Disusun Oleh:
SHELFIANTI
Nim : 1948311010
Depok, …… 2023
Peneltian
(Shelfianti)
NIM : 1948311010
Halaman Persetujuan
Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui dan diperiksa untuk dipertahankan dihadapan penguji
KTI Program Studi D-III Farmasi Politeknik Kesehatan Genesis Medicare
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Direktur Politeknik Kesehatan
Genesis Medicare
Mengetahui,
Direktur Politeknik Kesehatan
Genesis Medicare
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Berkat limpahan nikmat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ( KTI ) dengan lancar. Adapun
maksud dan tujuan penulis dalam menyelesaikan KTI ini adalah untuk menambah
pengetahuan penulis mengenai masalah kesehatan di masyarakat, meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah di masyarakat tersebut yang selanjutnya dapat menerapkan ilmu yang
penulis telah pelajari.
Selama proses pembuatan KTI yang dilakukan tentu tak lepas dari bantuan, arahan,
masukan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan terimakasih
kepada :
1. Dr. Purnomo Ananto, M.M selaku Direktur Politeknik Kesehatan Genesis Medicare.
2. Valentina Dili Ariwati, S.Tr.Keb., MPH selaku dosen Pembimbing I Karya Tulis Ilmiah
( KTI ).
3. apt. Siti Mardiastuti Rinawati, S.Si., MKM selaku dosen Pembimbing II Karya Tulis
Ilmiah ( KTI ).
4. Dosen pengajar dan staff karyawan Politeknik Kesehatan Genesis Medicare.
5. Kepada kedua orang tua saya yaitu, ayahanda Muchtarom ibu saya Ritta
Praeswatiningrum, serta saudara dan saudari saya Muhammad Rizal atas semua doa dan
semangatnya yang tiada henti mendukung saya untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Teman-teman saya khususnya pemilik NIM 1948311010 yang telah menemani saya
selama perkuliahan, yang juga seperti saudara saya sendiri yang selalu memberi saya
semangat dan motivasi dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah.
7. Teman-teman seperjuangan saya D3 Farmasi tahun 2023 yang selalu memberi saya
semangat dan motivasi dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.
8. Semua pihak yang telah menolong saya dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini baik
secara langsung maupun tidak langsung yang tidak ias penulis sebutkan satu persatu.
Semoga KTI yang telah disusun dapat memberikan manfaat baik bagi penulis,
pemangku kebijakan, pembaca dan masyarakat luas nantinya. Penulis menyadari bahwa KTI
yang telah diselesaikan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna
kesempurnaan laporan selanjutnya.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan KTI ini dari awal sampai akhir.
Depok,…… 2023
Shelfianti
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................5
DAFTAR ISI........................................................................................................................................6
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................10
BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................................................24
DAFTAR PUSAKA...........................................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat alergi ringan yang paling sering digunakan adalah antihistamin. Obat ini
dapat diberikan secara oral dan injeksi secara tunggal maupun campuran dengan obat-
obta lain seperti dalam obat flu untuk oral. Pemakaian obat ini secara luas stelah
digunakan oleh masyarakat baik dengan resep maupun obat yang dapat dibeli tanpa
resep di apotek . Obat bebas terbatas yang digunakan pasien dalam swamedikasi pada
akhir-akhir ini cenderung meningkatkan. Hal ini disebabakan beberapa keuntungan
yang didapat dari swamedikasi dengan menggunakan obat bebas terbatas yaitu harga
obat relative lebih murah, mudah didapat, menghemat biaya kedokter, dan
menghemat waktu untuk konsultasi ke dokter (Tjoan, 2002). Tubuh orang yang hidup
beserta sel-selnya merupakan tempat berlangsungnya berbagai reaksi kimia yang
terjadi terus-menerus. Pada saat suatu obat masuk ke dalam tubuh makhluk hidup,
maka berjuta molekul obat tersebut akan segera beraksi dengan sel-sel tubuh makhluk
hidup tersebut dan menghasilkan suatu efek farmakologis sel, bereaksi dengan
membrane sel atau secara kimia bergabung dengan komponen-komponen dalam sel.
