Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH BAHASA INDONESIA KELOMPOK 1

FUNGSI, RAGAM, DAN LARAS BAHASA INDONESIA

Disusun Oleh :
Intan Samudro Rizky 23091220112
Alya Azzahra 23091220017
Fitria Nur Kholifah 23091220076
Maulana Sidiq Pambudi 21809334150
Cha Lupfi Wulandari 23091220133
Intan Nurzahra Andini 23091220108
Mayvilea Kana Tyavid 23091220147
Neva Reshinta Azzahra 2309122068
Tri Ulfa Agustine 230991220109
Khilda Qonita Luthfi 23091220103

Program Studi D4 Akuntansi


Fakultas Vokasi
Universitas Negeri Yogyakarta
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah mata kuliah Bahasa Indonesia mengenai “Fungsi, Ragam, dan
Laras Bahasa Indonesia” ini dengan baik.
Makalah ini dapat diselesaikan atas bantuan dan bimbingan dari semua
pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Setiawan Edi Wibowo, S.Pd., M.Pd.
2. Anggota kelompok 1 mata kuliah Bahasa Indonesia yang tidak bisa
disebutkan Namanya satu per satu.
3. Semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.
Semoga kebaikan dan bantuannya mendapat pahala dari Tuhan Yang Maha
Esa. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami
menyadari bahwa pembuatan makalah ini jauh dari kata sempurna, maka kami mohon
saran dan kritik dari para pembaca demi perbaikan dalam penyusunan makalah kami
selanjutnya.

1
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR....................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................3
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................5
C. TUJUAN.............................................................................................................5
D. MANFAAT.........................................................................................................6
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................7
FUNGSI BAHASA................................................................................................7
RAGAM BAHASA................................................................................................8
LARAS BAHASA...............................................................................................16
BAB III PENUTUP.....................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................21

2
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bahasa merupakan dasar utama dalam interaksi manusia, berperan sebagai alat
komunikasi dan pemahaman dalam kehidupan sehari-hari. Namun, peran bahasa jauh
lebih mendalam daripada sekadar alat komunikasi. Bahasa juga berfungsi sebagai
cermin identitas budaya, sarana ekspresi diri, serta pintu pemahaman terhadap dunia
di sekitar kita. Di Indonesia, Bahasa Indonesia menduduki posisi penting sebagai
bahasa nasional, berperan dalam menghubungkan dan menyatukan beragam suku,
budaya, dan bahasa daerah yang ada di kepulauan ini. Namun, pentingnya bahasa tak
hanya terletak pada aspek penyatuan semata. Ada dimensi yang lebih kompleks
dalam bahasa, salah satunya adalah ragam dan laras bahasa, yang membentuk nuansa
yang berbeda dalam penggunaannya.

Indonesia sebagai negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya dan
bahasa daerah memiliki tantangan unik dalam memelihara kesatuan dan keberagaman
melalui bahasa yang digunakan. Dalam konteks ini, Bahasa Indonesia berfungsi
sebagai alat yang merangkul, sehingga menghindarkan kemungkinan terjadinya
kesalahpahaman atau perpecahan akibat perbedaan bahasa yang signifikan. Namun,
meskipun Bahasa Indonesia berfungsi sebagai perekat, setiap bahasa daerah memiliki
peran yang tak tergantikan dalam menjaga identitas lokal dan budaya masing-masing.
Dalam konteks ini, bahasa memiliki kemampuan untuk mengungkapkan kekayaan
kultural dan sejarah suatu daerah, serta menjadi jendela melalui mana kita bisa
melihat dunia dari perspektif yang berbeda.

Ragam bahasa menjadi salah satu aspek yang memperkaya pemahaman terhadap
bahasa sebagai wujud keberagaman budaya. Dalam sebuah negara yang memiliki

3
ratusan bahkan ribuan bahasa daerah, pemahaman terhadap beragam ragam bahasa
sangatlah penting. Setiap daerah memiliki bahasa daerah dengan karakteristik yang
khas, termasuk pola tata bahasa, kosakata, dan nuansa makna. Pemahaman terhadap
ragam bahasa ini tidak hanya memperkaya kamus pribadi kita, tetapi juga membuka
pintu untuk memahami konteks sosial, sejarah, dan budaya suatu masyarakat.

