Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TEORI BELAJAR

“TEORI ELABORASI DAN IVAN ILLICH (SCHOOLING)”

Disusun Oleh:
KELOMPOK 3
Leny Nauliana Barus (8236121003)
Nurajija Batubara (8236121007)
Wahyu Hidayat

DOSEN PENGAMPU: Prof. Dr. Naeklan Simbolon, M. Pd

JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah berjudul “Teori Elaborasi Dan Ivan Illich (Schooling)” dengan tepat
waktu.
Tujuan atau maksud penulis dalam melakukan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas
mata kuliah Teori Belajar Dalam Pengembangan Model Pembelajaran dan juga ingin lebih
memperdalam kajian Teori belajar dalam pembahasan “Teori Elaborasi Dan Ivan Illich
(Schooling)”.
Maka dengan hal itu berhasilnya makalah ini pun tidak terlepas dari bantuan dan
dorongan atau pun didikan yang ditelah diberikan kepada penulis sehingga penulis mengucapkan
terimakasih yang sangat banyak kepada Ibu Prof. Dr. Naeklan Simbolon, M. Pd selaku dosen
pengampu dan juga penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan berbagai pihak. Penulis berharap semoga makalah ini
memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.
Penulis pun menyadari begitu banyak kekurangan dari makalah ini sehingga penulis pun
sangat berharap mendapatkan kritik dan saran terhadap pembaca agar kedepannya penulis dapat
melakukan makalah yang lebih baik lagi.

Medan, November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3
2.1 Teori Elaborasi.........................................................................................................3
2.2 Gagasan Pendidikan Ivan Illich...............................................................................5
BAB III PENUTUP.........................................................................................................8
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................8
3.2 Saran .......................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.1. Rumusan Masalah


1. Apa
2.

1.1. Tujuan
Tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Teori Elaborasi


1.1.1. Definisi Teori Elaborasi
Teori elaborasi adalah teori mengenai desain pembelajaran dengan dasar argumen
bahwa pelajaran harus diorganisasikan dari materi yang sederhana menuju pada harapan
yang kompleks dengan mengembangkan pemahaman pada konteks yang lebih bermakna
sehingga berkembang menjadi ide-ide yang terintegrasi.
Elaborasi juga bermakna sebuah proses penambahan pengetahuan yang
berhubungan pada informasi yang sedang dipelajari. Elaborasi memperlancar
pemanggilan dengan dua cara: 1). Elaborasi menyediakan alternatif cara untuk
pemanggilan agar aktivasi menyebar. 2). Elaborasi menyediakan informasi tambahan
yang dapat berguna untuk mengkonstruksi tambahan jawaban. (Dahar, 1989) Teori
elaborasi memprediksikan cara pengorganisasikan pengajaran dengan mengikuti urutan
umum ke khusus, seperti teori-teori sebelumnya.
Urutan umum ke khusus ini dimulai dengan menampilkan epitome (Struktur isi
bidang studi yang dipelajari), kemudian mengelaborasi bagian-bagian yang ada dalam
epitome secara lebih rinci. Konteks selalu ditunjukan dengan menampilkan sintesis secara
bertahap. Tiap-tiap komponen strategi (akan diuraikan pada bagian berikut) yang
diintegrasikan ke dalam model elaborasi, dapat ditelusuri dari teori-teori pengajaran yang
telah dikembangkan sebelumnya. Pembelajaran elaborasi adalah pembelajaran yang
menambahkan ide tambahan berdasarkan apa yang seseorang sudah diketahui
sebelumnya. Elaborasi adalah mengasosiasikan item agar dapat diingat dengan sesuatu
yang lain, seperti frase, adegan, pemandangan, tempat atau cerita. Pembelajaran ini
efektif digunakan apabila ide yang ditambahkan sesuai dengan penyimpulan. Implikasi
dari strategi belajar ini adalah mendorong siswa untuk menyelami informasi itu sendiri,
misalnya untuk menarik kesimpulan dan berspekulasi tentang implikasi yang mungkin.

