Anda di halaman 1dari 14

Hubungan Sanad, Matan, Perawi Dalam Hadis

Zahwa Nailatul Inayah, Ardhi Segara, Ulfa Laliatul Nikmah


Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
UIN Raden Mas Said Surakarta
Jl. Pandawa, Dusun IV, Pucangan, Kec. Karasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah 57168

ABSTRAK
Tulisan ini membahas hubungan sanad, matan, dan perawi hadits dalam hadits, ketiganya sama-sama
penting. Sanad merupakan sekumpulan perawi yang menukil isi hadits dari sumber utamanya,yakni
Rasulullah saw, sebuah keistimewaan yang Allah berikan kepada perawi yang terlibat dalam rangkaian
ini. Unsur-unsur sanad dalam periwayatan hadits adalah bagian yang sangat penting baik dalam
menentukan kualitas hadits maupun dari segi kuantitasnya. Sedangkan matan adalah isi/pesan hadits itu
sendiri atau bisa disebut suatu perkara yang terletak setelah sanad,karena posisi matan dalam penulisan
hadits berada setelah sanad. Selain sanad dan matan terdapat juga perawi hadits, rawi adalah orang
yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterima
dari seorang guru. Ketiga ini sangat bersambungan karena dalam suatu hadits sanad,matan,dan perawi
sangatlah penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sanad, matan, dan
perawi dalam sebuah hadits yang diriwayatkan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitan kualitatif dengan teknik kepustakaan.
Keywords— Sanad, Matan, Perawi

PENDAHULUAN

Hadits merupakan sumber ajaran islam kedua setelah al-quran, istilah hadits biasanya
merujuk pada segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw yang berupa sabda,
perbuatan, persetujuan, dan sifat dari keseharian nabi. Sanad, matan dan rawi merupakan unsur
pokok yang harus ada disetiap hadits karena ketiganya memiliki kaitan yang erat dan tidak dapat
dipisahkan.

Untuk mengetahui otensititas dan orisinalitas hadits diperlukan peneliatian sanad maupun
matan, secara struktur hadits terdiri atas tiga komponen yakni sanad atau isnad (rantai penutur),
matan (redaksi hadits), dan mukharij (rawi) yang mana shahih tidaknya suatu hadits redapat
matan dan sanad nya. Sanad yang berarti sandaran, matan yang berarti pesan atau isi dan rawy
adalah periwayat sudah menjelaskan bahwa kedudukan nya dalam hadits adalah kedudukan yang
penting dan harus selalu dijaga keshahihannya.
Oleh karena itu diperlukan kejelian dalam mengidentifikasikan rantai sanad sebuah hadits
atau lebih populer disebut kritik sanad. Selain sanad dalam sebuah hadits juga memuat matan
dan rawy, ketiga unsur ini harus diteliti agar suatu hadits dapat diketahui kulitasnya.
Pemeriksaan hadits Nabi Muhammad bukan berati meragukan hadits nabi, melainkan bertujuan
untuk memeriksa kualitas hadits mengingat periwayat hadits tetap manusia biasa yang bisa
melakukan kesalahan baik disengaja maupun tidak.

Dalam tulisan ini, penulis akan membahas tentang hubungan sanad, matan, dan rawy.
Data yang penulis gunakan bersumber dari buku/kitab, jurnal, bahkan arikel yang relevan dengan
tema tulisan. Pembahsan ini perlu karena dengan mengetahui hubungan sanad, matan, dan rawy
kita dapat mengetahui kualitas hadits.

TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian mengenai sanad, matan, dan perawi hadits sudah banyak dilakukan
sebelumnya oleh beberapa peneliti. Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian
terdahulu. Penelitan terbaru yang berkorelasi dengan penelitian ini adalah Ketsiqohan Perawi
Hadits Dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Hadits yang ditulis oleh Imam Syafi’I (2022) tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan hadits hadits nabi dan melakukan penelitian
apakah hadits itu bersumber dari nabi atau tidak. Kemudian muncul ilmu hadits yang diantaranya
mengenai ketsiqohan atau kredibilitas para perawi hadits.

