Anda di halaman 1dari 16

KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADITS DAN PERBEDAAN

HADITS NABAWI, HADITS QUDSI, DAN AL-QUR’AN

MAKALAH

DISUSUN OLEH:

YANDA BURHANURUL URAN / 10120220096

DOSEN PENGAPUH:

H. YUNUS ANWAR Lc.,M.Ag

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS AGAMA ISLAM

MAKASSAR

2023
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu hadits adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk
mengetahui kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau ditolak.
Menurut TengkuMuhammad Hasbi AshShiddieqy: "ilmu hadits, yakni ilmu
yang berpautan dengan hadits, banyak ragam macamnya". Menurut Izzudin
Ibnu Jamaah: "Ilmu hadis adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dasar untuk
mengetahui keadaan suatu sanad atau matan (hadits). Tujuan pentingnya
mempelajari Ilmu hadits adalah untuk mengetahui (memilah) hadits-hadits
yang shahih dari yang selainnya. Yakni mengetahui keadaan dari suatu
hadis, apakah hadis tersebut shahih, hasan, atau bahkan dha‘if (lemah,
sehingga tidak dapat digunakan sebagai pegangan). Orang yang pertama
kali membuat ulumul hadits ini yaitu nama beliau adalah Muhammad bin
Muslim bin Abdillah bin Syihab Az-Zuhri. Beliau adalah orang yang
pertama kali membukukan dan mengumpulkannya atas perintah Khalifah
Umar bin Abdul Aziz. Fungsi hadist terhadap Al Quran adalah sebagai
Bayan At Tafsir, sebagai Bayan At-Tafsir, sebagai Bayan At-tasyri, dan
sebagai Bayan Nasakh”. Kedudukan Hadits sebagai bayani atau
menjalankan fungsi yang menjelaskan hukum AlQuran, tidak diragukan
lagi dan dapat di terima oleh semua pihak, karena memang untuk itulah
Nabi di tugaskan Allah SWT. Namun dalam kedudukan hadits sebagai
dalil yang berdiri sendiri dan sebagai sumber kedua setelah Al-Quran.1

1 MUSHAF JOURNAL : Jurnal Ilmu Al Quran dan Hadis Vol. 3 No. 1 April 2023, Hal 51-52

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan hadits dalam islam?
2. Apa fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an?
3. Apa perbedaan Al-Qur’an , Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui kedudukan hadits dalam islam?
2. Mengetahui fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an?
3. Mengetahui perbedaan Al-Qur’an , Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi?

3
PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hadits Dalam Islam


Pada suatu hari, Imran bin Husayn duduk berbincang-
bincang bersama sahabat-sahabatnya. Tiba-tiba di antara mereka ada
yang berkata, “Janganlah kamu menceriterakan kepada kami kecuali
Al-Qur’an.” Imran bin Husayn berkata kepadanya, Tahukah kamu
seandainya kamu dan sahabat-sahabat kamu hanya berpegang teguh
kepada Al-Qur’an, maka apakah kamu akan mendapatkan penjelasan
bahwa salat lohor itu empat rakaat dan salat Magribitu tiga rakaat,
serta kamu mengeraskan bacaanmu dua rakaat pertama dari Salat
Magrib ?” Selanjutnya dia berkata, “Wahai kaumku, berpegang
teguhlah dan ambillah daripadaku hadis Nasbi Muhammad saw. ,
karena sesungguhnya jika kamu mengabaikannya, niscaya kamu akan
sesat.”2
Banyak ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad saw.
dengan jelas dan tegas memerintahkan dan mewajibkan mengikuti
dan mengamalkan hadis (segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
Muhammad saw.). Di antaranya adalah:
1. Firman Allah dalam QS. Al-Maidah: 92:
‫ع ٰلى‬
َ ‫س ْو َل َواحْ ذَ ُر ْوا ۚفَا ِْن ت ََولَّ ْيت ُ ْم فَا ْعلَ ُم ْْٓوا اَنَّ َما‬ َّ ‫ّٰللاَ َواَ ِط ْيعُوا‬
ُ ‫الر‬ ‫َواَ ِط ْيعُوا ه‬
)92 :5/‫المائدة‬ ۤ ( ٩٢ ُ‫س ْو ِلنَا ْالبَ ٰل ُغ ْال ُمبِيْن‬ ُ ‫َر‬
Artinya; Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada
Rasul serta berhati-hatilah! Jika kamu berpaling, maka ketahuilah
bahwa kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (ajaran Allah)
dengan jelas. (Al-Ma'idah/5:92)

