Anda di halaman 1dari 19

B.

Solusi Mengatasi Kelangkaan Minyak Goreng


Dalam kurun waktu dua dekade terakhir, Indonesia telah beberapa kali
menghadapi persoalan kelangkaan minyak goreng. Penyebabnya dan upaya
mengatasinya pun beragam, mulai dari intervensi pemerintah hingga kerja sama
dengan pengusaha.

Barangkali tak pernah terbayangkan oleh nenek moyang bangsa ini bahwa
kelak Indonesia akan menjadi bangsa pencinta aneka gorengan. Ikan, ayam, adonan
sayuran, hingga es krim pun kini disajikan dengan cara digoreng.

Dahulu, Indonesia adalah bangsa yang gemar dengan aneka makanan dengan
cara direbus atau dibakar. Cara pengolahan makanan ini diperkirakan telah dikenal
sejak masa neolitikum atau sekitar 10.000 tahun yang lalu.

Pada periode neolitik awal saat manusia telah mengenal pembuatan tembikar,
daging yang sebelumnya dibakar diperkirakan telah diolah dengan cara yang berbeda.
Dengan menggunakan wadah tembikar, daging diolah dengan cara direbus sebelum
dimakan (Susilowati, 2009).

Salah satu bukti arkeologis yang juga menggambarkan tentang menu makanan
nenek moyang bangsa Indonesia tergambar dalam relief Candi Borobudur. Harang-
Harang Kasyam atau Sidat Bakar Madu menjadi salah satu menu yang diukir oleh
nenek moyang bangsa. Makanan dari ikan sidat ini diperkirakan diolah dengan cara
dibakar.

Hingga kini, pengolahan makanan dengan cara direbus dan dibakar masih
diwarisi secara turun-temurun. Suku Mentawai di Sumatera Barat, misalnya, hingga
saat ini masih memiliki tradisi memakan olahan sagu dengan ikan rebus.

Namun, kebiasaan konsumsi makanan rebusan ini perlahan tergantikan dengan


cara menggoreng. Kebiasaan ini diperkirakan dikenal oleh bangsa Indonesia saat
bersentuhan dengan kebudayaan China.
Namun, sebagian teori lain menyebutkan bahwa teknik menggoreng telah
dikenal di Nusantara seiring penggunaan logam yang telah dikenal sejak masa
perundagian dan penggunaan minyak kelapa di sejumlah wilayah.

Sejumlah warga mengangkat jerigen minyak sebagai bentuk protes pada kelangkaan
minyak goreng saat mengantre operasi pasar di Pasar Alang-Alang Lebar,
Palembang, Sumatera Selatan, Sampai saat ini, distribusi minyak goreng masih
bermasalah menyebabkan warga kesulitan mendapatkan minyak goreng.

Terlepas dari perdebatan ini, yang jelas, masyarakat Indonesia sejak lama telah
terbiasa mengonsumsi makanan gorengan. Salah satu catatan tentang kebiasaan ini
tergambar dalam catatan Justus van Maurik, pengusaha Belanda yang menjadi
pelancong di Pulau Jawa pada akhir abad ke-19.

Saat itu, ia menemukan warung di pinggir jalan yang menjual berbagai makanan,
termasuk ikan goreng. Ikan goreng juga ditemui di warung yang terletak di
perkampungan orang-orang Tionghoa (Soedewo, 2009).

Kebutuhan utama

Setelah Indonesia merdeka, kebiasaan mengonsumsi makanan gorengan kian


jamak ditemui. Pada tahun 1950-an, misalnya, saat masyarakat Indonesia mulai
mengenal slogan 4 sehat 5 sempurna. Slogan ini mulai diperkenalkan setelah
Indonesia melalui gejolak revolusi. Disadari atau tidak, slogan ini pada akhirnya
melekat dan mulai tertanam dalam benak masyarakat untuk mengonsumsi ikan, tahu,
atau tempe goreng.

Bahkan, dalam buku pelajaran pada era Orde Baru, makanan yang digoreng
kerap menghiasi gambar di buku pelajaran, seperti telur mata sapi, ikan goreng,
hingga ayam goreng. Sejak masa kanak-kanak pun, aneka makanan gorengan telah
menghiasi alam pikiran masyarakat Indonesia dalam pendidikan formal.