Penelitian kedua ditulis oleh M. Lutfi Abdul Manaf, M. Fath Ervan Zulfa dan M.
Nasirudin yang berjudul KualifikasiI Perawi dan Metode Dalam Proses Transmisi Hadits (2020).
Tujuan dari penelitan ini adalah karena dalam menerima hadits tidak disyaratkan seorang harus
muslim dan baligh. Namun ketika menyampaikannya, diharuskan Islam dan baligh. Maka
diterima riwayat seorang muslim yang baligh dari hadits yang diterimanya sebelum masuk Islam
atau sebelum baligh, dengan syarat tamyiz atau dapat membedakan (yang haq dan yang bathil)
sebelum baligh.

Dan penelitian ketiga ditulis oleh Mohamad S. Rahman yang berjudul Kajian Matan dan
Sanad Hadits Dalam Metode Historis (2016). Penelitian ini bertujuan untuk memberikan
pengertian terhadap pembaca tentang sanad dan hadits dan bagaimana model penelitian sanad
dan hadits

LANDASAN TEORI
Sanad artinya menurut bahasa yaitu sandaran, yang kita bersandar padanya, dan berarti
dapat dipegang, dipercayai. Sedangkan menurut istilah, sanad berarti keseluruhan rawi dalam
suatu hadits dengan sifat dan bentuk yang ada.(Rahman, 2016)

sanad dan matan merupakan dua perangkat yang memiliki peran penting untuk
pembentukan struktur hadits. (Siti Rohmaturrosyidah Ratnawati & Ali Yasmanto, 2019)

Yang dimaksud dengan Rawi adalah "Orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam
suatu kitab apa yang pernah didengar atu diterimanya dari seseorang (gurunya)". Bentuk
jamaknya Ruwat, perbuatan menyampaikan hadits tersebut dinamakan me-rawi (riwayatkan)
hadits (Manaf et al., 2020)

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan didalam artikel ini menggunakan metode penelitian
kepustakaan (library research). Library resarch adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan
dengan kegiatan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mengelola data penelitian
secara objektif, analisis, sistematis dan kritis dari artikel ilmiah, buku, dan jurnal yang relevan
mengenai unsur-unsur utama dalam hadits, yaitu sanad, matan, dan rawi.

Penelitian dengan metode ini mengambil sumber dan metode pengumpulan data dengan
mengambil dari data pustaka, membaca dan mengolah bahan penelitian dari artikel hasil
penelitian dari variabel dalam penelitian ini. Penelitian kepustakaan ini menganalisis dengan
matang serta mendalam agar mendapatkan hasil yang objektif tentang sanad, matan, dan rawi
hadits serta segala sesuatu yang berkatan dengan hal tersebut. Data yang dikumpulkan dan
dianalisis merupakan data sekunder yang berupa hasil penelitian seperti buku, jurnal, artikel dan
lain sebagainya yang dimana relevan dengan sanad, matan, dan rawi dalam hadits. Kemudian
teknik analisis data dalampenelitian ini menggunakan teknik analisis data analisis isi (content
analysis). Analisis data dimulai dengan menganalisis hasil dari penelitian yang paling relevan,
yang kemudian dicatat dan diambil poin penting dari sumber pustaka tersebut dan disimpulkan
menjadi bagian dari artikel ilmiah ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Matan Hadits
Matan adalah perkara yang dijaga keshahihannya lewat sanad yang muttasil, jika shahih
sanadnya shahih pula matanya, sehingga sah dijadikan sebagai sumber hukum islam.

Pengertian kata matan secara etimologi adalah punggung atau muka jalan, tanah yang
tinggi dan keras. Secara terminology matan (matnul hadis) berarti materi atau isi dari hadits
berupa sabda, perbuatan atau ketetapan Nabi saw. Secara umum, selain diartikan sebagai sesuatu
pembicaraan yang berasal/ tentang Nabi saw matan juga dapat diartikan sebagai perkataan yang
berasal dari sahabat atau tabi’in yang terletak setelah sanad.

selain pengertian diatas para ahli hadits (muhaditsiin) telah megeluarkan pendapat
mengenai definisi matan. Menurut Mahmūd At -tahhān matan adalah “suatu perkataan yang
terletak setelah sanad”, hal tersebut dikarenakan posisi matan dalam penulisan hadits berada
setelah sanad yang terakhir.

