Anda di halaman 1dari 26

HUBUNGAN ANTARA INFORMASI YANG DIBERIKAN

OLEH TTK DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN


TENTANG OBAT CTM UNTUK TERAPI ALERGI DI
PUSKESMAS KECAMATAN MATRAMAN JAKARTA
TIMUR

Karya Tulis Ilmiah


Diajukan untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III Farmasi

Disusun Oleh:

SHELFIANTI
Nim : 1948311010

PROGRAM STUDI DIPLOMA - III FARMASI


Politeknik Kesehatan Genesis Medicare
DEPOK
2023
Halaman Pernyataan Orisinalitas

Penelitian menyatakan dengan sebenarnya bahwa KTI/SKRIPSI/TA yang berjudul


HUBUNGAN ANTARA INFORMASI YANG DIBERIKAN OLEH TTK DENGAN
TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG OBAT CTM UNTUK TERAPI
ALERGI DI PUSKESMAS KECAMATAN MATRAMAN JAKARTA TIMUR adalah
karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang
laian untuk memperoleh gelar akademik serta tidak dapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dengan acuan yang disebutkan
sumbernya, baik dalam naskah karangan dan daftar pusaka. Apabila ternyata di dalam naskah
KTI/SKIRIPSI/TA ini dpat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Depok, …… 2023

Peneltian

(Shelfianti)
NIM : 1948311010
Halaman Persetujuan

Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui dan diperiksa untuk dipertahankan dihadapan penguji
KTI Program Studi D-III Farmasi Politeknik Kesehatan Genesis Medicare

Depok, ............. 2023

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,
Direktur Politeknik Kesehatan
Genesis Medicare

Dr. Purnomo Ananto, M.M


Halaman Pengesahan

Hubungan Antara TTK Memberikan Informasi Dengan Tingkat Pengetahuan Pasien


Tentang Obat Ctm Untuk Terapi Alergi
Di Puskesmas Kecamatan Matraman Jakarta Timur
Disusun Oleh :
Nama : Shelfianti
Nim : 1948311010

Telah dipertahankan di hadapan tim penguji


Depok, ............ 2023
Menyetujui,

Penguji I Penguji II Penguji III

Mengetahui,
Direktur Politeknik Kesehatan
Genesis Medicare

Dr. Purnomo Ananto, M.M


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Berkat limpahan nikmat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ( KTI ) dengan lancar. Adapun
maksud dan tujuan penulis dalam menyelesaikan KTI ini adalah untuk menambah
pengetahuan penulis mengenai masalah kesehatan di masyarakat, meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah di masyarakat tersebut yang selanjutnya dapat menerapkan ilmu yang
penulis telah pelajari.
Selama proses pembuatan KTI yang dilakukan tentu tak lepas dari bantuan, arahan,
masukan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan terimakasih
kepada :
1. Dr. Purnomo Ananto, M.M selaku Direktur Politeknik Kesehatan Genesis Medicare.
2. Valentina Dili Ariwati, S.Tr.Keb., MPH selaku dosen Pembimbing I Karya Tulis Ilmiah
( KTI ).
3. apt. Siti Mardiastuti Rinawati, S.Si., MKM selaku dosen Pembimbing II Karya Tulis
Ilmiah ( KTI ).
4. Dosen pengajar dan staff karyawan Politeknik Kesehatan Genesis Medicare.
5. Kepada kedua orang tua saya yaitu, ayahanda Muchtarom ibu saya Ritta
Praeswatiningrum, serta saudara dan saudari saya Muhammad Rizal atas semua doa dan
semangatnya yang tiada henti mendukung saya untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Teman-teman saya khususnya pemilik NIM 1948311010 yang telah menemani saya
selama perkuliahan, yang juga seperti saudara saya sendiri yang selalu memberi saya
semangat dan motivasi dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah.
7. Teman-teman seperjuangan saya D3 Farmasi tahun 2023 yang selalu memberi saya
semangat dan motivasi dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.
8. Semua pihak yang telah menolong saya dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini baik
secara langsung maupun tidak langsung yang tidak ias penulis sebutkan satu persatu.
Semoga KTI yang telah disusun dapat memberikan manfaat baik bagi penulis,
pemangku kebijakan, pembaca dan masyarakat luas nantinya. Penulis menyadari bahwa KTI
yang telah diselesaikan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna
kesempurnaan laporan selanjutnya.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan KTI ini dari awal sampai akhir.
Depok,…… 2023

Shelfianti
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................5
DAFTAR ISI........................................................................................................................................6
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................10
BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................................................24
DAFTAR PUSAKA...........................................................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perkembangan lingkungan dan kemajuan industri telah menciptakan banyak


bahan-bahan yang dapat menyebabkan alergi, antara lain adalah bahan kimia dan
obat-obatan yang berpotensi untukmenyebabkan alergi (Ulene, 1998). Penyakit alergi
merupakan penyakit yang banyak diderita oleh penduduk dunia. Tidak kurang dari 10
– 20 % penduduk dunia pernah menderita alergi dalam berbagai bentuk yang dapat
menurunkan kualitas dan produktifitas hidup penderita. Prevalensia penyakit alergi di
Indonesia cukup tinggi. Penyakit rhinitis alergi pada anak 9-27%, orang dewasa 22 %;
urtikaria (biduran) pada anak 8,7% dan dewasa 5,9% serta pada tahun 1995
menduduki peringkat lima dalam tingkat kesakitan/morbiditas di provinsi DKI Jakarta
(Anonim, 1995, 1997; Baratawidjaja, 1999).

Pemerintah merupakan pihak yang mengatur kehidupan kolektif dan


menyelenggarakan kegiatan pelayanan publik. Memberikan pelayanan prima
merupakan tugas utama yang dilakukan pemerintah dan menjadi tolak ukur kinerja
pemerintah. Negara mempunyai kewajiban untuk melayani seluruh warga negaranya
dalam memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam rangka pelayanan publik yang
diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh
penyelenggara pelayanan publik merupakan sebuah upaya yang harus dilakukan.
kegiatan yang harus dilaksanakan sesuai dengan harapan dan kebutuhan seluruh
warga negara dan warga dalam meningkatkan pelayanan publik. Undang-Undang
Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009 merupakan Undang-undang yang prinsip-
prinsip tata kelola yang baik diatur, yang membentuk efisiensi operasi pemerintah itu
sendiri. Pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah atau perusahaan dapat
secara efektif memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, meningkatkan
kesejahteraan ekonomi, kohesi sosial, pengentasan kemiskinan, peningkatan
perlindungan lingkungan, smart in penggunaan sumber daya alam dan kepercayaan
pada pemerintah dan administrasi semakin mendalam hadirin (Fari Irza, 2021).

