Anda di halaman 1dari 6

PANDANGAN MUFASSIR MENGENAI "SIIMAHUM FI WUJUHIHIM

MIN ATSAR AS-SUJUD" (STUDI KOMPARASI TAFSIR AL-QURTHUBI,


AL-MIZAN DAN NUR ATS- TSAQALAIN)

Disusun Oleh :
Muhammad Amin Husaini (11200340000031)

PROGRAM STUDI ILMU AL QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS


USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2022
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang mendasarkan praktik dan keyakinannya pada
pelaksanaan ibadah. Ibadah dalam Islam mencakup berbagai aktivitas spiritual,
seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan ibadah-ibadah lainnya. Ibadah merupakan
salah satu pilar utama dalam kehidupan seorang Muslim, karena ia bertujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah, memperoleh keberkahan, serta meningkatkan
kualitas spiritual dan moral individu..
Pada hakikatnya, ibadah dalam Islam merujuk pada semua bentuk
pengabdian dan penyembahan yang dilakukan oleh seorang Muslim kepada Allah
SWT. Ibadah adalah inti dari agama Islam dan merupakan bagian penting dari
kehidupan seorang Muslim. Selain itu, ibadah dalam Islam juga melibatkan
pengorbanan dan penyerahan diri kepada Allah SWT. Umat Muslim diharapkan
melaksanakan ibadah dengan niat yang ikhlas, tulus, dan penuh kesadaran akan
kebesaran Allah. Ibadah yang dilakukan dengan hati yang ikhlas dianggap sebagai
bentuk pengabdian yang paling berarti dan dapat memperoleh keberkahan dari
Allah SWT.

Ibadah dalam Islam dapat dikelompokkan menjadi dua jenis utama, Ibadah
Mahdhah (Ibadah yang Ditentukan): Ibadah jenis ini merujuk pada semua perintah
ibadah yang telah ditetapkan secara jelas oleh Allah dalam Al-Qur'an dan Sunnah
Rasulullah Muhammad SAW. Contoh-contoh ibadah mahdhah termasuk salat
(sholat), puasa (saum), zakat, haji, membaca Al-Qur'an, serta menjalankan semua
perintah dan larangan yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan ibadah
Ghairu Mahdhah (Ibadah yang Tidak Ditentukan): Ibadah jenis ini mencakup
semua bentuk ibadah yang tidak secara khusus disebutkan dalam Al-Qur'an dan
Sunnah, tetapi masih diperbolehkan dalam Islam. Contoh-contoh ibadah ghairu
mahdhah meliputi doa-doa pribadi, bersedekah dengan jumlah yang tidak
ditentukan, zikir, menghafal Al-Qur'an di luar waktu sholat, serta semua perbuatan
baik lainnya yang dilakukan dengan niat ibadah kepada Allah.1

1
Syarifudin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqih II, Hal 24
ibadah shalat memiliki posisi yang sangat penting dalam Islam. Nabi
Muhammad SAW menjadikan shalat sebagai tiang agama Shalat adalah sarana
langsung bagi seorang muslim untuk berkomunikasi dan beribadah kepada Allah.
Dalam shalat, seorang muslim menunjukkan ketaatannya kepada Allah dengan
mengikuti perintah-Nya. Shalat juga mengajarkan kedisiplinan, pengendalian diri,
dan pengabdian yang tinggi kepada Allah. Shalat melibatkan gerakan fisik, bacaan
Al-Qur'an, doa, dan dzikir yang membantu dalam memurnikan jiwa, membersihkan
hati, serta meningkatkan kesadaran dan kekhusyukan dalam beribadah kepada
Allah,

dalam pelaksanaan shalat, sujud adalah salah satu perbuatan penting yang
dilakukan oleh seorang muslim. Sujud adalah posisi saat seorang muslim
meletakkan dahi, hidung, kedua tangan, lutut, dan ujung kaki di atas lantai atau
tempat sujud dengan niat ibadah kepada Allah. Sujud merupakan ungkapan
penghormatan dan penghambaan yang tinggi kepada Allah. Dengan meletakkan
bagian-bagian tubuh yang disebutkan di atas ke tanah, seorang muslim mengakui
kebesaran Allah dan kerendahan dirinya sebagai hamba-Nya2.

Ketika sujud, beberapa orang memiliki dahi hitam karena sering sujud, yang
mirip dengan apa yang dijelaskan dalam Al-Qur'an dalam surat al-Fath ayat 29.
Dari konteks ayat “atsar al-sujud”, tidak terlepas dari ayat-ayat sebelumnya dalam
Al-Qur’an. Ayat di atas merupakan satu kesatuan dan untuk memahaminya harus
dipahami secara utuh. Ungkapan “simahum fi wujuhihim min..” berarti “tanda-
tanda yang tampak dari wajahnya”. Beberapa ulama menyatakan bahwa ungkapan
ini mengacu pada keadaan fisik orang-orang yang rajin sujud, yang mungkin
memiliki bekas atau tanda-tanda sujud pada dahinya. Hal ini bisa terjadi karena
seringnya mereka bersujud dan bersentuhan dengan lantai saat beribadah. Namun,
penting untuk dicatat bahwa ini adalah interpretasi yang mungkin, dan tidak ada
penjelasan yang tegas atau spesifik dalam teks Al-Qur'an mengenai dahi yang
menjadi hitam atau tanda fisik lainnya akibat sujud..