Menurut Ath Thibi, matan ialah “lafadz-lafadz Hadis yang dengan lafadz-lafadz itulah
terbentuk makna”, mengacu pada pengertian tersebut dapar diartikan bahwa matan adalah
kumpulan kata-kata yang berupa sabda, gambaran perbuatan nabi, ketetapan nabi yang
membentuk kalimat yang dapat dipahami (Mutmainnah, n.d.).

Untuk lebih jelasnya matan Hadis dapat dijelaskan sebagai berikut:

‫م مر على رجل من‬.‫ أخبرنا مالك بن انس عن ابن شهاب عن سالم بن عبد هللا عن إليه ان رسول هللا ص‬:‫حد ثنا عبدهللا بن يوسف قال‬
)‫أالنصار و هو بعظ اخاه في الحياء فقال رسو ل هللا صلعم دعه فان الحياء من اال يمان (رواه البخاري‬

Kalimat “’anna Rasulallah SAW” sampai akhir itulah yang disebut matan Hadis, sedang
rangkaian para perowi yang membawa Hadis disebut sanad Hadis (Rofiah et al., n.d.).
Sebagai salah satu sumber hukum islam, tidak semua hadits dapat dijadikan sebagai
sumber hukum, perlu adanya tindakan untuk meneliti dan mengkritisi matan hadis sehingga
dapat diketahui tingkat keshahihan hadits. Menurut Shalahuddin al-Dhahabi ada beberapa
kesulitan dalam melakukan penelitian terhadap obyek studi kritik matan, yaitu; 1) Minimnya
penelitian yang membahas mengenai kritik matan dan metodenya. 2) Pembahasan mengenai
kritik matan yang masih terpencar-pencar. 3) Kekhawatiran terbuangnya sebuah Hadis jika
ternyata terjadi kesalahan dalam mengkritisi matan hadits (Mutmainnah, n.d.).

Jika dilihat dari sejarah perkembangan hadits dari awal kemunculanya, telah banyak
upaya pemalsuan hadits, entah secara sengaja seperti memalsukan hadits dengan tujuan
pembelaan terhadap golongan pribadi ataupun upaya menghancrkan islam dari dalam maupun
tidak sengaja seperti kesalahan dalam periwayatan dan lain-lain. Dari kasus tersebut dapat
disimpulkan bahwa penelitin dan kritik matan perlu untuk dilakukan.

Dalam meneliti hadis, kalangan ulama mengemukakan beberapa syarat bagi peneliti,
yaitu: 1) ahli di bidang hadis; 2) memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai ajaran
Islam; 3) melakukan muthalaah (penelaahan) yang cukup; 4) memiliki akal cerdas untuk
memahami pengetahuan secara benar; 5) memiliki tradisi keilmuan yang tinggi (Mutmainnah,
n.d.).

Ulama ahli hadis (muhaditsiin) sepakat bahwa syarat utama yang harus dipenuhi oleh
suatu matan hadis yang berkualitas shalih ada dua kriteria yang disebut sebagai kaedah mayor,
yaitu terhindar dari syadh (kejanggalan) dan terhindar dari ‘illat (cacat) pada matan hadits.

Selain kaedah mayor terdapat kaedah lain yang merupakan cabang atau perincian dari
kaedah mayor yang dirumuskan oleh Syuhudi Ismail dan menyebutnya sebagai kaedah minor.
Kaedah minor bagi matan yang terhindar dari syadh (kejanggalan) adalah: Pertama, matan
bersangkutan tidak menyendiri. Kedua, matan Hadis tidak bertentangan dengan Hadis yang lebih
kuat. Ketiga, matan Hadis itu tidak bertentangan dengan al-Qur’an. Keempat, matan Hadis itu
tidak bertentangan dengan akal sehat, indera dan sejarah.

Kaidah mayor bagi matan hadits yang terhindar dari ‘illat (cacat) antara lain : Pertama,
matan Hadis tidak mengandung idraj (sisipan). Kedua, matan Hadis tidak mengandung ziyadah
(tambahan). Ketiga, matan hadis tidak mengandung maqlub (pergantian lafaz atau kalimat).
Keempat, matan tidak terjadi idhthirab (pertentangan yang tidak dapat dikompromikan). Kelima,
tidak terjadi kerancuan lafaz dan penyimpangan makna yang jauh dari matan Hadis itu
(Mutmainnah, n.d.).