Boleh jadi, kondisi inilah yang bermuara pada tingginya kebutuhan terhadap
minyak goreng pada setiap generasi. Pada zaman Orde Baru, misalnya, saking
pentingnya, minyak goreng bahkan menjadi bagian dari bantuan luar negeri utama
yang diterima oleh Departemen Sosial pada tahun 1978-1979.

Berdasarkan catatan arsip Kompas, bantuan ini diberikan bersama beras dan
susu yang juga menjadi kebutuhan utama masyarakat.

Tingginya kebutuhan terhadap minyak goreng tidak selalu diiringi oleh


ketersediaan stok di pasaran.
Hingga kini, minyak goreng juga kerap diberikan dalam setiap bantuan sosial.
Bahkan, tak jarang minyak goreng menjadi gerbang pembuka bagi aktor politik untuk
mendekatkan diri pada masyarakat. Kondisi ini menegaskan betapa pentingnya
minyak goreng dalam kehidupan sehari-hari.

Sayangnya, tingginya kebutuhan terhadap minyak goreng tidak selalu diiringi


oleh ketersediaan stok di pasaran. Sejak tahun 1998 hingga saat ini, tercatat Indonesia
telah beberapa kali mengalami kelangkaan minyak goreng.

Di tengah gejolak politik dan krisis ekonomi 1998, minyak goreng adalah salah
satu kebutuhan yang sulit untuk ditemukan saat itu. Daerah-daerah di Indonesia
bagian barat hingga Indonesia bagian timur mengeluhkan hal yang sama, yakni
kelangkaan stok minyak goreng.

Ratusan orang mengantre membeli minyak goreng saat operasi pasar minyak
goreng di kantor Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Selasa
(11/1/2022). Sebanyak 4.000 liter minyak goreng yang dijual Rp 14.000 per liter
disiapkan dalam operasi pasar ini.

Saat itu, penyebab kelangkaan minyak goreng beragam. Di Makassar, Sulawesi


Selatan, kelangkaan minyak goreng terjadi pada Januari 1998 karena pabrikan
kesulitan memperoleh kopra sebagai bahan baku.

Produksi kopra dari petani mengalami penurunan yang diduga akibat perubahan
cuaca. Akibatnya, harga minyak goreng melambung hingga 86 persen dari Rp 35.000
menjadi Rp 65.000 per jeriken isi 22 liter.

Gejolak politik, stabilitas harga minyak sawit, pasokan bahan baku, hingga
biaya angkut menjadi faktor pendorong yang berdampak pada keresahan sosial di
tengah-tengah masyarakat

Kelangkaan minyak goreng juga masih terjadi pada Februari 1998 pada
sejumlah daerah, seperti DKI Jakarta, Surabaya, dan Medan. Saat itu kelangkaan
minyak goreng tidak terlepas dari gejolak nilai tukar rupiah sehingga berdampak pada
ketidakpastian biaya produksi.

Pada Mei 1998, kelangkaan minyak goreng masih dialami oleh sejumlah
daerah, seperti Bandar Lampung, Semarang, dan Bandung. Tingginya biaya angkut di
tengah gejolak politik dan krisis ekonomi turut menjadi salah satu penyebab
kelangkaan minyak goreng.

Arsip pemberitaan Kompas, Jumat (8/1/1998), yang memuat tentang panic


buying masyarakat berbelanja berbagai kebutuhan pokok, termasuk minyak goreng di
swalayan.

Pada periode reformasi, kelangkaan minyak goreng juga pernah terjadi di Bandung,
Jawa Barat, pada Mei 2007. Pada saat yang bersamaan, kenaikan harga minyak
goreng juga mencekik masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kondisi ini disebabkan oleh membaiknya harga minyak kelapa sawit mentah
(CPO) dunia sehingga ekspor dari Indonesia meningkat. Kenaikan ekspor ini
berdampak pada berkurangnya pasokan bahan baku minyak goreng sehingga
mengurangi produksi minyak goreng di sejumlah daerah.

