Anda di halaman 1dari 21

KEBERAGAMAN SUKU ACEH

Aceh (bahasa Aceh: abjad Jawoë: ‫ )اچيه دارالسالم‬adalah sebuah provinsi di Indonesia yang ibu
kotanya berada di Banda Aceh. Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang diberi
status sebagai daerah istimewa dan juga diberi kewenangan otonomi khusus. Aceh terletak di
ujung utara pulau Sumatra dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Menurut hasil
sensus Badan Pusat Statistik tahun 2020, jumlah penduduk provinsi ini sekitar 5.274.871 jiwa.
[13] Letaknya dekat dengan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India dan terpisahkan oleh
Laut Andaman. Aceh berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di
sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatra Utara di sebelah tenggara dan selatan.

Aceh dianggap sebagai tempat dimulainya penyebaran Islam di Indonesia dan memainkan peran
penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Pada awal abad ke-17, Kesultanan Aceh
adalah negara terkaya, terkuat, dan termakmur di kawasan Selat Malaka. Sejarah Aceh diwarnai
oleh kebebasan politik dan penolakan keras terhadap kendali orang asing, termasuk bekas
penjajah Belanda dan pemerintah Indonesia. Jika dibandingkan dengan dengan provinsi lainnya,
Aceh adalah wilayah yang sangat konservatif (menjunjung tinggi nilai agama).[14] Persentase
penduduk Muslim-nya adalah yang tertinggi di Indonesia dan mereka hidup sesuai syariah Islam.
[15] Berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, Aceh memiliki otonomi yang diatur
tersendiri karena alasan sejarah.[16]

Aceh memiliki sumber daya alam yang melimpah, termasuk minyak bumi dan gas alam.
Sejumlah analis memperkirakan cadangan gas alam Aceh adalah yang terbesar di dunia.[14]
Aceh juga terkenal dengan hutannya yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan dari
Kutacane di Aceh Tenggara sampai Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman nasional bernama
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) didirikan di Aceh Tenggara.

Aceh adalah daratan yang paling dekat dengan episentrum gempa bumi Samudra Hindia 2004.
Setelah gempa, gelombang tsunami menerjang sebagian besar pesisir barat provinsi ini. Sekitar
170.000 orang tewas atau hilang akibat bencana tersebut.[17] Bencana ini juga mendorong
terciptanya perjanjian damai antara pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka
(GAM).
 Rumah Adat Aceh dan Makna Arsitekturnya

Rumah adat Aceh merupakan hasil dari ragam kebudayaan yang dimiliki provinsi di ujung barat
Indonesia ini. Rumah tradisional ini merupakan identitas daerah serta mencerminkan karakter
dan filosofi masyarakat daerah tersebut. Mengutip buku “Arsitektur Rumah Tradisional Aceh”
oleh Herman RN dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, rumah adat Aceh lebih
dikenal dengan sebutan Rumoh Aceh atau Krong Bade dan sebenarnya, masyarakat Aceh tidak
mengenal istilah rumah adat.

Dahulu, masyarakat Aceh membentuk rumah mereka sama atau nyaris sama satu dengan lainnya,
yakni berbentuk panggung, memiliki serambi depan, tengah, dan belakang. Karenanya, rumah
Aceh lebih tepat dikatakan rumah tradisional masyarakat Aceh.

Rumah Adat Aceh Sekarang

Corak Rumoh Aceh sudah ada sejak zaman kerajaan. Hingga saat ini, corak tersebut masih ada,
hanya saja sudah jarang ditemukan. Gambaran rumah adat yang sering menjadi rujukan adalah
rumah panggung yang terletak di kawasan Museum Aceh, yang menjadi salah satu destinasi
wisata.
Bukan hanya Cut Nyak Dhien, rumah pahlawan lainnya, Cut Meutia, juga memiliki bentuk dan
corak seperti Rumoh Aceh. Rumah ini terletak di Matangkuli, Aceh Utara. Ketiga rumah tersebut
masih khas dan tradisional, baik dari segi bentuk maupun unsur bangunannya.