Berikut beberapa contoh hadits yang terdeteksi palsu berdasarkan kritik matan yang
dilakukan: Pertama kontradiksi antara hadits dengan nas Al-Qur’an yaitu hadis yang berbunyi:
“Anak zina tidak akan masuk surga sampai tujuh turunan.” Hadis ini jelas bertentangan dengan
firman Allah swt. QS. al-An’am [6]: 164: “Seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain.”

Kedua, kontradiksi kontras antara sebuah matan dengan hadits lain yang mutawatir dan
sahih (lebih unggul kualitasnya), tanpa dapat dijam’u (dikompromikan maknanya) seperti dalam
riwayat yang berbunyi “Memandang wajahyang tampan/cantik akan mencerahkan pandangan.”
Orang yang mendengar hadis ini tentu akan kaget, sebab bagaimana mungkin Rasulullah saw.
menyeru umatnya kepada nafsu syahwat yang tidak etis dan merusak. Apalagi bahwa kata
mencerahkan pandangan dengan melihat kepada wajah yang tampan/cantik belum terbukti secara
medis. Masih banyak contoh hadits yang terdeteksi palsu yang beredar dikalangan masyarakat,
untuk itu sebagai seorang muslim untuk sekedar mengetahui dasar ilmu hadits agar tidak salah
dalam menggunakan hadits sebagai sumber hukum islam (Mutmainnah, n.d.).

Sanad Hadits

Hadits merupakan sumber ajaran islam kedua setelah al-quran dan hadits adalah salah
satu sumber hukum ajaran islam,tapi tidak seluruh hadits tertulis pada masa nabi. Terdapat 3
unsur yang terkandung dalam hadits yaitu sanad, matan, dan rawy.

(dalil)

“telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin musa berkata; telah mengkhabarkan kepada
kami Handzalah bin Abi Sufyan dari Ikrimah bin Khalid dari ibnu umar ra., berkata bersabda
Rasulullah saw., dibina islam itu atas 5 perkara syahadat bahwa tak ada tuhan selain allah dan
sesungguhnya Muhammad Rasulullah dan mendirikan sholat dan membayar zakat dan berhaji
dan berpuasapada bulan ramadhan (Sha-hih Bukhari hadits ke-7)”
Sanad menurut bahasa berarti sandaran, dapat dipegangi, dan dipercayai. Sedangkan
menurut istilah adalah keseluruhan rawy dalam suatu hadits dengan sifat dan bentuk yang ada,
dari gambaran hadits diatas maka yang dimaksud dengan sanad adalah kalimat ubaidullah bin
musa(arab) sampai ibnu umar radhiallahu’anhuma (Rahman, 2010:427)

Menurut Dr.Mahmud al-Tahhan untuk mempelajari dan memahami sanad hadit terdapat 5 syarat
agar dapat dinilai suatu hadits tersebut

A. Mencari biografi perawi


Perawi hadits adalah orang yang meriwayatkan hadits dari satu orang kepada
yang lainnya. Dalam hal ini para ahli hadits telah menyusun kitab-kitab tentang biografi
perawi dalam berbagai macam susunan baik secara urutan huruf atau bab,memuat perawi
secara umum, biografi perawi tsiqoh atau perawi dhaif sesamanya. Jika seseorang tidak
mengetahui pribadi seorang perawi, ia dapat menemukan biografinya dengan mengetahui
namanya.
B. Membahas keadilan dan kedlabitan perawi
Hal kedua dalam mempelajari sanad yaitu meneliti ke-adilan dan kedhabitan
perawi dengan membaca dan mempelajari pendapat ahli jarh dan ta’dil yang terletak
ditengah biografi setiap perawi.
C. Membahas kemuttashilan sanad (sanad yang bersambung)
Yang dimaksud adalah suatu hadits yang akan dipelajari harus bersifat muttasil
atau bersambung
D. Membahas syadz dan illat hadits
Mengetahui ada tidaknya kesesuaian antara beberapa sanad hadits dan
menjelaskan ada tidaknya syadz dan illat hadits yang hanya dapat dilakukan oleh orang
yang menguasai banyak sanad dan matan hadits.