2. Firman Allah dalam QS. Ali Imran: 32:

2
Nuur al-Diin ‘Itr, Manhaj al-Naqd fiy ‘Uluum al-Hadiits. Diterjemahkan oleh Mujiyo dengan judul: ‘Ulum
al-Hadits, Jilid I (Cetakan I, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 2.

1
َ ‫س ْو َل ۚ فَا ِْن ت ََولَّ ْوا فَا َِّن ه‬
ُّ‫ّٰللا ََل ي ُِحب‬ ُ ‫الر‬ َ ‫قُ ْل ا َ ِط ْيعُوا ه‬
َّ ‫ّٰللا َو‬
)32 :3/‫ ( ٰال عمران‬٣٢ َ‫ال ٰك ِف ِريْن‬ ْ
Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Taatilah Allah dan
Rasul(-Nya). Jika kamu berpaling, sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang kafir.” (Ali 'Imran/3:32)

3. Firman Allah dalam QS. Al-Anfal: 24:

‫عا ُك ْم ِل َما يُحْ ِي ْي ُك ۚ ْم َوا ْعلَ ُم ْْٓوا اَ َّن‬


َ َ‫س ْو ِل اِذَا د‬
ُ ‫لر‬ ِ ‫ٰيْٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُوا ا ْست َِج ْيب ُْوا ِ ه‬
َّ ‫ّلِل َو ِل‬
)24 :8/‫( اَلنفال‬٢ َ‫ل بَيْنَ ْال َم ْر ِء َوقَ ْل ِب ٖه َواَنَّ ْٓه اِلَ ْي ِه تُحْ ش َُر ْون‬ ُ ‫ّٰللاَ يَ ُح ْو‬
‫ه‬

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan


Allah dan Rasul (Nabi Muhammad) apabila dia menyerumu pada
sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu! Ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dengan hatinya dan
sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (Al-
Anfal/8:24)

4. Nabi Muhammad saw. bersabda,

Artinya: Berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah


khalifahku yang mendapat hidayah. Bepegang teguhlah padanya dan
gigitlah dengan gigi gerahammu. Jauhilah olehmu perkara- perkara
yang diada-adakan, karena setiap perkara yang diada- adakan itu
bid’ah, dan setiap bid’ah itu kesesatan.3

3 Abu Daawud Sulayman bin al-Asy’ats al-Sajistaniy al-Azdiy, Sunan Abiy Daawud, Juz IV
((Indonesia: Maktabat Dahlan, (s.a), h. 201.

2
5. Nabi Muhammad saw. bersabda,

Artinya: Barang siapa menghidupkan satu sunnah dari


sunnah-sunnahku yang telah ditinggalkan sesudahku, maka dia
mendapat pahala sama dengan pahala orang-orang yang
mengerjakannya, tanpa dikurangi sedikitpun.4
Berdasarkan ayat dan hadis tersebut di atas, maka dapat
dipahami bahwa kedudukan hadis dalam syariah Islam sebagai
landasan hujah dan dalil dalam menetapkan ajaran-ajaran Islam dan
mengamalkannya. Ia menempati tempat ke dua sesudah Al-Qur’an
yang menempati tempat yang pertama dan utama. Hal ini didasarkan
atas perintah Allah untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul- Nya,
Muhammad saw. serta nilai keorisionalannya. Al-Qur’an adalah
qath’I al-wurud dari Allah, sedangkan hadis adalah dzanniy al-wurud
dari Rasul-Nya. Juga karena Al-Qur’an adalah wahyu langsung dari
Allah kepada Rasul-Nya melalui Jibril. Dengan demikian, selayaknya
kalau yang berasal dari Allah kedudukannya lebih tinggi dan
terhormat dari yang bersal dari Rasul-Nya (hadis).

B. Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an


1. Bayan al-Ta’kid
Secara bahasa bayan berarti statement (pernyataan), tipe (syle) dan
penjelasan. Sedangkan ta’kid berarti penetapan atau penegasan.5
Maksud dari Hadits/Sunnah sebagai bayan al-ta’kid adalah Hadits
/Sunnah berfungsi menetapkan atau menegaskan hukum yang terdapat
di dalam al-Quran.6 Hal ini menunjukkan bahwa masalah-masalah

4 Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Surah al-Turmuziy, Sunan al-Turmuziy wa Huwaal-Jaami’ al-
Shahiih Juz II (Semarang: Thaha Putra, [s.a]), h. 92.
5 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia (Yogyakarta: Multi Kaya

Grafika, 2009), hlm. 370- 387.


6
Abuddin Nata, Al-Quran dan Hadits, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), hlm. 207..

3
yang terdapat dalam al-Quran dan Hadits/Sunnah sangat penting untuk
diimani dan dijalankan oleh setiap muslim.

Di antara masalah-masalah yang ada dalam al-Quran dan


disampaikan pula oleh Rasulullah di dalam Hadits/Sunnah ialah
Tentang Ketentuan Awal Puasa Ramadhan, Di Antaranya Terdapat
Dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 185;
‫فَ َم ْن َشهِدَ ِمنْ م ُْك الشَّ ه َْر فَلْ َي مص ْم مه‬
Artinya : “Barang siapa yang menyaksikan bulan maka
berpuasalah.”(QS.Al-Baqarah: 185).

Hal ini ditegaskan dalam Hadits:


)‫ (رواه مسلم‬. َ‫علَ ْي ُك ْم فَعُد ُّْوا ث َ ََلثِيْن‬
َ ‫ي‬ ُ ْ َ‫صو ُموا َوإذَا َرأيت ُ ُموهُ فَأ ْفطِ ُروا ف‬
ُ َ‫إذَا َرأيت ُ ُموهُ ف‬
َ ِ‫إن أعْم‬
“Jika kalian melihatnya (bulan) maka berpuasalah, dan jika kalian
melihatnya (bulan) maka berbukalah (hari Raya Fitri), namun jika
bulan tertutup mendung yang menyulitkan kalian untuk melihatnya,
maka sempurnakanlah sampai 30 hari.”(HR. Muslim)

2. Bayan Al-Tafsir
Tafsir secara bahasa berarti penjelasan, interpretasi atau
keterangan. Maksud dari Hadits/Sunnah sebagai bayan al-tafsir adalah
Hadits/Sunnah berfungsi sebagai penjelasan atau interpretasi kepada
ayat-ayat yang tidak mudah dipahami.7 Hal ini dikarenakan ayat-ayat
tersebut bersifat mujmal (umum) sehingga perlu penjelasan yang bisa
menjelaskannya lebih terperinci. Sebagai contoh ayat al-Quran
kewajiban shalat dalam surat al-Baqarah ayat 43;
َّ ‫ار َكعُ ْوا َم َع‬
. َ‫الرا ِك ِعيْن‬ ْ ‫الزكَاةَ َو‬ َّ ‫َوأَقِ ْي ُموا ال‬
َّ ‫ص ََلةَ َواتُوا‬
)43:‫(البقرة‬
Artinya : “Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama
orang-orang yang ruku’.”(QS.Al-Baqarah: 43)

7
Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadits, (Medan: Citapustaka Media Perintis,2011), hlm. 32.

4
Hal ini dirincikan tata cara pelaksanannya dalam Hadits berikut;
َ ُ ‫صلُّ ْوا َك َما َرأ َ ْيت ُ ُم ْونِي أ‬
)‫ (رواه البخاري‬.‫صلِي‬ َ
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.” (HR.al-Bukhari)

Dalam ayat diatas hanya ada perintah melaksanakan shalat, namun


tidak dijelaskan secara rinci bagaimana cara melaksanakan shalat.
Sehingga datanglah Hadits yang menjelaskan bahwa cara melaksanan
shalat adalah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah.

3. Bayan Al-Tasyri’
Hadits atau Sunnah sebagai bayan tasyri’ berarti sunnah
dijadikan sebagai dasar penetapan hukum yang belum ada
ketetapannya secara eksplisit di dalam al-Quran. Hal ini tidak berarti
bahwa hukum dalam al-quran belum lengkap, melainkan al-Quran
telah menunjukkan secara garis besar segala masalah keagamaan. 8

4. Bayan Nasakh
Nasakh berarti penghapusan atau pembatalan. Maksudnya adalah
mengganti suatu hukum atau menghapuskannya. Hadits/Sunnah juga
berfungsi menjelaskan mana ayat yang menasakh (menghapus) dan
mana ayat yang dimansukh (dihapus).
Contohnya QS. al-Baqarah: 180
‫صيَّةَ ل ِْل َوا ِلدَيْن‬
ِ ‫ض َر أ َحدَ ُك ُم ْال َم ْوة ُ ا َ ْن ت ََركَ َخي ًْرا ْال َو‬
َ ‫علَ ْي ُك ْم إذَا َح‬ َ ‫ِب‬ َ ‫ُكت‬
. َ‫علَى ْال ُمت َّ ِقيْن‬ َ ‫َو ْاْل َ ْق َر ِبيْنَ ِب ْال َم ْع ُر ْوفِ َحقًّا‬
“Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput
seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat
untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik,
(sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.”

8
Mohammad Gufran dan Rahmawati, Ulumul Hadits: Praktis dan Mudah, (Yogyakarta: Penerbit
Teras, 2013), hlm. 14.

5
Ayat di atas menjelaskan tentang berlakunya wasiat terhadap ahli
waris. Namun selanjutnya datang Hadits yang memansukhkan hukum
tersebut, yaitu;
... َ‫صيَّةَ ل ِْل َو ِارثِيْن‬ َ
ِ ‫َل َو‬...
“...Tidak ada wasiat bagi ahli waris...”
Para ulama berbeda pendapat tentang bayan nasakh ini. Sebahagian
diantara mereka ada yang membenarkannya dengan alasan bahwa hal
itu pernah terjadi. Mereka juga sepakat bahwa Hadits/Sunnah yang
menjelaskan nasakh salah satu hukum dalam al-Quran itu haruslah
mutawatir. Bahkan Ibn Hazmin berpendapat bahwa Hadits Ahad pun
boleh menasakh al-Quran. Ini sejalan dengan pendiriannya bahwa
setiap Hadits adalah qath’y.9
Salah seorang ulama yang menolak adanya bayan nasakh ini
adalah Imam Syafi’i. Beliau berpendapat bahwa al-Quran hanya boleh
dinasakh dengan al-Quran. Tidak ada nasakh Hadits terhadap al-Quran
karena Allah mewajibkan kepada Nabi-Nya agar mengikuti apa yang
diwahyukan kepadanya, dan bukan mengganti menurut kehendak
sendiri.10

C. Perbedaan Antara Hadits Qudsi, Hadits Nabawi, dan Al-Qur’an


1. Pengertian hadits Qudsi
Secara bahasa, kata qudsi adalah nisbah dari kata quds. Hadits
qudsi adalah firman atau perkataan Allah SWT, namun jenis firman
Allah SWT yang tidak termasuk Al-Quran. Hadits qudsi tetap sebuah
hadits, hanya saja Nabi Muhammad SAW menyandarkan hadits qudsi
kepada Allah SWT. Maksudnya, perkataan Allah SWT itu
diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan redaksi dari diri
beliau sendiri. Bila seseorang meriwayatkan Hadits qudsi, maka dia

9
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam: Permasalahan dan Fleksibilitasnya, Cet.II
(Jakarta: Sinar Grafika,2004) , hlm. 184
10
Nuruddin ‘Itr. Ulumul Hadis, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 336.

6
meriwayatkannya dari Rasulullah SAW dengan disandarkan kepada
Allah, dengan mengatakan: Rasulullah SAW mengatakan mengenai
apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya`, atau ia mengatakan:
Rasulullah SAW mengatakan: Allah Ta`ala telah berfirman atau
berfirman Allah Ta`ala.

Hadits qudsi itu maknanya dari Allah, ia disampaikan kepada


Rasulullah SAW melalui salah satu cara penurunan wahyu, sedang
lafadznya dari Rasulullah SAW, inilah pendapat yang kuat.
Dinisbahkannya Hadits qudsi kepada Allah SWT adalah nisbah
mengenai isinya, bukan nisbah mengenai lafadznya. Sebab seandainya
Hadits qudsi itu lafalnya juga dari Allah, maka tidak ada lagi
perbedaan antara Hadits qudsi dengan Al-Quran. Dan tentu pula gaya
bahasanya menuntut untuk ditantang, serta membacanya pun
diangggap ibadah.

2. Pengertian hadits Nabawi


Sedangkan hadits nabawi adalah segala yang disandarkan kepada
nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau
sifat. Yang berupa perkataan seperti perkataan Nabi SAW:
Sesungguhnya sahnya amal itu disertai dengan niat. Dan setiap orang
bergantung pada niatnya. Sedangkan yang berupa perbuatan ialah
seperti ajaranya pada sahabat mengenai bagaimana caranya
mengerjakan shalat, kemudian ia mengatakan: Shalatlah seperti kamu
melihat aku melakukan shalat. Juga mengenai bagaimana ia
melakukan ibadah haji, dalam hal ini Nabi saw. Berkata: Ambilah dari
padaku manasik hajimu.
Sedang yang berupa persetujuan ialah seperti beliau menyetujui
suatu perkara yang dilakukan salah seorang sahabat, baik perkataan
atau pun perbuatan, baik dilakukan di hadapan beliau atau tidak, tetapi
beritanya sampai kepadanya. Misalnya mengenai makanan biawak

7
yang dihidangkan kepadanya, di mana beliau dalam sebuah riwayat
telah mendiamkannya yang berarti menunjukkan bahwa daging biawak
itu tidak haram dimakan.
Hadits nabawi itu ada dua macam, yaitu:
a. Tauqifi
Yang bersifat tauqifi yaitu yang kandungannya diterima oleh
Rasulullah SAW dari wahyu, lalu ia menjelaskan kepada
manusia dengan kata-katanya sendiri. Bagian ini, meskipun
kandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi dari segi
pembicaraan lebih dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, sebab
kata-kata itu dinisbahkan kepada yang mengatakannya,
meskipun di dalamnya terdapat makna yang diterima dari pihak
lain.
b. Taufiqi
Yang bersifat taufiqi yaitu: yang disimpulkan oleh Rasulullah
SAW menurut pemahamannya terhadap Quran, karena ia
mempunyai tugas menjelaskan Quran atau menyimpulkannya
dengan pertimbangan dan ijtihad. Bagian kesimpulannyang
bersifat ijtihad ini, diperkuat oleh wahyu jika ia benar, dan jika
terdapat kesalahan didalamnya, maka turunlah wahyu yang
membetulkannya. Bagian ini bukanlah kalam Allah secara
pasti. Dari sini jelaslah bahwa Hadits nabawi dengan kedua
bagiannya yang tauqifi dan taufiqi dengan ijtihad yang diakui
oleh wahyu itu bersumber dari wahyu.

3. Pengertian Al-Qur’an
Kata Al-Qur’an menurut bahasa mempunyai arti yang
bermacammacam, salah satunya adalah bacaan atau sesuatu yang harus
di baca, dipelajari.
Adapun menurut istilah para ulama berbeda pendapat dalam
memberikan definisi terhadap Al-Qur’an. Ada yang mengatakan

8
bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah yang bersifat mu’jizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Jibril
dengan lafal dan maknanya dari Allah SWT, yang dinukilkan secara
mutawatir; membacanya merupakan ibadah; dimulai dengan surah al-
Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.
Ada yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril sebagai
mukjizat dan berfungsi sebagai hidayah (petunjuk). Yang lain
mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah yang diriwayatkan
kepada kita yang ada pada kedua kulit mushaf.Dari beberapa definisi
yang disebutkan, dapat dikatakan bahwa unsur-unsur utama yang
melekat pada Al-Qur’an adalah:
a. Kalamullah
b. Diturunkan kepada Nabi Muhammad
c. Melalui Malaikat Jibril
d. Berbahasa Arab
e. Menjadi mukjizat Nabi Muhammad
f. Berfungsi sebagai “hidayah” (petunjuk, pembimbing) bagi
manusia.11

4. Perbedaan Hadits dan Al-Qur’an


a. Al-Qur'an merupakan mukjizat Rasulullah Muhammad saw,
sedangkan hadits bukanlah merupakan mukjizat.
b. Al-Qur'an terpelihara dari berbagai kekurangan dan pendistorsian
tangan-tangan jahil dan kuffar (Qs.15:9), sedangkan hadits tidaklah
terpelihara sebagaimana layaknya Al-Qur'an.
c. Al-Qur'an seluruhnya diriwayatkan secara mutawatir, sehingga
memakainya tidak dibutuhkan khawatir, sedangkan hadits tidak

11
M. Quraish Shihab, Sejarah dan Ulum Al-Qur‟an, (Jakarta: Pusataka Firdaus, 2008),
hal. 13.

9
semuanya diriwayatkan secara mutawatir, sehingga ada hadits yang
da'if.
d. Kebenaran ayat-ayat Al-Qur'an bersifat qath'i al-wurud (mutlak
kebenarannya) dan kafir meragukannya, sedangkan hadits bersifat
zhanni al-wurud (relatif kebenarannya) kecuali yang diriwayatkan
secara mutawatir.
e. Al-Qur'an redaksi dan maknanya dari Allah. Hadits qudsi
maknanya dari Allah dan redaksinya dari Nabi sendiri sesuai
dengan maknanya. Sedangkan hadits nabawi merupakan ijtihad
Nabi sesuai dengan wahyu Allah.
f. Proses penyampaian Al-Qur'an lewat wahyu Allah dengan
perantara Malaikat Jibril, yang langsung bertemu dengan Rasul,
sedangkan hadits qudsi lewat ilham yang Allah sampaikan dengan
bisikan, mimpi dan isyarat alam, dan hadits nabawi merupakan
penjabaran Nabi terhadap wahyu yang diterimanya berdasarkan
hidayah yang Allah anugerahkan.
g. Kewahyuan Al-Qur'an merupakan wahyu masluw (wahyu yang
dibacakan oleh jibril kepada Muhammad saw), sedangkan hadits
merupakan wahyu ghoirul masluw (wahyu yang tidak dibacakan)
tetapi terlintas dalam hati secara jelas dan haqqul yaqin, kemudian
disampaikan oleh Nabi Muhammad saw dengan redaksinya sendiri.
h. Membaca Al-Qur'an dinilai sebagai ibadah, setiap satu huruf
pahalanya sebanding dengan 10 kebajikan, sedangkan membaca
hadits tidak dinilai ibadah kecuali disertai dengan niat yang baru.
i. Diantara surat Al-Qur'an wajib dibaca dalam sholat, seperti Surat
Al-Fatihah yang dibaca setiap raka'at. Sedangkan hadits tidaklah
dibaca dalam sholat, namun hadits merupakan petunjuk Rasul yang
mengajarkan tata cara mendirikan sholat sesuai dengan contoh
yang telah Rasul kerjakan.

10
j. Mushab Al-Qur'an diharamkan disentuh oleh orang-orang yang
sedang berhadats dan bernajis, sedangkan hadits tidaklah
sedemikian.
k. Imam Ahmad berkata haram Mushab Al-Qur'an diperjual belikan
dan Imam Syafi'i berkata Mushab Al-Qur'an makruh diperjual
belikan, sedangkan hadits tidaklah ada ketetapan hukum dari para
ulama tentang keharaman diperjual belikan.12

12 Al-Ustadz Drs. P.M. Gunawan Nst. (Dosen 'Ulumul Hadits di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
Muhammadiyah Sibolga). di akses pada tanggal 30 September 2023 pukul 15.45 WITA.

11
PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-Quran dan Hadits merupakan dua sumber utama ajaran Islam yang
memiliki hubungan yang tidak mungkin terpisahkan antara keduanya. Hal
ini ditunjukkan oleh beberapa fungsi yang diperankan oleh Hadits
terhadap al-Quran, di antaranya: bayan al-ta’kid (menegaskan), bayan al-
tafsir (menjelaskan), bayan al-tasyri’ (menetapkan syari’at) dan bayan
nasakh (menghapus/mengganti).
Berdasarkan semua fungsi-fungsi Hadits tersebut menunjukkan bahwa
al-Qur’an lebih membutuhkan Hadits dari pada sebaliknya.

B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karenanya makalah ini masih perlu perbaikan dan
penyempurnaan melalui kritikan dan masukan bermanfaat dari para
pembaca sekalian. Semoga makalah yang sederhana ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua. Aamiin.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ustadz Drs. P.M. Gunawan Nst. (Dosen 'Ulumul Hadits di Sekolah Tinggi Ilmu
Tarbiyah Muhammadiyah Sibolga)

Abu Daawud Sulayman bin al-Asy’ats al-Sajistaniy al-Azdiy, Sunan Abiy


Daawud, Juz IV. Indonesia: Maktabat Dahlan, (s.a).

Abuddin Nata, Al-Quran dan Hadits, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000)


Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia
(Yogyakarta: Multi Kaya Grafika, 2009),

‘Itr, Nuur al-Diin. Manhaj al-Naqd fiy ‘Uluum al-Hadiits. Diterjemahkan


oleh Mujiyo dengan judul: ‘Ulum al-Hadits, Jilid I.Cetakan I,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.

M. Quraish Shihab, Sejarah dan Ulum Al-Qur‟an, (Jakarta: Pusataka


Firdaus, 2008),

Mohammad Gufran dan Rahmawati, Ulumul Hadits: Praktis dan


Mudah, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2013),
MUSHAF JOURNAL : Jurnal Ilmu Al Quran dan Hadis Vol. 3 No. 1 April 2023
Nuruddin ‘Itr. Ulumul Hadis, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012)
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam: Permasalahan dan Fleksibilitasnya,
Cet.II (Jakarta: Sinar Grafika,2004)
Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadits, (Medan: Citapustaka Media
Perintis,2011),
Turmuziy, Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Surah al-. Sunan al-Turmuziy wa
Huwa al-Jaami’ al-Shahiih Juz II. Semarang: Thaha Putra, [s.a]).

13

Anda mungkin juga menyukai