1.1.2. Komponen Strategi elaborasi


Teori Elaborasi pengajaran dikemukakan Reigeluth dan Stein (1983) sebagaimana
dikutip oleh I Nyaman Sudana Degeng mengunakan tujuh komponen strategi, yaitu: 1).
Urutan elaboratif, 2). Urutan prasyarat pembelajaran (di dalam masing-masing subjek
pelajaran), 3) Summarizer (rangkuman). 4) Syintherizer, (sintesa) 5). Analogi, 6)
Cognitive Strategy Activator (pengaktif strategi kognitif), dan 7) kontrol belajar.
(Degeng, 1989)
1) Urutan Elaborasi
Urutan elaborasi adalah urutan dari sederhana ke kompleks atau umum ke rinci,
yang memiliki karakteristik khusus. Ia dikatakan karakteristik khusus dikarnakan
mempreskripsikan cara yang amat berbeda dengan cara-cara yang umum dipaka untuk
menata urutan pengajaran dari umum ke rinci. Penggunaan dengan cara-cara, seperti
Overviews (Hartley dan Davies), advance organizer (Ausubel), webteaching (Norman),
knowledge schemata (Dansereau) merupakan upaya untuk menata urutan pengajaran
dari umum ke rinci atau dari sederhana ke kompleks pada tingkat tertentu. Ini berbeda

2
dengan urutan elaborative, dalam dua hal, yaitu: a). Penyajian isi bidang studi pada
tingkat umum mengepitomasi (bukan merangkum) bagian isi yang lebih rinci, dan b).
Epistomasi dibuat atas dasar satu tipe struktur isi bidang studi.
2) Urutan Persyaratan Belajar
Urutan prasyarat belajar yang dimaksud disini adalah sepadan dengan struktur
belajar atau herarki belajar yang disampaikan oleh Gagne (1968). Sebagai komponen
strategi teori elaborasi, ia didefenisikan sebagai struktur yang menunjukkan konsep-
konsep, prosedur-prosedur, prinsip-prinsip mana yang harus dipelajari sebelum konsep,
prosedur dan prinsip lain yang bisa dipelajari. Oleh karena itu ia menampilkan konsep,
prosedur dan prinsip hubungan prasyaratan belajar.
Struktur belajar sering sekali kacau dengan tiga tipe struktur bidang studi lainya
seperti: struktur konseptual, procedural dan teoritik. Cara yang baik untuk
membedakanya adalah bahwa urutan prasyarat belajar harus dikuasai sebelum sibelajar
bisa mempelajari konseptual, procedural atau prinsip/urutan berikutnya. Dengan
membedakan seperti ini, maka penyajian isi bidang studi tidak akan dilakukan, sebelum
isi bidang studi yang menjadi prasyarat di sajikan.
3) Rangkuman
Tinjauan kembali, (review) terhadap apa yang dipelajari penting sekali dilakukan
untuk mempertahankan retensi. Sebagai komponen strategi teori elaborasi, rangkumam
berfungsi untuk memberikan pernyataan singkat mengenai isi bidang studi yang telah
dipelajari, dan contoh-contoh acuan yang mudah diingat untuk setiap konsep, prosedur
atau prinsip yang diajarkan.
4) Pesintesis
Sintesis (synthesis) ialah kemampuan mengumpulkan komponen yang sama, guna
membentuk suatu pola pemikiran yang baru.Pensintesis adalah komponen strategi teori
elaborasi yang berfungsi untuk menunjukan kaitan-kaitan di antara konsep, prosedur,
prinsip yang diajarkan. Komponen strategi ini penting sekali karena ia akan
memberikan sejumlah pengetahuan tentang kaitan di antara konsep-kosep, prosedur-
prosedur dan prinsip-prinsip. Dengan cara membuat kaitan-kaitan di antara pengetahuan
yang baru, dan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang lama, yang
telah dimiliki oleh si-belajar, pensintesis juga berpeluang untuk meningkatkan retensi.
Fungsi pensintesis adalah untuk menunjukan keterkaitan diantara konsep, prosedur dan
prinsip yang diajarkan. Komponen strategi ini berpeluang untuk: a). Memudahkan
pemahaman, b). Meningkatkan motivasi, c). Meningkatkan retensi.
5) Analogi
Analogi merupakan komponen strategi teori elaborasi yang amat penting karena ia
memudahkan pemahaman terhadap pengetahuanyang baru dengan cara
membandingkannya dengan pengetahuan yang sudah dikenal oleh si-belajar. Analogi
menggambarkan persamaan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang
lain yang berada di luar cakupan pengetahuan yang sedang dipelajari. Makin dekat
persamaan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dijadikan analogi, makin
efektif analogi itu.
6) Pengaktifan Strategi Kognitif
Menurut Rigney ada dua cara untuk mengaktifkan strategi kognitif: sebagaimana
yang dikutip oleh Degeng (1989) Pertama, dengan merancang pengajaran sedemikian
rupa sehingga si belajar dipaksa untuk menggunakannya. Cara ini disebut embedded

