Anda di halaman 1dari 19

[Grab

your
reader’s
REFERAT

GANGGUAN KONVERSI

Disusun oleh:
Anjelia Krispila
216100802031

Pembimbing:
dr. Dini Mirsanti, Sp. KJ

BAGIAN/SMF DEPARTEMEN ILMU PSIKIATRI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
2023

1
[Grab
your
reader’s
LEMBAR PENGESAHAN
GANGGUAN KONVERSI

ANJELIA KRISPILA
216100802031

REFERAT
Telah diujikan dan memenuhi salah satu syarat mengikuti Ujian Akhir
di bagian SMF Ilmu Psikiatri/Kedokteran Jiwa

Referat ini disahkan oleh:

Nama Tanggal Tanda Tangan

dr. Dini Mirsanti, Sp. KJ ....................

2
[Grab
your
reader’s
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Anjelia Krispila
NIM : 216100802031
Program Studi : Profesi Dokter
Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa referat yang berjudul “ Gangguan Konversi ” ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan peniruan terhadap karya orang
lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain ditunjuk sesuai dengan cara-cara penulisan
yang berlaku. Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa dalam laporan
kasus ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap
melanggar peraturan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Palangka Raya, Agustus 2023

Anjelia Krispila
216100802031

3
[Grab
your
reader’s
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah karena atas berkat dan
rahmat-Nya referat yang berjudul “Gangguan Konversi” ini akhirnya dapat diselesaikan.
Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di bagian
Ilmu Psikiatri/Kedokteran Jiwa di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Dini Mirsanti,Sp.
KJ selaku pembimbing saya yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan
membantu saya dalam penyusunan referat ini.
Referat ini disusun dengan kemampuan saya yang sangat terbatas dan masih banyak
kekurangan, untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
demi perbaikan dan kesempurnaan laporan ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.

Palangka Raya, Agustus 2023

Anjelia Krispila

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Gangguan disosiatif (konversi) adalah kondisi yang ditandai oleh

hilangnya sebagian atau seluruh integrasi normal ingatan masa lalu, kesadaran

akan identitas dan penghayatan, kendali terhadap gerakan tubuh. Secara fisiologis

ada kendali volunteer (sadar) terhadap ketiga hal itu.

Gangguan ini disebut disosiatif karena dahulu dianggap terjadi hilang

asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan memori,

sensori dan fungsi motoric. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak

dapat dijelaskan secara medis. Istilah konversi didasarkan pada teori kuno bahwa

perasaan dan anxietas dikonversikan menjadi gejala-gejala dengan akibat

terselesaikannya konflik mental (keuntungan primer) atau didapatkannya

keuntungan praktis seperti perhatian dari orang lain (keuntungan sekunder).

Namun, peningkatan dari diagnosis kurang berhubungan dengan kemajuan

di bidang kedokteran (seperti pengembangan dari neuroimaging) dari peningkatan

kriteria studi metodologi dan evaluasi. Dengan demikian tingkat misdiagnosis saat

gangguan konversi ditegakkan 4%, sebanding dengan tingkat kesalahan diagnosis

untuk skizofrenia (8%). Gangguan konversi lebih sering terjadi pada wanita dan

anggota kelompok sosial dengan ekonomi rendah. Onsetnya biasa dimulai pada

masa remaja, dan tidak berkelanjutan. Salah satu gangguan konversi yang tidak

biasa adalah pesudocyesis atau “Hysterical Pregnancy”, yang meliputi gejela fisik