Kini, persoalan serupa kembali terjadi. Berdasarkan temuan Ombudsman,


kelangkaan minyak goreng disebabkan oleh sejumlah faktor, yakni adanya
penimbunan, pengalihan penjualan dengan harga yang lebih mahal, dan kepanikan
masyarakat yang memicu pembelian dalam jumlah banyak(panic buying).
SOLUSI

Dari catatan sejarah terkait kelangkaan minyak goreng di Indonesia, diketahui


bahwa banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan minyak goreng.

Gejolak politik, stabilitas harga minyak sawit, pasokan bahan baku, hingga
biaya angkut menjadi faktor pendorong yang berdampak pada keresahan sosial di
tengah-tengah masyarakat. Keresahan sosial ini tergambar dari sebagian masyarakat
yang rela antre lama untuk mendapatkan minyak goreng dengan harga murah.

Bahkan, pada Februari 1998, antrean minyak goreng di Pekanbaru, Riau,


pernah menyebabkan lima orang pingsan (Kompas, 10 Februari 1998). Hal ini
menegaskan bahwa keresahan sosial akibat kelangkaan minyak goreng bukan
pertama kali terjadi.

Beberapa strategi pun pernah diterapkan oleh pemerintah untuk mengatasi


kelangkaan minyak goreng sekaligus menekan harga minyak goreng di pasaran. Pada
tahun 2007, misalnya, produsen minyak kelapa sawit mentah dan produsen minyak
goreng sepakat mengurangi laba demi menyubsidi harga minyak goreng di pasar
dalam negeri.

Kebijakan ini disepakati pada Mei 2007 seusai pemerintah melakukan rapat
tertutup dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Asosiasi Industri
Minyak Makan Indonesia, dan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia. Hal ini
dilakukan demi mengamankan stok minyak goreng dalam negeri dengan harga yang
normal.

Strategi lain yang pernah dilakukan oleh pemerintah dan pengusaha untuk
menjamin stok dan stabilitas harga minyak goreng adalah dengan melakukan operasi
pasar minyak goreng dan pembatasan pembelian sebelum harga semakin bergejolak.
Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat secara langsung di lapangan untuk tidak
membeli minyak goreng dalam jumlah banyak juga menjadi strategi tak kalah penting
yang pernah dilakukan pemerintah selama sekitar 20 tahun terakhir untuk
menghadapi kelangkaan minyak goreng.

Bagaimanapun, sebagai bahan kebutuhan utama, stok minyak goreng tentu


perlu dijamin untuk selalu tersedia di tengah-tengah masyarakat. Jika tidak,
implikasinya tentu akan menyentuh ranah kekuasaan politik karena menimbulkan
keresahan sosial.Stok minyak goreng perlu dijamin untuk selalu tersedia di tengah-
tengah masyarakat.

Atau, jika di masa yang akan datang kebutuhan ini dirasa sulit untuk terpenuhi,
narasi tentang makanan yang digoreng perlu dikurangi. Narasi untuk kembali ke
makanan rebusan, kukus, atau pengolahan lainnya seperti nenek moyang bangsa
terdahulu perlu kembali disuarakan sama kerasnya seperti menyuarakan agar
masyarakat tidak menumpuk minyak goreng.
BAB I

A. PENDAHULUAN

Pada prinsipnya, teori permintaan menjelaskan mengenai ciri hubungan antara


jumlah permintaan dan harga. Apabila hubungan antara permintaan dan harga
tersebut kita gambarkan dalam sebuah grafik maka grafik tersebut kita kenal dengan
kurva permintaan. Kurva permintaan secara umum berlereng positif, sedangkan kurva
penawaran secara umum berlereng positif (Ahab, 2017). Merupakan hal yang relatif
sulit apabila kita menganalisis pengaruh berbagai faktor tersebut terhadap permintaan
suatu barang. Oleh karena itu, dalam menganalisis teori permintaan perlu untuk
dibuat analisis yang lebih sederhana. Yang perlu menjadi pertimbangan penting
adalah dalam analisis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang terutama
dipengaruhi oleh harganya, sehingga dengan kata lain dalam teori permintaan yang
utama dianalisis adalah hubungan antara jumlah permintaan suatu barang terhadap
harga barang tersebut. Hal tersebut diasumsikan bahwa faktor-faktor lain tidak
mengalami perubahan atau ceteris paribus. Tetapi asumsi ini tidak berarti bahwa kita
dapat mengabaikan faktor-faktor yang dianggap tetap tersebut.