Laras bahasa atau disebut dengan gaya berbicara, juga memiliki peran yang tak
kalah penting dalam komunikasi sehari-hari. Laras bahasa mencakup pemilihan kata,
nada suara, serta penggunaan ekspresi dan kalimat yang dapat membentuk kesan dan
nuansa tertentu dalam komunikasi. Misalnya, bahasa formal yang digunakan dalam
lingkungan akademik atau resmi, serta bahasa informal yang sering digunakan dalam
interaksi sehari-hari dengan teman atau keluarga. Laras bahasa ini dapat
mencerminkan status sosial, tingkat pendidikan, atau bahkan suasana hati penutur.

Kemampuan untuk memahami dan menggunakan ragam dan laras bahasa dengan
tepat dapat memengaruhi efektivitas komunikasi dan interaksi antar individu, baik
dalam lingkungan sosial, profesional, maupun pribadi. Seiring dengan perkembangan
teknologi dan globalisasi, penggunaan bahasa juga semakin luas dan kompleks.
Fenomena ini membawa tantangan baru dalam mengembangkan kompetensi
berbahasa yang lebih luas dan inklusif, sehingga komunikasi dapat terjalin dengan
baik di berbagai lapisan masyarakat.

Dalam konteks ini, pemahaman tentang ragam dan laras bahasa menjadi esensial
bagi masyarakat Indonesia. Pendidikan dan kesadaran akan pentingnya kompetensi
berbahasa yang inklusif, serta pemeliharaan bahasa daerah sebagai warisan budaya,
memiliki peran yang tak terbantahkan dalam membangun harmoni, pemahaman, dan
penghormatan terhadap keberagaman yang menjadi ciri khas Indonesia. Dalam era
dinamis ini, pemahaman terhadap konsep-konsep bahasa yang kompleks dan kaya ini

4
menjadi landasan penting dalam mengembangkan interaksi yang bermakna dan
memelihara identitas budaya kita.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan
masalah yang didapat yaitu sebagai berikut:
1) Apa fungsi dari Bahasa?
2) Bagaimana peran Bahasa sebagai alat komunikasi dan alat untuk
mengekspresikan diri?
3) Apa yang dimaksud dengan ragam Bahasa?
4) Apa saja contoh dari ragam Bahasa?
5) Apa perbedaan yang dominan antara ragam Bahasa lisan dan tulisan?
6) Mengapa ragam Bahasa bisa membukakan pintu untuk memahami konteks
sosial dan budaya?
7) Apa yang dimaksud dengan laras Bahasa?
8) Apa saja contoh dari laras Bahasa?
9) Pada era perkembangan ini, penggunaan Bahasa semakin kompleks,
bagaimana cara yang tepat dalam menggunakan ragam Bahasa dan laras
Bahasa?

C. TUJUAN
1. Mengetahui fungsi dari bahasa.
2. Mengetahui peran bahasa sebagai alat komunikasi dan alat untuk
mengekspresikan diri.
3. Memahami apa yang dimaksud dengan ragam bahasa
4. Mengetahui apa saja jenis ragam bahasa
5. Mengetahui perbedaan antara ragam bahasalisan dan tulisan.
6. Memahami apa yang dimaksud dengan laras bahasa
7. Mengetahui apa saja jenis laras bahasa
8. Mengerti dalam menggunakan ragam bahasa dan laras bahasa yang baik dan
tepat.

5
D. MANFAAT
1. Mampu memberikan wawasan mengenai fungsi, ragam, dan laras bahasa.
2. Memberikan deskripsi serta gambaran rinci mengenai fungsi, ragam, dan laras
bahasa.
3. Mengerti akan peran bahasa sebagai alat komunikasi dan alat untuk
mengekspresikan diri.
4. Memahami serta mampu menggunakan ragam bahasa dan laras bahasa yang
baik dan benar.