Makna Arsitektur Rumah Adat Aceh

Rumah tradisional Aceh mirip dengan rumah adat daerah lainnya, yaitu berbentuk panggung. Hal
ini dimaksudkan untuk meminimalisasi risiko gangguan alam, seperti bencana banjir atau
serangan binatang buas.

Kolong

Jarak antara tanah dengan lantai Rumoh Aceh mencapai 2,5 meter. Namun, di beberapa
perkampungan terdapat rumah tradisional dengan jarak tanah dengan lantai mencapai 3 meter.
Jarak tersebut dimaksudkan agar rumah yang dibangun tidak mengganggu aktivitas masyarakat,
sehingga orang masih bisa berdiri, berjalan, dan melakukan kegiatan lainnya di bawah rumah.

Kolong rumah tradisional Aceh memiliki banyak kegunaan. Mayoraitas masyarakat Aceh yang
bermata pencaharian sebagai petani atau nelayan memanfaat kolong untuk menyimpan hasil tani
atau hasil melaut. Sementara, bagi anak-anak, kolong rumah sering digunakan untuk bermain
permainan tradisional, seperti simbang, congkak, dan pingpong.

Tangga

Rumah tradisional Aceh juga umumnya memiliki tangga dengan ciri khas berjumlah ganjil,
yakni 7, 9, 11, atu 13. Dalam filosofi Aceh, angka ganjil merupakan bilangan khas dan sulit
ditebak.

Pintu

Pintu Rumoh Aceh didesain sedikit rendah. Tingginya hanya sebatas berdiri orang dewasa. Pada
bagian atas, terdapat balok melintang, sehingga setiap orang yang hendak masuk harus
menundukkan kepala terlebih dahulu. Menundukan kepala mengandung makna setiap tamu yang
masuk ke rumah hendaknya menaruh hormat pada tuan rumah. Namun, begitu sesudah masuk
rumah, tamu tidak perlu lagi menunduk, sebab jarak antara lantai dengan atap cukup tinggi .
Bagia Atas

Bagian sisi atas rumah ini berbentuk segitiga. Atap rumah mengerucut sehingga tampak lancip
ke atas. Atapnya disebut dengan bubong. Bagian yang menyatukan bubong kiri dan kanan
dinamakan perabung.

Hadap Rumah

Rumoh Aceh selalu menghadap timur dan barat. Hal tersebut dimaksudkan agar siapa pun yang
bertamu dapat dengan mudah menemukan arah kiblat. Selain itu, desain ini juga dimaksudkan
untuk keselamatan dari angin badai, sebab di Aceh angin kencang sering berembus dari barat
atau timur.
Bagian Segitiga

Bagian segitiga yang menghadap timur dan barat dilengkapi dengan komponen tulak angen yang
bentuknya berlubang-lubang dengan bentuk beragam, mulai dari hati, segitiga, bintang, atau
bentuk lainnya, sehingga lubang-lubang rongga angin tersebut juga berfungsi sebagai keindahan.
Atap Rumah

Atap rumah adat Aceh terbuat dari daun rumbia yang dianyam. Daun ini sengaja dipilih karena
ringan dan bisa mendatangkan hawa sejuk. Konstruksi atap diikat pada taloe pawai. Hal tersebut
dimaksudkan agar suatu waktu jika terjadi musibah kebakaran, salah satu alternatif penyelamatan
yang bisa dilakukan adalah dengan memotong tali atap.

Lantai

Lantai Rumoh Aceh terbuat dari papan yang tidak dipaku atau hanya disematkan begitu saja,
supaya suatu waktu papan bilah bisa dilepas dengan mudah. Hal ini sengaja dirancang demikian,
tertutama untuk keperluan memandikan jenazah sehingga air sisa mandi bisa langsung jatuh ke
tanah.
Pohon Kayu

Pada bagian luar rumah, terutama di sebelah barat, ditanam pohon kayu yang besar dan rindang.
Pohon ini tidak boleh ditebang karena berfungsi untuk penyelamatan dari angin dan banjir.
Pohon besar ini berfungsi menahan hantaman angin barat agar tidak langsung menghantam
badan rumah. Selain itu, rindang daunnya berfungsi meneduhkan halaman rumah.
 Makanan Khas Aceh

1. Kuah Sie Itek

Kita masih ke poin yang pertama yang bernama Kuah Sie Itek. Makanan dari khas
Aceh ini menjadi salah satu pilihan tepat untuk Anda yang gemar cita rasa daging itik.
Berbeda dengan kuliner berbahan itik pada umumnya, makanan asal Aceh satu ini
memiliki resep tersendiri dengan berbagai bumbu-bumbu yang membuatnya mampu
memberikanmu pengalaman mengkonsumsi kuliner itik yang berbeda.

2. Ayam Pramugari

Makanan yang satu ini menyajikan kenikmatan ayam kampung yang telah diberikan
bumbu tradisional, kemudian digoreng dengan daun temurui dan daun pandan. Cita
rasa dari masakan ini memang tidak terbantahkan dan sangat pas dilidah. Jika Anda
datang ke Aceh untuk keperluan berlibur atau yang lain, jangan lupa untuk
menikmatinya.
3. Kuah Masam Keu-Eung

Bagi Anda pecinta masakan berkuah, makanan tradisional asal Aceh satu ini wajib
masuk untuk dicoba. Masam Keuneung sendiri mempunyai arti Asam Pedas, dan
sesuai namanya, makanan khas Aceh ini memiliki cita rasa pedas dan asam yang
menyegarkan.
4. Mie Aceh

Ini merupakan makana khas Aceh yang paling terkenal. Makanan ini biasanya
disajikan dalam dua varian, yaitu digoreng dan juga menggunakan kuah. Kuliner
tradisional Aceh ini dilengkapi dengan berbagai pilihan topping mulai dari Kepiting,
Daging sapi, dan juga seafood.

Saat ini, diselain daerah Aceh, Anda bisa menemukan mie Aceh. Misalnya di Medan,
Anda bisa temukan mie Aceh dihampir setiap kecamatan.
5. Sate Matang

Sate Matang merupakan masakan khas Aceh yang berasal dari Daerah Matang. Yang
membuat masakan tradisional Aceh ini berbeda dengan sate lainnya adalah bahan
berupa daging sapi atau kambing yang diungkep dengan bumbu khas Aceh sebelum
kemudian dibakar.

Makanan khas daerah Matang ini penyajiannya juga dilengkapi kuah soto yang gurih
membuatnya makin menggoda untuk disantap.

6. Kuah Pliek U

Kuah Pilek U adalah makanan khas dari daerah Aceh Barat. Masakan berkuah yang
berisikan sayuran yang banyak ditemukan di tanah Aceh ini memiliki filosofi yang
dalam. Kuah Pliek U merupakan lambang dari eratnya kekerabatan dan keberagaman
masyarakat Aceh yang disatukan ke dalam sebuah kuali besar.
7. Rujak Aceh

Kuliner buah – buahan berikut ini bernama Rujak Aceh, yaitu salah satu kuliner yang
menawarkan rasa segar kepada penikmatnya. Terbuat dari buah Rumbia yang banyak
ditemukan di Aceh dan disirami saus rujak. Santapan khas Aceh ini juga kerap
disajikan dingin dengan parutan es sehingga membuatnya makin menyegarkan ketika
dimakan.

8. Ungkot Kemamah

Ungkot Kemamah termasuk makanan khas Aceh yang terbuat dari ikan Tuna yang
sebelumnya telah direbus dan dikeringkan. Masakan khas Aceh ini lalu diolah
menggunakan santan kelapa, kentang, cabai hijau, dan berbagai bumbu rempah
sehingga menghasilkan cita rasa menarik dan menggoda lidah.
9. Martabak Aceh

v
Makanan asal Aceh yang sangat populer lainnya adalah Martabak Aceh. Berbahan
dasar roti cane sebagai kulitnya, membuat martabak ini memiliki perbedaan dengan
martabak sejenisnya. Dengan cita rasa gurih dan sedikit pedas, kuliner khas Aceh ini
bisa menjadi camilan tepat untuk menemanimu menyeruput minuman kopi.

10. Ayam Tangkap

Makanan khas Aceh yang selanjutnya layak kamu cicipi adalah Ayam Tangkap.
Makanan ini terbuat dari potongan ayam yang digoreng, ciri khas dari kuliner asal
Aceh ini adalah daun teumura dan cabai hijau yang dioseng bersama ayam dan
ditaburi bawang goreng. Tentunya kuliner Aceh ini akan berikan Toppers sensasi
berbeda dalam menyantap ayam goreng.

dibuat dari pisang yang dibaluri dengan gula tebu dan diasapkan. Cita rasa manis dari
kuliner tradisional Aceh ini membuatnya banyak digemari.
 Baju Adat Aceh

Baju Meukeusah adalah pakaian adat Aceh yang terbuat dari bahan tenun sutra yang biasanya
memiliki warna dasar hitam, yang disebut Linto Baro.

Warna hitam dalam kepercayaan tradisional Aceh disebut sebagai simbol kebesaran. Karenanya
tidak jarang baju Meukeusah dianggap sebagai kebesaran adat Aceh.

Pada baju Meukeusah kita bisa menemukan sulaman benang emas yang mirip dengan kerah baju
budaya Tionghoa.

Sama seperti pakaiannya, celana panjang yang dikenakan pada pakaian adat Aceh untuk pria
juga berwarna hitam.

Namun celana atau dalam Bahasa Aceh disebut Sileuweu ini terbuat dari kain katun.

Banyak orang menyebutnya sebagai celana Cekak Musang.

Celana khas adat Melayu ini dilengkapi dengan penggunaan sarung dari bahan kain songket
berbahan sutra

Ini juga disebut sebagai Lamjaja Lamgugap, Ija krong, atau sangket yang diikat di pinggang
dengan panjang lutut atau 10 cm di atas lutut.
KEBERAGAMAN SUKU DAYAT

Di negara Indonesia yang kita cintai banyak sekali Suku dan budayanya, salah satu contohnya
suku dayak. Suku Dayak sendiri mempunyai kebudayaan yang beragam. Tapi apakah anda tahu
semua tentang suku dayak

Secara bahasa, Dayak sebetulnya bukanlah nama sebuah suku. Yang disebut “Orang Dayak”
dalam bahasa Kalimantan secara umum artinya adalah “Orang Pedalaman” yang jauh dari
kehidupan kota.
Dan ‘Orang Dayak’ itu tadi bukan dikhususkan untuk sebuah suku saja, akan tetapi terdapat
bermacam-macam suku. Contohnya, Dayak Kenyah, Dayak Hiban, Dayak Tunjung, Dayak
Bahau, Dayak Benua, Dayak Punan serta masih terdapat puluhan Uma (anak suku) yang tersebar
di berbagai hutan di wilayah Kalimantan.

Sebelum abad 20, secara keseluruhan Suku Dayak belum mengenal agama ‘samawi’, baik itu
Islam maupun yang lainnya. Yang menjadi kepercayaan mereka hanyalah kepada leluhur,
binatang-binatang, batu-batuan, serta isyarat alam yang mereka tafsirkan mirip seperti agama
Hindu kuno.
Dalam kehidupan sehari-harinya, mereka mempercayai macam-macam pantangan sesuai dengan
‘tanda’ dari alam.

Mereka mempunyai pantangan untuk berbaur dengan kehidupan masyarakat dari suku lain.
Sehingga mereka selalu hidup dengan dihantui rasa ketidaktenangan yang membuat mereka
selalu berpindah-pindah, dari hutan satu ke hutan yang lainnya. Dari goa satu ke goa yang
lainnya dan seterusnya.

Diantara Suku Dayak yang paling ‘eksklusif’ bahkan bisa dibilang sangat primitif adalah Suku
Dayak Punan. Suku yang satu ini bahkan sulit berkomunikasi dengan masyarakat umum.
Kebanyakan dari mereka tinggal di hutan yang lebat atau di dalam goa. Sebetulnya, ini juga
bukan murni ‘kesalahan’ mereka. Mereka hanya mengikuti pantangan dari ‘leluhur’ yang mereka
takut jika melanggar pantangan tersebut, akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Dalam satu cerita, konon leluhur mereka ini berasal dari satu negeri yang bernama ‘Yunan’ di
Cina. Mereka berasal dari satu keluarga kerajaan Cina yang kalah dalam peperangan dan pergi
untuk mengamankan diri hingga sampailah di pulau Kalimantan.

Mereka pun merasa aman untuk tinggal di Kalimantan. Walau sudah begitu, mereka masih
memiliki trauma akibat kalah dalam peperangan sehingga mereka takut bertemu dengan
kelompok masyarakat manapun.
Mereka khawatir peperangan akan terulang kembali sehingga suku mereka bisa punah. Maka
dari itu para leluhur mereka membuat pantangan untuk tidak menemui satupun kelompok yang
berbeda dari kalangan mereka.

Kebudayaan Suku Dayak

 Pakaian Adat Suku Dayak

Pakaian adat untuk wanita dinamakan Ta’a dan untuk para lelakinya bernama sapei sapaq.
Biasanya pakaian adat tersebut digunakan saat acara besar dan menyambut tamu agung. Ta’a
terdiri dari da’a yaitu semacam ikat kepala yang terbuat dari pandan yang umumnya digunakan
oleh orang tua. Atasan atu baju yang mereka kenakan disebut sapei inoq dan bawahannya berupa
rok yang disebut dengan Ta’a. Baik atasan maupun bawahan semua dihiasi dengan manik-manik
agar terlihat cantik.

Wanita yang memakai ta’a ini biasanya dilengkapi dengan uleng atau hiasan kalung manik
sampai bawah dada. Sedangkan untuk para lelaki masyarakat Dayak mengenakan pakaian yang
disebut dengan Sapei sadaq dengan corak dan motif yang hampir sama dengan pakaian adat
perempuan dayak. Namun, pada sapei sapaq atasan dibuat rompi dan bawahannya adalah cawat
yang disebut abet kaoq.

Umunya , para pria dayak melengkapi penampilan mereka dengan mandau ayng terikat pada
pinggang mereka. Pada umumnya , tidak ada perbedaan mencolok dari motif antara lelaki dan
perempuan maupun si bangsawan dan si rakyat biasa, hanya saja di beberapa daerah yang masih
mengenal kasta jika anda memakai pakaian adat yang bercorak enggang atau harimau berarti
yang memakainya adalah keturunan bangsawan.
Jika anda memakai motif tumbuhan berarti anda adalah orang biasa. Pada umumnya , pakaian
adat suku dayak kebanyakan mengambil motif kehidupan binatang dan alam namun yang paling
banyak tetap saja kehidupan amrga satwa terutama burung. Demikian pula dengan tari-tariannya
yang sering menggambarkan kehidupan burung dengan bulu cantik yang sedang melakukan
gerakan terbang. Sungguh menarik bukan , jika anda ingin mengetahuinya lebih dalam lagi ,
anda jangan sedih , semua hal ini bisa anda rasakan jika anda berkunjung Ke kalimantan.

 Rumah Adat Suku Dayak

Rumah Betang atau rumah Panjang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di
berbagai penjuru Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat
pemukiman sku Dayak. Bentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi di berbagai tempat. Ada
rumah Betang yang mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter.

Umumnya rumah Betang dibangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga hingga lima
meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah Betang ini untuk menghindari datangnya banjir
pada musim penghujan yang mengancam daerah-daerah di hulu sungai di Kalimantan. Beberapa
unit pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih dari satu buah tergantung dari besarnya
rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut. Setiap rumah tangga (keluarga) menempati
bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut.

Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang
Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan
masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum
adat. Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagai makanan, suka-duka
maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang.

Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan di
antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mereka miliki.
Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu perbedaan.
Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, agama, ataupun latar belakang sosial.

Tarian Suku Dayak

 Tari Hudoq

adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang biasa dilakukan setiap selesai
manugal atau menanam padi, pada bulan September – Oktober. Semua gerakannya, konon
dipercaya turun dari kahyangan. Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak
Modang, Tari Hudoq ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang berada di alam
nirwana.

Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh nenek moyang akan selalu berada di
sekeliling mereka untuk membimbing dan mengawasi anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal
dari Asung Luhung atau Ibu Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam
Apo Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang bisa memanggil roh baik
maupun roh jahat.

Oleh Asung Luhung, roh-roh yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu ditugaskan untuk menemui
manusia. Namun karena wujudnya yang menyeramkan mereka diperintahkan untuk mengenakan
baju samaran manusia setengah burung. Para Hudoq itu datang membawa kabar kebaikan.
Mereka berdialog dengan manusia sambil memberikan berbagai macam benih dan tanaman obat-
obatan sesuai pesan yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah itulah, nama Hudoq melekat
di masyarakat Dayak Bahau dan Modang.

 Tarian Leleng

Tarian Leleng adalah tarian gadis suku dayak Kenyah yang bercerita tentang seorang gadis
bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa dengan pemuda yang tak dicintainya.
Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian ini disebut tarian Leleng karena saat
di tarikan diiringi nyanyian lagu Leleng.

 Tarian Leleng
Tarian Kancet Papatai adalah tarian perang yang bercerita tentang seorang pahlawan Dayak
Kenyah yang sedang berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit,
penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari. Dalam tari Kancet Pepatay,
penari memakai pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah lengkap dengan peralatan perang seperti
mandau, perisai dan baju perang.

Tarian ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.Kancet
Pepatai adalah tarian dari suku Dayak Kenyah, mengisahkan tentang keberanian para pria (ajai)
suku Dayak Kenyah dalam berperang. Tarian ini mengisahakan dari awal mula perang sampai
dengan upacara pemberian gelar bagi ajai yang sudah berhasil mengenyahkan musuhnya.

Alat Musik Suku Dayak

 GARANTUNG atau gong merupakan salah satu alat musik yang digunakan masyarakat
Suku Dayak. Selain garantung masyarakat Dayak juga menyebutnya dengan gong dan
agung. Garatung diklasifikasikan sebagai salah satu alat musik dalam kelompok
idiophone yang terbuat dari bahan logam; besi, kuningan, atau perunggu.

 Gandang (GENDANG) MASYARAKAT Suku Dayak mengenal dengan baik alat musik
gandang sebagai salah satu alat musik dari kelompok membranophone untuk mengiringi
tarian dan lagu yang dinyanyikan. Karena itu, alat musik gandang pun sangat populer
sebagai sebuah bagian harmoni di kalangan masyarakat Suku Dayak

 Kalali ialah alat music tiup yang terbuat dari buluh kecil yang telah dikecilkan. Ukuran
panjang setengah meter dengan ujung beruas dan dibuat luang kecil dekat ruas tersebut.
Ujung ruas diraut agar dapat dipasang sepotong roan yang telah diraut pula berbentuk
tipis. Buluh rotan diikat pada batang kalali, kemudian dibuat lima buah lubang untuk
menentukan tinggi rendahnya nada

 Tote ialah alat music tiup yang terbuat dari buluh kecil yang telah dikeringkan dan ujung
sebelahdalamnya diberi lidah. Pada batang dibuat dua atau tiga buah lubang. Untuk
menghasilkan bunyi ang merdu dan menyayat kalbu, tote atau serupai ditiup pada baian
uungnya.
 Suling Balawung ialah alat music tiup yang terbuat dari bamboo berukuran kecil dengan
lima lubang dibagian bawah dan satu lubang dibagian atas. Suling Balawang bias
digunakan oleh perempuan.

Adat Istiadat Suku Dayak

Meskipun sebagian Suku Dayak sudah mau berbaur dengan masyarakat umum, namun yang
menjadi satu ciri khas mereka adalah mereka tetap berpegang teguh kepada adat istiadat dari
nenek moyang mereka terutama yang berhubungan dengan supranatural.

 Upacara Tiwah

merupakan satu acara adat suku Dayak. Tiwah adalah ritual yang dilaksanakan untuk
pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah
tempat semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal
dunia.

Bagi suku Dayak, Upacara Tiwah adalah momen yang sangat sakral. Pada acara Tiwah ini,
sebelum tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar dan diletakkan ke tempatnya
(Sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain. sampai
akhirnya tulang-tulang tersebut di letakkan di tempatnya (Sandung).

 Tari Kancet Papatai

merupakan seni budaya dalam bentuk tari-tarian perang. Tari ini bercerita tentang seorang
pahlawan suku Dayak Kenyah yang sedang berperang melawan musuh. Tarian ini juga
menggambarkan tentang keberanian para pria atau ajai suku Dayak Kenyah dalam berperang,
mulai perang sampai dengan upacara pemberian gelar bagi pria atau ajai yang sudah berhasil
mengenyahkan musuhnya.

Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan
para penari. Kancet Papatai diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik
sampe.

 Dunia supranatural
Dunia supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak dulu menjadi ciri khas kebudayaan
Dayak. Asal anda tahu saja, karena kegiatan supranatural ini pula orang luar negeri sana
menyebut Dayak sebagai pemakan manusia (kanibal) . Tetapi walaupun begitu suku Dayak
bukanlah seperti itu, sebenarnya suku Dayak cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan
ditindas semena-mena.

 Manajah Antang

Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya. Contohnya, Manajah Antang.


Manajah Antang merupakan satu cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari
keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang,
dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan.

 Mangkok Merah

Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang
Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. Panglima perang atau biasa disebut
pangkalima oleh masyarakat Dayak, biasanya akan mengeluarkan isyarat siaga berupa mangkok
merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-
hari banyak orang tidak tahu siapa pangkalima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja
ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa.

Sistem Kepercayaan Suku Dayak

Masyarakat Dayak terbagi menjadi beberapa suku, yaitu Ngaju, Ot, Danum, dan Ma’anyan di
Kalimantan Tengah. Kepercayaan yang dianut meliputi: agama Islam, Kristen, Katolik, dan
Kaharingan (pribumi). Kata Kaharingan diambil dari Danum Kaharingan yang berarti air
kehidupan. Masyarakat Dayak percaya pada roh-roh:

 Sangiang nayu-nayu (roh baik);


 Taloh, kambe (roh jahat).

Dalam syair-syair suci suku bangsa Ngaju dunia roh disebut negeri raja yang berpasir emas.
Upacara adat dalam masyarakat Dayak meliputi:

 upacara pembakaran mayat,


 upacara menyambut kelahiran anak, dan
 upacara penguburan mayat.
 Upacara pembakaran mayat disebut tiwah dan abu sisa pembakaran diletakkan di sebuah
bangunan yang disebut tambak.

Sistem Kekerabatan Suku Dayak

Sistem kekerabatan masyarakat Dayak berdasarkan ambilineal yaitu menghitung hubungan


masyarakat melalui laki-laki dan sebagian perempuan. Perkawinan yang ideal adalah perkawinan
dengan saudara sepupu yang kakeknya saudara sekandung (hajanen dalam bahasa Ngaju).
Masyarakat Dayak tidak melarang gadis-gadis mereka menikah dengan laki-laki bangsa lain
asalkan laki-laki itu tunduk dengan adat istiadat.

Bahasa Suku Dayak

Awal mula bahasa Dayak dari bahasa Austronesia yang masuk melalui bagian utara Kalimantan
kemudian menyebar kea rah timur hingga masuk ke pedalaman, serta pulau-pulau di Pasifik dan
Selandia Baru. Sampai saat ini, bahasa Dayak berkembang seiring beragam pengaruh.
Kedatangan bangsa-bangsa ini membawa pengaruh dan kebudayaan yang beragam. Biasanya
penduduk suatu wilayah dibedakan antara “pribumi sejati” yaitu orang Dayak yang memiliki
animism dan orang Melayu yang Muslim, serta penetap Cina dan India yang datang kemudian.
Ciri-ciri budaya, bahasa dan agama menyebar tanpa mengindahkan asal suku dan melanggar
batas kebudayaan serta bahasa yang tadinya ada.

Beberapa sumber mengatakan bahwa bahasa di Kalimantan termasuk dari rumpun bahasa
Austronesia. Namun para ahli membedakan bahasa yang di pakai di Sabah dan Filipina, bahasa
Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Melayu. Selain pengaruh bahasa dari luar, bahasa dan
dialek juga dipengaruhi letak geografis yang ditumbuhi hutan hujan trofis.

Pada umumnya orang Dayak di Kalimantan Timur sudah dapat berbahasa Indonesia, terutama
kaum muda, karena mereka sudah cukup lama berinteraksi dengan masyarakat lainnya dan juga
mereka harus bisa berkomunikasi dengan suku Dayak lainnya yang memiliki perbedaan bahasa.
Bahasa perantara orang Dayak adalah bahasa Ot Danum atau Dohoi. Sedangkan bahasa tertua
adalah Sangen atau Sangiang yang dipakai dalam upacara adat. Pada saat ini, hanya sedikit orang
Dayak yang mengetahui bahasa Sangiang ini.

Orang Dayak di Kalimantan, terutama Kabupaten Kutai Kartanegara, memilki bahasa dan dialek
masing-masing, seperti Dayak Kenyah dan Dayak Kayan memiliki bahasa yang tidak jauh
berbeda dan masih lebih banyak persamaannya yang termasuk dalam rumpun Apau Kayan.
Dayak Bahau sendiri sebenarnya termasuk suku Kayan yang memiliki 2 dialek, Bahau Sa’ dan
Bahau Busang.

Dayak Modang juga menggunakan bahasa Bahau. Dayak Benuaq dan Dayak Ngaju memiliki
bahasa yang sama yaitu bahasa otrang Ma’anyan. Dayak Punan yang memiliki 24 sub suku
Punan, masing-masing memiliki bahasa dan dialek sendiri. Beberapa sub suku menggunakan
bahasa Punan dan Busang, ada juga bahasa Bekatan dan Lisum yang digunakan. Dayak Tunjung
memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Tunjung, ada 4 dialek yang mereka gunakan. Mereka juga
menggunakan bahasa Kutai, mereka juga mengerti bahasa Benuaq.

Makanan Khas Suku Dayak

 Juhu Singkah / Umbut Rotan

Umbut Rotan (rotan muda) adalah salah satu makanan khas yang dimiliki oleh Suku Dayak,
terutama dari Kalimantan Tengah. Dalam bahasa Dayak Maanyan, umbut rotan dikenal dengan
uwut nang’e. Sedangkan dalam bahasa Dayak Ngaju dikenal dengan juhu singkah. Umbut rotan
ini dikenal masyarakat dayak karena mudah diperoleh didalam hutan tanpa perlu menanamnya
terlebih dahulu.

 Kalumpe / Karuang

Kalumpe / karuang adalah sayuran yang dibuat dari daun singkong yang ditumbuk halus.
Kalumpe merupakan bahasa Dayak Maanyan dan karuang sebutan sayur ini dalam bahasa Dayak
Ngaju. Dalam pembuatannya, biasanya daun singkong ditumbuk halus dan dicampur dengan
terong kecil atau terong pipit. bumbu untuk masakan ini adalah bawang merah, bawang putih,
serai dan lengkuas yang dihaluskan. Apabila ingin bisa ditambahkan cabe. Kalumpe terasa
sangat enak apabila sedang panas. Masakan ini biasa disajikan bersama dengan sambal terasi
yang pedas dan ikan asin.

 Wadi

Wadi adalah makanan berbahan dasar ikan atau menggunakan daging babi. Wadi bisa dibilang
adalah makanan yang “dibusukan”. Namun pembusukan ini tidak dibiarkan begitu saja, sebelum
disimpan, ikan atau daging akan dilmuri dengan bumbu yang terbuat dari beras ketan putih atau
bisa juga biji jagung yang di-sangrai sampai kecoklatan kemudian di tumbuk manual atau di
blender. Dalam bahasa Dayak Maanyan bumbu ini disebut dengan Sa’mu dan dalam bahasa
Dayak Ngaju disebut dengan Kenta.

Anda mungkin juga menyukai