Ada kebijakan pemerintah yangmendorong kelangkaan namun menguntungkan


korporasi sawit. Semenjak permasalahan minyak goreng muncul, pemerintah
sedikitnya telah mengeluarkan tiga kebijakan dalam waktu berdekatan.

Sedikitnya terdapat tiga kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Pertama,


mensubsidi minyak goreng kemasan dengan dana perkebunan kelapa sawit yang
dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Kedua,
yaitu Peraturan. Pada Maret 2022 antrian minyak goreng masih terjadi. Sebelumnya,
bahkan ada dugaan terdapat penimbunan di berbagai tempat. Alih-alih mencari akar
permasalahan, pemerintah justru mencurigai warga melakukan penimbunan minyak
goreng. Selain kebijakan yang telah disebutkan, terdapat kebijakan pemerintah yang
diduga secara langsung ataupun tidak langsung memicu kelangkaan serta kenaikan
harga minyak goreng.
Program B30 berbentuk insentif bagi pengusaha yang mencampur biodiesel
dengan BBM jenis solar melalui program B30. Insentif didapat dari negara melalui
BPDPKS dan telah berlangsung sejak Januari 2020. Akan tetapi program tersebut
mendorong pengusaha untuk mengalihkan produksi CPO dari industri pangan ke
biodiesel, sehingga timbul masalah dalam produksi minyak goreng.

Kelangkaan minyak goreng di Indonesia masih terus terjadi tidak terlepas


dari mekanisme penawaran dan permintaan. Minyak goreng merupakan salah satu
komoditas penting di Indonesia. Berdasarkan IHK (Indeks Harga Konsumen)
Indonesia, minyak goreng memiliki kontribusi yang besar. Hal tersebut karena
minyak goreng merupakan salah satu barang yang dikonsumsi masyarakat setiap
harinya. Bobot terhadap inflasinya juga cukup tinggi Kelangkaan minyak goreng
disebabkan karena ada kenaikan dari sisi permintaan (demand) dan penurunan dari
sisi penawaran (supply). Beberapa faktor berikut menjadi penyebabkan penurunan
supply, utamanya produsen mengalami penurunan dalam memasarkan minyak goreng
di dalam negeri. CPO (Crude Palm Oil) merupakan salah satu jenis minyak nabati
yang paling banyak diminati oleh masyarakat dunia. Saat ini harga CPO di pasar
dunia sedang mengalami kenaikan harga. Kenaikan itu dari 1100 dolar AS menjadi
1340 dollar. Akibat kenaikan CPO, produsen minyak goreng lebih memilih menjual
minyak goreng ke luar negeri dibandingkan ke dalam negeri.

Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng di Indonesia 1. Naiknya Harga


Minyak Nabati, 2. Pemerintah Mencanangkan Program B30, 3. Pandemi Covid-19
Belum Usai, 4. Proses Distribusi dan Logistik berdasarkan uraian diatas maka muncul
ketertarikan penulis untuk melakukan kajian lebih lanjut terkait dengan kelangkaan
supplay minyak goreng di Indonesia tahun 2022 tentang fenomena penyebab
kelangkaan tersebut melalui model analisis deskripitf.
B. Rumusan Masalah
1. Apa penyebab Terjadinya Kelangkaan Minyak Goreng
2. Bagaimana Solusi Mengatasi Kelangkaan Minyak Goreng