Obat alergi ringan yang paling sering digunakan adalah antihistamin. Obat ini
dapat diberikan secara oral dan injeksi secara tunggal maupun campuran dengan obat-
obta lain seperti dalam obat flu untuk oral. Pemakaian obat ini secara luas stelah
digunakan oleh masyarakat baik dengan resep maupun obat yang dapat dibeli tanpa
resep di apotek . Obat bebas terbatas yang digunakan pasien dalam swamedikasi pada
akhir-akhir ini cenderung meningkatkan. Hal ini disebabakan beberapa keuntungan
yang didapat dari swamedikasi dengan menggunakan obat bebas terbatas yaitu harga
obat relative lebih murah, mudah didapat, menghemat biaya kedokter, dan
menghemat waktu untuk konsultasi ke dokter (Tjoan, 2002). Tubuh orang yang hidup
beserta sel-selnya merupakan tempat berlangsungnya berbagai reaksi kimia yang
terjadi terus-menerus. Pada saat suatu obat masuk ke dalam tubuh makhluk hidup,
maka berjuta molekul obat tersebut akan segera beraksi dengan sel-sel tubuh makhluk
hidup tersebut dan menghasilkan suatu efek farmakologis sel, bereaksi dengan
membrane sel atau secara kimia bergabung dengan komponen-komponen dalam sel.
Walaupun aksi obat dalam tubuh secara rinci belum dapat dipahami namun telah
diyakini bahwa setiap obat yang masuk bereaksi secara biokimia dengan enzim-
enzimm atau dengan komponen seluler yang lain. Komponen sel di mana suatu obat
mengeluarkan aksinya sering disebut sebagai reseptor, dan pusat aksinya disebut
reseptor site. Reseptor diyakini sebagai kelompok kimia tertentu seperti kelompok
karboksil, amino, sulfhidril dan pospat yang berperan dalam mengaktifasi enzim dan
dalam proses oksidasi serta aspek-aspek metabolisme seluler yang lain. Dengan
bergabung secara kimia dengan kelompok kimia tersebut, suatu obat dapat bereaksi
dalam sel dengan mengubah substansinya. Proses ini disebut sebagai proses injibisi
kompetetif (Arief, 2000)

Sewaktu diketahui bahwa histamin mempunyai mempengaruhi banyak proses


faalan dan patologik, maka dicarikan obat yang dapat mengantagonis efek histamin.
Epinefrin merupakan antagonis faalan pertama yang digunakan. Antra tahun 1937-
1972, beratus-ratus antihistamin ditemukan dan sebagian digunakan dalm terpai,terapi
efeknya tidak banyak berbeda. Antihistamin misalnya antergan, neoantergan,
difenhidramin dan tripelenamin dalam dosis terpai efektif untuk mengobati udem,
uritem dan pruritus terapi tidak dapat melawan efek hipersekresi asam lambung akibat
histamin. Antihistamin tersebut di atas digolongkan dalam antihistamin penghambat
reseptor H1 (AH1). Sesudah tahun 1972, ditemukan kelompok antiuhistamin baru,
yaitu burimamide, metiamide dan simetidin yang dapat menghambat sekresi asma
lambung akibat histamin. Kedua jenis antihistamin ini bekerja secara kompetitif, yaitu
dengan menghambat interaksi histamin dan reseptor histamin H 1 atau H2
(“Farmakologi Dan Terapi,” 1999)

Berdasarkan efek sedasinya antihistamin dapat dibedakan menjadi dua yaitu


antihistamin generasi satu yang menyebabkan kantuk (sedasi) dan generasi dua yang
tidak menyebabkan kantuk (non-sedasi). Efek sedasi dari AH-1 generasi satu
disebabkan kemampuannya menembus sawar darah otak. Obat-obat AH-1 generasi
satu yang dijual bebas terbatas baik dalam sediaan untuk terapi alergi maupun
campuran dalam obat flu dan obat batuk untuk menghilangkan gatl di tenggorokan
masih banyak ditemukan di masyarakat. Efek yang merugikan dari antihistamin
generasi satu ini yaitu sedasi dapat mengganggu pekerjaan yang membutuhkan
konsentrasi dan kewaspadaan yang tinggi sepertti menjalankan kendaraan dan
mengoperiskan mesin (Ketalaris, 1994; Tjoan, 2002)

Antihistamin oral yang dijual bebas dipasaran salah satunya adalah yang
mengandung klorfeniramin maleat. Telah dilaporkan bahwa sebanyak 25 – 50 %
pengguna obat ini menglami sedasi yang cukup berat sehingga mengganggu aktivitas
pasien sehari-hari (Ketalaris, 1994) . Efek sedative antihistamin oral ini perlu
dicermati karena dalam suatu studi yang dilakukan pada 5 % pengemudi yang
mengkonsumsi antihistamin sebelum mengemudi, setelah dilakukan investigasi
diketahui sebanyak 72% pengemudi mengalami kecelakaan di jalan raya yang
disebabkan oleh efek sedasi atau mengantuk dari antihistamin tersebut
(Hindmarch.I., 2001)
.

Menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992 salah satu pekerjaan


kefarmasian adalah pelayanan informasi obat. Pelayanan ini tidak hanya ditujukan
kepada tenaga kesehatan namun juga kepada pasien yang menggunakan obat untuk
terapi penyakit yang dideritakannya (Anonim, 1992) . Mengingat pentingnya
informasi obat antihistamin oral kepada pasien untuk terapi alergi untuk terapi alergi
agar terhindar dari kecelakaan yang tidak diinginkan maka perlu dilakukan penelitian
tentang hubungan antara informasi yang diberikan oleh TTK dengan tingkat
pengetahuan pasien tentang antihistamin oral untuk terapi alergi.

1.2 Rumusan Masalah

Kenyataan saat ini bahwa obat CTM oleh masyarakat untuk pengobatan sendiri
mengalami peningkatan, semakin banyak orang sakit alergi memperoleh dan
menggunakan obat CTM untuk penyembuh penyakitnya. Bedasarkan uraian diatas
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa pengertian antihistamin,
Bagaimana tingkat pengetahuan pasien tentang obat CTM di Puskesmas Kecamatan
Matraman Dan Bagaimana hubungan antara informasi dari TTK dengan tingkat
pengetahuan pasien tentang obat CTM di Puskesmas Kecamatan Matraman?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum :


Untuk menganalisa tentang tingkat pengetahuan pasien tentang obat CTM di
Puskesmas Kecamatan Matraman dan dengan hubungan informasi dari TTK dengan
tingkat pengetahuan pasien tentang obat CTM di Puskesmas Kecamatan Matraman
1.3.2 Tujuan khusus :
a. Mengetahui kerakteristik responden pasien ( Jenis kelamin, usia, pekerjaan,
Pendidikan, konsentrasi dan kewaspadaan dalam bahaya, bepergian dengan
kendaraan bermotor, lama penggunaan CTM untuk terapi alergi ).
b. Mengetahui Tingkat pengetahuan responden pasien tentang CTM.
c. Mengetahui Hubungan Informasi dari TTK dengan tingkat pengetahuan pasien
tentang obat CTM di Puskesmas Kecamatan Matraman

1.4 Manfaat Penelitian


a. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya membaca
informasi dalam kemasan obat.
b. Memeberikan informasi kepada masyarakat tentang Efek Samping obat.
c. Memberikan masukan bagi TTK untuk lebih proaktif tidak hanya dalam
pelayanan obat keras, namun juga obat bebas terbatas yang berpotensi
menimbulakan masalah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alergi
2.1.1 Definisi Alergi
Kepekaan berbeda seseorang terhadap suatu antigen eksogen atas dasar proses
imunologi disebut alergi. Bila suatu protein asing (antigen) masuk berulang kali ke
dalam darah seseorang yang berbekat hipersensitif maka limfosit B akan membentuk
antibodi dari tipe Immunoglobulin E (IgE). Antibodi ini mengikatkan diri pada sel
mast tanpa menimbulkan gejala. Bila alegen sebagai antigen sebagai antigenyang
sama atau menyerupai rumus bangunnya memasuki darah lagi, maka IgE akan
mengenali dan mengenali dan mengikat padanya, sehingga terjadi reaksi alergi.
Sejumlah zat perantara dilepaskan yaitu histamin Bersama dengan serotonin dan
bradykinin (Tjoan, 2002).
Alergi adalah reaksi sistem imun tubuh yang bersifat spesifik terhadap rangsangan
suatu bahan yang pada orang lain biasanya tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh.
Bahan ini disebut sebagai allergen (Soedarto, 2012)
Dalam keadaan normal, sistem imun berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh
terhadap masuknya benda dan organism easing misalnya bakteri atau virus. Seringkali
reaksi alergi terjadi akibat respon imun yang salah menanggapi adanya sinyal palsu.
Jika seorang penderita alergi mengalami kontak atau paparan dengan suatu allergen,
maka sistem imun tubuhnys akan mengenali allergen tersebut sebagai benda asing dan
segera berupanya mengatasinya. (Soedarto, 2012)
Reaksi Alergi terhadap obat yang ditelan atau disuntikkan dapat berupa rasa gatal-
gatal seluruh badan (pruritus), atau bentol-bentol berwarna merah-merahan pada kulit
(urticaria) yang juga dapat terasa gatal Pruritus dan Urticaria ini mudah diobati
dengan jenis obat ANTIHISTAMIN, baik yang ditelan / diminum atau disuntikkan.
Apabila gatalnya hanya pada kulit yang tidak terlalu luas biasanya dapat diobati
dengan Krim yang mengandung CORTICOSTEROID dan ANTIHHISTAMIN
(Sayoga, 2019).
Akan tetapi ada reaksi alergi yang dating sangat cepat yang dapat membayakan jiwa
manusia apabila tidak segera mendapatkan pertolongan. Selain obat, beberapa jenis
makanan juga dapat menimbulkan alergi bagi yang sensitif (Sayoga, 2019).

2.1.2 Manifestasi Alergi


a. Asma Bronkial
Penyakit asma merupakan penyakit saluran nafas yang ditandai oleh peningkatan
daya responsif percabangan trakeobronkial terhadap berbagai jenis stimulus.
Penyakit asma memiliki manifestasi fisiologis berupa penyempitan yang meluas
pada saluran pernafasan yang dapat sembuh dengan spontan atau sembuh dengan
terapi yang secara klinis ditandai oleh serangan mendadak dyspnea, batuk, serta
mengi. Penyakit ini bersifat episodik dengan eksaserbasi akut yang diselingi oleh
periode tanpa gejala.
b. Rhinitis
Alergika Rhinitis alergika merupakan penyakit inflamasi yang diawali dengan
tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Secara 9 mikroskopik tampak
adanya dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk
mukus. Terdapat juga infiltrasi eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa
hidung. Gejala yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang sebagai
akibat dilepaskannya histamin. Gejala lain ialah rinorea yang encer dan banyak,
hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan
lakrimasi.

c. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit berupa dermatitis yang kronis residif,
disertai rasa gatal, dan mengenai bagian tubuh tertentu terutama di wajah pada
bayi (fase infantil) dan bagian fleksural ekstremitas pada fase anak. Dermatitis
atopik biasanya terjadi pada bayi dan anak, sekitar 50% menghilang pada saat
remaja. Tempat predileksi dermatitis atopik pada fase anak (usia 2-10 tahun) lebih
sering di fossa cubiti dan poplitea, fleksor pergelangan tangan, kelopak mata dan
leher, dan tersebar simetris. Lesi dermatitis cenderung menjadi kronis, disertai
hiperkeratosis, hiperpigmentasi, erosi, ekskoriasi, krusta dan skuama

d. Urtikaria
Urtikaria adalah erupsi kulit yang menimbul (wheal) berbatas tegas, berwarna
merah, lebih pucat pada bagian tengah, dan memucat bila ditekan, disertai rasa
gatal. Hal yang mendasari terjadinya urtikaria adalah triple response dari Lewis,
yaitu eritem akibat dilatasi kapiler, timbulnya flare akibat dilatasi arteriolar yang
diperantarai reflex akson saraf dan timbulnya wheal, akibat ekstravasasi cairan
karena meningkatnya permeabilitas vaskuler (SALSABILA, 2018).

2.1.3 Faktor yang Mempengeruhi Terjadinya Alergi


Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya alergi.
a. Genotipe yang diturunkan atau Riwayat Alergi dari Keluarga
Penentu utama penyakit alergi terhadap anak-anak adalah alergi orang tua.
Memang, kegiatan yang dilakukan oleh kedua orang tua yang memodifikasi
ekspresi gen cenderung ditransfer ke keturunannya dan menjadi model kontrol
dalam proses pemrograman kinerja selanjutnya.

b. Paparan Mikroba
Sudah jelas bahwa paparan mikroba sangat berdampak terhadap kebersihan.
Anak-anak yang tinggal di tempat bersih lebih jarang terpapar mikroorganisme,
mengakibatkan berkurangnya aktivitas Th1, mengakibatkan perubahan aktivitas
Th2, yang menyebabkan penyakit alergi.

c. Asupan Makanan
Menurut survei Rumah sakit di Jakarta (RSCM), makanan yang paling
menimbulkan alergi bagi anak dan orang dewasa yaitu makanan laut, putih telur,
dan pati jagung. Sedangkan makanan yang sering membuat alergi pada anak
adalah susu dan tepung terigu.

