapa mereka menjadikan sebagian
daripada milik-milik Allah menjadi sekutu-sekutu-Nya. (Maka mengapa mereka
mengingkari nikmat Allah ?) karena ternyata mereka telah menjadikan bagi-Nya
sekutu-sekutu.
c. Surah Al-Imran:180
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan
kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.
Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan
itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah
segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang
kamu kerjakan. “Maknanya : Yang dimaksudkan Bakhil di ayat tersebut adalah orang
yang kikir atau pelit dengan tidak menyisihkan sebagian hartanya, dan pada hari
kiamat kelak kekikiran itu akan di kalungkan di lehernya dan Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”
Ayat ini merupakan larangan langsung dari Allah untuk bersifat bakhil atau
pelit kepada orang lain. Secara tegas Allah berkalam bahwa apa yang punya adalah
pemberian dari Allah Ta’ala. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak menginfakkan apa
yang Allah beri atau tidak mengeluarkan kewajiban zakat sebagaimana yang Allah
tetapkan.
Di dalam ayat ini Allah juga menerangkan bahwa akibat dari sifat bakhil juga
akan kembali kepada orang yang bakhil itu sendiri. Akibat sifat bakhil besok di hari
kiamat adalah apa yang dibakhilkan tadi akan dikalungkan ke leher mereka. Hal itu
adalah sebuah siksaan yang akan membuat menderita orang yang bakhil. Tidak ada
alasan bagi manusia untuk berbuat bakhil karena hanya milik Allah-lah segala sesuatu
yang ada di langit dan bumi. Termasuk apa yang kita semua miliki, pada hakikatnya
adalah hanya milik Allah saja.
Ayat ini ditutup dengan pemberitahuan dari Allah Ta’ala bahwa Dia tahu
segala hal yang kita kerjakan. Dhahir ayat ini memang pemberitahuan. Tetapi
sebenarnya memiliki makna ancaman yaitu karena Allah tahu apa yang kita kerjakan,
maka jangan sekali-sekali melakukan kemaksiatan termasuk melakukan kebakhilan.
d. Surah Al-Furqaan: 67
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-
lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara
yang demikian. “
Yakni mereka tidak menghambur-hamburkan hartanya dalam berinfak lebih
dari apa yang diperlukan, tidak pula kikir terhadao keluarganya yang berakibat
mengurangi hak keluarga dan kebutuhan keluarga tidak tercukupi. Tetapi mereka
membelanjakan hartanya dengan pembelanjaan yang seimbang dan selektif serta
pertengahan. Sebaik-baik perkara ialah yang dilakukan secara pertengahan, yakni
tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir.
e. Surah Al-Hadid: 11
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah
akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh
pahala yang banyak.“
f. Surah Adz-dzariyat: 19
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak mendapat bahagian.”
Penjelasan dari ayat di atas,bahwa harta yang dimiliki oleh seseorang bukanlah
semata-mata milik nya saja,tetapi didalamnya terdapat hak orang lain.Maka dari
itu,bagilah sedikit setiap rezeki yang telah didapat,agar rezeki tersebut menjadi
berkah.
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak
yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maknanya : Ayat
tersebut menjelaskan bahwa kita harus menyisihkan rezeki kita kepada orang yang
membutuhkan karena rezeki hanya datang dari Allah bukan ciptaan-Nya. Maknanya :
Surat ini menjelaskan bahwa sikap orang orang dan akibat bagi orang orang yang
mendustakan agam, berbuat zalim, tidak memberi makan kepada yang miskin, lalai
dalam shalat, dan orang orang yang tidak memberikan pertolongan kepada orang yang
membutuhkan.
Tidak punya kasih sayang pada anak yatim. Padahal mereka itu orang yang
patut dikasihi. Perlu diketahui, yatim adalah yang ditinggal mati orang tuanya sebelum
ia baligh (dewasa). Dialah yang patut dikasihi karena mereka tidak lagi memiliki orang
tua yang mengasihinya. Akan tetapi yang disebutkan dalam ayat ini adalah orang yang
menghardik anak yatim. Yaitu ketika yatim tersebut datang, mereka menolaknya
dengan sekeras-kerasnya atau meremehkannya.
Tidak mendorong untuk mengasihi yang lain, di antaranya fakir miskin. Padahal
fakir dan miskin sangat butuh pada makanan. Orang yang disebutkan dalam ayat ini
tidak mendorong untuk memberikan makan pada orang miskin karena hatinya memang
telah keras. Jadi intinya, orang yang disebutkan dalam dua ayat di atas, hatinya benar-
benar keras.
Kata Ibnu ‘Abbas, yang dimaksud di sini adalah orang-orang munafik yaitu
yang mereka shalat di kala ada banyak orang, namun enggan shalat ketika sendirian.
(Shahih Tafsir Ibnu Katsir, 4: 691)
َ ”لِ ْل ُم, bagi orang-orang yang shalat, yaitu mereka
Dalam ayat disebutkan “ َصلِّين
yang biasa shalat dan konsekuen dengannya, lalu mereka lalai. Yang dimaksud lalai
dari shalat bisa mencakup beberapa pengertian:
Lalai dari mengerjakan shalat.
Lalai dari pengerjaannya dari waktu yang ditetapkan oleh syari’at, malah
mengerjakannya di luar waktu yang ditetapkan.
Bisa juga makna lalai dari shalat adalah mengerjakannya selalu di akhir waktu
selamanya atau umumnya.
Ada pula yang memaknakan lalai dari shalat adalah tidak memenuhi rukun dan syarat
shalat sebagaimana yang diperintahkan.
Lalai dari shalat bisa bermakna tidak khusyu’ dan tidak merenungkan yang dibaca
dalam shalat.
Lalai dari shalat mencakup semua pengertian di atas. Setiap orang yang memiliki sifat
demikian, maka dialah yang disebut lalai dari shalat. Jika ia memiliki seluruh sifat
tersebut, maka semakin sempurnalah kecelakaan untuknya dan semakin sempurna nifak
‘amali padanya.
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah kamu orang yang benar-benar menegakkan
KEADILAN, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri/ibu
bapak mu dan kaum kerabatmu… Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
sehingga kamu tidak berlaku adil. dan jika kamu memutar balikkan keadilan/menolak
menjadi saksi, maka sesungguhnya allah adalah maha mengetahui terhadap apa yang
kamu kerjakan.” QS An Nisaa : 135
Penjelasan ayat :
Allah memerintahkan kepada semua hamba-Nya agar berlaku adil,sebab tegaknya
urusan masyarakat hanya akan tercapai dengan keadilan,demikian pula dengan
terpeliharanya peraturan.Dan Allah juga menegaskan agar berhati-hati dalam
bertindak sehingga jangan sampai pilih kasih kepada orang-orang tertentu.Allah juga
melarang kita untuk tidak menutupi kejahatan orang lain baik itu diri sendiri,orang
tua,kerabat,atau yang lainnya.Karena keadilan dan kebenaran di atas segalanya.