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan fenomena kelangkaan


pasokan minyak goreng di Indonesia pada tahun 2022 dengan menggunakan model
analisis deskriptif melalui data yang dipublikasikan dimana temuan penelitian ini
adalah penyebab kelangkaan pasokan minyak goreng Indonesia secara umum, karena
produsen mengalami penurunan pemasaran minyak goreng di dalam negeri, harga
CPO di Indonesia. pasar dunia sedang mengalami kenaikan harga, Program B30
merupakan program pemerintah yang mewajibkan pencampuran solar 30 persen
dengan solar 70 persen. Ada pergeseran ke arah produksi biodiesel. Faktor ketiga
adalah kondisi pandemi Covid-19 yang belum tuntas Sehingga solusi yang tepat
untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng adalah dengan menjaga stabilitas
produksi CPO dan mekanisme harga yang berlaku serta dengan penguatan peran
BULOG. Kata Kunci: Pasokan Minyak Goreng
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng

Terhitung sejak awal Oktober 2021 lalu, harga minyak goreng di Indonesia
naik secara signifikan. Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis
Nasional dalam Katadata.id, harga minyak goreng pada pada 7 Oktober 2021 telah
mencapai Rp15.550,- per kilogram. Mirisnya lagi, harga minyak goreng di awal
Januari 2022 semakin melambung tinggi mencapai angka Rp18.550,- per kilogram
nya. Harga minyak goreng kemasan bermerek pun tak mau kalah dan mencetak harga
yang lebih tinggi lagi yakni seharga Rp21.150,- per kilogram.

Tingginya permintaan dan turunnya penawaran minyak goreng mengakibatkan


kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di sebagian besar daerah di Indonesia.
Sementara itu, minyak goreng merupakan salah satu komoditas yang paling
dibutuhkan oleh masyarakat setiap harinya untuk mencukupi kebutuhan pangan. Oleh
sebab itu, kelangkaan minyak goreng sangat meresahkan masyarakat Indonesia
terutama untuk masyarakat dari kelas menengah ke bawah. Masyarakat mulai
bertanya-tanya mengenai penyebab kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng di
pasaran? Kira-kira apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebabnya? Simak
bahasannya di sini!

1. Kenaikan Harga Minyak Nabati Dunia

Rupanya, kenaikan harga minyak goreng nabati tak hanya terjadi di Indonesia tetapi
terjadi juga di seluruh dunia. Saat ini, harga Crude Palm Oil (CPO) atau minyak
nabati mentah telah melonjak menjadi US$ 1.340/mT atau setara dengan
Rp19.291.243,-. Terjadinya kenaikan harga minyak mentah dalam skala global sangat
berpengaruh terhadap kenaikan harga minyak nabati mentah termasuk minyak goreng
di pasaran.
Dilansir dari CNBC Indonesia, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati
Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, membeberkan alasan mengapa harga minyak
mentah di dunia melonjak tinggi. Beliau mengatakan bahwa permintaan minyak
nabati semakin meningkat setelah kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan
protokol kesehatan COVID-19 mulai longgar. Tetapi di sisi lain, produksi minyak
nabati dunia anjlok 3,5% di tahun 2021 dan menyebabkan terganggunya suplai
minyak mentah untuk olahan minyak lainnya.

2. Penerapan Kebijakan B30

Sejak kuartal pertama tahun 2020 silam, pemerintah telah menerapkan


kebijakan B30. Kebijakan ini mewajibkan para perusahaan bahan bakar minyak di
Indonesia untuk mencampur bahan bakar minyak jenis solar sebanyak 70% dengan
biodiesel sebanyak 30%. Tujuan dari diadakannya kebijakan ini adalah untuk
menghemat bahan bakar fosil yang serba terbatas dengan cara mencampur bahan
bakar lain dalam proses pengolahan bahan bakar minyak. Kebijakan mencampurkan
BBM jenis solar dengan biodiesel telah dilakukan oleh banyak negara lainnya, akan
tetapi dengan kadar biodiesel dibawah 30% yakni tidak setinggi kebijakan B30 yang
diterapkan oleh Indonesia.