6
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN

FUNGSI BAHASA
Menurut Chaer (dalam Diah & Wulandari, 2015), Fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi manusia mencakup lima fungsi dasar, yaitu fungsi ekspresi, fungsi
informasi, fungsi eksplorasi, fungsi persuasi dan fungsi entertainmen. Fungsi ekspresi
mewadahi konsep bahwa bahasa merupakan media manusia untuk melahirkan
ungkapan-ungkapan batin yang ingin disampaikan penutur kepada orang lain. Fungsi
informasi adalah fungsi untuk menyampaikan pesan atau amanat kepada orang lain.
Fungsi eksplorasi adalah penggunaan bahasa untuk menjelaskan suatu hal, perkara
dan keadaan. Fungsi persuasi merupakan penggunaan bahasa yang bersifat mengajak
atau mempengaruhi. Sedang fungsi entertainmen bahasa adalah penggunaan bahasa
untuk menghibur, menyenangkan dan memuaskan batin. Kelima fungsi ini sangat
mendukung proses pengembangan ilmu pengetahuan, terutama fungsi informasi dan
fungsi eksplorasi.

Menurut Dardjowidjoyo (dalam Diah & Wulandari, 2015) kemampuan


berbahasa merupakan ciri khusus manusia, bahkan sebelum manusia bisa bicara ia
sudah bisa berbahasa sesuai dengan pendapat Kridalaksana (dalam Suardi et al, 2019)
bahasa merupakan alat komunikasi yang diperoleh manusia sejak lahir. Menurut
Astuti et al (2012), bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan
alat untuk menunjukkan identitas masyarakat pemakai bahasa. Bahasa hidup dan
berkembang dalam suatu masyarakat dan dipakai oleh warganya untuk
berkomunikasi. Kesantunan berbahasa merupakan keterampilan yang harus dimiliki
oleh setiap manusia guna berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.
Keterampilan berbahasa tersebut menjadi bagian yang sangat penting bagi setiap
orang agar dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya secara baik dan
menyeluruh

7
Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk
menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan oleh pembicara
bisa dipahami dan dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara melalui bahasa yang
diungkapkan. Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-
beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara,
orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Dengan kata lain, ragam
bahasa adalah variasi bahasa yang terjadi karena pemakaian bahasa. (Satata, 2019:29)

RAGAM BAHASA
Menurut Minto Rahayu ragam bahasa terjadi karena adanya ragam wilayah
pemakaian dan bermacam-macam penutur. Faktor sejarah perkembangan masyarakat
juga turut menimbulkan faktor sejumlah ragam bahasa. Ragam bahasa yang beraneka
ragam ini masih bahasa Indonesia karena ciri dan kaidah tata bunyi, pembentukan
kata, dan tata krama, umumnya sama. (Rahayu, 2009:2022). Dari pendapat kedua
para ahli tersebut, terkait ragam Bahasa ialah variasi berbahasa seseorang dengan
berbagai fektor yang di milikinya.

a. Klasifikasi Ragam Bahasa Indonesia


Seiring dengan peralihan zaman dan perkembangan IPTEK, bahasa Indonesia
yang kian hari banyak dipakai atau digunakan oleh beragam etnik penuturnya
mengalami perubahan, baik dalam bentuk kaidah tata bunyi, pembentukan kata, tata
makna, dan lain sebagainya. Perubahan kaidah, baik yang menyangkut masalah
kelisanan dan keberaksaraan yang seperti inilah yang dianggap sebagai bentuk ragam
bahasa. Ragam bahasa yang berbeda-beda setiap antarwilayah tetap dinyatakan
sebagai bahasa Indonesia. Sependapat dengan pernyataan Pamungkas (2012:27),
bahwa untuk mengenali dan memahami ragam bahasa Indonesia di setiap daerah