Walaupun aksi obat dalam tubuh secara rinci belum dapat dipahami namun telah
diyakini bahwa setiap obat yang masuk bereaksi secara biokimia dengan enzim-
enzimm atau dengan komponen seluler yang lain. Komponen sel di mana suatu obat
mengeluarkan aksinya sering disebut sebagai reseptor, dan pusat aksinya disebut
reseptor site. Reseptor diyakini sebagai kelompok kimia tertentu seperti kelompok
karboksil, amino, sulfhidril dan pospat yang berperan dalam mengaktifasi enzim dan
dalam proses oksidasi serta aspek-aspek metabolisme seluler yang lain. Dengan
bergabung secara kimia dengan kelompok kimia tersebut, suatu obat dapat bereaksi
dalam sel dengan mengubah substansinya. Proses ini disebut sebagai proses injibisi
kompetetif (Arief, 2000)
Antihistamin oral yang dijual bebas dipasaran salah satunya adalah yang
mengandung klorfeniramin maleat. Telah dilaporkan bahwa sebanyak 25 – 50 %
pengguna obat ini menglami sedasi yang cukup berat sehingga mengganggu aktivitas
pasien sehari-hari (Ketalaris, 1994) . Efek sedative antihistamin oral ini perlu
dicermati karena dalam suatu studi yang dilakukan pada 5 % pengemudi yang
mengkonsumsi antihistamin sebelum mengemudi, setelah dilakukan investigasi
diketahui sebanyak 72% pengemudi mengalami kecelakaan di jalan raya yang
disebabkan oleh efek sedasi atau mengantuk dari antihistamin tersebut
(Hindmarch.I., 2001)
.
Kenyataan saat ini bahwa obat CTM oleh masyarakat untuk pengobatan sendiri
mengalami peningkatan, semakin banyak orang sakit alergi memperoleh dan
menggunakan obat CTM untuk penyembuh penyakitnya. Bedasarkan uraian diatas
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa pengertian antihistamin,
Bagaimana tingkat pengetahuan pasien tentang obat CTM di Puskesmas Kecamatan
Matraman Dan Bagaimana hubungan antara informasi dari TTK dengan tingkat
pengetahuan pasien tentang obat CTM di Puskesmas Kecamatan Matraman?
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alergi
2.1.1 Definisi Alergi
Kepekaan berbeda seseorang terhadap suatu antigen eksogen atas dasar proses
imunologi disebut alergi. Bila suatu protein asing (antigen) masuk berulang kali ke
dalam darah seseorang yang berbekat hipersensitif maka limfosit B akan membentuk
antibodi dari tipe Immunoglobulin E (IgE). Antibodi ini mengikatkan diri pada sel
mast tanpa menimbulkan gejala. Bila alegen sebagai antigen sebagai antigenyang
sama atau menyerupai rumus bangunnya memasuki darah lagi, maka IgE akan
mengenali dan mengenali dan mengikat padanya, sehingga terjadi reaksi alergi.
Sejumlah zat perantara dilepaskan yaitu histamin Bersama dengan serotonin dan
bradykinin (Tjoan, 2002).
Alergi adalah reaksi sistem imun tubuh yang bersifat spesifik terhadap rangsangan
suatu bahan yang pada orang lain biasanya tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh.
Bahan ini disebut sebagai allergen (Soedarto, 2012)
Dalam keadaan normal, sistem imun berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh
terhadap masuknya benda dan organism easing misalnya bakteri atau virus. Seringkali
reaksi alergi terjadi akibat respon imun yang salah menanggapi adanya sinyal palsu.
Jika seorang penderita alergi mengalami kontak atau paparan dengan suatu allergen,
maka sistem imun tubuhnys akan mengenali allergen tersebut sebagai benda asing dan
segera berupanya mengatasinya. (Soedarto, 2012)
Reaksi Alergi terhadap obat yang ditelan atau disuntikkan dapat berupa rasa gatal-
gatal seluruh badan (pruritus), atau bentol-bentol berwarna merah-merahan pada kulit
(urticaria) yang juga dapat terasa gatal Pruritus dan Urticaria ini mudah diobati
dengan jenis obat ANTIHISTAMIN, baik yang ditelan / diminum atau disuntikkan.
Apabila gatalnya hanya pada kulit yang tidak terlalu luas biasanya dapat diobati
dengan Krim yang mengandung CORTICOSTEROID dan ANTIHHISTAMIN
(Sayoga, 2019).
Akan tetapi ada reaksi alergi yang dating sangat cepat yang dapat membayakan jiwa
manusia apabila tidak segera mendapatkan pertolongan. Selain obat, beberapa jenis
makanan juga dapat menimbulkan alergi bagi yang sensitif (Sayoga, 2019).
c. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit berupa dermatitis yang kronis residif,
disertai rasa gatal, dan mengenai bagian tubuh tertentu terutama di wajah pada
bayi (fase infantil) dan bagian fleksural ekstremitas pada fase anak. Dermatitis
atopik biasanya terjadi pada bayi dan anak, sekitar 50% menghilang pada saat
remaja. Tempat predileksi dermatitis atopik pada fase anak (usia 2-10 tahun) lebih
sering di fossa cubiti dan poplitea, fleksor pergelangan tangan, kelopak mata dan
leher, dan tersebar simetris. Lesi dermatitis cenderung menjadi kronis, disertai
hiperkeratosis, hiperpigmentasi, erosi, ekskoriasi, krusta dan skuama
d. Urtikaria
Urtikaria adalah erupsi kulit yang menimbul (wheal) berbatas tegas, berwarna
merah, lebih pucat pada bagian tengah, dan memucat bila ditekan, disertai rasa
gatal. Hal yang mendasari terjadinya urtikaria adalah triple response dari Lewis,
yaitu eritem akibat dilatasi kapiler, timbulnya flare akibat dilatasi arteriolar yang
diperantarai reflex akson saraf dan timbulnya wheal, akibat ekstravasasi cairan
karena meningkatnya permeabilitas vaskuler (SALSABILA, 2018).
b. Paparan Mikroba
Sudah jelas bahwa paparan mikroba sangat berdampak terhadap kebersihan.
Anak-anak yang tinggal di tempat bersih lebih jarang terpapar mikroorganisme,
mengakibatkan berkurangnya aktivitas Th1, mengakibatkan perubahan aktivitas
Th2, yang menyebabkan penyakit alergi.
c. Asupan Makanan
Menurut survei Rumah sakit di Jakarta (RSCM), makanan yang paling
menimbulkan alergi bagi anak dan orang dewasa yaitu makanan laut, putih telur,
dan pati jagung. Sedangkan makanan yang sering membuat alergi pada anak
adalah susu dan tepung terigu.
d. Riwayat Persalinan
Bayi yang terlahir melalui operasi Caesar rentan terhadap penyakit seperti
laserasi, sindrom dyspnea dan peningkatan tingkat malformasi. Operasi Caesar
microbiota usus neonatus berbeda secara kualitas kualitatif dari neonatus.
Perubahan ini terjadi karena akibat operasi Caesar mempengeruhi pemetangan
system kekebalan tubuh dan meningkatkan kejadian kehamilan ektopik.
e. Pemberian ASI
ASI eksklusif sangat penting bagi bayi untuk mencegah perkembangan penyakit
alergi selama enam bulan pertama kehidupan (terutama alergi makanan). Hal ini
karena sekresi imunoglobulin A (S-IgA) dalam Air susu ibu berperan penting
dalam melindungi mukosa saluran cerna bayi yang belum matang.
h. Penggunaan Antibiotik
Penggunaan antibiotik merupakan salah satu penyakit yang paling tidak bergerak.
Penggunaan antibiotik wanita hamil ketiga, meskipun anak-anak dipengaruhi oleh
cara normal, bahkan jika itu penting untuk sistem pembongkaran. Kematangan
otak sangat penting karena gerakan Th1 dapat disesuaikan. Dalam kondisi
kesehatan, usus memiliki TH1 / TH2. Menggunakan antibiotik dapat
menyebabkan ketidakmampuan atau kecacatan dalam sistem kekebalan tubuh
untuk menciptakan reaksi alergi (Sayekti, 2021).
2.2 Histamin
2.2.1 Pengertian
Senyawa ini adalah suatu amin nabati yang ditemukan oleh dr Paul Ehrlich pada
tahun 1878 dan merupakan produk normal dari pertukuran zat histidin. (6) Histamin
terdapat pada hamper semua organ dan jaringan tubuh. Di jaringan, histamin terdapat
dalam sel mast atau mastosit. Sel-sel ini banyak ditemukan pada bagian tubuh yang
bersentuhan dengan dunia luar seperti kulit, mukosa mata, hidung, saluran napas
(bronkus, paru-paru, dan usus. (“Farmakologi Dan Terapi,” 1999; Tjoan, 2002).
Histamin dapat bersumber dari dalam tubuh yang disebut histamin endogen dan
dari luar tubuh yang disebut histamin eksogen. Histamin endogen berasal dari sel mast
dan basofit dalam darah. Sedangkan histamin eksogen bersumber dari daging. Bakteri
dalam lumen usus atau konon yang memebentuk histamin dari asam amino histiding
oleh enzim L-histidin dekarboksilase. (“Farmakologi Dan Terapi,” 1999)
Faktor – faktor yang dapat membebaskan histamin secara umum dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitufaktor zat kimia termasuk obat dan factor lain.