Awalnya, pemerintah meluncurkan kebijakan B30 untuk mengurangi laju


impor BBM sehingga meningkatkan devisa negara. Namun, kebijakan ini berdampak
pada bertambahnya permintaan CPO di Indonesia yang kemudian turut berkontribusi
sebagai penyebab kelangkaan bahan baku minyak goreng di Indonesia. Untuk
menahan laju harga minyak goreng di pasaran, GIMNI mencoba untuk melakukan
lobi pada pemerintah agar meringankan kebijakan B30 menjadi B20. Melalui usulan
tersebut, harapannya kebijakan B20 dapat menekan jumlah permintaan minyak nabati
mentah yang terus meningkat untuk mengurangi angka konsumsi hingga 3 juta ton
yang dapat mencukupi jumlah kebutuhan minyak goreng di dalam negeri.
3. Terganggunya Arus Logistik

Selain dari angka produksi minyak nabati mentah yang anjlok, arus logistik
yang berperan dalam distribusi minyak nabati mentah pun ikut macet. Penyebabnya
tak lain adalah pandemi COVID-19 yang masih belum kunjung teratasi. Banyak
pekerja kasar pada sektor logistik terkena PHK karena dampak dari pandemi COVID-
19 yang menyerang stabilitas perusahaan-perusahaan logistik. Selain itu, kondisi
finansial perusahaan logistik yang tak kunjung membaik juga berdampak langsung
pada jumlah unit transportasi yang mereka miliki untuk kegiatan distribusi bahan
baku.

Macetnya arus logistik selama pandemi COVID-19 mengakibatkan biaya yang


harus produsen keluarkan semakin banyak termasuk biaya ekspedisi. Ditambah lagi,
biaya ekstra yang dikeluarkan untuk ekspedisi tidak dapat membuat produk mereka
sampai dengan segera ke tangan konsumen karena faktor kurangnya tenaga kerja.
Alhasil, minyak goreng menjadi semakin langka dan mahal di pasaran.

Terjadinya kelangkaan minyak goreng karena beberapa faktor diatas lantas


mendorong pemerintah untuk memberlakukan kebijakan baru. Per tanggal 19 Januari
2022, Kementerian Perdagangan Indonesia telah menetapkan kebijakan yang
mewajibkan perusahaan ritel dan pedagang sembako untuk menjual minyak goreng
dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp.14.000,-. per liter. Pembelian
minyak goreng dengan harga spesial ini dibarengi dengan ketentuan lainnya, yakni
setiap orang hanya dapat membeli minyak goreng kemasan satu liter sebanyak dua
bungkus dengan total sebanyak dua liter per orang. Tetapi apakah kebijakan ini
ampuh untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng serta kenaikan harganya?

Kebijakan pemerintah untuk menetapkan harga yang sama untuk penjualan


minyak goreng dan membatasi pembeliannya dapat menjadi sebuah pedang bermata
dua karena implementasinya yang justru dapat memperparah kelangkaan minyak
goreng di tengah masyarakat. Di satu sisi, kebijakan tersebut dapat mengundang
masyarakat untuk menjadi penimbun dengan berbagai strategi. Salah satu strategi
yang paling umum adalah dengan memanfaatkan anggota keluarga yang berada di
satu tempat tinggal yang sama untuk membeli minyak goreng ke tempat yang
berbeda-beda dan menimbunnya di rumah. Katakan satu pasang suami istri memiliki
dua anak di rumahnya, berarti saat setiap orang membeli dua liter minyak, maka di
rumah mereka akan terkumpul hingga delapan liter minyak. Bayangkan jika banyak
oknum lain melakukan hal yang sama pada waktu yang bersamaan, hal ini tentu akan
berakibat pada minyak goreng yang semakin langka.

Menimbang hal tersebut, formulasi kebijakan yang lebih efektif sangat


diperlukan untuk mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng di Indonesia saat ini.
Minyak goreng merupakan salah satu bahan pangan pokok yang masyarakat
butuhkan sehari-hari dan kelangkaan komoditas tersebut akan berdampak pada tidak
tercukupinya kebutuhan pangan dan industri masyarakat. Masyarakat juga harus turut
kooperatif dalam melaksanakan kebijakan pemerintah dan diharapkan dapat menakar
kebutuhan masing-masing demi kepentingan bersama. Edukasi terhadap diri sendiri
sangatlah penting untuk menambah kepekaan terhadap kondisi perekonomian di
dunia.
BAB. III