Perkembangan dan pengaruh sanad terhadap pengelompokkan hadits secara umum dapat
dikelompokkan bahwa sanad pada tingkat sahabat jumlahnya lebih sedikit dibanding tingkat
tabi’in dan tingkat tabi’in lebih sedikit dibanding tingkat tabi’it-tabi’in. Untuk mengetahui
kualitas hadits harus melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap suatu hadits dari segi sanad
dan matan.
Sehubungan dengan penjelasan istilah sanad diatas ada juga istilah-istilah yang terkait
dengan sanad yang perlu di fahami yaitu isnad, musnid, dan musnad yang mana ketiga kata ini
sama-sama berasal dari kata sanad. Kata isnad adalah masdar dari kata asnada yang berarti
menyandarkan sesuatu kepada yang lain,sedangkan dalam ilmu hadits bearti menjadikan suatu
hadits kepada yang mengatakannya (Ali, 2016:53)

Sedangkan kata musnid isim fail dari sanada yang secara bahasa berarti orang yang
menyandarkan, namun secara istilah adalah orang yang meriwayatkan suatu hadits dengan
menyebutkan sanad haditsnya. Yang terakhir musnad adalah isim maful dari kata sanada yang
memiliki arti disandarkan sedangkan menurut ilmu hadits adalah kitab hadits yang didalamnya
berisi koleksi hadits, hadits yang seluruh sanadnya bersambung kepada nabi.

Pada masa nabi penggunaan sanad itu masih sederhana namun akhir abad ke 1 H telah
berkembang. Penggunaan sanad dalam periwayatan hadits menjadi penting karena hadits adalah
salah satu sumber ajaran islam yang tentu keasliannya harus dijaga dengan cara menjaga keaslian
sanad itu sendiri.

Para sahabat nabi Muhammad SAW tidak pernah meragukan setelah beliau wafat, begitu
pula para tabi’in tidak pernah ragu dalam menerima hadits yang diturunkan oleh sahabat. Sanad
adalah sesuatu yang bersifat eksternal atau diluar matan hadits, dengan demikian mustahil
mendapatkan hadits tanpa melalui sanad, bahkan sebagian dari ulama berpendapat bahwa sanad
hadits merupakan bagian dari agama.

Berdasarkan definisi dan batasan sanad yang sudah dijelaskan yang sudah dijelaskan maka ada
tiga unsur penting dalam sanad hadits yang harus dijaga keasliannya yaitu;

1. Rijal al sanad
2. Ittishal al ruwat
3. Tahamul wa al adaa

Ketiga unsur ini merupakan kesatuan yang mengantarkan pada matan hadits, sehingga tanpa
ada kejelasan dan keaslian dari ketiganya maka matan hadits tidak dapat dipertanggung
jawabkan apakah hadits itu benar-benar dari nabi. Rijal isnad adalah perawi yang ada dalam
sanad dari yang pertama sampai yang terakhir. Kelayakan perawi dalam intelektual periwayatan
hadits ini didasarkan dua standar yaitu segi kualitas pribadi dan moralnya serta kapasitas
intelektualnya (Ali, 2016:59)

Perawi dari sisi kepribadian dan kualitas moralnya adalah seorang periwayat hadits yang
dipercaya harus memiliki kualitas yang adil yang menurut mayoritas ulama hadits adalah
seseorang yang memiliki syarat sebagai berikut: (a) Islam, (b) Baligh, (c) Berakal, (d)
Memelihara muru’ah, (e) Tidak berbuat dosa besar, misalnya syirk, (f) Tidak berbuat dosa kecil,
(g) Menjauhi hal-hal yang dapat merubah muru’ah (Ali, 2016:60)

Sedangkan perawi atas kapasitas intelektualnya adalah dapat menyampaikan hadits


tersebut sesuai apa yang diterimanya dan memahami maksud hadits yang sedang diriwayatkan
dengan baik.Unsur kedua dalam sanad hadits adalah silsilah hadits (ittishal al-ruwat) tidak
terputusnya mata rantai periwayat dari Rasulullah saw dan sampai kepada mukharij hadits.Setiap
perawi telah mengambil hadits secara langsung dari gurunya mulai permulaan hingga akhir.