kehamilan (bahkan amenore) tanpa adanya suatu kehamilan yang benar.1

5
BAB II

GANGGUAN KONVERSI

2.1 Defenisi

Gangguan konversi adalah gangguan pada fungsi tubuh yang tidak sesuai

dengan konsep anatomi dan fisiologi dari sistem saraf dan tepi. Hal ini secara

terjadi dengan adanya stres dan menuculkan disfungsi berat. Kumpulan gejala

yang saat ini disebut dengan gangguan konversi dengan gangguan somatisasi,

dikenal dengan sebutan histeria, reaksi konversi atau reaksi disosiatif.3

2.2 Epidemiologi

Beberapa gejala- gejala konversi yang tidak cukup parah untuk dapat

didiagnosis sebagai gangguan konversi dapat terjadi pada 1/3 populasi umum

pada suatu hari dalam hidupnya. Satu komunitas melaporkan insiden tahunan 22

per 100.000 orang. Beberapa penelitian melaporkan terdapat 5%-15% kasus

gangguan konversi pada konsultasi psikiatrik di rumah sakit umum, dan 25% -

30% dari pasien yang dirawat di sebuah rumah sakit veteran (Amerika). DSM-IV-

TR memberikan kisaran dari yang paling rendah 11 kasus sampai yang tertinggi

500 kasus gangguan konversi per 100.000 populasi.3

Rasio wanita dibanding pria 2:1 sampai 10:1. Pada anak-anak, anak

perempuan juga lebih tinggi angka kejadiannya dibandingkan anak laki- laki. Pria

dengan gangguan ini sering kali mengalami kecelakaan kerja atau kecelekaan

militer. Awitan gangguan konversi dapat terjadi kapan pun, dari usia kanak- kanak

sampai usia tua, namun yang tersering pada remaja dan dewasa muda. Gangguan

ini juga banyak terjadi pada populasi pedesaan, individu dengan strata pendidikan

6
yang rendah, tingkat kecerdasan rendah, kelompok sosioekonomi rendah, dan

anggota militer yang pernah terpapar dengan situasi peperangan. Gangguan ini

sering berkormobiditas dengan gangguan depresi, gangguan cemas, skizofrenia,

dan frekuensinya meningkat pada keluarga yang anggotanya menderita gangguan

konversi.3

2.3 Etiologi

Gangguan konversi mengacu pada hipotesis berdasarkan etiologi

psikologis. Bahkan secara historis, faktor psikologis dan emosional, seperti

trauma, konflik atau tekanan sebagai faktor penyebab gangguan konversi.

Penjelasan ini juga kembali tercermin dalam berbagai hal alternatif yang digunkan

untuk menggambarkan gangguan konversi seperti psikologis, psikogenik,

psikosomatis, atau bahkan histeria. 4

Faktor psikodinamik 3

1. Teori psikoanalisis, (1895/1982), Breuer dan freud : gangguan konversi

disebabkan oleh represi konflik-konflik intrapsikik yang tak disadari dan

konversi dari kecemasan ke dalam gejala fisik. Konflik terjadi antara

dorongan intink (agresi atau seksual) melawan larangan untuk

mengekspresikan hal tersebut.


2. Teori pembelajaran, : Menurut conditioned learning theory, gejala

konversi dapat dilihat sebagai perilaku yang dipelajari secara klasik

conditioning. Gejala- gejala penyakit yang dipelajari sejak masa kanak,

akan digunakan sebagai coping dalam situasi yang tak disukainya.

7
3. Teori biologi, Brain imaging: hipometabolisme pada hemisphere

dominan sehingga komunikasi antar hemisfer terganggu akibatnya

terjadilah gangguan konversi, peningkatan aktivitas corteks serebral, dan

neuro psychologik test: ada gangguan pada komunikasi verbal, memori,

vigilance (kewaspadaan), perhatian.


4. Teori behavioral, Ullman&Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring,

2004), terjadi karena individu mengadopsi simtom untuk mencapai suatu

tujuan. Individu berusaha untuk berperilaku sesuai dengan pandangan

mereka mengenai bagaimana seseorang dengan penyakit yang

mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan bereaksi.


Faktor biologis
Pemeriksaan pencitraan otak menunjukkan adanya hipometabolisme di

daerah hemisfer dominan dan hipermetabolisme di hemisfer nondominan, yang

berdampak pada terganggunya komunikasi antar hemisfer sehingga menimbulkan

gejala konversi. 3
Gejala dapat disebabkan karena area kortikal terangsang berlebihan

sehingga menimbulkan umpan balik negatif antara korteks serebral dan formasi

retikuler batang otak. Sebaliknya output kortifugal yang meningkat akan

menghambat kesadaran pasien akan sensasi tubuh, yang menjelaskan mengapa

pada pasien konversi terdapat defisit sensorik Tes neuropsikologis kadang-

kadang menunjukkan gangguan serebral ringan dalam komunikasi, daya ingat,

kewaspadaan, afek, dan atensi pada pasien gangguan konversi. 3

2.4 Gambaran Klinis

Gejala gangguan konversi yang paling sering muncul adalah paralisis, buta

dan dan mutisme. Gangguan konversi sering kali berkaitan dengan gangguan

8
kepribadian pasif-agresif, dependen, antisosial, dan histrionik. Gejala depresi dan

cemas sering menyertai gejala gangguan konversi, dan pasien- pasien ini berisiko

tinggi mengalami bunuh diri.3

Gejala sensosrik yang sering timbul adalah anastesi dan parastesi, terutama

pada ekstremitas. Gejala gangguan konversi dapat melibatkan organ sensorik

khusus dan menimbulkan ketulian, kebutaan dan penglihatan terowongan (tunnel

vision). Gejala dapat unilateral maupun bilateral, namun evaluasi neurologis

menunjukkan jaras sensorik yang intak. Pada gangguan konversi dengan

kebutaan, pasien berjalan tanpa menabrak atau mencederai diri, pupil bereaksi

terhadap cahaya, dan bangkitan potensial kortikal juga normal. 3

Gejala motorik terdiri atas gerak abnormal, gangguan gaya berjalan,

kelemahan dan paralisis. Mungkin terdapat tremor ritmik kasar, gerak koreoform,

tik, dan menghentak- hentak. Gerakan tersebut memburuk bila pasien mendapat

perhatian. Gangguan motor yang sering adalah paralisis dan paresis yang

mengenai dua atau seluruh anggota tubuh, meskipun demikian distribusi dari otot

yang terlibat tak sesuai dengan jaras persarafan. Refleks tetap normal, tidak

terdapat fasikulasi maupun atrofi otot, kecuali setelah paralisis konversinya terjadi

sudah lama. 3

Gejala bangkitan berupa pseudo-seizures merupakan gejala yang mungkin

didapat pada gangguan konversi. Namun sekitar 1/3 pasien dengan pseudo-

seizures juga disertai dengan epilepsi. 3

Keuntungan primer (primary gain) merupakan keadaan dimana pasien

memperoleh keuntungan primer dengan mempertahankan konflik internal di luar

9
kesadarannya. Gejala memiliki nilai simbolik, yang mencerminkan konfilik

psikologis di bawah sadar. 3

Keuntungan sekunder (secondary gain) keadaan dimana pasien

memperoleh keuntungan nyata menjadi sakit, misalnya : dibebaskan dari

kewajiban dalam situasi kehidupan yang sulit, mendapat dukungan dan bimbingan

dalam situasi normal tak akan didapatkannya, dapat mengontrol perilaku orang

lain. 3

2.5 Diagnosis

Diagnosa gangguan konversi sangat sulit. Stone, dkk melaporkan kasus

gangguan konversi 4% positif palsu dan gangguan konversi kombinasi dengan

gangguan somatik 10 – 25% kasus.

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi menurut DSM-IV-TR :

 Satu atau lebih gejala/defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau

sensorik yang mengarah pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain,

disertai dengan kejang/konvulsi.

 Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala/defisit

karena awal atau eksaserbasi dari gangguan ini biasanya didahului oleh

konflik atau stresor lain.

 Tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat

 Gejala atau defisit (setelah penelitian yang diperlukan) tidak dapat

dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung

10
suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara

kultural.

 Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis

atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau

memerlukan pemeriksaan medis.

 Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak

terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat

diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.

Dalam PPDGJ-III gangguan konversi mengarah pada gangguan

disosiatif. Gangguan konversi dipertimbangkan sebagai mekanisme

pertahanan diri menghadapi trauma psikologik. Gangguan Konversi adanya

kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali

kesadaran) antara:5

- ingatan masa lalu,

- kesadaran akan identitas dan peng-indera-an segera (awareness of identity

and immediate sensations), dan

- kontrol terhadap gerakan tubuh.

Untuk diagnosis pasti maka hal-hal berikut ini harus ada :


1. Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan yang

tercantum pada F44.


2. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala

tersebut.

11
3. Bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk hubungan waktu yang
jelas dengan problem dan peristiwa yang stressful atau hubungan
interpersonal yang terganggu (meskipun disangkal pasien).

F44.0 Amnesia Disosiatif


Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenal kejadian
penting yang baru terjadi yang bukan disebabkan karena gangguan mental
ogranik atau terlalu luas untuk dijelaskan. Pada Amnesia disosiatif biasanya
didapati gangguan ingatan yang spesifik saja dan tidak bersifat umum.
Informasi yang dilupakan biasanya tentang peristiwa yang menegangkan atau
traumatik, dalam kehidupan seseorang.
Bentuk umum dari amnesia disosiatif melibatkan amnesia untuk identitas

pribadi seseorang, tetapi daya ingat informasi umum adalah utuh.


Diagnostik pasti memerlukan :
1. Amnesia, baik total maupun persial, mengenai kedian baru yang bersifat
stress atau traumatik.
2. Tidak ada gangguan mental organik

F44.1 Fugue Disosiatif


Memilih semua ciri amnesia disosiatif ditambah gejala perilaku

melakukan perjalanan meninggalkan rumah. Pada beberapa kasus, penderita

mungkin menggunakan identitas baru. Perilaku seseorang pasien dengan

fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan terintegrasi dengan amnesianya

dibandingkan pasien dengan amnesia disosiatif. Pasien dengan fugue disosiatif

telah berjalan jalan secara fisik dari rumah dan situasi kerjanya dan tidak dapat

mengingat aspek penting identitas mereka sebelumnya (nama, keluarga,

pekerjaan). Pasien tersebut seringkali, tetapi tidak selalu mengambil identitas

dan pekerjaan yang sepenuhnya baru, walaupun identitas baru biasanya

12
kurang lengkap dibandingkan kepribadian ganda yang terlihat pada gangguan
identitas disosiatif.
Untuk diagnosis pasti harus ada :
1. Ciri-ciri amnesia disosiatif
2. Dengan sengaja melakukan perjalanan tertentu melampaui jerak yang
biasa dilakukannya sehari-hari.
3. Tetap memepertahankan kemampuan mengurus diri yang mendasar dan
melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang yang belum
dikenalnya.
F.44.2 Stupor Disosiatif
Perilaku individu memenuhi kriteria untuk stupor, akan tetapi dari
pemeriksaan tidak didapatkan adanya tanda penyebab fisik. Seperti juga pada
gangguan-gangguan konversi lain, didapat bukti adanya penyebab psikogenik
dalam bentuk kejadian-kejadian yang penuh stress ataupun masalah sosial atau
interpersonal yang menonjol. Stupor Disosiatif bisa didefinisikan sebagai
sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan –gerakan voulunter dan respon
normal terhadap rangsangan luar, seperti misalnya cahaya, suara, dan perabaan
( sedangkan kesadaran dalam artian fisiologis tidak hilang ).
Untuk diagnosis pasti harus ada :
1. Stupor, seperti yang sudah disebutkan tadi.
2. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain
yang dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut.
3. Adanya masalah atau kejadian-kejadian baru yang penuh stress.

F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan


Merupakan gangguan-gangguan yang menunjukkan adanya kehilangan

sementara penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap

lingkungannya; dalam beberapa kejadian, individu tersebut berperilaku

seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib atau malaikat.

Gangguan trans yang terjadi selama suatu keadaan skizofrenik atau psikosis

13
akut disertai halusinasi atau waham atau kepribadian multiple tidak boleh
dimasukkan dalam kelompok ini.

F44.4 Gangguan Motorik Disosiatif


Bentuk yang paling lazim dari gangguan ini adalah kehilangan
kemampuan untuk menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota gerak.
Pralisis dapat bersifat parsial dengan gerakan yang lemah atau lambat atau
total. Berbagai bentuk inkoordinasi dapat terjadi, khusussnya pada kaki
dengan akibat cara jalan yang bizarre. Dapat juga terjadi gemetar.
F44.5 Konvulsi Disosiatif
Dapat menyerupai kejang epileptic dalam hal gerakannya akan tetapi
jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan dan
inkontinensia urin, tidak dijumpai kehilangan kesadaran tetapi diganti dengan
keadaan seperti stupor atau trans.
F44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif
Bagian kulit yang mengalami anestesi sering kali mempunyai batas
yang tegas yang menjelskan bahwa hal tersebut lebih berkaitan dengan
pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya daripada dengan pengetahuan
kedokterannya. Meskipun ada gangguan penglihatan, mobilitas pasien serta
kemampuan motoriknya sering kali masih baik. Tuli disosiatif dan anosmia
jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dengn hilang rasa dan penglihatan.

F44.7 Gangguan Konversi Campuran


Campuran dari gangguan-gangguan tersebut di atas.

F44.8 Gangguan Konversi lainnya


 Sindrom ganser
Ciri-ciri dari gangguan ini adalah “jawaban kira-kira”, yang biasanya
disertai beberapa gejala disosiatif lainnya, sring kali dalam keadaan yang
menunjukkan kemungkinan adanya penyebab yang bersifat psikogenik dan
harus dimasukkan di sini.
 Gangguan kepribadian multiple

14
Ciri utama adanya dua atau lebih kerpibadian yang jelas pada satu
individu dan hanya satu yang tampil untuk setiap saatnya. Masing-masing
kepribadian tersebut adalah lengkap, dalm arti memiliki ingatan, perilaku dan
kesenangan sendiri-sendiri yang mungkin sangat berbeda dengan kepribadian
pramorbidnya.
 Gangguan konversi sementara terjadi pada masa kanak dan remaja
 Gangguan Disosiatuf lainnya YDT

F44.9 Gangguan Konversi YTT

Tabel 1. Perbandingan antara gangguan somatik, gangguan somatoform,

gangguan tiruan dan malingering.

gangguan gangguan gangguan malingering


somatik somatoform tiruan
Gejala + + + +
subjektif
Gejala + - (+) -
objektif
Volunter - - + +
Benefit ? Internal Internal Eksternal
Eksternal

Dalam gangguan somatoform yang sudah disebutkan di atas semua

berkaitan dengan keluhan-keluhan fisik yang berkaitan dengan fungsi psikologik.

Namun, gangguan somatoform yang termasuk dalam keluhan neurologis yang

berkaitan dengan faktor psikologik ialah gangguan somatisasi, gangguan konversi,

dan gangguan nyeri.

2.6 Terapi

Pengobatan khusus gangguan somatoform tidak ada, namun komorbiditas

kejiwaan seperti depresi, kecemasan, dan penyalahgunaan zat harus ditangani.