A. Kesimpulan

Penyebab kelangkaan supplay minyak goreng Indonesia secara umum


disebabkan oleh produsen mengalami penurunan dalam memasarkan minyak goreng
di dalam negeri, harga CPO di pasar dunia sedang mengalami kenaikan harga,
Program B30 adalah program pemerintah untuk mewajibkan pencampuran 30 persen
diesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar. Ada peralihan menuju ke
produksi biodiesel. Faktor ketiga adalah kondisi pandemi Covid-19 yang belum
selesai. Sehingga solusi yang tepat untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng
tersebut adalah dengan menjaga stabilitas produksi CPO dan mekanisme penentuan
harga yang berlaku serta dengan memperkuat peran BULOG Pasokan minyak goreng
di pasar dalam negeri semakin lama semakin berkurang. Sehingga pemerintah perlu
melakukan upaya untuk meningkatkan produktivitas dari produksi minyak goreng.
kelangkaan tersebut harus menjadi perhatian bersama. Sebelumnya minyak goreng di
dalam negeri sempat mengalami over–supply sehingga pemerintah menerapkan
kebijakan terkait Program Biodiesel 30 Persen (B30).

B. Saran

1. Dengan penerapan tiga, diharapkan kelangkaan minyak goreng dalam negeri bisa
teratasi. 1) Menaikkan Pajak Ekspor Minyak Goreng, 2) Relaksasi Kebijakan
Biodiesel 30 Persen (B30), 3) Melakukan Operasi Pasar Dalam jangka pendek,
pemerintah bisa melakukan operasi pasar. Misalnya dengan melacak dari produsen
harus memiliki kewajiban untuk mensuplai kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu
sebelum memenuhi kebutuhan ekspor.

2. Pemerintah harus memastikan pasokan minyak goreng dalam negeri terpenuhi


dengan harga yang wajar dan terjangkau oleh masyarakat. Efektivitas kebijakan-
kebijakan tersebut lebih terasa jika intervensi di sektor hulu lebih diutamakan
daripada di sektor hilir.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahab, 2017, Permintaan dan Penawaran: Pengertian, Teori, Jenis dan Kurva.
Blogger.com Dominick Salvatore, 2006, Mikroekonomi, Erlangga, Edisi Keempat,

2. 116 Hestanto, 2011, Teori Pendapatan Ekonomi, Hestanto Personal Website.


Sadono Sukirno, 2014, Pengantar Teori Makroekonomi, Edisi Kedua, Rajawali Pers,
3. Denpasar Bali, hal.14, 49-51, 54 https://antikorupsi.org/id/article/kelangkaan-
minyak-goreng https://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/ekonom-unair-paparkan-
penyebab-kelangkaanminyak-goreng-di-indonesia 4.

4. https://jatengprov.go.id/publik/stok-melimpah-kelangkaan-minyak-goreng-
disinyalir-karenamasalah-distribusi/ https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-
5960367/apa-penyebab-kelangkaan-minyak-gorengdi-indonesia-ini-kata-pakar-unair
5. https://news.unair.ac.id/2022/02/25/tiga-alternatif-kebijakan-pemerintah-untuk-
atasikelangkaan-minyak-goreng/ https://www.antikorupsi.org/id/beranda/icw
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ....................................................................................................................... 3

BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................................................ 5

A. Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng .................................................................................... 5

B. Solusi Mengatasi Kelangkaan Minyak Goreng ......................................................................... 7

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................................................ 14

B. Saran .......................................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH

KELANGKAAN MINYAK GORENG

Nama anggota kelompok :

Muhammad Fathur Rahman

Popi Serliyanti

Decha Putri Utami

Nadira Salsabila

Naura Sakha Farisa

Rachmad Ikhsan Maliki

Rafi Rahman Dani

Thalita Ramadhania

Zaki Al-Mubarok

Guru pembimbing :

syarifah irmayani,S.pd

MAN 1 KOTA PRABUMULIH


TAHUN AJARAN 2023/2024

Anda mungkin juga menyukai