Factor dari zat kimia antara lain racun ular, racun tawon, enzim proteolitis dan obat
seperti morfin, kodedin, tubokurarin, dan antibiotic. Faktor lain yang dapat
menyebabkan pelepasan histamin yaitu pertumbuhan jaringan, kondisi dingin, dan
sinar UV dari matahari. ( (“Farmakologi Dan Terapi,” 1999)
Efek histamin dalam tubuh yaitu kontraksi berbagai otot polos seperti bronkus,
usus, dan rahim, menurunkan tekanan darah, hipersekresi cairan hidung, air mata,
saliva, dan asam lambung. Histamin juga dapat menstimulasi ujunng saraf sensoris
yang menimbulkan nyeri dan gatal-gatal (“Farmakologi Dan Terapi,” 1999)
2.7 Antihistamin
Golongan ini merupakan salah satu obat yang dapat digunakan untuk pengobatan
alergi disamping obat-obat kortikosteroid. Antihistamin adalah zat yang dapat
mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok
reseptor histamin secara kompetitif. Reseptor histamin ada empat jenis yaitu reseptor H1,
H2, H3, dan H4. Reseptor H1 secara selektif dihambat oleh antihistamin H1, reseptor H2
oleh histamin H2 (AH2) penghambat asam lambung. Dan reseptor H3 memegang
peranan pada regulasi tonus saraf simpatikus. Sedangkan reseptor H4 belum diketahui
perannya dan penelitian tentang reseptor ini sangat sedikit. Pada penelitian ini yang
dimaksud antihistamni adalah penghambatan reseptor H1
(Baratawidjaja, 1999; Tjoan, 2002).
Puskesmas Sebagai salah satu ujung tombak dalam pelayanan kefarmasian harus
memberikan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan dan juga pasien. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 43 Tahun 2019 Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif di wilayah kerjanya (Anonim, 2019) . Satu diantara pekerjaan
kefarmasian Menurut Undang-Undang Kesehtan No 23 Tahun 1992 adalah pelayanan
informasi obat (Anonim, 1992) . Pemberian informasi tentang penggunaan obat yang
benar kepada masyarakat merupakan salah satu sarana komunikasi, informasi dan
edukasi kepada masyarakat. Adanya informasi tersebu diharapkan dapat meningkatka
pemahaman tentang kesehatan khusunya mutu pengobatan sendiri yang banyak
dilakuakan masyarakat (Stone, 1997).
Dalam rangka menunjang pekerjaan kefarmasian yaitu pelyanan informasi obat
makan apoteker dan asisten apoteker (TTK) harus memberikan informasi tentang khasiat
obat, efek samping dan cara penanggulangannya, aturan pakai, peringatan, interaksi obat.
Serta kontraindikasi khususnya kepada pasien dengan tepat dan juga memberikan
informasi tentang obat secara komprehensif kepada tenaga kesehatan lainnya. Hal diatas
termasuk salah satu program asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) yang saat ini
mulai dikembangkan. Asuhan kefarmasian adalah konsep yang melibatkan tanggung
jawab farmasis yang dapat mmenjamin terapi optimal terhadap pasien secara individu
sehingga pasien membaik dan kualitas hidupnya meningkat (Anonim, 2002).
Pencapaian Visi Indonesia sehat 2010 mengharuskan keterpaduan dukungan semua
sumber pelayanan kesehatan seperti pelayanan medik dan pelayanan farmasi. Profesi
farmasi dengan standar yang tinggi samapai saat ini belum dimanfaatkan secara
maksimal untuk pemenuhan kebutuhan dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Farmasis
harus memposisikan diri dari pelayanan resep obat menjadi pennatalaksaan/pelayanan
kefarmasian kepada pasien dan tenaga kesehatan lain. Pelayanan kefarmasian yang
efektif meliputi pelayanan penggunaan obat yang rasional, pengembanagan obat esensial,
dan informasi serta monitoring obat yang seperti efek samping, resistensi obat, dan
rejimen terapi (Anonim, 2002).
Informasi dan edukasi tentang obat yang baik dan tepat dapat menghindari dari
masalah tentang obat (drug related problem) sehingga pada akhirnya tidak ada obat yang
digunakan oleh pasien sebelum memperoleh informasi yang cukup tentang obat dari
TTK sehingga pasien mengerti tentang pennggunaan teraptik, dosis, da efek sampingnya
(Stone, 1997).
g. Seseorang yang setiap saat tiba bias dihubungi jika ada yang harus ditanyakan
tentang pengobatan.