3
strategy. Dalam pelaksanaannya, sering kali si-belajar menggunakannya dengan tidak
sadar. Embedded strategy activator bias berupa gambar, diagram, mnemonic, analogi
dan paraphrase. Pertanyaan-pertanyaan yang menuntuk juga juga dapat dipakai untuk
memenuhi maksud ini. Kedua, dengan menyuruh si belajar menggunkannya. Cara ini
disebut dengan detached strategy. Ia tepatnya dipakai bila si belajar sudah pernah
belajar bagaimana menggunakan strategi kognitif ini. Misalnya: “Pikirkan sebuah
analogi untuk memperjelas ide yang baru saja dibicarakan”.
7) Kontrol Belajar
Kontrol belajar menurut Merril (1997) sebagaimana yang dikutip oleh Degeng
(1989) mengacu kepada kebebasan si belajar dalam melakukan pilihan dan pengurutan
terhadap isi yang dipelajari (content control), kecepatan belajar (pace control),
komponen strategi pengajaran yang digunakan (display control), dan strategi kognitif
yang ingin digunakannya (conscious cognition control). Sebagai komponen strategi
yang diintegrasikan dalam teori elaborasi. Dalam kaitannya dengan teori diatas, urutan
elaborasi memberi kesempatan kepada si belajar untuk memilih bagian, yang tercakup
dalam epitome yang paling diminati yang dipelajari lebih dahulu.

1.1.3. Prinsip-prinsip Model Elaborasi (Rohman, 2019)


Prinsip-prinsip yang mendasari model elaborasi ini adalah:
1) Penyajian kerangka isi
Kerangka isi menunjukan bagian-bagian utama dibidang studi den hubungan–
hubungan utama di antara bagian–bagian itu, hendaknya disajikan pada fase pertama
pengajaran.
2) Elaborasi secara bertahap
Bagian–bagian mencakup dalam kerangka isi hendaknya dielaborasi secara bertahap.
3) Bagian terpenting disajikan pertama kali
Pada suatu tahapan elaborasi, apapun pertimbangan yang dipakai, bagian yang
terpenting hendaknya dielaborasi pertama kali.
4) Cakupan optimal elaborasi
Kedalaman dan keluasan tiap-tiap elaborasi hendaknya dilakuan dengan oktimal.
5) Penyajian pensintesis secara bertahap
Pensintesis hendaknya diberikan setelah setiap kali melakukan elaborasi.
6) Penyajian jenis pensentesis
Jenis pensentesis hendaknya disesuaikan dengan tipe isi bidang studi.
7) Tahapan pemberian rangkuman
Rangkuman hendaknya diberikan sebelum setiap kali menyajikan pensintesis.