8
yang berbeda-beda, kita bisa memahami dan mengidentifikasinya berdasarkan
golongan penuntur bahasa dan jenis pemakai bahasadidasarkan pada patokan: (1)
daerah penutur, (2) pendidikan pemakai bahasa, (3) sikap penutur bahasa.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdiri dari berbagai macam
wilayah daerah, yang banyak dipisahkan oleh selat, pegunungan, dan lautan. Seiring
dengan adanya jarak dan perbedaan wilayah geografis inilah logat atau dialek daerah
berbeda-beda. Ragam bahasa (dialek) setiap daerah penutur atau antarwilayah pasti
berbeda. Logat daerah pulau Jawa misalnya, bisa dipastikan antara daerah Jawa
Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat berbeda baik dalam kaidah tata bunyi, struktur
kata, dan lain sebagainya. Dan, akan tampak berbeda lagi antara logat daerah penutur
antarpulau, semisal logat atau dialek masyarakat penutur di Jawa dan Bali. Contoh
konkritnya adalah pada pelafalan bunyi /t/ dan /d/ pada setiap tutur katanya.

Berbeda halnya dengan patokan daerah, ragam penutur bahasa yang


didasarkan pada potokan pendidikan juga pasti berbeda. Hal semacam ini bisa
dibuktikan dari perbedaan penggunaan bahasa Indonesia anatar kaum yang pernah
mengenyam pendidikan formal dengan kaum yang tidak pernah mengenyam
pendidikan. Salah satu contoh riil tampak pada penggunaan huruf /f/ dan akhiran /ks/
pada kata dasar fakultas, film, dan kompleks yang dikenal dalam ragam orang yang
berpendidikan, bervariasi dengan kata pakultas, pilem, dan komplek dalam ragam
orang nonpendidikan.

Ragam bahasa yang didasarkan oleh sikap penutur lebih disebut dengan istilah
lenggam atau gaya. Hal ini juga didukung oleh lawan penutur atau orang yang diajak
berkomunikasi. Ragam bahasa semacam ini pada umumnya dipengaruhi oleh faktor
umur dan kedudukan, materi yang dibicarakan, dan tujuan dari penyampaian
pembicaraan. Misalnya, gaya bahasa yang dipakai seseorang untuk memberikan
laporan kepada atasannya, gaya memarahi orang, gaya menulis surat untuk kekasih,
gaya mengobrol dengan sahabat atau teman sejawat, dan lain sebagainya.

9
b. Ragam Lisan dan Ragam Tulis
Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah penutur atau pemakaiannya, dan
bermacam-macam pula latar belakang penuturnya, mau tidak mau akan melahirkan
sejumlah ragam bahasa. Adanya bermacam-macam ragam bahasa ini sesuai dengan
fungsi, kedudukan, serta lingkungan yang berbeda-beda. Ragam bahasa pada
pokoknya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ragam lisan dan ragam tulis. Tidak
dapat dipungkiri, bahasa Indonesia ragam lisan sangat berbeda dengan bahasa
Indonesia ragam tulis. Ada pendapat yang menyatakan bahwa ragam tulis adalah
pengalihan ragam lisan ke dalam ragam tulis (huruf). Pendapat ini tidak dibenarkan
seratus persen, sebab tidak semua ragam bahasa lisan dapat dituliskan. Sebaliknya,
tidak semua ragam tulis dapat dilisankan. Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan
belum berlaku bagi ragam tulis.

Tasai dan Zainal Arifin (2000:15) mengemukakan bahwa antara ragam lisan
dan ragam tulis itu berbeda. Adapun letak perbedaannya adalah: (1) ragam lisan
menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang berada di depan pembicara,
sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan adanya teman bicara ada di depan; (2) di
dalam ragam lisan unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan objek
tidak selalu dinyatakan. Unsur-unsur tersebut kadang-kadang dapat ditinggalkan. Hal
ini disebabkan ragam bahasa lisan didukung oleh gerak, mimik, pandangan, ekspresi,
dan intonasi.

