Anda di halaman 1dari 32

* SUMBER AJARAN

ISLAM
Sumber Ajaran Islam ada tiga, yaitu:
1. Al-Qur’an
2. As-Sunnah/ Al- Hadis, dan
3. Ijtihad/Ra’yu.
Pengertian Al-Qur’an.
Secara bahasa al-Qur’an berasal dari bahara Arab, yaitu bentuk
jamak dari kata benda (masdar) dari kata kerja qara’a-yaqra’u-
qur’anan yang artinya bacaan atau sesuatu yang dibaca
berulang-ulang.
Menurut istilah al-Qur’an adalah kalam Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai
mu’jizat, disampaikan dengan jalan mutawatir
dari Allah dengan perantaraan malaikat Jibril
dan membacanya dinilai ibadah kepada Allah.
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dalam tenggang
waktu lebih kurang 23 tahun, dan ada ahli yang menyatakan 22
tahun 2 bulan 22 hari. Dan dibagi menjadi dua periode yaitu
periode Makkah dan periode Madinah. Peride Makkah ayat nya
disebut ayat Makkiyah dan periode Madinah ayatnya disebut
ayat Madaniyah.
Ciri-ciri ayat Makiyah:
 Ayatnya pendek-pendek
 Nuansa sastra yang tinggi
 Kebanyakan dimulai dengan kata ya
ayyuhannas
 Berisi prinsip-prinsip keimanan, meletakkan
kaidah umum syariah dan akhlah
Ciri-ciri ayat Madaniyah:
 Ayatnya panjang-panjang
 Kebanyakan dimulai dengan kata ya ayyuhal
ladina amanuu
 Isinya menerangkan aspek syariah baik
menyangkut tentang ibadah maupun muamalah
dan akhlah, serta hubungan muslim dengan non
muslim dan hukum antar negara.
Nama-nama lain al-Qur’an:
a. Alkitab, sesuatu yang ditulis (ad-Dukhan:2)
b. Alkalam, berarti ucapan (at-Taubah: 6)
c. adz-Dzikra, peringatan (al-Hijr:9)
d. Al-Qashash, cerita-cerita (Ali-Imran:62)
e. Al-Huda, petunjuk (at-Taubah:33)
f. Al-Furqan, pemisah (al-Furqan:1)
g. Al-Mauidzah, nasehat (Yunus:57)
h. Asy-Syifa’, obat/penawar (al-Israa’:82)
i. An-Nur, cahaya (An-Nisa’:174)
j. Ar-Rahman, karunia (an-Naml:77)
Pokok-pokok kandungan al-Qur’an:
1. Aqidah
2. Ibadah/syariat
3. Akhlak
4. Petunjuk dasar tentang tanda-tanda alam
5. Kisah para nabi dan umat terdahulu
6. Informasi tentang alam gaib.
Al-Quran sebagai Mukjizat Nabi Muhammad.
Aspek-aspek kemukjizatan al-Qur’an:
a. Aspek bahasa al-Qur’an
b. Aspek sejarah
c. Isyarat tentang ilmu pengetahuan
d. Konsistensi Ajaran selama proses penurunan yang panjang
e. Keberadaan Nabi Muhammad yang Ummi
Komitmen terhadap al-Qur’an:
1. Mengimani al-Qur’an
2. Mempelajari al-Qur’an
3. Mengamalkan al-Qur’an
4. Mendakwahkan al-Qur’an
As-Sunnah/Hadis
Secara bahasa sunnah berarti cara, jalan, kebiasaan, dan
tradisi.
Menurut istilah sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad baik berupa perkataan, perbuatan dan
keizinannya atau sikap diamnya.
Macam-macah Sunnah.
Dilihat dari segi bentuknya sunnah ada tiga:
1. Sunnah Qauliyah (sunnah berupa ucapan Rasul)
2. Sunnah Fi’liyah, (sunnah berupa perbuatan Rasul), dan
3. Sunnah Ta’ririyah (berupa sikap diamnya Rasul)
Dan ada yang menambahkan sunnah Hammiyah.
Dilihat dari segi banyaknya sahabat yang meriwayatkan:
1. Mutawatir, diriwayatkan banyak sahabat dan mustahil untuk
berdusta.
2. Masyhur, diriwayatkan banyak sahabat, tetapi jumlahnya di
bawah jumlah mutawatir.
3. Ahad, diriwayatkan sedikit sahabat satu orang.
Dilihat dari segi kualitas yang meriwayatkan:
1. Shahih (sehat, benar, tidak cacat)
2. Hasan (bagus, baik)
3. Dha’if (lemah).
Fungsi As-Sunnah terhadap al-Qur’an:
a. Sebagai penguat al-Qur’an
b. Sebagai penjelas al-Qur’an
c. Sebagai pembuat hukum
Ket:
1. as-Sunnah sebagai penguat al-Qur’an, yaitu
sebagai penguat pesan-pesan atau peraturan-
peraturan yang tersurat dalam ayat-ayat al-
Qur’an. Contoh al-Qur’an menyebutkan suatu
kewajiban dan larangan, lalu Rasul dalam
sunahnya menguatkan kewajiban dan larangan
tersebut. Contoh penguatan sunnah atas al-
Qur’an antara lain berkaitan dengan iman.
Surat an-Nisa’ ayat 136.
Surat an-nisa’ 136 dikuatkan oleh sunnah:
“(Iman itu) beriman kepada Allah, Malaikat-
malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya,
Hari akhir dan percaya kepada qadar baik
mengenai qadar yang baik maupun yang buruk.
(HR. Muslim dari Umar bin Khatab)
2. Sunnah sebagai penjelas al-Qur’an
• Menjelaskan makna yang rumit, seperti:
Peliharalah semua shalat (mu) dan
(peliharalah) shalat wustha. (al-
Baqarah:238)
Yang dimaksud shalat wustha dijelaskan
dengan sunnah, yaitu shalat ashar.
• Mengikat makna-makna yang bersifat lepas
(taqyid al-muthlaqah) dari ayat-ayat al-Qur’an
contoh:
“Laki-laki dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya, sebagai
pembalasan yang mereka kerjakan…(al-
Maidah:38)
Pengertian tangan (yad) bersifat lepas (mutlak)
sehingga batasan tangan pencuri yang harus
dipotong menjadi kabur. Untuk itu as-Sunnah
menjelaskan yang dimaksud tangan adalah
pergelangan.
• Mengkhususkan ketetapan-ketetapan yang
disebut al-Qur’an secara umum (takhshish
al-’am). Contoh:
“Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. (al-Baqarah: 275)
Jual beli yang dihalalkan masih bersifat umum,
lalu Rasul mengkhususkan, sehingga apa yang
kemudian dikhususkan menjadi tidak halal lagi.
Yaitu jual beli yang belum tentu rupa, waktu,
tempat, dan harga serta jual beli lempar batu.
• Menjelaskan ruang lingkup masalah yang
terkandung dalam nash-nash al-Qur’an:
“mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan kepadanya. (Ali-
Imran:97)
Lalu ayat tersebut dijelaskan dengan hadis
Rasul:
“Kewajiban haji itu hanya sekali. Barang siapa
yang menambah maka tambahan itu termasuk
satu kebajikan. (HR. Abu Daud, Ahmad dan
Hakim dari Ibnu Abbas).
• Menjelaskan mekanisme pelaksanaan dari
hukum-hukum yang ditetapkan al-Qur’an.
Contoh cara shalat, puasa dan haji.
3. Sunnah sebagai pembuat hukum
Menetapkan hukum yang belum ditetapkan
dalam al-Qur’an. Misalnya al-Qur’an
menyebutkan empat macam makanan yang
diharamkan. Firman Allah:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,
daging babi, daging yang disembelih atas nama
selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang
jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang
buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,
dan yang disembelih untuk berhala. Dan
diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan
anak panah karena itu sebagai kefasikan (al-
Maidah:3).
