Anda di halaman 1dari 17

TEORI ALLOGARITMA DAN

SCEMATIC

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Belajar dalam


Pengembangan Model Pembelajaran

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Naeklan Simbolon, M.Pd.

Disusun oleh:

DEWI BERNIKE TAMPUBOLON - 8236121002


MUHAMMAD ROBBY SIDIQ – 8236121004
NOVA DESIMA HANDAYANI SIREGAR - 8236121005

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan kesehatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tugas
mata kuliah Teori belajar dalam pengembangan model pembelajaran yang diampu
oleh Ibu Prof. Dr. Naeklan Simbolon, M.Pd. Jenis tugas yang diberikan adalah
membuat makalah dan presentasi. Perincian makalah yang diberikan adalah
menyusun makalah tentang Teori allogaritma dan scematic.

Melalui penugasan ini diharapkan semua pembaca dapat memahami


tentang Teori allogaritna dan scematic yang pada gilirannya dapat diterapkan
dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu manfaat yang dapat dirasakan adalah
meningkatnya kompetensi pembelajaran para pembaca yang sebagian besar
merupakan mahasiswa pendidikan.

Penulis menyadari, bahwa makalah ini belum sempurna dalam


penyajiannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Namun dalam penulisan makalah
ini ada harapan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, November 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1.1. Latar Belakang.............................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................4
1.3. Tujuan...........................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...........................................................................................................6
2.1. Teori Belajar Allogaritma............................................................................6
2.2 Teori Belajar Scematic.................................................................................8

BAB III...........................................................................................................................15
PENUTUP...................................................................................................................15
3.1. Kesimpulan.................................................................................................15
3.2. Saran...........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan
tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit.
Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang memiliki
keterkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar adalah suatu
proses yang aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada peserta
didik, sehingga belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Pembelajaran merupakan suatu proses dalam belajar yang merupakan
suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang
diarahkan pada tercapainya suatu tujuan pendidikan.
Untuk membantu terlaksananya pembelajaran yang efektif di kelas,
diperlukan adanya suatu teori belajar yang sesuai karena penggunaan teori belajar
yang tidak sesuai akan mengakibatkan terhambatnya proses pembelajaran
sehingga tidak akan bisa mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan.
Penerapan teori belajar di kelas membutuhkan pemahaman yang mendalam terkait
teori tersebut supaya bisa mengembangkannya secara tepat guna sesuai dengan
kondisi lingkungan pendidikan. Dari sekian banyak teori belajar, ada satu teori
yang dinamakan teori allogaritma dan scematic. Untuk memahami lebih lanjut
maka dalam makalah ini akan membahas mengenai “Teori Allogaritma dan
Scematic”

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana teori belajar allogaritma?
1.2.2. Bagaimana teori belajar schematic?
1.3. Tujuan

Tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu untuk :


1.3.1. Mengetahui dan memahami teori belajar allogaritma
1.3.2. Mengetahui dan memahami teori belajar schematic
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Teori Belajar Allogaritma


2.1.1 Pengertian

Menurut Prasetya I, Suciati dan Wardani (1994:17), Teori belajar


allogaritma ditemukan oleh Landa yang dikembangkan dalam teori sibernetik.
Teori ini merupakan bagian dari aliran teori belajar sibernetik yang berkembang
sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Dalam teori
sibernetik, yang lebih penting adalah sistem informasi yang diproses yang akan
dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan menentukan proses. Bagaimana
proses belajar akan berlangsung, sangat ditentukan oleh sistem informasi yang
dipelajari.

Selanjutnya menurut C. Asri Budiningsih (2003:87), proses berpikir


algoritmik yaitu proses berpikir yang sistematis, tahap demi tahap, linier,
konvergen, lurus menuju satu target tujuan tertentu. Contoh proses algoritmis
adalah: kegiatan menelpon, menjalankan mesin mobil, dan lain-lain.

Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang
hendak dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan diketahui ciri-cirinya.
Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur,
linier, sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya akan lebih tepat bila
disajikan dalam bentuk “terbuka” dan memberi kebebasan kepada siswa untuk
berimajinasi dan berpikir. Misalnya, agar siswa mampu memahami suatu rumus
matematika, akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus tersebut
disajikan secara algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus matematika biasanya
mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target
tertentu.

Menurut Landa ada dua cara mengajar proses algoritmik kepada pebelajar
yaitu :

1. cara langsung menunjukkan proses algoritmik itu sendiri

2. dengan mengatur proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga pebelajar


mampu menemukan proses algoritmik tersebut secara mandiri dengan cara
mereka sendiri.
2.1.2 Konsep dan Proses Belajar

Ciri-ciri teori belajar allogaritma adalah sebagai berikut:

- langkah-langkah terorganisir yang ditempuh oleh siswa dalam


menyelesaikan suatu masalah
- penerapan teori belajar allogaritma harus memiliki pengetahuan dasar
- pada dasarnya, allogaritma lahir dari konsep logika

Landa sangat memberi perhatian pada proses belajar yang berjalan


algoritmik. Karena itu ada empat kegiatan pokok dalam proses belajar mengajar
menurut teori Landa, yaitu :

1. Identifikasi proses algoritmik yang mendasari suatu pemecahan persoalan


(problem solving). Seorang guru misalnya, tahu rumus gravitasi, maka kewajiban
dia sebenarnya tidak hanya memberi tahu siswa / pebelajar tentang rumus
gravitasi, tetapi yang penting adalah dia harus menemukan cara agar pebelajar
tahu bagaimana proses algoritmik yang benar untuk memecahkan suatu soal
gravitasi dengan menggunakan rumus gravitasi. Guru tidak hanya sekedar
mengatakan : ini ada soal, silakan pecahkan soal ini dengan rumus ini.

2. Mengidentifikasi hal-hal (operasi intelektual) yang tidak dapat dialgoritmikan.


Tujuannya jelas, yakni agar guru tidak mencampuradukkan antara proses
algoritmik dengan non algoritmik. Mempelajari sesuatu yang banyak mengandung
penafsiran ganda seperti belajar melukis, akan tidak sesuai jika digunakan
pendekatan algoritmik. Pendekatan heuristik akan lebih toleran terhadap berbagai
penyimpangan dan improvisasi, dan tidak menuntut adanya proses berpikir linier
seperti halnya berpikir algoritmik.

3. Bagi guru mampu mengajar dengan menggunakan proses algoritmik yang


sudah diidentifikasikannya. Artinya guru tidak boleh mengajar dengan cara
menyimpang ke sana kemari, tidak sesuai pada proses algoritmik yang seharusnya
diikuti. Ini juga guru membutuhkan suatu rencana pembelajaran yang baik untuk
setiap mata pelajaran yang diasuhnya.

4. Ini yang paling sulit, yaitu mengajar pebelajar sedemikian rupa agar mereka
mampu mengembangkan pola berpikir algoritmik di dalam benak mereka, dengan
harapan mereka akan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan baru yang tidak
pernah dibahas dalam pengajaran dengan cara yang sama sistematik dan logisnya.
Hal ini bisa tercapai hanya jika guru mampu memberikan contoh konkret kepada
pebelajar bagaimana sebenarnya berpikir algoritmik itu.
2.1.3 Implikasi teori belajar allogaritma

Untuk mengaplikasikan Teori Belajar Algoritma, kita harus memilah


terlebih dahulu antara materi yang linier dan materi yang menyebar. Untuk materi
yang linier kita gunakan Strategi Algoritma.

Menurut Overview Algo-Heuristic Theory (diambil dari


http://tip.psychology. org/ landa.html) menyebutkan langkah-langkah umumnya
adalah:

(a) menentukan tujuan-tujuan pembelajaran,

(b) menentukan materi pembelajaran,

(c) mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi


pembelajaran,

(d) menentukan strategi belajar yang sesuai dengan sistem algoritmik atau
heuristik,

(e) menyusun materi pembelajaran dalam urutan yang sesuai dengan


sistem informasi,

(f) menyajikan materi.

Sebagai contoh aplikasi Teori Belajar Algoritma pada siswa SMK (jurusan
otomotif) pada pembelajaran “Melepas Roda Mobil dan Memasang Roda Mobil”
sebagai berikut :

a. Penentuan tujuan (yang digantikan penentuan indikator ketercapaian


kerja)

- Materi: Melepas roda

Indikator pencapaian kinerja:Mendemonstrasikan pelepasan roda.

- Materi: Memasang roda

Indikator pencapaian kinerja: Mendemonstrasikan pemasangan


roda.

b. Penentuan materi pembelajaran, mengkaji sistem informasi yang


terkandung, menentukan strategi belajar, menyusun materi pembelajaran
sesuai urutan informasi.
c. Penyajian : dengan teori dan praktek yang disesuaikan dengan jenis
informasi materi pembelajarannya.

2.2 Teori Belajar Scematic

2.2.1 Pengertian

Teori belajar scematic merupakan bagian dari aliran teori belajar


kognitivisme. Teori ini adalah teori belajar belajar dimana pengetahuan disimpan
dalam suatu paket informasi atau skema yang terdiri dari konstruksi mental
gagasan kita. Teori ini menyadari bahwa cara anak menghadapi lingkungannya
akan berubah sesuai dengan pertumbuhannya. Seperti dikutip dari Jose Luiz
Meurer (1985) bahwa skemata adalah“ pengalaman dan pengetahuan yang
terorganisir dalam pikiran dengan variabel-variabelnya (subkomponen) untuk
memahami hal yang sama dengan pengetahuan yang baru dibaca atau diketahui.”

Salah satu teori skemata yang mempengaruhi teori pembelajaran adalah

teori yang dikemukakan oleh Piaget (dalam Ruddell (2005:27). Piaget

mendefinisikan skemata sebagai sebuah struktur kognitif intelektual individu

berupa representasi persepsi, ide, dan aksi yang diasosiasikan, merupakan dasar

pemikiran yang digunakan untuk beradaptasi dengan lingkungan dan mengaturnya

menjadi sebuah modal untuk memahami pengetahuan baru, termasuk memahami

pengetahuan baru yang disajikan penulis dalam teks yang dibaca.

Jean Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang
matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan , tetapi juga
berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap
perkembangan individu /pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi
kemampuan belajar individu.
Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata
(Schematic), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat
mengikat, memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan
karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis,
sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian
seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap
dibandingkan ketika ia masih kecil.
Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang. Scheme
berhubungan dengan
- Refleks-refleks pembawaan ; misalnya bernapas, makan, minum.
- Scheme mental ; misalnya scheme of classification, scheme of operation. ( pola
tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap, pola tingkah laku yang dapat
diamati
Jika schemas / skema / pola yang sudah dimiliki anak mampu menjelaskan
hal-hal yang dirasakan anak dari lingkungannya, kondisi ini dinamakan keadaan
ekuilibrium (equilibrium), namun ketika anak menghadapi situasi baru yang tidak
bisa dijelaskan dengan pola-pola yang ada, anak mengalami sensasi
disekuilibrium (disequilibrium) yaitu kondisi yang tidak menyenangkan.
Sebagai contoh karena masih terbatasnya skema pada anak-anak : seorang
anak yang baru pertama kali melihat buaya ia menyebutnya sebagai cicak besar,
karena ia baru memiliki konsep cicak yang sering dilihat dirumahnya. Ia memiliki
konsep cicak dalam skemanya dan ketika ia melihat buaya untuk pertama kalinya,
konsep cicaklah yang paling dekat dengan stimulus. Peristiwa ini pun bisa terjadi
pada orang dewasa. Hal ini terjadi karena kurangnya perbendaharaan kata atau
dalam kehidupan sehari-harinya konsep tersebut jarang ditemui. Misalnya :
seringkali orang menyebut kuda laut itu sebagai singa laut, padahal kedua
binatang itu jauh berbeda cara hidupnya, lingkungan kehidupan, maupun bentuk
tubuhnya dengan kuda ataupun singa. Asosiasi tersebut hanya berdasarkan
sebagian bentuk tubuhnya yang hampir sama.

2.2.2 Konsep dan Proses Belajar Teori Scematic


Perkembangan skemata ini berlangsung terus-menerus melalui adaptasi
dengan lingkungannya. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran
tertentu dalam pikiran anak. Makin baik kualitas skema ini, makin baik pulalah
pola penalaran dan tingkat intelegensi anak itu.
Menurut Piaget, intelegensi terdiri dari tiga aspek yaitu :
(1) struktur, disebut juga scheme,
(2) isi, disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik ketika
individu menghadapi suatu masalah,
(3) fungsi yaitu yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai
kemajuan intelektual.
Fungsi ini terdiri dari dua macam yaitu (1) organisasi, berupa kecakapan
seseorang dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentuk sistem-
sistem yang koheran, (2) adaptasi, penyesuaian dari individu terhadap
lingkungannya.
Dipertegas oleh Piaget oleh dalam (Hergenhahn,B.R and Olson Matthew
H.2002:313) skemata mengisyaratkan adanya faktor pendukung yang saling
mengisi dan berproses. Kedua faktor tersebut adalah proses asimilasi dan proses
akomodasi.
1. Asimilasi
Adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata
yang telah terbentuk / proses penggunaan struktur atau kemampuan individu
untuk mengatasi masalah dalam lingkungannya.
2. Akomodasi
Adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk
secara tidak langsung/ proses perubahan respons individu terhadap stimulus
lingkungan.
Dalam struktur kognitif setiap individu harus ada keseimbangan antara
asimilasi dengan akomodasi. Keseimbangan ini dimaksudkan agar dapat
mendeteksi persamaan dan perbedaan yang terdapat pada stimulus-stimulus yang
dihadapi. Perkembangan kognitif ini pada dasarnya adalah perubahan dari
keseimbangan yang dimiliki ke keseimbangan baru yang diperolehnya.
Dengan penjelasan diatas maka dapatlah kita ketahui tentang bagaimana
terjadinya pertumbuhan dan perkembangan intelektual. Pertumbuhan intelektual
terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya equilibrium-
disequilibrium. Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan
dapat mencapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi.
Selanjutnya Piaget mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami
setiap individu secara lebih rinci, mulai bayi hingga dewasa. Teori ini disusun
berdasarkan studi klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia golongan
menengah di Swiss. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan ada
empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara
kronologis :
a. tahap Sensori Motor : 0 – 2 tahun
b. tahap Pra Operasi : 2 – 7 tahun
c. tahap Operasi Konkrit : 7 – 11 tahun
d. tahap Operasi Formal : 11 tahun keatas
Sebaran umur pada setiap tahap tersebut adalah rata-rata (sekitar) dan
mungkin pula terdapat perbedaan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat
yang lainnya, antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dan teori
ini berdasarkan pada hasil penelitian di Negeri Swiss pada tahun 1950-an.
a. Tahap Sensori Motor (Sensory Motoric Stage)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik
(gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya
pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila
ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk
mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannya,
asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang
hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari
dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun
mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke
dalam simbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan,
suara binatang, dan lain-lain.
Kesimpulan pada tahap ini adalah : Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema
dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih
kompleks. Pada masa kanak-kanak ini, anak beum mempunyai konsepsi tentang
objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan
indranya.
b. Tahap Pra Operasi ( Pre Operational Stage)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Istilah
operasi yang digunakan oleh Piaget di sini adalah berupa tindakan-tindakan
kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak
benda-benda menurut urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting). Pada
tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit
daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya
berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada
pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation),
yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dan lain-lain. Selain dari itu, ciri-
ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek
atau lebih secara bersamaan.
Kesimpulan pada tahap ini adalah : Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya,
tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai (dilihat) di dalam
lingkungannya saja.
c. Tahap Operasi Konkrit (Concrete Operational Stage)
Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah Dasar,
dan pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis
dengan bantuan benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami
konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu
memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objek. Anak
pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi
hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit).
Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih
mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika. Contoh.
Anak-anak diberi tiga boneka dengan warna rambut yang berlainan (Edith, Suzan,
dan Lily), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi boneka yang
berambut paling gelap. Namun, ketika diberi peranyaan, “Rambut Edith lebih
terang daripada rambut Lily. Rambut siapakah yang paling gelap?”, anak-anak
pada tahap operasional konkret mengalami kesulitan karena mereka belum
mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambang-lambang.
Kesimpulan pada tahap ini adalah : Anak telah dapat mengetahui simbol-simbol
matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak (tak berwujud).
d. Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage)
Tahap operasi formal ini adalah tahap akhir dari perkembangan kognitif secara
kualitatif. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan
menggunakan hal-hal yang abstrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-
benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus
berhadapan dengan dengan objek atau peristiwanya berlangsung. Penalaran terjadi
dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-
simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-
kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di
antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas kami dapat menyimpulkan bahwa cara
mengaplikasikan Teori Belajar Algoritma pada proses pembelajaran adalah
dengan menyesuaikan antara strategi yang digunakan dengan sistem informasi
materi pembelajaran yang diajarkan. Ketika informasi materi pembelajaran
membutuhkan konsepsi yang luas maka menggunakan Strategi Algoritma. Di
samping itu dalam teori belajar scematic dijelaskan bahwa perkembangan skemata
berlangsung terus-menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya. Skemata
tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak. Makin baik
kualitas skema ini, makin baik pulalah pola penalaran dan tingkat intelegensi anak
itu.

3.2. Saran
Sebagai pendidik kita diharapkan mampu menuntun para peserta didik
dengan memberikan pembelajaran yang kontekstual dan bermakna. Untuk itu kita
sebagai pendidik diharapkan memahami berbagai teori belajar dan menggunakan
metode yang tepat sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

C. Asri Budiningsih. 2003. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: FIP UNY

Hergenhahn,B.R and Olson Matthew H. 2002. Teori of Learning. (terjemahan)

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Maurer, Jose Luiz. 1985. Schemata and Reading Comprehension. London:


Longman

Prasetya I, Suciati & Wardani. 1994. Teori Belajar, Motivasi dan Keterampilan
Mengajar. Jakarta: Pekerti Dikti Dikbud

Ruddell,R. Martha. 2005. Teching Content Reading and Writing. Four Edition.
USA : Hermitage Publishing Sevices.

Nurbaya, Fathur Rahman, Rustono, Subyantoro. 2018. Pengaruh Skemata


terhadap kompetensi membaca pemahaman berbasis taksonomi
Ruddell. Jurnal Litera vol 17 no 1 (diakses pada 16 November 2023)

Sutopo. 2008. Penerapan Model Pembelajaran Algoritma-Heuristik Sebagai


Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Praktik Pemesinan.
Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Volume 17 nomor 2, 279-
297

Algo-Heuristic Theory (L. Landa) Overview (http://tip.psychology.org/


landa.html)

Anda mungkin juga menyukai