Berbeda halnya dengan ragam bahasa tulis, yang harus lebih lengkap dan
lebih terang. Fungsi-fungsi gramatikal harus tampak nyata karena ragam tulis tidak
mengharuskan orang kedua berada di depan pembicara. Karena ragam tulis
menghendaki agar orang yang diajak bicara mengerti maksud dan tujuan dari
tulisannya; (3) ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang, dan waktu.
Artinya, apa yang dibicarakan secara lisan di dalam sebuah ruang kuliah, hanya

10
berarti dan berlaku untuk waktu itu saja. Berbeda halnya dengan ragam tulis yang
tidak terikat oleh kondisi, situasi, ruang, dan waktu; (4) ragam lisan dipengaruhi oleh
tinggi rendah dan panjang pendek suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan
pemakaian tanda baca.
c. Ragam Bahasa Indonesia Baku dan Tidak Baku
Pada dasarnya, antara ragam bahasa tulis dan ragam lisan bahasa Indonesia
juga terdapat ragam baku dan tidak baku. Ragam baku adalah ragam yang
dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar masyarakat pemakainya sebagai
kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Sedangkan, ragam tidak baku
adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai dengan ciri-ciri yang
menyimpang dalam norma ragam baku. Penjelasan ini dipertegas lagi oleh pendapat
Tasai dan Zaenal Arifin (2000:19) bahwa ragam baku mempunyai sifat-sifat
kemantapan dinamis, cendikia dan seragam

Kemantapan dinamis, kata mantap di sini diartikan sesuai dengan kaidah


bahasa. Kalau kata rasa dibubuhi awalan pe-, akan terbentuk perasa. Kata raba
dibubuhi pe- akan terbentuk kata peraba. Oleh karena itu, menurut kemantapan
berbahasa, kata rajin yang dibubuhi pe- akan menjadi perajin, bukan pengrajin.
Dengan demikian, kalau kita berpegang pada sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat
kita terima sebagai ragam bahasa yang baku. Dinamis artinya stastis, tidak kaku.
Bahasa baku tidak mendaki adanya bentuk mati

Cendekia, ragam bahasa baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai
pada tempat-tempat resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang
terpelajar atau pernah mengenyam di pendidikan formal. Hal ini dimungkinkan oleh
pembinaan dan pengembangan bahasa yang lebih banyak melalui jalur pendidikan
formal (sekolah).Seragam, ragam bahasa baku selalu bersifat seragam. Artinya, pada
hakikatnya proses pembakuan bahasa ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan
kata lain, pembakuan bahasa adalah titik-titik keseragaman.

11
d. Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan Bahasa Indonesia
Dalam kehidupan berbahasa, manusia sudah mengenal ragam bahasa tulis dan
lisan, ragam bahasa baku dan tidak baku. Oleh sebab itu, muncul istilah ragam bahasa
baku tulis dan ragam bahasa baku lisan. Ragam bahasa baku tulis adalah ragam yang
dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah. Saat ini,
pemerintah mendahulukan pembakuan ragam baku tulis. Hal ini bisa dibuktikan
dengan penerbitan buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan, buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah, dan pengadaan Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Sedangkan ukuran dan nilai ragam bahasa baku lisan
tergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapan.
Artinya, seseorang dapat dikatakan berbahasa lisan yang baku jikalau dalam
pembicaraannya tidak terlalu menonjolkan logat atau dialek daerahnya.

e. Ragam Bahasa Indonesia Formal dan Nonformal


Bahasa Indonesia mempunyai ragam bahasa formal dan nonformal. Artinya,
penggunaan bahasa Indonesia, oleh penutur bisa didasarkan atau digunakan sesuai
situasi formal atau nonformal. Contoh sederhana dari ragam bahasa formal adalah
penulisan surat resmi bahasa Indonesia, pidato kenegaraan, dan lain sebagainya.
Sedangkan, contoh ragam bahasa Indonesia nonformal adalah bahasa dalam
komunikasi sehari-hari, menulis surat pribadi, dan lain-lain. Nasucha dkk (2009:13)
menyatakan bahwa bahasa formal mempunyai ciri-ciri berikut:
a) Menggunakan unsur grammatical secara ekspisit dan konsisten
b) Menggunakan imbuhan secara lengkap
c) Menggunakan kata ganti resmi
d) Menggunakan kata baku
e) Menggunakan EYD
f) Menghindari unsur kedaerahan (dialek)