Unsur ketiga dalam periwayatan sanad hadits adalah metode periwayatan atau lambang-
lambang periwayatan mayoritas ulama dalam menyepakati delapan metode yang dianggap akurat
dalam proses periwayatan.Selain itu pengkaji hadits harus memahami unsur sanad yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari sanad yaitu lambang periwayatan dan singkatannya (Ali,
2016:61)

Ibnu al salah mengemukakan definisi mengenai hadis shohih sebagai berikut :

(dalil)

Hadits shahih adalah hadits yang bersambung sanad nya dengan penukilan hadits dari
periwayat yang adil dan dhabit dari periwayat yang adil dan dhabit bersumber dari periwayat
yang berkualitas yang sama (sampai jalur) terakhirnya,dan tidak mengandung syaz dan illat

Dari keterangan hadits diatas maka hadits yang berkualitas adalah hadits yang memenuhi kriteria
yaitu sanadnya bersambung, periwayatnya bersifat adil, dan dhabit serta terhindar dari syaz dan
illat. Sanad sudah dipergunakan sejak para sahabat nabi yang sistem periwayatannya dapat
dipertahankan dan dipertanggungjawabkan dan menentukan kualitas hadits dari segi
kuantitasnya.
Dalam tinjauan sejarah sebelum islam asal usul sand telah digunakan oleh agama yahudi atau
terdapat dalam kitab yahudi,mishnah,termasuk masyarakat jahiliyah dalam menenturkan silsila
syair dan syair-syair mereka juga menggunakan metode sanad meskipun tidak diketahui sejauh
mana metode itu diperlukan.

Dalam bidang ilmu hadits sanad itu merupakan neraca untuk menimbang shahih atau
dhaifnya, andai kata seseorang salah dalam menilai sanad maka aan ada fasik atau yang tertuduh
dan dusta jika setiap para pembawa hadits tidak bermu langsung (muttasil), dan hadits itu
dikatakan dhaif sehingga tidak dapat dijadikan hujjah. Jika pembawa hadits adalah orang-orang
yang cakap dan cukup persyaratannya maka sanadnya bersambung dari satu periwayat ke
periwayat lain sampai sumber yang pertama.

Tidak pantas naik keatap rumah kecuali dengan tangga,yang dimaksud tangga adalah
sanad jadi seseorang tidak akan mungkin sampai kepada rasulullah dalam periwayatan hadits
kecuali melalui sanad.Pernyataan itu memberikan petunjuk apabila sanad suatu hadits benar-
benar harus dipertanggung jawabkan keshahihannya,maka dari itu hadits harus berkualitas
shahih dan tidak ada alasan untuk menolaknya oleh sebab itu untuk melihat keberadaan hadits
dinilai berdasarkan jumlah perawinya (Rahman, 2010:434).

Studi sanad hanya dimiliki umat Muhammad, umat-umat terdahulu sekalipun dalam
penghimpunan kitab suci mereka juga tidak ditulis pada masa nabinya. Kitab suci mereka ditulis
berdasarkan ingatan beberapa generasi yang dinisbatkan pada nabi Isa yang tidak disertai dengan
sanad.

Suatu hadits sampai kepada kita tertulis dalam bentuk hadits melalui sanad-sanad.Setiap
sanad bertemu dengan rawi yang dijadikan sandaran dalam menyampaikan berita, sehingga
sanad itu merupakan suatu rangkaian.Sanad berderajat tinggi, sedang, dan lemah karena
kedhabitan (kesetiaan ingatan) dan keadilan rawi yang dijadikan sanadnya, rangkaian sanad yang
berderajat tinggi menjadikan suatu hadits lebih tinggi derajatnya daripada hadits yang rangkaian
sanadnya sedang atau lemah.

Jenis-jenis sanad terbagi menjadi dua yaitu sanad nazil dan sanad aliy, sanad nazil adalah
sanad yang jumlah rawinya lebih banyak jika dibandingkan dengan sanad yang lain sedangkan
sanad aliy adalah sanad yang jumlah rawinya lebih sedikit jika dibandingkan dengan sanad lain.
Sanad aliy dibagi menjadi dua bagian,yaitu sanad yang mutlak dan sanad yang nisbi (relatif).
Sanad aliy yang bersifat mutlak adalah sanad yang jumlah rawinya sampai kepada rasulullah
lebih sedikit daripada sanad yang lain.

