MAKALAH
DISUSUN OLEH:
DOSEN PENGAPUH:
MAKASSAR
2023
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu hadits adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk
mengetahui kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau ditolak.
Menurut TengkuMuhammad Hasbi AshShiddieqy: "ilmu hadits, yakni ilmu
yang berpautan dengan hadits, banyak ragam macamnya". Menurut Izzudin
Ibnu Jamaah: "Ilmu hadis adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dasar untuk
mengetahui keadaan suatu sanad atau matan (hadits). Tujuan pentingnya
mempelajari Ilmu hadits adalah untuk mengetahui (memilah) hadits-hadits
yang shahih dari yang selainnya. Yakni mengetahui keadaan dari suatu
hadis, apakah hadis tersebut shahih, hasan, atau bahkan dha‘if (lemah,
sehingga tidak dapat digunakan sebagai pegangan). Orang yang pertama
kali membuat ulumul hadits ini yaitu nama beliau adalah Muhammad bin
Muslim bin Abdillah bin Syihab Az-Zuhri. Beliau adalah orang yang
pertama kali membukukan dan mengumpulkannya atas perintah Khalifah
Umar bin Abdul Aziz. Fungsi hadist terhadap Al Quran adalah sebagai
Bayan At Tafsir, sebagai Bayan At-Tafsir, sebagai Bayan At-tasyri, dan
sebagai Bayan Nasakh”. Kedudukan Hadits sebagai bayani atau
menjalankan fungsi yang menjelaskan hukum AlQuran, tidak diragukan
lagi dan dapat di terima oleh semua pihak, karena memang untuk itulah
Nabi di tugaskan Allah SWT. Namun dalam kedudukan hadits sebagai
dalil yang berdiri sendiri dan sebagai sumber kedua setelah Al-Quran.1
1 MUSHAF JOURNAL : Jurnal Ilmu Al Quran dan Hadis Vol. 3 No. 1 April 2023, Hal 51-52
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan hadits dalam islam?
2. Apa fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an?
3. Apa perbedaan Al-Qur’an , Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui kedudukan hadits dalam islam?
2. Mengetahui fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an?
3. Mengetahui perbedaan Al-Qur’an , Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi?
3
PEMBAHASAN
2
Nuur al-Diin ‘Itr, Manhaj al-Naqd fiy ‘Uluum al-Hadiits. Diterjemahkan oleh Mujiyo dengan judul: ‘Ulum
al-Hadits, Jilid I (Cetakan I, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 2.
1
َ س ْو َل ۚ فَا ِْن ت ََولَّ ْوا فَا َِّن ه
ُّّٰللا ََل ي ُِحب ُ الر َ قُ ْل ا َ ِط ْيعُوا ه
َّ ّٰللا َو
)32 :3/ ( ٰال عمران٣٢ َال ٰك ِف ِريْن ْ
Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Taatilah Allah dan
Rasul(-Nya). Jika kamu berpaling, sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang kafir.” (Ali 'Imran/3:32)
3 Abu Daawud Sulayman bin al-Asy’ats al-Sajistaniy al-Azdiy, Sunan Abiy Daawud, Juz IV
((Indonesia: Maktabat Dahlan, (s.a), h. 201.
2
5. Nabi Muhammad saw. bersabda,
4 Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Surah al-Turmuziy, Sunan al-Turmuziy wa Huwaal-Jaami’ al-
Shahiih Juz II (Semarang: Thaha Putra, [s.a]), h. 92.
5 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia (Yogyakarta: Multi Kaya
3
yang terdapat dalam al-Quran dan Hadits/Sunnah sangat penting untuk
diimani dan dijalankan oleh setiap muslim.
2. Bayan Al-Tafsir
Tafsir secara bahasa berarti penjelasan, interpretasi atau
keterangan. Maksud dari Hadits/Sunnah sebagai bayan al-tafsir adalah
Hadits/Sunnah berfungsi sebagai penjelasan atau interpretasi kepada
ayat-ayat yang tidak mudah dipahami.7 Hal ini dikarenakan ayat-ayat
tersebut bersifat mujmal (umum) sehingga perlu penjelasan yang bisa
menjelaskannya lebih terperinci. Sebagai contoh ayat al-Quran
kewajiban shalat dalam surat al-Baqarah ayat 43;
َّ ار َكعُ ْوا َم َع
. َالرا ِك ِعيْن ْ الزكَاةَ َو َّ َوأَقِ ْي ُموا ال
َّ ص ََلةَ َواتُوا
)43:(البقرة
Artinya : “Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama
orang-orang yang ruku’.”(QS.Al-Baqarah: 43)
7
Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadits, (Medan: Citapustaka Media Perintis,2011), hlm. 32.
4
Hal ini dirincikan tata cara pelaksanannya dalam Hadits berikut;
َ ُ صلُّ ْوا َك َما َرأ َ ْيت ُ ُم ْونِي أ
) (رواه البخاري.صلِي َ
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.” (HR.al-Bukhari)
3. Bayan Al-Tasyri’
Hadits atau Sunnah sebagai bayan tasyri’ berarti sunnah
dijadikan sebagai dasar penetapan hukum yang belum ada
ketetapannya secara eksplisit di dalam al-Quran. Hal ini tidak berarti
bahwa hukum dalam al-quran belum lengkap, melainkan al-Quran
telah menunjukkan secara garis besar segala masalah keagamaan. 8
4. Bayan Nasakh
Nasakh berarti penghapusan atau pembatalan. Maksudnya adalah
mengganti suatu hukum atau menghapuskannya. Hadits/Sunnah juga
berfungsi menjelaskan mana ayat yang menasakh (menghapus) dan
mana ayat yang dimansukh (dihapus).
Contohnya QS. al-Baqarah: 180
صيَّةَ ل ِْل َوا ِلدَيْن
ِ ض َر أ َحدَ ُك ُم ْال َم ْوة ُ ا َ ْن ت ََركَ َخي ًْرا ْال َو
َ علَ ْي ُك ْم إذَا َح َ ِب َ ُكت
. َعلَى ْال ُمت َّ ِقيْن َ َو ْاْل َ ْق َر ِبيْنَ ِب ْال َم ْع ُر ْوفِ َحقًّا
“Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput
seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat
untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik,
(sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.”
8
Mohammad Gufran dan Rahmawati, Ulumul Hadits: Praktis dan Mudah, (Yogyakarta: Penerbit
Teras, 2013), hlm. 14.
5
Ayat di atas menjelaskan tentang berlakunya wasiat terhadap ahli
waris. Namun selanjutnya datang Hadits yang memansukhkan hukum
tersebut, yaitu;
... َصيَّةَ ل ِْل َو ِارثِيْن َ
ِ َل َو...
“...Tidak ada wasiat bagi ahli waris...”
Para ulama berbeda pendapat tentang bayan nasakh ini. Sebahagian
diantara mereka ada yang membenarkannya dengan alasan bahwa hal
itu pernah terjadi. Mereka juga sepakat bahwa Hadits/Sunnah yang
menjelaskan nasakh salah satu hukum dalam al-Quran itu haruslah
mutawatir. Bahkan Ibn Hazmin berpendapat bahwa Hadits Ahad pun
boleh menasakh al-Quran. Ini sejalan dengan pendiriannya bahwa
setiap Hadits adalah qath’y.9
Salah seorang ulama yang menolak adanya bayan nasakh ini
adalah Imam Syafi’i. Beliau berpendapat bahwa al-Quran hanya boleh
dinasakh dengan al-Quran. Tidak ada nasakh Hadits terhadap al-Quran
karena Allah mewajibkan kepada Nabi-Nya agar mengikuti apa yang
diwahyukan kepadanya, dan bukan mengganti menurut kehendak
sendiri.10
9
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam: Permasalahan dan Fleksibilitasnya, Cet.II
(Jakarta: Sinar Grafika,2004) , hlm. 184
10
Nuruddin ‘Itr. Ulumul Hadis, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 336.
6
meriwayatkannya dari Rasulullah SAW dengan disandarkan kepada
Allah, dengan mengatakan: Rasulullah SAW mengatakan mengenai
apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya`, atau ia mengatakan:
Rasulullah SAW mengatakan: Allah Ta`ala telah berfirman atau
berfirman Allah Ta`ala.
7
yang dihidangkan kepadanya, di mana beliau dalam sebuah riwayat
telah mendiamkannya yang berarti menunjukkan bahwa daging biawak
itu tidak haram dimakan.
Hadits nabawi itu ada dua macam, yaitu:
a. Tauqifi
Yang bersifat tauqifi yaitu yang kandungannya diterima oleh
Rasulullah SAW dari wahyu, lalu ia menjelaskan kepada
manusia dengan kata-katanya sendiri. Bagian ini, meskipun
kandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi dari segi
pembicaraan lebih dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, sebab
kata-kata itu dinisbahkan kepada yang mengatakannya,
meskipun di dalamnya terdapat makna yang diterima dari pihak
lain.
b. Taufiqi
Yang bersifat taufiqi yaitu: yang disimpulkan oleh Rasulullah
SAW menurut pemahamannya terhadap Quran, karena ia
mempunyai tugas menjelaskan Quran atau menyimpulkannya
dengan pertimbangan dan ijtihad. Bagian kesimpulannyang
bersifat ijtihad ini, diperkuat oleh wahyu jika ia benar, dan jika
terdapat kesalahan didalamnya, maka turunlah wahyu yang
membetulkannya. Bagian ini bukanlah kalam Allah secara
pasti. Dari sini jelaslah bahwa Hadits nabawi dengan kedua
bagiannya yang tauqifi dan taufiqi dengan ijtihad yang diakui
oleh wahyu itu bersumber dari wahyu.
3. Pengertian Al-Qur’an
Kata Al-Qur’an menurut bahasa mempunyai arti yang
bermacammacam, salah satunya adalah bacaan atau sesuatu yang harus
di baca, dipelajari.
Adapun menurut istilah para ulama berbeda pendapat dalam
memberikan definisi terhadap Al-Qur’an. Ada yang mengatakan
8
bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah yang bersifat mu’jizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Jibril
dengan lafal dan maknanya dari Allah SWT, yang dinukilkan secara
mutawatir; membacanya merupakan ibadah; dimulai dengan surah al-
Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.
Ada yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril sebagai
mukjizat dan berfungsi sebagai hidayah (petunjuk). Yang lain
mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah yang diriwayatkan
kepada kita yang ada pada kedua kulit mushaf.Dari beberapa definisi
yang disebutkan, dapat dikatakan bahwa unsur-unsur utama yang
melekat pada Al-Qur’an adalah:
a. Kalamullah
b. Diturunkan kepada Nabi Muhammad
c. Melalui Malaikat Jibril
d. Berbahasa Arab
e. Menjadi mukjizat Nabi Muhammad
f. Berfungsi sebagai “hidayah” (petunjuk, pembimbing) bagi
manusia.11
11
M. Quraish Shihab, Sejarah dan Ulum Al-Qur‟an, (Jakarta: Pusataka Firdaus, 2008),
hal. 13.
9
semuanya diriwayatkan secara mutawatir, sehingga ada hadits yang
da'if.
d. Kebenaran ayat-ayat Al-Qur'an bersifat qath'i al-wurud (mutlak
kebenarannya) dan kafir meragukannya, sedangkan hadits bersifat
zhanni al-wurud (relatif kebenarannya) kecuali yang diriwayatkan
secara mutawatir.
e. Al-Qur'an redaksi dan maknanya dari Allah. Hadits qudsi
maknanya dari Allah dan redaksinya dari Nabi sendiri sesuai
dengan maknanya. Sedangkan hadits nabawi merupakan ijtihad
Nabi sesuai dengan wahyu Allah.
f. Proses penyampaian Al-Qur'an lewat wahyu Allah dengan
perantara Malaikat Jibril, yang langsung bertemu dengan Rasul,
sedangkan hadits qudsi lewat ilham yang Allah sampaikan dengan
bisikan, mimpi dan isyarat alam, dan hadits nabawi merupakan
penjabaran Nabi terhadap wahyu yang diterimanya berdasarkan
hidayah yang Allah anugerahkan.
g. Kewahyuan Al-Qur'an merupakan wahyu masluw (wahyu yang
dibacakan oleh jibril kepada Muhammad saw), sedangkan hadits
merupakan wahyu ghoirul masluw (wahyu yang tidak dibacakan)
tetapi terlintas dalam hati secara jelas dan haqqul yaqin, kemudian
disampaikan oleh Nabi Muhammad saw dengan redaksinya sendiri.
h. Membaca Al-Qur'an dinilai sebagai ibadah, setiap satu huruf
pahalanya sebanding dengan 10 kebajikan, sedangkan membaca
hadits tidak dinilai ibadah kecuali disertai dengan niat yang baru.
i. Diantara surat Al-Qur'an wajib dibaca dalam sholat, seperti Surat
Al-Fatihah yang dibaca setiap raka'at. Sedangkan hadits tidaklah
dibaca dalam sholat, namun hadits merupakan petunjuk Rasul yang
mengajarkan tata cara mendirikan sholat sesuai dengan contoh
yang telah Rasul kerjakan.
10
j. Mushab Al-Qur'an diharamkan disentuh oleh orang-orang yang
sedang berhadats dan bernajis, sedangkan hadits tidaklah
sedemikian.
k. Imam Ahmad berkata haram Mushab Al-Qur'an diperjual belikan
dan Imam Syafi'i berkata Mushab Al-Qur'an makruh diperjual
belikan, sedangkan hadits tidaklah ada ketetapan hukum dari para
ulama tentang keharaman diperjual belikan.12
12 Al-Ustadz Drs. P.M. Gunawan Nst. (Dosen 'Ulumul Hadits di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
Muhammadiyah Sibolga). di akses pada tanggal 30 September 2023 pukul 15.45 WITA.
11
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Quran dan Hadits merupakan dua sumber utama ajaran Islam yang
memiliki hubungan yang tidak mungkin terpisahkan antara keduanya. Hal
ini ditunjukkan oleh beberapa fungsi yang diperankan oleh Hadits
terhadap al-Quran, di antaranya: bayan al-ta’kid (menegaskan), bayan al-
tafsir (menjelaskan), bayan al-tasyri’ (menetapkan syari’at) dan bayan
nasakh (menghapus/mengganti).
Berdasarkan semua fungsi-fungsi Hadits tersebut menunjukkan bahwa
al-Qur’an lebih membutuhkan Hadits dari pada sebaliknya.
B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karenanya makalah ini masih perlu perbaikan dan
penyempurnaan melalui kritikan dan masukan bermanfaat dari para
pembaca sekalian. Semoga makalah yang sederhana ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua. Aamiin.
12
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ustadz Drs. P.M. Gunawan Nst. (Dosen 'Ulumul Hadits di Sekolah Tinggi Ilmu
Tarbiyah Muhammadiyah Sibolga)
13