15
Penggunaan obat-obatan untuk mengobati gejala yang diyakini somatoform lebih

memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan non-malificence. Adapun pasien yang

mencari perawatan hanya untuk memperoleh narkotika tidak dianggap menderita

penyakit somatoform tetapi mengarah pada penyalahgunaan zat, kecanduan atau

transaksi ilegal.1

Resolusi gejala gangguan konversi biasanya spontan. Pada pasien dengan

gangguan konversi biasanya spontan. Pada pasien dengan gangguan ini dapat

dilakukan psikoterapi suportif berorientasi tilikan dan terapi perilaku. Bila pasien

menolak psikoterapi, maka dokter dapat menyarankan bahwa psikoterapi yang

dilakukan akan difokuskan pada masalah stress dan bagaimana mengatasinya.3

Hipnosis, anticemas dan terapi relaksasi sangat efektif dalam beberapa

kasus. Pemberian amobarbital atau lorazepam perenteral dapat membantu

memperoleh riwayat penyakit, terutama ketika pasien baru saja mengalami

peristiwa traumatik.3

Pendekatan psikodimanik misalnya psikoanalis dan psikoterapi

berorientasi tilikan, menuntun pasien memahami konflik intrapsikik dan simbol

dari gejala pada gangguan konversi. Psikoterapi jangka pendek juga dapat

digunakan. Semakin lama pasien menghayati peran sakit, makan pasien akan

semakin sulit.3, 6

Psikoedukasi bagi keluarga penderita gangguan konversi merupakan

pendidikan ataupun pelatihan terhadap seseorang dengan gangguan psikiatri yang

bertujuan untuk proses treatment dan rehabilitasi pada penderita dengan gangguan

konversi. Dimana gangguan konversi merupakan kehilangan (sebagian atau

16
seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali kesadaran) seperti ingatan masa

lalu, kesadaran akan identitas dan peng-indera-an segera serta control terhadap

gerakan tubuh. Keluarga merupakan faktor yang sangat penting dalam proses

kesembuhan pasien yang mengalami gangguan jiwa, yakni keluarga yang

mendukung pasien sangat membantu kesembuhan pasien dan memperpanjang

kekambuhan.7

2.7 Prognosis

Hampir semua gejala awal (90%-100%) dari pasien dengan gangguan

konversi membaik dalam waktu beberapa hari sampai kurang dari sebulan.

Sebanyak 75% pasien tidak pernah mengalami gangguan ini lagi, namun 25%

mengalami episode tambahan saat mengalami tekanan. 3

Prognosis yang baik berkaitan dengan awitan yang mendadak, adanya

stresor yang bermakna, riwayat pramorbid baik, tak terdapat komorbid dengan

gangguan psikiatrik lain atau gangguan medik, tak ada proses hukum yang sedang

berlangsung.3

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Michael Glen E, Huff J. Stephen. Conversion Disorder, Psychosomatic

Illness, and Malingering. Emergency Psychiatric Disorders. Elsevier 2014.

2. O. Cottencin. Conversion disorders : psychiatric and psychotherapeutic

aspects. Neurophysiol Clin. 2014;44(4):405-10.

3. Hadisukanto G. Gangguan Somatoform. In: Kusumawardhani A.A.A, Husin

Albahri, Adikusumo Arman, dkk, editors. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta:

Badan Penerbit FK UI; 2014.

4. Demartini B, D'Agostino A, Gambini O. From conversion disorder (DSM-

IV-TR) to functional neurological symptom disorder (DSM-5): When a

label changes the perspective for the neurologist, the psychiatrist and the

patient. Journal of the Neurological Sciences.360:55-6.

5. Noorhana S.W. Gangguan Disosiatif. Buku Ajar Psikiatri FK UI. Jakarta:

Balai Penerbit FK UI; 2014.

6. Bordbar, Faridhosseini. Psikoedukasi Interventi Rehabilitasi dan

Prevensi2010.

18
7. Roffman JL, Stern TA. Conversion disorder presenting with

neurologic and respiratory symptoms. Prim Care Companion J Clin

Psychiatry. 2018;7(6):304-6. doi: 10.4088/pcc.v07n0607. PMID:

16498494; PMCID: PMC1324963.

19

Anda mungkin juga menyukai