Sanad aliy yang bersifat nisbi adalah sanad yang jumlah rawi didalamnya lebih sedikit
daripada para imam ahli hadits,seperti syub’ah,ibnu juraij,bukhari,muslim dan sebagainya
meskipun jumlah rawinya setelah mereka sampai kepada rasulullah lebih banyak.Para ulama
memberikan perhatian lebih serius terhadap sanad aliy sehingga mereka membukukan sebagian
diantaranya dan menamakannya dengan ats-tsultsiyyat.

Perawi Hadits
Perawi hadits ialah orang yang meriwayatkan atau menyampaikan hadits dari satu orang
kemudian menyebar ke orang lainnya. Periwayatan (ar-riwayah) adalah salah satu jalan menuju
kabar atau berita. Dan setiap kabar berfungsi untuk memberitakan dan mengabarkan. Dalam
periwayatan disamping akal dan pancaindera yang sempurna bisa juga berfungsi untuk
memberitahukan. Yang dimaksud dengan Rawi adalah "Orang yang menyampaikan atau
menuliskan dalam suatu kitab apa yang pernah didengar atu diterimanya dari seseorang
(gurunya)". Bentuk jamaknya Ruwat, perbuatan menyampaikan hadits tersebut dinamakan me-
rawi (riwayatkan) hadits. (Manaf et al., 2020)

Rawi adalah orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa-apa yang
pernah didengar dan diterimanya dari seseorang (gurunya). Bentuk perbuatannya disebut
riwayah, dan menyampaikan hadits tersebut dinamakan meriwayatkan hadist.(Syafi’ et al., 2023)

Dari definisi diatas, rawi dapat disimpulkan sebagai orang-orang atau seseorang yang
menyampaikan/mengabarkan dan menuliskan hadits Nabi Muhammad SAW ke dalam kitab
kitab hadits dari apa yang didengar dan diterima dari gurunya. Perawi hadits yang terkenal
diantaranya Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Abu-Dawud, Imam Tirmidzi Seorang
Penyusun kitab hadis ketika hendak mengakhiri redaksi matan hadis dari kitabnya, maka mereka
menyematkan nama rawi pada akhir matan hadisnya
Tsiqoh sebagai syarat seorang perawi
Secara bahasa Tsiqah berarti terpercaya, menurut istilah Tsiqah adalah orang yang adil
lagi dhabith. Jadi Tsiqah gabungan dari dua sifat yaitu adil dan dhabith. (Syafi’ et al., 2023)
Sanad Āli merupakan sanad yang jumlah orang-orang yang terlibat dalam mata rantainya
lebih sedikit dan semua orang yang tersebut adalah orang-orang terpercaya (tsiqah).(Anhar,
2020)
Dengan demikian, Tsiqah adalah orang-orang terpercaya yang memiliki kemampuan
untuk selalu konsisten dalam ketakwaan dan berkepribadian baik karena sifat adilnya dan sangat
kuat hafalannya karena sifat dhabitnya. Dan lawan dari tsiqoh disebut Dla’if, artinya orang yang
cacat dalam hal kedhabitan dan keadilan.
Adapun beberapa persyaratan tertentu bagi seorang perawi dalam upaya meriwayatkan
hadits,yaitu diantaranya: (1) Baligh, artinya cukup umur ketika ia meriwayatkan hadits,
meskipun ia masih kecil waktu menerima hadits; (2) Muslim, yaitu beragama islam waktu
menyampaikan hadits; (3) ‘Adalah, yaitu seorang muslim baligh daan berakal yang tidak berbuat
dosa besar dan dosa kecil; (4) Dabith, artinya tepat mengungkap apa yang didengarnya dan
dihafalnya dengan baik, sehingga ketika dibutuhkan, ia dapat mengeluarkan atau menyebutkan
kembali; (5) Tidak syadz, ini berarti hadits yang diriwayatkan tidak berlawanan dengan hadits
yang lebih kuat atau dengan al Qur’an. (Syafi’ et al., 2023)

Syarat perawi dalam menerima hadits


1. At-tahammul
At-tahammul adalah cara (metode) seseorang mendapatkan atau menerima hadits dari
seorang guru dengan cara atau metode-metode tertentu. Tahammul adalah pengambilan hadits
(oleh murid dari guru) dengan salah satu cara dari cara-cara tahammul. (Manaf et al., 2020)
Adapun syarat At-tahammul yakni baliq, dewasa, Islam, adil, dhabit. Ulama ada yang
berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya anak kecil (yang belum baliq) menerima atau
mendengar hadits. mereka memperselisihkan tentang batas-batas minimal umur anak yang belum
dewasa yang dapat diterima riwayatnya, yakni diantaranya: (a) Batas minimalnya ialah umur
lima tahun. (b) Pendapat Al-Hafidz Musa bin Harun, menurutnya pendengaran anak dianggap
sah bila sudah bisa membedakan antara sapi dan keledai (maksudnya adalah tamyiz). (c) ukuran
tamyiz, yaitu jika si anak itu sudah bisa faham suatu pembicaraan, maka dia disebut mumayyiz
dan sah pendengarannya (walaupun bisa saja dibawah lima tahun).
Jadi, yang dimaksud dengan tahamul yaitu “menerima atau mengambil hadits dari guru dengan
salah satu cara tertentu” Dalam masalah tahamul masih terjadi bebrapa perbedaan pendapat di
antara para kritikus hadits, terkait dengan anak yang masih di bawah umur (belum baligh),
apakah nanti boleh atau tidak menerima hadits,

Syarat perawi dalam menyampaikan hadits

1. Al-Ada'
Al-ada' adalah cara seseorang menyampaikan atau meriwayatkan hasil kepada orang atau
periwayat lain dengan menggunakan sighat-sighat tertentu. Al-Ada’ memiliki beberaoa syarat
yang harus dipenuhi, syarat-syarat tersebut diantaranya:
a. Al-Ada’harus beragama islam,
pada waktu penyampaian hadis seorang perawi harus seorang muslim, dan menurut ijma,
riwayat orang kafir maupun fasiq tidak dapat diterima. Karena orang isalm dalam menerima
hadts nabi adalah dalam rangka menjalankan ajaran agamanya yang benar. Hal ini
sebagaimana yang diterangkan dalam firman Allah surat Al-Hujurat: 6
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada
suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu."
b. Baligh,
yang dimaksud dengan baligh adalah perawinya cukup usia ketika ia meriwayatkan hadis,
meskipun menerimanya sebelum baligh. Jika suatu hadits riwayatnya adalah anak-anak yang
belum dewasa (baligh) tidak bisa diterima dengan alasan hasil yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, Abu Daud dan Hakim dari Umar dan Ali, yaitu:
"Diangkat kalam dari tiga orang, dari orang gila, yang digagahi akalnya sehingga dia
sembuh, dari orang tidur sehingga dia bangun, dari anak kecil sehingga dia dewasa."
c. Adil (al-'adalah)
Adil merupakan suatu sifat yang meletak pada jiwa seseorang yang menyebabakan orang
yang mempunyai sifat tersebut, tetap bertaqwa, menjaga kepribadian dan percaya kepada diri
sendiri. perawi harus seorang muslim yang baligh, berakal dan tidak melakukan dosa kecil
maupun besar
Sifat yang tertanam pada diri seseorang yang mendorong untuk selalu bertaqwa dan
menjaga muru'ah dirinya yang bisa menimbulkan suatu kepercayaan (siqat). Atau dengan
kata lain al-'adalah (‫ )الع ذالح‬adalah suatu sikap yang harus dimiliki oleh perawi dari segi

kepribadiannya (kualitas pribadi periwayat), yang mencakup aspek agama Islam, mukallaf,
melaksanakan ketentuan agama, dan memelihara muru'ah.(Manaf et al., 2020)
d. Dhabit (adh-dhabit ‫الضثط‬.)

Dhabit adalah perawi itu sadar secara betul apa yang diterimanya, memahaminya dan
menjaganya sejak menerima sampai menyampaikan berita itu kepada orang lain. Arti secara
harfiah dhabit ada beberapa macam, yakni yang kokoh, yang kuat, yang tepat dan yang hafal
dengan sempurna. Pengertian harfiah tersebut jika diserap ke dalam pengertian istilah hadits
dihubungkan dengan kapasitas intelektual seorang perawi.

kesadaran dan kemampuan memahami yang dimiliki oleh seorang perawi terhadap apa
yang didengarnya, dan kekuatan ingatannya terhadap riwayat yang dia dengarkan mulai dari
masa diterimanya sampai kepada waktu yang dia menyampaikannya kepada perawi yang
lain.(Anhar, 2020)

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai