INDIKATOR MUTU
A. PENDAHULUAN
Rumah sakit yang mampu bersaing dalam pasar adalah rumah sakit yang
mampu menyediakan produk atau jasa berkualitas. Oleh karena itu, rumah sakit
dituntut untuk terus melakukan perbaikan terutama pada kualitas pelayanannya. Hal
ini dimaksudkan agar seluruh barang atau jasa yang ditawarkan akan mendapat
tempat yang baik di mata masyarakat selaku konsumen dan calon konsumen.
Mutu adalah faktor yang mendasar dari pelanggan. Mutu adalah penentuan
pelanggan, bukan ketetapan dokter, pasar atau ketetapan manajemen. Ia berdasarkan
atas pengalaman nyata pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan,
mengukurnya, mengharapkannya, dijanjikan atau tidak, sadar atau hanya dirasakan,
operasional teknik atau subyektif sama sekali dan selalu menggambarkan target yang
bergerak dalam pasar yang kompetitif (Wiyono, 1999).
Crosby mendefinisikan mutu adalah conformance to requirement, yaitu sesuai
dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Definisi ini dianggap paling sesuai
dengan mutu pelayanan rumah sakit. Hal ini karena peraturan dan perundangan di
bidang pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit telah mengatur hingga aspek
teknis. Selain itu, pelayanan kesehatan yang baik harus terstandarisasi dan terukur.
Mengukur mutu pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: dapatkah mutu jasa pelayanan kesehatan
diukur? Apanya yang diukur ? Bagaimana mutu jasa pelayanan diukur ? Untuk dapat
memahami hal tersebut diatas perlu diketahui tentang pengertian indikator, kriteria,
dan standar.
Indikator adalah petunjuk atau tolak ukur, contoh : petunjuk indikator atau tolok
ukur status kesehatan antara lain adalah angka kematian ibu, angka kematian bayi,
status gizi. Petunjuk atau indikator ini (angka kematian ibu) dapat diukur. Jadi indikator
adalah fenomena yang dapat diukur.
1
Indikator mutu asuhan kesehatan atau pelayanan kesehatan dapat mengacu
pada indikator yang relevan berkaitan dengan struktur, proses, dan outcomes. Selain
itu indikator yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan yang biasanya disebut
“SMART” berikut ini :
1. Spesific : indikator mutu harus menggambarkan hasil spesifik yang diinginkan,
bukan cara pencapaiannya. Indikator mutu harus memberikan arah dan tolok
ukur yang jelas sehingga dapat dijadikan landasan untuk penyusunan strategi
dan kegiatanyang spesifik pula.
2. Measurable : indikator haruslah sesuatu yang terukur dan dapat dipergunakan
untuk memastikan apa dan kapan pencapaiannya. Untuk itu metodologi untuk
mengukur pencapaian target indikator harus ditetapkan sebelum indikator diukur.
3. Aggresive but Attainable : Apabila indikator dijadikan ukuran keberhasilan suatu
unit kerja atau program, maka pemilihan indikator dan target harus menantang
namun tetap layak dan rasional. Sebagai contoh, mentapkan indikator tingkat
kematian pasien di IGD tentu tidak rasional ketika targetnya adalah meniadakan
kematian.
4. Result oriented : sedapat mungkin indikator harus menspesifikan hasil yang
ingnin dicapai.
5. Time bound : indikator sebaiknya dapat dicapai dalam waktu yang relatif pendek,
muai dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Paling lama 1 tahun.
B. PEMILIHAN INDIKATOR
Banyaknya pelayanan dan proses lain yang terjadi di rumah sakit akan
berdampak pada begitu banyaknya ukuran mutu yang harus diamati. Hal ini secara
teknis tentu bukanlah hal yang mudah karena sumber daya yang terbatas khusunya
dalam proses pengumpulan datanya. Untuk itu rumah sakit harus melakukan
pemilihan indikator prioritas yang dapat memberikan gambaran terhadap proses dan
hasil pelayanan klinik maupun manajemen dan aspek keselamatan pasien.
2
Proses penetapan prioritas indikator difokuskan pada proses yang berisiko
tinggi, diberikan dalam volume besar, dan cenderung menimbulkan masalah. Pada
akhirnya pimpinan rumah sakit atau direktur rumah sakit yang menentukan pilihan
terkahir dari indikator kunci yang digunakan dalam kegiatan mutu rumah sakit.
C. KATEGORI INDIKATOR
Kategori indikator yang digunakan sebagai instrumen pengukuran kinerja/mutu
RS Bhayangkara Pontianak terdiri dari :
7
5. Komite PMKP melakukan validasi data untuk indikator klinik dengan
menunjuk petugas validasi.
6. Petugas validasi melaporkan hasil validasi data kepada Komite PMKP
7. Komite PMKP menyusun laporan kepada Direktur Utama.
8. Hasil pengukuran indikator yang sudah dianaliss dipublikasikan melalui Rapat,
Poster di area rumah sakit dan web rumah sakit
F. VALIDASI DATA
1. PENGERTIAN
a. Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa
tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme
yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai
hasil yang diinginkan.
b. Analisis data adalah kegiatan mengubah data hasil penelitian/survei menjadi
informasi yg dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan dan keputusan
2. TUJUAN
a. Monitoring akurasi data yg dikumpulkan
b. Verifikasi bahwa pengambilan data adalah konsisten dan reproducible
c. Verifikasi ekspektasi tentang volume data yang dikumpulkan
3. MEKANISME
a. PedomanUmum:
1) Data hasil pemantauan indikator ditetapkan melalui proses verifikasi
2) Rumah sakitmenggunakan proses internal untuk melakukan validasi data.
3) Validasi data hanya dapatdilakukanpada data sekunder (rekam medis)
4) Penyahihan/validasi data dilakukanketika:
a) Suatu ukuran baru diterapkan (khususnya, ukuran klinis yang
dimaksudkan untuk membantu rumah sakit mengevaluasi dan
meningkatkan proses atau hasil klinis yang penting);
8
b) Data akan ditampilkan kepada publik lewat situs Website rumah sakit
atau cara lain;
c) Suatu perubahan telah dibuat pada suatu ukuran indikator yang telah
ada,
d) Sumber data berubah, misalnya jika ada bagian dari catatan pasien
yang diubah ke format elektronik sehingga sumber datanya menjadi
elektronik dan kertas; atau
e) Subjek pengumpulan data berubah, misalnya perubahan dalam umur
pasien rata-rata, perubahan protokol, penerapan pedoman praktik
klinis baru, atau pemakaian teknologi dan metodologi perawatan baru.
b. Prosedur:
1) Nilai kebutuhan validasi
2) Tentukan jumlah sampel untuk validasi data mutu. Sampel untuk validasi
sama dengan jumlah sampel untuk penilaian indikator mutu.
3) Pastikan alat ukur validasi yang sesuai
4) Lakukan pengumpulan ulang data oleh orang kedua yang tidak terlibat
dalam pengumpulan data orisinil, dengan menggunakan objek data yang
sama dan cara ukur yang sama.
5) Hitungan keakuratan dilakukan dengan membandingkan hasil data orang
pertama dengan orang kedua. Hasil data orang kedua harus ≥ 90% dari
hasil data orang petama untuk dikatakan sebagai data valid.
6) Lakukan koreksi apabila unsur datanya tidak sama, alasan-alasannya
(misalnya, definisi data yang tidak jelas) harus dicatat dan tindakan
korektif harus didokumentasikan.
7) Identifikasi tindakan korektif, dengan mereview kembali teknis pengukuran
yang telah dilaksanakan.