As-Sunnah datang dengan ketetapan baru
menambah jumlah barang yang dilarang
dimakan sebagai berikut:
“Dari ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah
melarang (memakan) setiap binatang buas
yang bertaring dan burung yang berkaki
penyambar.(HR. Muslim dari Ibnu Abbas)
Ijtihad
Secara bahasa dari kata jahada yang artinya sungguh-sungguh.
Secara terminologi ijtihad adalah berusaha sekeras-kerasnya
untuk membentuk penilaian yang bebas tentang sesuatu
masalah hukum, yang belum ada dasarnya secara eksplisit
dalam al-Qur’an maupun dalam hadis.
Landasan Ijtihad
Yang menjadi landasan ijtihad ada dalam al-Qur’an
maupun Hadis Rasulullah SAW.
1. Surat An-Nisa’: 105
“Sesungguhnya Kami turunkan kepadamu
(Muhammad) Kitab dengan membawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia dengan
apa yang telah Allah wahyukan kepadamu. Dan
janganlah kamu menjadi pembela bagi orang-
orang yang berkianat”.
2. Hadis Rasulullah dari Amr Ibn Ash.
“Dari Amr Ibn Ash, sungguh ia mendengar
Rasulullah saw bersabda: mana kala seorang
hakim menetapkan (perkara) dengan
berijtihad, kemudian benar, maka baginya
akan mendapat dua pahala dan apabila hasil
ijtihadnya salah maka mendapat satu
pahala.”
3. Hadis Muadz bin Jabal.
“Dari Abi Aun ats-Tsaqafi, dari al-Harits bin Amr, dari
kelompok orang (sahabat Muadz), sesungguhnya
Rasulullah saw mengutus Muadz bin Jabal ke daerah
Yaman sebagai qadli, Rasulullah saw bertanya: dengan
apa engkau menghukumi? Muadz menjawab: dengan
kitabullah (Al-Qur’an), Rasulullah bertanya lagi
seandainya engkau tidak jumpai dalam kitabullah
dengan apa engkau menghukumi? Muadz menjawab:
dengan apa yang telah ditetapkan oleh Rasulullah
(Hadis), Rasulullah bertanya lagi, seandainya engkau
tidak jumpai dalam hadis? Muadz menjawab: saya akan
berijtihad dengan pendapatku, kemudian Rasulullah
berkata: segala puji bagi Allah yang telah memberikan
taufiq kepada utusan Rasulullah.”
Obyek ijtihad
Obyek ijtihad adalah perbuatan yang secara eksplisit tidak
terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Menurut Yusuf
Qardawi ijtihad dapat dilakukan pada bidang hubungan
keuangan dan ekonomi serta di bidang ilmu pengetahuan dan
kedokteran.
Tidak semua urusan dalam agama dibenarkan untuk jadi objek
ijtihad. Ada wilayah yang tidak boleh diijtihadi dan ada wilayah
yang boleh diijtihadi. Menurut Al-Ghazali telah memberikan
batasan khusus berkenaan dengan lapangan ijtihad, yaitu setiap
hukum syara’ yang dalilnya tidak qath’i. yang dimaksud dengan
qath’I di sini adalah adalah suatulafaz yang menunjuk kepada
hukum tertentu dan tidak mengandung makna lain.
Syarat-syarat melakukan ijtihad:
1. Mengetahui al-qur’an dengan baik
2. Mengetahui al-Hadis
3. Pandai bahasa Arab
4. Mengetahui ushul Fiqih
Metode Ijtihad
a. Ijma’
b. Qiyas
c. Istihsan
d. Maslahah Mursalah
e. Istishab
f. Sadudz Dzari’ah
g. urf

Anda mungkin juga menyukai