2.9.3 Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat diketahui dengan menanyakan kepada seseorang agar
ia mengungkapkan apa yang diketahui dalam bentuk jawaban. Jawaban tersebut yang
merupakan reaksi dari stimulus yang diberikan baik dalam bentuk pertanyaan
langsung maupun tertulis. Pengetahuan pengukuran dapat berupa kuesioner maupun
wawancara (Adhi, 2020). Tingkat pengetahuan dapat dikategorikan berdasarkan nilai
sebagai berikut:
a. Pengetahuan baik 76% –100%
b. Pengetahuan sedang 56% – 76%
c. Pengetahuan Kurang < 56 % (Sanifah, 2018).
Pengetahuan Rasionalitas
Penggunaan Obat
4. Tepat dosis
Baik
Variabel Bebas Varibel Terikat
Kurang
2.12 Hipotesis
a. H1 : Ada hubungan antara informasi dari TTK dengan tingkat
pengetahuan pasien tentang obat CTM
b. H0 : Tidak ada hubungan antara informasi dari TTK dengan tingkat
pengetahuan pasien tentang obat CTM
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Anonim. (1992). Undang - Undang Kesehatan No. 23. Tentang Kesehatan. Departemen Kesehatan RI.
Anonim. (1995). Dermatitis Atopi ( Pendahuluan ). Majalah Kedokteran Indonesia 45(9), 510–515.
Anonim. (1997). Health Data and Indicator By Province Indonesia 1995. Menteri Kesehatan RI. Centre for
Health Data, Jakarta, 31.
Anonim. (2002). Prioritas dan Agenda Nasional Penelitian Kesehatan 2002-2005. Departemen Kesehatan
RI, 34–35.
Anonim. (2014). Undang - Undang Kesehatan No. 46, tentang Sistem Informasi Kesehatan. In Departemen
Kesehatan RI.
Anonim. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 43. Tentang Puskesmas.
Departemen Kesehatan RI.
Arief, M. (2000). Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan. In Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press (pp. 5–9).
Baratawidjaja, K. (1999). Penyakit Alergi. Sub-Bagian Alergi-Imunologi. Bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Fakultas Kedokteran Universitar Indonesia, Jakarta, 1–7.
Faot, M. I. (2019). Hubungan Pengetahuan Tentang Karies Gigi Dengan Motivasi Untuk Melakukan
Penumpatan Karies Gigi (Pada Pasien di Poli Gigi Puskesmas Kota Soe). (Doctoral Dissertation,
Jurusan Keperawatan Gigi).
Fari Irza, K. D. P. E. (2021). Analisis pelayanan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Jurnal Ekonomi
Dan Manajemen, 4, 527–532.
Farmakologi dan Terapi. (1999). In Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1995 (4
(Cetak Ulang)).
Fickri, D. Z. (2018). Formulasi Dan Uji Stabilitas Sediaan Sirup Anti Alergi Dengan Bahan Aktif
Chlorpheniramin Maleat (Ctm). . Journal of Pharmaceutical Care Anwar Medika (J-PhAM), 1(1), 16–
24.
Hartati, Y. , L. L. , D. D. , S. S. , & N. L. (2021). Promosi Kesehatan Edukasi Individu dengan Media Audio
Visual melalui HP terhadap Pengetahuan dan Sikap Lansia tentang Faktor Risiko Diabetes DI
KELURAHAN SUKAMERINDU. (Doctoral Dissertation, Poltekkes Kemenkes Bengkulu).
Romanto, E. , & H. N. (2020). Pengaruh pengetahuan dasar dan kompetensi kewirausahaan terhadap
motivasi kewirausahaan mahasiswa Universitas Tarumanagara. Jurnal Manajerial Dan
Kewirausahaan, 2(2), , 479–489.
SALSABILA, P. S. (2018). PERBANDINGAN HASIL UJI CUKIT KULIT (SKIN PRICK TEST) PADA ANAK SEKOLAH
DASAR DI DESA DAN KOTA . (Doctoral Dissertation, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA).
Sanifah, L. jamilatus. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Keluarga Tentang Perawatan
Activities Daily Living (ADL) (Di Dusun Candimulyo, Desa candimuyo, Kecamatan Jombang,
Kabupaten Jombang). . Undergraduate Thesis, STIKes Insan Cendekia Medika Jombang.
Sayekti, L. M. R. (2021). Perancangan Buku Panduan Memahami Penyebab Alergi Susu Sapi Melalui Media
Buku Ilustrasi. . Other Thesis, Univeristas Komputer Indonesia.
Sayoga. (2019). Bahaya Alergi Obat dan Penyakit Akibat Alergi. In Bahaya Alergi Obat (p. 1).
Stone, P. & S. J. C. (1997). Pharmacy practice. In Second Edition. Farrand Press. London (pp. 43–45).
Tjoan, T. H. & K. R. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi Kelima. Cetak kedua. PT Media Elex Komputindo
Gramedia, Jakarta, 764–777.