1.1.4. Langkah-Langkah Pengajaran yang Diorganisir dengan Model Elaborasi


(Rohman, 2019)
Pada bagian berikut ini adalah langkah-langkah pengorganisasian pengajaran
dengan menggunakan model elaborasi.
1. Penyajian kerangka isi. Pengajaran dimulai dengan menyajikan kerangka isi: struktur
yang membuat bagiana-bagian yang paling penting dari bidang studi.
2. Elaborasi tahap pertama adalah mengelaborasi tiap-tiap bagian yang ada dalam
kerangka isi, mulai dari bagian terpenting.

4
3. Pemberian rangkuman dan sintesis eksternal. Pada akhir elaborasi pertama, diberikan
rangkuman dan diikuti dengan pensentesis eksternal.
4. Elaborasi tahab kedua. Setelah elaborasi tahap pertama berjalan dengan lancer dan
terintegrasi dengan kerangka isi, pengajaran diteruskan dengan elaborasi tahap kedua.
Elaborasi tahap kedua sama dengan yang pertama memberikan rangkuman dan
pensintesis internal.
5. Pemberian rangkuman dan sintesis eksternal. Setelah berjalan tahap kedua, seterusnya,
disesuaikan dengan kedalaman yang ditetapkan tujuan pengajaran.
6. Setelah semua elaborsi tahap kedua disajikan, disentesiskan, dan diintegrasikan kedalam
kerangka isi, pola seperti ini berulang kembali untuk elaborasi tahap ketiga. Dan
seterusnya, sesuai dengan kedalaman yang ditetapkan oleh tujuan pengajaran.
7. Pada tahap terakhir pengajaran, disajikan kembali kerangka isi untuk mentesiskan
keseluruhan isi bidang studi yang telah diajarkan.
1.1.5. Kelemahan dan Kelebihan Teori Elaborasi (Merril, 1994)
a. Kelebihan Teori Elaborasi
1) Elaborasi menempatkan siswa sebagai subyek belajar, artinya siswa berperan aktif
dalam setiap proses pembelajaran dengan caramenggali pengalamannya sendiri.
2) Strategi ini menggali kemampuan mengingat, berpikir danpengalaman setiap siswa.
3) Pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembangsesuai dengan
pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiapsiswa bisa terjadi perbedaan
dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Perbedaan ini bersifat
positif untuk bertukar pendapat.
4) Merubah pengetahuan yang bersifat audio menjadi visual. Hal ini bertujuan untuk
merubah memori jangka pendek menjadi memori jangka panjang.
b. Kekurangan Teori Bandura
1) Tidak semua siswa bisa menerima strategi ini dengan baik dan tepat, karena gaya
belajar setiap siswa berbeda-beda.
2) Dalam mengimplementasikan strategi ini memerlukan banyak waktu untuk
menggali, menghubungkan, menganalisis mengembangkan pengetahuan dan
memerlukan berpikir kreatif untuk menemukan sesuatu yang inovatif.

2.2. Gagasan Pendidikan Ivan Illich


Ivan Illich lahir di Wina tahun 1926. Menempuh pendidikan Teologi di
Universitas Gregoria, Roma dan meraih gelar doktor dalam ilmu sejarah di Universitas
Salzburg, yang kemudian di angkat menjadi imam Gereja Katolik Roma (Junaedi,
2020).
Sebagai pemikir Humanis dan Religius, Illich cenderung mendefinisikan
pendidikan dalam arti luas. Baginya pendidikan sama dengan hidup. Pendidikan adalah
segala sesuatu yang ada dalam kehidupan untuk mempengaruhi proses pertumbuhan dan
perkembangan. Jadi pendidikan dapat diartikan sebagai pengalaman belajar sesorang
sepanjang hidupnya. Illich juga menyadari bahwa hak setiap orang untuk belajar