d. Riwayat Persalinan
Bayi yang terlahir melalui operasi Caesar rentan terhadap penyakit seperti
laserasi, sindrom dyspnea dan peningkatan tingkat malformasi. Operasi Caesar
microbiota usus neonatus berbeda secara kualitas kualitatif dari neonatus.
Perubahan ini terjadi karena akibat operasi Caesar mempengeruhi pemetangan
system kekebalan tubuh dan meningkatkan kejadian kehamilan ektopik.

e. Pemberian ASI
ASI eksklusif sangat penting bagi bayi untuk mencegah perkembangan penyakit
alergi selama enam bulan pertama kehidupan (terutama alergi makanan). Hal ini
karena sekresi imunoglobulin A (S-IgA) dalam Air susu ibu berperan penting
dalam melindungi mukosa saluran cerna bayi yang belum matang.

f. Usia Saat Terpapar Antigen


Usia bayi dianggap sebagai faktor risiko alergi susu (ASS), karena seiring
bertambahnya usia, antigen makanan menjadi penghalang matang, sehingga
mukosa pencernaan anak usia 3 tahun memiliki toleransi 85% terhadap susu sapi.

g. Paparan Asap Rokok


Menurut hasil Emilida, penampilan lokal, hewan, dan perlindungan rumah tangga
terhadap rokok anak-anak memiliki merokok (karena mereka lebih tinggi dari
bahaya). Solusi adalah faktor. Banyak merokok dapat mencakup banyak partikel
seperti polycyclic hydrochloride, karbon monoksida, karbon monoksida, karbon
monoksida, nitrogen dioksida, nitrogen dioksida, akrilat dioksida akrilasi dan
sejenisnya. Ciuman asap dan minuman merokok dapat rusak, dan makrofag bersih
dapat dikurangi.

h. Penggunaan Antibiotik
Penggunaan antibiotik merupakan salah satu penyakit yang paling tidak bergerak.
Penggunaan antibiotik wanita hamil ketiga, meskipun anak-anak dipengaruhi oleh
cara normal, bahkan jika itu penting untuk sistem pembongkaran. Kematangan
otak sangat penting karena gerakan Th1 dapat disesuaikan. Dalam kondisi
kesehatan, usus memiliki TH1 / TH2. Menggunakan antibiotik dapat
menyebabkan ketidakmampuan atau kecacatan dalam sistem kekebalan tubuh
untuk menciptakan reaksi alergi (Sayekti, 2021).

2.2 Histamin
2.2.1 Pengertian
Senyawa ini adalah suatu amin nabati yang ditemukan oleh dr Paul Ehrlich pada
tahun 1878 dan merupakan produk normal dari pertukuran zat histidin. (6) Histamin
terdapat pada hamper semua organ dan jaringan tubuh. Di jaringan, histamin terdapat
dalam sel mast atau mastosit. Sel-sel ini banyak ditemukan pada bagian tubuh yang
bersentuhan dengan dunia luar seperti kulit, mukosa mata, hidung, saluran napas
(bronkus, paru-paru, dan usus. (“Farmakologi Dan Terapi,” 1999; Tjoan, 2002).

Histamin dapat bersumber dari dalam tubuh yang disebut histamin endogen dan
dari luar tubuh yang disebut histamin eksogen. Histamin endogen berasal dari sel mast
dan basofit dalam darah. Sedangkan histamin eksogen bersumber dari daging. Bakteri
dalam lumen usus atau konon yang memebentuk histamin dari asam amino histiding
oleh enzim L-histidin dekarboksilase. (“Farmakologi Dan Terapi,” 1999)
Faktor – faktor yang dapat membebaskan histamin secara umum dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitufaktor zat kimia termasuk obat dan factor lain.
Factor dari zat kimia antara lain racun ular, racun tawon, enzim proteolitis dan obat
seperti morfin, kodedin, tubokurarin, dan antibiotic. Faktor lain yang dapat
menyebabkan pelepasan histamin yaitu pertumbuhan jaringan, kondisi dingin, dan
sinar UV dari matahari. ( (“Farmakologi Dan Terapi,” 1999)

Efek histamin dalam tubuh yaitu kontraksi berbagai otot polos seperti bronkus,
usus, dan rahim, menurunkan tekanan darah, hipersekresi cairan hidung, air mata,
saliva, dan asam lambung. Histamin juga dapat menstimulasi ujunng saraf sensoris
yang menimbulkan nyeri dan gatal-gatal (“Farmakologi Dan Terapi,” 1999)

Gejala reaksi alergi tergantung pada tempat berlangsungnya reaksi allergen-


antibodi. Jika terjadi di hidung maka akan timbul rhinitis alergi. Jika di kulit maka
akan timbul eksim, biduran. Pada mukosa mata akan timbul mata berair dan pada
bronkus akan timbul asam. (Tjoan, 2002)
(Fari Irza, 2021)
Penyakit alergi merupakan penyakit dimana faktor gen atau keturunan
merupakan factor yang dominan. Berdasarkan studi terdahulu diketahui jika salah satu
orang tua mengidap alergi maka risiko anak mempunyai alergi yang sama adalah 30-
50% dan jika kedua orang tua mengidap alaergi maka resiko anak mempunyai alergi
adalah 60-75%. Dan jika kedua orang tua tidak memiliki alegi, lingkungan dapat
menyebabkan alergi anak-anak mereka sebesar 12,5%
(Baratawidjaja, 1999; Ulene, 1998)

Fungsi histamin dalam oraganisme masih belum diketahui dengan jelas.


Terdapatnya dalam tubuh di sel-sel permukaan mengidentifikasi bahwa histamin
mungkin memegang peran dalam system penangkis terhadap masuknya zat-zat asing.
Cara kerjanya dapat disamakan dengan suatu hormon local seperti prostaglandin,
yakni meneruskan rangsangan-rangsangan tertentu dari mastcells ke sel-sel
dissekitarnya.

2.2.2 Mekanisme Kerja


Histamin sudah lama dikenal karena merupakan mediator utama timbulnya
peradangan dan gejala alergi. Mekanisme kerja obat antihistamin dalam
menghilangkan gejala-gejala alergi berlangsung melalui kompetisi dengan
menghambat histamin berkaitan dengan reseptor 111 atau 112 diorgan sasaran.
Histamin yang kadarnya tinggi akan memunculkan lebih banyak reseptor 111.
Reseptor yang baru tersebut akan diisi oleh antihistamin. Peristiwa molekur ini akan
mencegah untuk sementara timbulnya reaksi alergi. Reseptor 111 diketahui terdapat
di otak, retina, medula adrenal, hati, sel endotel, pembuluh darah otak, limfosit, otot
polos saluran nafas, saluran cerna, saluran genitourinarius dan jaringan vaskular.
Reseptor 112 terdapat disaluran cerna dan dalam jantung. Sedangkan reseptor 113
terdapat dikorteks serebri dan otot polos bronkus (Pagegi, 2022)

2.3 Rasionalitas Obat


Penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria :
a. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika
diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa
mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga
tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya. Diagnosa ditegakkan oleh dokter.
b. Tepat Indikasi
Tepat indikasi adalah tepat dalam melihat kondisi pasien, bisa dilihat dari tanda-tanda
yang terlihat atau keluhan yang dirasakan oleh pasien.
c. Tepat Pemilihan Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan
dengan benar. Dengan demikian obat yang dipilih harus memiliki efek terapi dan
jenis obat sesuai dengan penyakit yang dialami pasien.
d. Tepat Dosis
Tepat dosis adalah jumlah obat yang dikonsumsi pasien sesuai dengan kondisi pasien,
bisa dilihat dari besarnya keluhan dan umur pasien.
e. Tepat Cara Pemberian
Tepat cara pemberian ialah cara untuk mengkonsumsi obat. Misalnya antasida
seharusnya dikunyah dulu baru ditelan.
f. Tepat Interval Waktu
Pemberian Tepat interval waktu pemberian ialah jarak waktu penggunaan obat sesuai
dengan peraturan yang tertera pada obat.
g. Tepat Lama Pemberian
Lama pemberian obat ialah harus tepat sesuai penyakitnya.
h. Waspada Terhadap Efek Samping Obat dapat menimbulkan efek samping, yaitu efek
tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, seperti
timbulnya mual, muntah, gatal-gatal, dan lain sebagainya.
i. Tepat Penilaian
Kondisi Pasien Penggunaan obat disesuaikan dengan kondisi pasien, antara lain harus
memperhatikan: kontraindikasi obat, komplikasi, kehamilan, menyusui, lanjut usia
atau bayi.
j. Tepat Informasi
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam
menunjang keberhasilan terapi.
k. Tepat Tindak Lanjut (Follow-Up)
Tepat tindak lanjut ialah apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit
berlanjut konsultasikan ke dokter.
l. Tepat penyerahan obat (dispensing)
Penggunaan obat rasional melibatkan penyerahan obat dan pasien sendiri sebagai
konsumen. Resep yang dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di Puskesmas,
Apoteker/Asisten Apoteker akan dipersiapkan obatnya dan diserahkan kepada pasien
dengan informasi yang tepat. m. Kepatuhan Pasien Kepatuhan pasien adalah pasien
patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan (Fadillah, 2021).
2.4 Chlorpeniramin maleat (CTM)
2.4.1 Pengertian
Klorfeniramin maleat adalah turunan alkilamin yang merupakan antihistamin
dengan indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan
toksisitas yang relatif rendah. Klorfeniramin maleat merupakan obat antihistamin H1
Reseptor yang dapat menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan
bermacam-macam otot polos, serta bekerja dengan mengobati reaksi hipersensitivitas
atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebihan (Fickri, 2018)
Klorfeniramin maleat mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
100,5% C6H19ClN2.C4H4O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan dan
memiliki berat molekul 390,67. Klorfeniramin maleat berupa serbuk hablur, putih;
tidak berbau, larutan mempunyai pH antara 4 dan 5, mudah larut dalam air, larut
dalam etanol dan kloroform; sukar larut dalam eter dan dalam benzena (Fickri, 2018)
2.4.2 Indikasi dan Kontra Indikasi
Indikasi Obat CTM (Chlorpeniramin maleat) digunakan untuk mengatasi gejala
alergi, seperti gatal-gatal, urtikaria, dermatitis. Sedangkan kontraindikasi dari
klorfeniramin maleat ini menimbulkan aktivitas antikolinergik yang dapat
memperburuk asma bronkial, retensi urin, glaukoma. Klorfeniramin memiliki
interaksi dengan alkohol, depresan syaraf pusat, anti kolinergik
2.4.3 Dosis
Berikut dosis obat chlorpheniramine maleate oral yang direkomendasikan untuk
pengobatan:
a. Dewasa: Dalam sediaan tablet konvensional: 4 mg setiap 4-6 jam. Maksimal: 24
mg. Dalam bentuk sediaan tablet lepas lambat: 12 mg setiap 12 jam. Maks: 24 mg
per hari.
b. Anak: Usia 1-<2 tahun 1 mg dua kali sehari; Usia 2-5 tahun 1 mg setiap 4-6 jam.
Maks: 6 mg per hari; Usia 6-<12 tahun 2 mg setiap 4-6 jam. Maks: 12 mg per
hari; >12 tahun sama dengan dosis dewasa. Dosis yang direkomendasikan dapat
berbeda-beda pada setiap negara dan kemasan produk. Ikutilah pedoman yang
direkomendasikan.
c. Lansia: Pengurangan dosis mungkin diperlukan. Maks: 12 mg per hari.
Klorfeniramin maleat memberikan efek samping walaupun juga bersifat serius
dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang sering
terjadi adalah sedatif,gangguan saluran cerna, mulut kering, kesukaran miksi
(Fickri, 2018)
Selain itu, ada juga efek samping yang cukup serius seperti terjadinya masalah pada
sistem penglihatan dan susah untuk buang air kecil. Obat ini juga di kontraindikasikan
pada kondisi seperti:
a. Glaukoma sudut sempit
b. Adanya sumbatan pada sistem pencernaan seperti stenosis tukak lambung,
obstruksi pyloroduodenal
c. Pembesaran prostat
d. Tidak dapat berkemih
e. Memiliki serangan asma.
2.5 Alergen
Antigen yang menimbulakan reaksi alergi dan biasnya berupa protein yang merangsang
pembenyukan Ig E dan mensentisisasi hospes disebut allergen. Antigen terbanyak adalah
protein dengan berat molekul > 40.000 dan kompleks polisakarida kuman. Allergen
dapat dibagi menjadi beberapa golongan sebagai berikut:
a. Menurut sifat Kimia :
1) Protein lengkap
Contohnya adalah tepung sari, tungau debu rumah, dan serpihan kulit hewan
peliharaan.
2) Hapten
Adalah antigen dengan berat molekul rendah dan baru menjadi allergen bila
diikat oleh molekul besar (carrier). Contoh hepten adalah berbagai golongan
antibiotik.
b. Menurut rute masuk
1) Inhalan
Alerhen yang masuk melalui saluran napas, penyebab utama asma dan rhinitis
seperti debu rumah, tepung sari, spora jamur, dan serpihan kulit hewan
peliharaan disebut inhalan.
2) Ingestan
Alergen yang masuk melalui saluran cerna dana merupakan penyebab alergi
kulit seperti obat dan makanan disebut ingestan
3) Kontaktan
Alergen yang masuk melalui kontak dengan kulit dan merupakan penyebab
dermatitiskontak seperti bahan kimia dan obat disebut kontaktan
4) Injektan
Allergen yang masuk melalui suntikan seperti obat dan bias /saliva serangga
disebut injektan
c. Menurut tempat ditemukan
1) Indoor
Alergen yang ditemukan di dalam rumah seperti debu rumah, serpihan kulit
hewan peliharaan, dan spora jamur
2) Outdoor
Alergen yang ditemukan di luar rumah seperti tepung sari dan spora jamur
2.6 Antibodi
Bahan larut yang digunakan sebagai protein atau globulin yang disebut sebagai
immunoglobulin (Ig) adalah antibodi. Dua ciri Ig yang penting adalah spesifitas dan
aktivitas biologinya. Ig dibentuk sel plasma yang berasal dari proliferasi dan diferensiasi
sel B. Terdapat 5 jenis Ig, yaitu IgG, IgA, IgD, dan IgE. Tipe yang terakhir yaitu
immunoglobulin E berperan besar dalam proses alergi.
Imunoglobulin E mudah diikat oleh sel mastosit dan basophil yang memiliki reseptor
untuk IgE. Satu sel mastosit dapat mengikat IgE dengan afinitas yang tinggi yaitu sekitar
5000-500.000 molekul IgE. Sel lain seperti sel eosinophil, fagosit, dan trombosit juga
memiliki reseptor yang dapat mengikat Ig E tetapi dengan afinitas yang rendah.

2.7 Antihistamin
Golongan ini merupakan salah satu obat yang dapat digunakan untuk pengobatan
alergi disamping obat-obat kortikosteroid. Antihistamin adalah zat yang dapat
mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok
reseptor histamin secara kompetitif. Reseptor histamin ada empat jenis yaitu reseptor H1,
H2, H3, dan H4. Reseptor H1 secara selektif dihambat oleh antihistamin H1, reseptor H2
oleh histamin H2 (AH2) penghambat asam lambung. Dan reseptor H3 memegang
peranan pada regulasi tonus saraf simpatikus. Sedangkan reseptor H4 belum diketahui
perannya dan penelitian tentang reseptor ini sangat sedikit. Pada penelitian ini yang
dimaksud antihistamni adalah penghambatan reseptor H1
(Baratawidjaja, 1999; Tjoan, 2002).

Antihistaminn (AH1) digunakan dalam pengobatan alergi (rhinitis,utikaria, alergi


asma). Sengatan serangga, stimulasi nafsu makan, antiemetis, mabuk perjalanan, dan
preparat kombinasi untuk obat flu dan batuk (Tjoan, 2002).
2.7.1 Penggolongan antihistamin (“Farmakologi Dan Terapi,” 1999; Tjoan, 2002).
Berdasarkan rumus kimia dan efek sedative antihistamin dapat digolongkan
seperti pada table di bawah ini :
Tabel 1.
Penggolongan Antihistamin Oral

Antihistamin Antihistamin Non - Sedatif


1. Derivat Etanolamin 1. Derivat Piperidin
a. Difenhidramin HCL a. Terfenadin
b. Dimenhidrinat b. Astemizol
c. Karbinoksamin maleat c. Loratadin
2. Derivat Etilendiamin d. Fexofenadin
a. Tripelenamin HCL
b. Tripelenamin sitrat
c. Pirilamin sitrat
3. Derivat Alkilamin
a. Bromfeniramin maleat
b. Klorfeniramin maleat
c. Deksbromfeniramin maleat
4. Derivat Piperazin
a. Klorsiklizin HCl
b. Siklizin HCL
c. Meklizin HCL
d. Hidroksizin HCL
e. Cetirizin
5. Derivat Fenotiazin
a. Prometazin HCL
b. Metdilazin HCL

2.7.2 Klorfeniramin maleat


Obat ini mempunyai pemerian yaitu serbuk hablur, putih, tidak berbau,
mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 100,5%
C16H19CIN2C4H4O4 (Tjoan, 2002). dan mempunyai pH di dalam larutan anatara 4
dan 5. Obat ini merupakan antihistamin golongan alkilamin yang bebas menyebabkan
sedasi. Nnamun demikian perendarannya sebagai obat bebas terbatas cukup banyak di
masyarakat dan banyak digunakan sebagai swamedikasi yang tersedia di apotek dan
took obat (Ketalaris, 1994)
Obat ini digunakan untuk mengatasi gejala alergi. Hay fever dan konjungtivitis,
urtikaria, sengatan lebah, dan pruritus dari alergi, digunakan padapertolongan darurat
shock anafilaktik dan angioedema (Anonim, 2004).

Klorfeniramin maleat (CTM) memiliki efek antikolinergik sehingga


dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit pembesaran prostat, retensi urin,
galukoma. Obat ini tidak diajurkan diberikan pada anak-anak dibawah umur 1 tahun
karena organ hati belum berkembang dengan sempurna (Anonim, 2004).

Efek samping obat ini yaitu mengantuk, hipotensi, pusing, palpitasi,


ketidakmampuan psikomotor, retensi urin, mulut kering, pandangan kabur, gangguan
pencernaan, disfungsi hati, berkeringat, tremor (Anonim, 2004).

2.8 Informasi Obat dari Puskesmas


Tuntutan terhadap pelayanan kesehatan yang baik semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya pengetahuan dan ekonomi masyarakat. Hal ini juga menyebabkan
meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian (Anonim, 2002).
Menurut Undang-Undang Kesehatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 46
tahun 2014 tentang Sitem Informasi Kesehatan, yakni pasal 168 [1] untuk
penyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi
kesehatan. [2] informasi kesehatan bagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
sistem informasi dan melalui lintas sector. [3] ketentuan lebih lanjut mengenai sistem
informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
(Anonim, 2014).

Puskesmas Sebagai salah satu ujung tombak dalam pelayanan kefarmasian harus
memberikan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan dan juga pasien. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 43 Tahun 2019 Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif di wilayah kerjanya (Anonim, 2019) . Satu diantara pekerjaan
kefarmasian Menurut Undang-Undang Kesehtan No 23 Tahun 1992 adalah pelayanan
informasi obat (Anonim, 1992) . Pemberian informasi tentang penggunaan obat yang
benar kepada masyarakat merupakan salah satu sarana komunikasi, informasi dan
edukasi kepada masyarakat. Adanya informasi tersebu diharapkan dapat meningkatka
pemahaman tentang kesehatan khusunya mutu pengobatan sendiri yang banyak
dilakuakan masyarakat (Stone, 1997).
Dalam rangka menunjang pekerjaan kefarmasian yaitu pelyanan informasi obat
makan apoteker dan asisten apoteker (TTK) harus memberikan informasi tentang khasiat
obat, efek samping dan cara penanggulangannya, aturan pakai, peringatan, interaksi obat.
Serta kontraindikasi khususnya kepada pasien dengan tepat dan juga memberikan
informasi tentang obat secara komprehensif kepada tenaga kesehatan lainnya. Hal diatas
termasuk salah satu program asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) yang saat ini
mulai dikembangkan. Asuhan kefarmasian adalah konsep yang melibatkan tanggung
jawab farmasis yang dapat mmenjamin terapi optimal terhadap pasien secara individu
sehingga pasien membaik dan kualitas hidupnya meningkat (Anonim, 2002).
Pencapaian Visi Indonesia sehat 2010 mengharuskan keterpaduan dukungan semua
sumber pelayanan kesehatan seperti pelayanan medik dan pelayanan farmasi. Profesi
farmasi dengan standar yang tinggi samapai saat ini belum dimanfaatkan secara
maksimal untuk pemenuhan kebutuhan dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Farmasis
harus memposisikan diri dari pelayanan resep obat menjadi pennatalaksaan/pelayanan
kefarmasian kepada pasien dan tenaga kesehatan lain. Pelayanan kefarmasian yang
efektif meliputi pelayanan penggunaan obat yang rasional, pengembanagan obat esensial,
dan informasi serta monitoring obat yang seperti efek samping, resistensi obat, dan
rejimen terapi (Anonim, 2002).
Informasi dan edukasi tentang obat yang baik dan tepat dapat menghindari dari
masalah tentang obat (drug related problem) sehingga pada akhirnya tidak ada obat yang
digunakan oleh pasien sebelum memperoleh informasi yang cukup tentang obat dari
TTK sehingga pasien mengerti tentang pennggunaan teraptik, dosis, da efek sampingnya
(Stone, 1997).

2.9 Pengetahuan Pasien


2.9.1 Definisi
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pannca
indera manusia yakni pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa, dan raba. Menurut
Notoatmodjo, pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan umumnya terlaksana
setelah seseorang melaksanakan pengamatan pada objek tertentu. Pengamatan
tersebut umumnya terjadi melalui panca indera manusia, yakini indera pengelihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Hartati, 2021) . Martin & amp; Oxman
menyatakan bahwa pengetahuan merupakan kapasitas untuk membangun model
mental yang secara akurat mendeskripsikan objek dan diwujudkan dalam sebuah
tindakan (Karo–Karo, 2021) . Sementara itu, menurut Pudjawidjana pengetahuan
merupakan sebuah korelasi manusia atas stimulan dari lingkungan sekitar melalui
sentuhan objek dengan indera (Romanto, 2020). Berdasarkan beberapa definisi oleh
para ahli dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari sebuah
pengamatan yang dilakukan di lingkungan sekitar pada subjek atau objek tertentu.
2.9.2 Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 1993):
a. Tahu (know)
Diartikan sebgai meningkat suatu tempat yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk mengingat kembali informasi yang didapat.
b. Memahami (Comprehension)
Adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara beanar tentang obyek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikannya.
c. Aplikasi (aplication)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau keadaan yang sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Adalah kemampuan untuk menyebarkan materi atau suatu obyek dalam suatu
kerangka berpikir yang berkaitan satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Adalah kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Adalah suatu kemampuan untuk melakkukan penilaian terhadap suatu materi atau
obayek tertentu.
Informasi kepada pasien tentang terapi pengobatan yang sedang dijalaninya
adalah suatu hal yang sangat penting untuk meningkatan pengetahuan pasien dan
kebehasilan dalam terapi. Informasi harus diberikan secara verbal ditambah dengan
bahan tertulis dengan format dan pada tingkat pengertian yang dapat dengan mudah
dimengerti oleh pasien . Informasi tentang terapi pengobatan yang harus diberikan
kepada pasien, antara lain :
a. Nama obat ( termasuk nama dagang, nama generic, dan deskripsi umum lainnya )

b. Penggunaan obat dan hasil yang diharapkan dari pengobatan

c. Dosis dan frekuensi penggunaan

d. Efek samping dan peringatan obat

e. Instruksi khusus yang berhubungan dengan penggunaan obat ( penyimpanan dan


pantangan makan )

f. Interaksi dengan obat lain dan makanan

g. Seseorang yang setiap saat tiba bias dihubungi jika ada yang harus ditanyakan
tentang pengobatan.
2.9.3 Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat diketahui dengan menanyakan kepada seseorang agar
ia mengungkapkan apa yang diketahui dalam bentuk jawaban. Jawaban tersebut yang
merupakan reaksi dari stimulus yang diberikan baik dalam bentuk pertanyaan
langsung maupun tertulis. Pengetahuan pengukuran dapat berupa kuesioner maupun
wawancara (Adhi, 2020). Tingkat pengetahuan dapat dikategorikan berdasarkan nilai
sebagai berikut:
a. Pengetahuan baik 76% –100%
b. Pengetahuan sedang 56% – 76%
c. Pengetahuan Kurang < 56 % (Sanifah, 2018).

2.9.4 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan


Menurut Notoatmodjo ada faktor penyebab yang mempengaruhi pengetahuan yaitu:
a. Tingkat pendidikan
Pendidikan adalah suatu cara untuk meningkatkan kualitas diri seseorang.
Pendidikan sendiri akan memberi pengaruh terhadap sikap dan tindakan yang
akan dilakukan oleh individu.
b. Informasi
Informasi merupakan sebuah pemahaman yang diperoleh dari proses
pembelajaran, pengalaman, atau instruksi. Informasi umumnya diperoleh dari
kehidupan setiap hari karena informasi ini bisa kita jumpai disekitar lingkungan
kita baik itu keluarga,kerabat, atau media lainnya.
c. Lingkungan
Lingkungan ialah segala suatu yang ada disekitar individu, baik itu lingkungan
fisik, biologis, maupun sosial.
d. Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pemikiran dan
kemampuan individu. Semakin bertambah usia maka akan semakin berkembang
pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pemahaman serta pemikirannya
semakin membaik (Faot, 2019).

2.10 Kerangka Teori

Informasi Penggunaan Obat


CTM

Pengetahuan Rasionalitas
Penggunaan Obat

Faktor yang mempengaruhi :


Faktor yang mempengaruhi :
1. Pendidikan
2. Informasi 1. Tepat diagnosis
3. Lingkungan 2. Tepat indikasi
4. Usia
3. Tepat pemilihan obat

4. Tepat dosis

5. Tepat cara pemberian


Gambar ….Kerangka Teori
2.11 Kerangka Konsep

Baik
Variabel Bebas Varibel Terikat

Informasi Penggunaan Obat Pengetahuan


Sedang
CTM Pasien

Kurang

Gambar ….Kerangka Konsep

2.12 Hipotesis
a. H1 : Ada hubungan antara informasi dari TTK dengan tingkat
pengetahuan pasien tentang obat CTM
b. H0 : Tidak ada hubungan antara informasi dari TTK dengan tingkat
pengetahuan pasien tentang obat CTM
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada pasien di Puskesmas Kecamatan Matraman, Jakarta Timur
di mulai pada bulan Agustus – Oktober 2023. Pengumpulan data yang diambil mewakili
seluruh pasien yang diberikan informasi obat CTM untuk terapi alergi.
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Jan Feb Mar Jun Jul Agus Sept Okt
2023 2020 2023 2023 2023 2023 2023 2023
1 Penyusunan Proposal
2 Pengumpulan Proposal
3 Seminar Proposal
4 Perbaikan Proposal
5 Pengurusan Izin
Penelitian
6 Pengambilan Data KTI
7 Penyusunan KTI
8 Pengumpulan KTI
9 Sidang Akhir KTI

3.2 Desain Penelitian


DAFTAR PUSAKA

Anonim. (1992). Undang - Undang Kesehatan No. 23. Tentang Kesehatan. Departemen Kesehatan RI.

Anonim. (1995). Dermatitis Atopi ( Pendahuluan ). Majalah Kedokteran Indonesia 45(9), 510–515.

Anonim. (1997). Health Data and Indicator By Province Indonesia 1995. Menteri Kesehatan RI. Centre for
Health Data, Jakarta, 31.

Anonim. (2002). Prioritas dan Agenda Nasional Penelitian Kesehatan 2002-2005. Departemen Kesehatan
RI, 34–35.

Anonim. (2004). WHO Model Formulary. WHO, Geneva , 52–53.

Anonim. (2014). Undang - Undang Kesehatan No. 46, tentang Sistem Informasi Kesehatan. In Departemen
Kesehatan RI.

Anonim. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 43. Tentang Puskesmas.
Departemen Kesehatan RI.

Arief, M. (2000). Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan. In Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press (pp. 5–9).

Baratawidjaja, K. (1999). Penyakit Alergi. Sub-Bagian Alergi-Imunologi. Bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Fakultas Kedokteran Universitar Indonesia, Jakarta, 1–7.

Fadillah, I. (2021). GAMBARAN RASIONALITAS PERESEPAN OBAT KORTIKOSTEROID DI PUSKESMAS


KEMILING BANDAR LAMPUNG TAHUN 2020. . Diploma Thesis, Poltekkes Tanjungkarang.

Faot, M. I. (2019). Hubungan Pengetahuan Tentang Karies Gigi Dengan Motivasi Untuk Melakukan
Penumpatan Karies Gigi (Pada Pasien di Poli Gigi Puskesmas Kota Soe). (Doctoral Dissertation,
Jurusan Keperawatan Gigi).

Fari Irza, K. D. P. E. (2021). Analisis pelayanan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Jurnal Ekonomi
Dan Manajemen, 4, 527–532.

Farmakologi dan Terapi. (1999). In Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1995 (4
(Cetak Ulang)).

Fickri, D. Z. (2018). Formulasi Dan Uji Stabilitas Sediaan Sirup Anti Alergi Dengan Bahan Aktif
Chlorpheniramin Maleat (Ctm). . Journal of Pharmaceutical Care Anwar Medika (J-PhAM), 1(1), 16–
24.

Hartati, Y. , L. L. , D. D. , S. S. , & N. L. (2021). Promosi Kesehatan Edukasi Individu dengan Media Audio
Visual melalui HP terhadap Pengetahuan dan Sikap Lansia tentang Faktor Risiko Diabetes DI
KELURAHAN SUKAMERINDU. (Doctoral Dissertation, Poltekkes Kemenkes Bengkulu).

Hindmarch.I., Johnson. S. M. R. , Kirkpatrick. T. (2001). Antihistaminic Actifity On CNS for Levocetirizine,


Cetirizin, and Loratadine in a Placebo and Serum Controlled Study. Curr,Med.Res.Opin.17(4), 241.

Karo–Karo, E. N. (2021). PENTINGNYA PENGETAHUAN TENTANG KEBUGARAN JASMANI DAN OLAHRAGA


PADA LANSIA KOMPLEK PERUMAHAN KORPRI TAHUN 2021. (Doctoral Dissertation, UNIVERSITAS
QUALITY BERASTAGI).

Ketalaris, C. K. (1994). Antihistamines : optimum USE. Medical Progress. 21(6), 17–21.


Notoatmodjo, S. (1993). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. In Andi Offset.
Yogyakarta (pp. 97–98).

Pagegi, A. D. (2022). TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT KAMPUNG SANAN RW 14, KELURAHAN


PURWANTORO, KECAMATAN BLIMBING, KOTA MALANG TENTANG PENGGUNAAN OBAT
CHLORPENIRAMIN MALEAT (CTM). . Diploma Thesis, Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang.

Romanto, E. , & H. N. (2020). Pengaruh pengetahuan dasar dan kompetensi kewirausahaan terhadap
motivasi kewirausahaan mahasiswa Universitas Tarumanagara. Jurnal Manajerial Dan
Kewirausahaan, 2(2), , 479–489.

SALSABILA, P. S. (2018). PERBANDINGAN HASIL UJI CUKIT KULIT (SKIN PRICK TEST) PADA ANAK SEKOLAH
DASAR DI DESA DAN KOTA . (Doctoral Dissertation, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA).

Sanifah, L. jamilatus. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Keluarga Tentang Perawatan
Activities Daily Living (ADL) (Di Dusun Candimulyo, Desa candimuyo, Kecamatan Jombang,
Kabupaten Jombang). . Undergraduate Thesis, STIKes Insan Cendekia Medika Jombang.

Sayekti, L. M. R. (2021). Perancangan Buku Panduan Memahami Penyebab Alergi Susu Sapi Melalui Media
Buku Ilustrasi. . Other Thesis, Univeristas Komputer Indonesia.

Sayoga. (2019). Bahaya Alergi Obat dan Penyakit Akibat Alergi. In Bahaya Alergi Obat (p. 1).

Soedarto. (2012). Alergi dan penyakit sistem imun = allergy& immune.

Stone, P. & S. J. C. (1997). Pharmacy practice. In Second Edition. Farrand Press. London (pp. 43–45).

Tjoan, T. H. & K. R. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi Kelima. Cetak kedua. PT Media Elex Komputindo
Gramedia, Jakarta, 764–777.

Ulene, A. (1998). how to outsmart your allergies. Health Poins : 2.

Anda mungkin juga menyukai