12
Membaca dan memahami keenam ciri-ciri bahasa resmi di atas, bisa
disimpulkan bahwa bahasa formal tersusun secara sistematis dan resmi. Berbeda
halnya dengan ragam bahasa Indonesia nonformal, Pamungkas (2012:35)
menjelaskan bahwa ragam bahasa Indonesia nonformal mempunyai pengertian
sebagai ragam bahasa yang digunakan dalam situasi nonformal (tidak resmi).

Ragam bahasa nonformal biasanya cenderung digunakan dalam situasi santai


dan penuh keakraban. Adapun bahasa Indonesia nonformal mempunyai sifat yang
khas seperti, kalimat-kalimat yang digunakan adalah kalimat-kalimat sederhana
(kalimat yang tidak lengkap), yang tidak berpatok pada aturan gramatikal atau
struktur kalimat. Dengan demikian, kalimat yang tersusun tidak harus berpola SP,
SPO, SPOK, dan seterusnya. Contoh kalimat nonformal dalam sehari-hari yang
sering kita gunakan adalah “Sudah makan?”. Struktur kalimat hanya terdiri atas
predikat saja. Dan, bisa dipastikan makna di dalam sebuah teks sudah bisa dipahami
seutuhnya, subjek yang jarang dimunculkan. Misalnya, “Mau ke mana?”, kalimat
pertanyaan seperti, “Mau ke mana?” berdasarkan aturan ragam bahasa formal (baku)
seharusnya diawali dengan kata subjek.

Namun demikian, subjek pada kalimat tersebut dihilangkan karena orang yang
diajak berbicara dianggap sudah mengetahui siapa yang dimaksudkan oleh
pembicara, Menggunakan kata-kata yang lazim dipakai sehari-hari (kata-kata atau
diksi ragam nonformal). Misalnya, “Ia bilang kalau mau ke Wonokromo”. Kata
‘bilang’ dan ‘mau’ merupakan bentuk kata yang tidak lazim dipakai dalam bahasa
formal (resmi atau baku), tetapi sangat lazim sering digunakan dalam bahasa
nonformal.

Dari beberapa sifat-sifat khas bahasa nonformal di atas, bisa disumpulkan


bahwa prinsip yang paling mendasari pemakaian bahasa nonformal adalah “mana
suka atau bebas”, dengan dasar antara pemakai bahasa (antara komunikator dan

13
komunikan) sama-sama tahu maksud atau makna di dalam penggunaan bahasa.
Sehingga, proses terjadinya komunikasi antarbahasa berjalan lancar.

f. Ragam Bahasa Indonesia dalam Bidang Wacana


Ragam Bahasa Indonesia bidang wacana meliputi ragam ilmiah dan ragam
populer. Ragam ilmiah merupakan ragam bahasa yang digunakan dalam kegiatan
ilmiah, ceramah, atau tulisan-tulisan ilmiah. Sementara itu, ragam populer digunakan
dalam pergaulan sehari-hari dan tulisan popular.
Ciri-ciri ragam ilmiah:
1) Penggunaan bahasa Indonesia ragam baku;
2) Penggunaan kalimat efektif;
3) Menghindari bentuk bahasa yang bermakna ganda;
4) Penggunaan kata dan istilah yang bermakna lugas dan menghindari
pemakaian kata dan istilah yang bermakna kias;
5) Menghindari penonjolan persona dengan tujuan menjaga objektivitas isi
tulisan;
6) Adanya keselarasan dan keruntutan antarproposisi dan antaralinea.

g. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Topik Pembicaraan


Berdasarkan topik pembicaraan, ragam bahasa terdiri atas ragam politik,
ragammhukum, ragam sosial dan fungsional, ragam jurnalistik, serta ragam sastra.
1) Ragam Politik
Bahasa politik berisi kebijakan yang dibuat oleh penguasa dalam rangka menata
dan mengatur kehidupan masyarakat. Dengan sendirinya penguasa merupakan salah
satu sumber penutur bahasa yang mempunyai pengaruh yang besar dalam
pengembangan bahasa di masyarakat.
2) Ragam Hukum

14
Salah satu ciri khas dari bahasa hukum adalah penggunaan kalimat yang panjang
dengan pola kalimat luas. Diakui bahwa bahasa hukum Indonesia tidak terlalu
memperhatikan sifat dan ciri khas bahasa Indonesia dalam strukturnya. Hal ini
disebabkan hukum Indonesia pada umumnya didasarkan pada hukum yang ditulis
pada zaman penjajahan Belanda dan ditulis dalam bahasa Belanda.
3) Ragam Sosial dan Ragam Fungsional
Ragam sosial dapat didefinisikan sebagai ragam bahasa yang sebagian norma dan
kaidahnya didasarkan atas kesepakantan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih
kecil dalam masyarakat. Ragam sosial membedakan penggunaan Bahasa berdasarkan
hubungan orang misalnya berbahasa dengan keluarga, teman akrab dan atau sebaya,
serta tingkat status sosial orang yang menjadi lawan bicara. Ragam fungsioanal,
sering juga disebut ragam professional merupakan ragam bahasa yang diakitkan
dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya. Sebagai
contoh yaitu adanya ragam keagamaan, ragam kedokteran,ragam teknologi dll.
Kesemuaan ragam ini memiliki fungsi pada dunia mereka sendiri.
4) Ragam Jurnalistik
Bahasa Jurnalistik adalah ragam bahasa yang dipergunakan oleh dunia persurat-
kabaran (dunia pers = media massa cetak). Dalam perkembangan lebih lanjut, bahasa
jurnalistik adalah bahasa yang dipergunakan oleh seluruh media massa. Termasuk
media massa audio (radio), audio visual (televisi) dan multimedia (internet). Hingga
bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam bahasa, yang dibentuk karena spesifikasi
materi yang disampaikannya. Ragam khusus jurnalistik termasuk dalam ragam
bahasa ringkas..
5) Ragam Sastra
Ragam bahasa sastra memiliki sifat atau karakter subjektif, lentur,
konotatif,kreatif dan inovatif. Dalam bahasa yang beragam khusus terdapat kata-kata,
cara-cara penuturan, dan ungkapan-ungkapan yang khusus, yang kurang lazim atau
tak dikenal dalam bahasa umum. Bahasa sastra ialah bahasa yang dipakai untuk
menyampaikan emosi (perasaan) dan pikiran, fantasi dan lukisan angan-angan,

15
penghayatan batin dan lahir, peristiwa dan khayalan, dengan bentuk istimewa.
Istimewa karena kekuatan efeknya pada pendengar/pembaca dan istimewa cara
penuturannya. Bahasa dalam ragam sastra ini digunakan sebagai bahan kesenian di
samping alat komunikasi.

LARAS BAHASA
Menurut Sujinah dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia (2018), laras bahasa adalah
kesesuaian bahasa dengan fungsi pemakaiannya. Sehingga dapat juga dipahami,
bahwa laras bahasa merupakan kesesuaian bahasa dengan fungsi
penggunaannya.Secara umum, terdapat enam jenis laras bahasa, yaitu:
a. Laras Bahasa Jurnalistik
Merupakan jenis laras bahasa yang dipergunakan pada bidang jurnalistik. Seperti
proses dalam riset, penyusunan, serta publikasi berita.Contoh laras bahasa jurnalistik:
1) Sebuah bangunan kosong yang diduga milik warga setempat, terbakar pada
jumat dini hari.
2) Pencarian anak hilang itu masih terus dilakukan oleh polisi dengan bantuan
warga setempat.

b. Laras Bahasa Iklan


Dikutip dari buku Karya Tulis Ilmiah Sosial (2016) oleh Yunita T. Winarto, dkk.,
Laras bahasa iklan adalah laras bahasa yang dipakai dalam menyusun iklan.
Berdasarkan wujudnya, iklan dibagi menjadi beberapa jenis, seperti iklan baris, iklan
televisi, hingga format iklan lainnya. Contoh laras bahasa iklan, yakni:
1) Produk ini dijamin mampu mencerahkan warna kulitmu dalam waktu satu
minggu!

c. Laras Bahasa Sastra


Merupakan jenis laras bahasa Indonesia yang dipergunakan dalam penyusunan karya
sastra, baik fiksi maupun nonfiksi. Contoh laras bahasa sastra:

16
1) Indonesia telah merdeka. Sejak 17 Agustus 1945, Indonesia berhasil
memperoleh kemerdekaannya. (laras bahasa sastra untuk karya nonfiksi).
2) Rina terbangun karena terkejut, ternyata mimpinya semalam itu nyata ia
alami. Ia harus bergelut dengan monster itu agar bisa kembali ke masa kini.
(laras bahasa sastra untuk karya fiksi).
d. Laras Bahasa Ilmiah
Merupakan jenis laras bahasa yang dipergunakan dalam karya tulis ilmiah.
Misalnya, penyusunan skripsi atau hasil penelitian. Penggunaan laras bahasa ilmiah
wajib disinkronisasikan dengan gaya bahasa yang spesifik pada bidang tertentu.
Misal, seperti terminologi pada bidang kedokteran maupun maupun terminologi pada
bidang psikologi. Contoh laras bahasa ilmiah:
1) GERD atau gastroesophageal reflux disease adalah kondisi di mana asam
lambung naik ke kerongkongan atau esofagus.
2) Berdasarkan hasil penelitian itu bisa disimpulkan bahwa komunikator dan
komunikan memiliki kesamaan visi dan tujuan.

e. Laras bahasa bisnis


Jenis laras bahasa ini digunakan oleh kalangan profesional pada sektor swasta
maupun pemerintahan saat menyusun surat dinas, laporan, dan sejenisnya. Contoh
laras bahasa bisnis:
1) Surat ini kami tujukan kepada Perusahaan X, untuk menjalin kerja sama di
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
2) Sehubungan dengan perayaan ulang tahun Kota Semarang, kami ingin
mengundang beberapa dinas terkait untuk membahas hal ini.

f. Laras Bahasa Hukum


Larah Bahasa hukum adalah jenis laras bahasa yang lumrah dipergunakan dalam
bidang hukum. Jenis laras bahasa ini banyak relevansi dengan regulasi seperti,

17
peraturan perundangan-undangan maupun perjanjian. Contoh laras bahasa hukum,
yaitu:
1) Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, Indonesia adalah Negara Kesatuan
yang berbentuk Republik.
2) Adapun Pasal 340 KUHP mengatur tentang pembunuhan berencana
Berdasarkan sejumlah penjelasan tersebut, dapat kita pahami, bahwa keenam jenis
laras bahasa itu memiliki diferensiasi berdasarkan:
a. Penggunaan kosakata serta bentukan kata;
b. Penyusunan frasa, klausa, dan kalimat;
c. Pemakaian istilah;
d. Pembentukan paragraf;
e. Penampilan hal teknis;
f. Penampilan kekhasan dalam suatu wacana.

18
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

19
B. SARAN

20
DAFTAR PUSTAKA

Satata, S.,dkk (2019). Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Rahayu, Minto. (2009). Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT.
Gramedia Widiasrana Indonesia.
Tasai dan Zainal Arifin. (2000). Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika
Pressindo.
Pamungkas, Sri. (2012). Bahasa Indonesia dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta:
Andi Offset.
Nasucha, Yakub., Rohmadi, Muhammad, dan Wahyudi, Agus Budi. (2009). Bahasa
Indonesia untuk Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta: Media Perkasa.

21

Anda mungkin juga menyukai