5
dipersempit oleh kewajiban sekolah. Menurutnya, sekolah mengelompokkan orang dari
segi umur yang didasarkan pada tiga premis yang diterima begitu saja, anak hadir
disekolah, anak belajar disekolah, dan anak hanya bisa diajar di sekolah. Kewajiban
bersekolah secara tidak terelakkan membagi suatu masyarakat dalam kutub-kutub saling
bertentangan. Kewajiban sekolah juga menentukan peringkat atau kasta-kasta
Internasional. Semua negara diurutkan seperti kasta dimana setiap posisi suatu negara
dalam pendidikan ditentukan dengan jumlah rata-rata masyarakat bersekolah tentu ini
menyakitkan. Sekolah yang diselenggarakan di zamannya berkata bahwa mereka
membentuk manusia untuk masa depan (Fathur Rochman Fawzi, 2021).
2.2.1. Pemikiran Pendidikan Ivan Illich Mengenai Komponen Pendidikan
Secara garis besar pemikiran pendidikan Ivan Illich adalah membatasi peran
sekolah. Beberapa pemikiran pendidikan Ivan Illich mengenai komponen pendidikan
diantaranya adalah (Fathur Rochman Fawzi, 2021):
a. Tujuan Pendidikan
Menurut Illich sistem pendidikan yang baik dan membebaskan harus mempunyai
tiga tujuan, yaitu: (a) pendidikan harus menyediakan bagi semua orang yang ingin
belajar peluang untuk menggunakan sumber-sumber daya yang ada pada suatu ketika
dalam kehidupan mereka, (b) pendidikan harus mengizinkan semua orang, yang
ingin membagikan apa yang mereka ketahui, untuk menemukan orang yang ingin
belajar dari mereka (c) sistem pendidikan dapat memberi peluang kepada semua
orang yang ingin menyampaikan suatu masalah ke tengah masyarakat untuk
membuat keberatan mereka diketahui oleh umum. Dari tiga tujuan di atas dapat
disimpulkan bahwa, tujuan pendidikan bagi Illich adalah terjaminnya kebebasan
seseorang untuk memberikan ilmu dan mendapatkan ilmu, karena memperoleh
pendidikan dan ilmu adalah hak dari setiap warga negara di mana pun.
b.Pendidik
Pada dasarnya, Illich ingin agar pendidik dan masyarakat miskin di pedesaan atau
dimanapun dapat berkomunikasi secara baik dengan menggunakan bahasa, ibarat,
contoh dan praktik yang sesuai dengan permasalahan di masyarakat. Illich ingin
mengatakan tentang perlunya sikap yang lebih fleksibel, akomodatif, dan adaptif
dalam melakukan proses belajar mengajar, dengan cara menyesuaikan dengan
bahasa, istilah ataupun contoh yang sesuai dengan budaya dan tradisi yang sering
berkembang di masyarakat. Sekolah pada gilirannya akan membuat guru sebagai
pengawas, moralis, dan ahli terapi. Dalam setiap peran ini guru mendasarkan
otoritasnya atas anggapan yang berbeda.
c. Peserta Didik
Kebanyakan siswa dari kalangan keluarga miskin secara intuisi mengetahui apa
yang telah dilakukan oleh sekolah-sekolah terhadap mereka. Sekolah-sekolah
membingungkan mereka tentang proses dan substansi sehingga segala sesuatu
menjadi kabur. Logika baru diasumsikan bahwa semakin bagus usaha yang
dilakukan di sekolah semakin bagus pula hasilnya atau semakin tinggi pula tingkat
kesuksesannya. Pada giliran berikutnya anak-anak disekolahkan untuk menjadi
bingung dan kabur tentang antara mengajar dengan belajar, antara tingkat kemajuan

6
dengan pendidikan, antara ijazah dengan kompetensi dan antara kelancaran dengan
adanya kemampuan untuk menyatakan sesuatu yang baru. Imaginasi anak
dikarantina untuk menerima pelayanan dari tatanan sesuatu nilai.
d.Kurikulum
Di manapun sekolah berada ”kurikulum tersembunyi” selalu sama. Kurikulum itu
menuntut agar semua anak berumur tertentu berkumpul dalam kelompok-kelompok
sekitar 30 orang, g, di bawah bimbingan seorang guru berijasah, untuk belajar selama
500 hingga 1000 jam atau lebih pertahun. Menerjemahkan belajar dari kegiatan
menjadi sebuah komoditas – di mana sekolah memonopoli pasar. Di negara
manapun, pengetahuan, dianggap bekal pertahanan hidup pertama, juga sebagai
sebentuk matauang yang lebih cair ketimbang dolar atau rubel. Kurikulum
tersembunyi mendefinisikan sebuah struktur kelas baru bagi masyarakat, di dalamnya
sejumlah besar konsumen pengetahuan – yakni orang-orang yang membeli banyak
persediaan pengetahuan dari sekolah – menikmati keistimewaan hidup, punya
penghasilan tinggi, dan punya akses ke alat-alat produksi yang hebat.
Nilai-nilai yang telah dilembagakan yang ditanamkan sekolah merupakan nilai
yang bisa dikuantifikasikan. Sekolah memasukkan orang muda ke suatu dunia di
mana segala sesuatu dapat diukur, termasuk imajinasi mereka, dan juga manusia itu
sendiri. Padahal perkembangan pribadi bukan hal yang bisa diukur. Ini merupakan
perkembangan dalam pembangkangan yang penuh disiplin, yang tidak bisa diukur
dengan ukuran apapun, atau dengan kurikulum apa pun. Pelembagaan nilai mau tidak
mau akan menimbulkan polusi fisik, polarisasi sosial, dan setidakberdayaan
psikologis – tiga dimensi dalam proses degradasi global dan kesengsaraan dalam
kemasan baru (modernised misery).
e. Metode Pendidikan
Kita percaya bahwa belajar secara pasif itu salah, maka para pelajar dibebaskan
memutuskan sendiri apa yang mereka ingin pelajari dan bagaimana diajarkannya.
Sekolah-sekolah adalah lembaga pemasyarakatan. Maka para guru diberi wewenang
untuk mengajar di luar sekolah, murid-murid yang ditugasi magang sering lulus
sebagai pekerja yang lebih kompeten ketimbang yang hanya mangkal di ruang kelas
saja.
Kebanyakan aktivitas belajar terjadi secara kebetulan dan sebagai efek samping
dari kegiatan lain seperti kerja atau mengisi waktu luang. Dan bahkan kebanyakan
aktivitas belajar yang diniati justru bukan merupakan hasil dari pengajaran yang telah
terprogram. Akan tetapi, tidak berarti bahwa kegiatan belajar yang terencana tidak
mendapat manfaat apapun dari pengajaran yang terencana dan bahwa keduanya tidak
perlu diperbaiki.
f. Lingkungan Pendidikan
Kegiatan belajar merupakan satu-satunya kegiatan manusia yang paling sedikit
membutuhkan manipulasi oleh orang lain. Kebanyakan kegiatan belajar
sesungguhnya bukan hasil pengajaran, tetapi merupakan hasil partisipasi bebas dalam
lingkungan yang penuh makna. Kebanyakan orang belajar secara paling baik dengan
berada ”dalam lingkungan” ini. Kita semua telah belajar sebagian apa yang kita

7
ketahui justru di luar sekolah. Semua orang belajar bagaimana bisa hidup justru di
luar sekolah. kita belajar berbicara, berpikir, merasa, mencinta, bermain,
menyembuhkan diri, berpolitik, dan bekerja tanpa campur tangan guru. Bahkan anak-
anak yang siang malam berada di bawah asuhan guru tidak luput dari pola ini.
Kualitas lingkungan dan relasi seseorang dengan lingkungan akan menentukan
berapa banyak yang akan dipelajarinya secara sambil lalu. Dan karena kehidupan
yang membahagiakan adalah hidup berhubungan timbal-balik yang bermakna dengan
sesama dalam lingkungan yang bermakna pula, sebahagian yang setara tak berarti
kesetaraan pendidikan. Kita butuh lingkungan baru di mana tumbuh dewasa bisa
tanpa kelas-kelas. Sebab, bila tidak, kita akan memperoleh ‟dunia baru nan tegar‟ di
mana bunga besar mendidik kita semua (Baharudin, 2015).
2.2.2. Fungsi Dan Fenomena Persekolahan
Sekolah dimaksudkan untuk mendidik. Inilah ideology sekolah, tujuan umum
sekolah. Sekolah-sekolah telah bergantung tanpa tantangan sampai akhir- akhir ini,
sebagian karena pendidikan itu sendiri adalah suatu istilah yang berbeda- beda artinya
bagi berbagai orang. Berbagai sekolah melakukan hal yang berlainan. Tetapi secara
berangsur-angsur sekolah di semua Negara dari segala jenis dan semua tingkatan
memadukan empat fungsi social yang berbeda beda, yaitu custodial care, pemilihan
peranan social, indoktrinasi dan pendidikan.
Poulo Freire juga mengkritisi pola pendidikan dengan sistem persekolahan yang
menurutnya adalah pendidikan gaya bank (banking concept of education), dimana
pelajar diberi ilmu pengetahuan agar ia kelak dapat mendatangkan hasil dengan lipat
ganda. Jadi anak didik adalah objek investasi dan sumber deposito potensial. mereka
tidak berbeda dengan komodistis ekonomis lainnya yang lazim dikenal. Depositor atau
investornya adalah para guru yang memiliki lembaga yang mapan dan berkuasa,
sementara depositonya adalah berupa ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada anak
didik. Anak didik pun lantas diperlakukan sebagai bejana kosong yang akan diisi
sebagai sarana tabungan atau penanaman modal ilmu pengetahuan yang akan dipetik
hasilnya kelak (Zulfatmi, 2013).
Terkait dengan gagasan Illich, tidak menganjurkan pengahapusan sekolah akan
tetapi Disestablihesment (pembatasan) peran sekolah sebagai institusi superior, kaku,
otoriter dan cenderung memaksa masyarakat untuk mengikutinya. Pemikiran Illich lebih
cocok pada pedidikan Informal atau Non-Formal, atau menjadi lembaga alternatif.
Masih teringat bahwa pernyataan Illich Paradok sekolah terlihat dengan jelas, bahwa
bertambah banyaknya jumlah sekolah sama buruknya dengan bertambah banyaknya
senjata. Walaupun kurang begitu kelihatan. Di mana-mana, biaya pendidikan semakin
meningkat jauh lebih cepat dari jumlah siswa baru dan jauh lebih cepat daripada
pendapatan nasional (Illich, 1999).

8
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
.

3.2. Saran
.

9
DAFTAR PUSTAKA
Baharudin. (2015). Gagasan Ivan Illich Tentang Pendidikan Dalam Buku Deschooling Society.
Jurnal Terampil, Vol 4 (2).
Dahar, R. W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Degeng, I. N. (1989). Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Fathur Rochman Fawzi, E. S. (2021). Analisis Konsep Pendidikan Deschooling Society Ivan
Illich dan Konsep Pendidikan Muhammad Abduh. Prosiding Pendidikan Agama Islam,
Vol 7(1), hal 74-81.
Illich, I. F. (1999). Menggugat Pendidikan, (terj.) Omi Intan Naomi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Junaedi, S. M. (2020). PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROGRESIF IVAN ILICH DALAM
PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DI ERA MILLENIAL. Jurnal eL-
Tarbawi, Vol 13(1), hal 11-22.
Merril, M. D. (1994). Instructional Design Theory. New Jersey: Englewood Cliffs.
Rohman, F. (2019). TEORI BELAJAR ELABORASI (SUATU STRATEGI
PEMBELAJARAN). Al-Hadi, Vol 5(1), hal 996-1010.
Zulfatmi. (2013). Reformasi sekolah (studi krtitis terhadap pemikiran ivan illich). Jurnal Ilmiah
DIDAKTIKA, Vol 15(1), hal 221-237.

10

Anda mungkin juga menyukai