2
Sabiq Sayyid, Fikih Sunnah I-II, Hal 233
Meski begitu, dalam surat Al-Fath ayat 29, terdapat pro dan kontra terkait tujuan
sujud sebelumnya. Suatu jenis sujud dengan dahi hitam. Sering diyakini bahwa
tanda hitam di dahi seorang Muslim menandakan bahwa dia rajin sholat.

B. Identifikasi Masalah
1. Penafsiran surat al-Fath ayat 29 dalam Alquran.
2. Pendapat Imam al-Qurthubi dalam menafsirkan atsar as-sujud dalam surat
al-Fath ayat 29
3. Pendapat Muhammad Husain Thabathaba'i dalam menafsirkan atsar as-
sujud dalam surat al-Fath ayat 29
4. Pendapat Syeikh al-Urusi al-Huwaizi dalam menafsirkan atsar as-sujud
dalam surat al-Fath ayat 29
C. Batasan Masalah
penulis membatasi pembahasan hanya dalam pemaknaan kalimat “wajah” dan
“Atsar Sujud” pada penafsiran dari beberapa mufassir .
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penafsiran atsar as-sujud dalam tafsir Al-Qurthubi, Al-Mizan,
dan al-Nur al-Tsaqalain
E. Tujuan penelitian
dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan tafsir kalimat “Fii Wujuhihim min athar as-sujud” dalam
Tafsir Al-Qurthubi, Al-Mizan dan al-Nur al-Tsaqalain.
F. Manfaat Penelitian
Dengan hasil penelitian ini, peneliti berharap dapat bermanfaat bagi peneliti
dan pembaca. Secara khusus memberikan keunggulan dalam bidang akademik
sehingga dapat menjadi referensi yang baik di masa mendatang. adapun
manfaatnya :
1. dapat menjadi referensi atau literatur yang baik untuk pengembangan
pengetahuan dan bisa menjadi bentuk kontribusi bagi perkembangan
pemikiran keagamaan.
2. Sangat dimungkinkan untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi
generasi muda dari penafsiran para ulama atas kata atsar as-sujud yang
terkandung dalam Al-Qur'an. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
dengan metode penelitian kepustakaan, khususnya dengan mengumpulkan
data dan informasi yang berkaitan dengan topik.
G. Kajian terdahulu
1. Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Riadi jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir,
fakultas Ushuluddin, Universitas Negeri Syarif Hiayatullah Jakarta dengan
judul Pemaknaan “Atsar as-sujud” dalam Al-Qur’an ditulis oleh. Untuk
memperoleh gelas S1. Dalam kajian yang ditulis oleh Ahmad Riadi ini
menjelaskan pengertian atsar a-sujud ditinjau dari hadits dan berbagai
penafsiran dan berbagai penjelasan dari para ulama.
2. Jurnal yang ditulis oleh Mohammad Subhan amzami pada bulan Desember
2018 di Institut Agama Islam Negeri Madura dengan judul Kontroversi jidat
hitam di madura: Studi Penafsiran Komparatif-Sektarian QS. al-Fath} [48]:
29 Dalam penelitian ini, Mohammad subhan membandingkan makna
kalimat “atsar as-sujud” dalam berbagai penafsiran” serta beberapa para
pemuka agama di sekitar.
H. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kajian kepustakaan
(library research) dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif dapat dipahami sebagai metode penelitian yang menggunakan data
deskriptif. Tujuan penelitian kualitatif ini adalah untuk menjelaskan serta
mengumpulkan berbagai data dan informasi yang berkaitan dengan topik
kajian.
I. Sistematika penulisan penelitian
Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman dalam mendapatkan
hasil yang lebih sistematis, maka pemulisan ini akan dibagi menjadi beberapa
bab dan sub-sub bab dengan perincian sebagai berikut:
BAB I berisi tentang Latar Belakang Masalah Penelitian, Identifikasi
Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, kajian teori, kemudian Metodologi penelitian yang digunakan dalam
penelitian, dan yang terahir Sistematika Penulisan penelitian untuk
mempermudah penyusunan pembahasan dalam penelitian.
BAB II membahas mengenai tinjauan umum tentang tafsir, seperti
pengertian metode tafsir yang dipakai dalam tiga kitab tafsir yang ada pada
penelitian, macam-macam metode tafsir, pengertian corak tafsir, dan macam-
macam mcorak dalam tafsir.
BAB III membahas tentang analisis penafsiran makna "wajah" dan "atsar as-
sujud". bab ini menaparkan tentang metode dan corak dalam kitab Tafsir al-
Qurthubi, Tafsir al-Mizan dan Tafsir Nur Al-Tsaqalain.
Bab IV, sebagai bab penutup yang terdiri dari beberapa kesimpulan dan
hasil telaah penelitian serta saran terkait dengan penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai