Anda di halaman 1dari 16

PERSEPSI PEGIAT JENDER TERHADAP KONSEP PASAL 31 AYAT (3)

UNDANG-UNDANG PERKAWINAN TENTANG STATUS KEPALA KELUARGA*


Tri Lisiani Prihatinah
Fakultas Hukum UNSOED Purwokerto
E-mail: tlisiani@yahoo.com.

Abstract

Some of gender activists assume that status of husband as a head of household is discriminating
wife. Therefore, they propose a gender equality model which gives the same status to both husband
and wife as a head of household altogether. By using sociological method and feminist legal
analysis, it is resulted that most gender activists who become the source of information in this
research do not agree with the proposed model of gender equality because they do believe its legal
consequence will burden more to the wife. However, they agree that women develop their economic
ability to ear money. These gender activists do not want to amend Article 31 (3) Law Number 1 Year
1974. They understand this article as a reflection of substantive equality which recognizes husband
as a head of household’s status is parallel with the burden of the responsibility.

Key words: gender equality, head household

Abstrak

Status suami sebagai kepala keluarga dalam hukum perkawinan yang berlaku selama ini dianggap
sebagian pegiat jender sebagai hukum yang mendiskriminasikan perempuan. Sehingga mereka
mengajukan model kesetaraan jender dengan suami dan istri bersama-sama mempunyai status
sebagai kepala keluarga. Dengan menggunakan metode yuridis-sosiologis dan analisis hukum feminis,
ternyata diperoleh hasil bahwa hampir semua pegiat jender yang menjadi sumber informasi tidak
menyetujui terhadap model kesetaraan tersebut, karena konsekuensi hukumnya akan semakin
membebani istri. Tetapi mereka setuju istri mengembangkan kemampuan ekonomi dalam mencari
nafkah. Pegiat jender ini tidak menghendaki dilakukannya amandemen terhadap Pasal 31(3) UU No. 1
Tahun 1974, karena pasal ini sebagai refleksi dari kesetaraan substantif yang mengakui status suami
sebagai kepala keluarga paralel dengan besarnya kewajiban yang harus ditanggungnya.

Kata kunci: model, kesetaraan jender, kepala keluarga

Pendahuluan
Sejak tahun 1974 semua rakyat Indonesia
tetapi juga hak-haknya sebagai manusia tidak
tunduk pada hukum perkawinan nasional yang
dapat sepenuhnya dipenuhi.1 Dengan pema-
sama yaitu UU Nomor 1 tahun 1974. Dalam
haman seperti itu, ada pihak yang mengajukan
Pasal 31 ayat 3 UU Perkawinan tersebut di-
rancangan perubahan status kepala keluarga
nyatakan bahwa suami berkedudukan sebagai
yang berkesetaraan jender dimana laki-laki dan
kepala rumah tangga dan istri sebagai ibu ru-
perempuan bersama-sama sebagai kepala
mah tangga. Status suami sebagai kepala runah
keluarga.2 Tetapi kenyataannya tidak semua
tangga dalam hukum perkawinan selama ini
masyarakat menyetujui adanya konsep kese-
dianggap oleh sebagian pegiat jender sebagai
taraan jender tersebut, meskipun kebijakan
hukum yang mendiskriminasikan perempuan
berkesetaraan jender ini sudah menjadi komit-
dimana perempuan tidak hanya menanggung
beban yang lebih berat dibanding laki-laki, 1
Endang Sumiarni, 2005, Kajian Hukum Perkawinan Yang
Berkesetaraan Jender, Yogyakarta: Wonderful Publish-
 Artikel ini merupakan artikel hasil penelitian Hibah ing Company, hlm.17.
2
Bersaing dengan sumber dana dari Dikti 2009. LBH-APIK/ Lembaga Bantuan Hukum-APIK, 2005, Usulan
Amandemen UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 beri-
kut argumen-argumennya.
Persepsi Pegiat Jender Terhadap Konsep Pasal 31 Ayat (3) Undang-undang Perkawinan … 23

men Pemerintah Indonesia untuk mewujud-


sifat limitatif serta tidak dapat disimpangi. 3
kannya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
Ketidaksetujuan masyarakat terhadap
perlu diketahui bagaimana sebenarnya persepsi
perubahan status perempuan dan laki-laki ber-
masyarakat terhadap konsep kesetaraan jender
sama-sama sebagai kepala keluarga disebabkan
itu sendiri khususnya dalam relasi jender dalam
oleh berbagai alasan. Pertama, keberagaman
keluarga. Pemahaman terhadap hal ini adalah
pendapat terhadap konsep suami-istri sebagai
sangat penting karena merupakan suatu ke-
kepala keluarga bertentangan dengan nilai-nilai
harusan agar tercapai tujuan yang sudah di-
agama yang dianut sebagian besar masyarakat
tetapkan yaitu tercapainya kehidupan ber-
Indonesia. Kedua, ketidakpahaman dan ke-
keluarga khususnya dapat terlindunginya pe-
tidaktahuan masyarakat terhadap konsep kese-
rempuan yang bisanya merupakan korban
taraan jender yang dikhawatirkan dapat meng-
kekerasan dalam rumah tangga, meski tidak
goncang keutuhan keluarga karena menurut
menutup kemungkinan laki-laki juga merupakan
pendapat ini konsep kesetaraan jender meng-
korban kekerasan serupa.
ajarkan perempuan untuk melawan laki-laki.
Ketiga, stigmatisasi bahwa status kepala ke-
Perumusan Masalah
luarga berkesetaraan jender akan menyebab-
Ada beberapa masalah yang hendak
kan diskriminasi terhadap laki-laki karena
dibahas pada tulisan ini. Pertama, bagaimana
hukum keluarga berkesetaraan jender ini akan
persepsi terhadap konsep kesetaraan dan
terlalu banyak memberikan tambahan hak ke-
kepemimpinan?; Kedua, bagaimana persepsi
pada perempuan. Hal ini didasarkan pada
terhadap hak dan kewajiban suami istri?; Ke-
pemikiran bahwa hukum perkawinan yang ada
tiga, bagaiman persepsi terhadap hak dan ke-
sekarang ini sudah memberikan hak dan ke-
wajiban sebagai orang tua?; Keempat, bagai-
wajiban yang adil kepada laki-laki dan perem-
mana persepsi terhadap hak dan kewajiban
puan. Keempat, stigma bahwa kesetaraan
terhadap harta?; dan Kelima, bagaimana per-
jender berasal dari konsep barat yang lebih
sepsi terhadap pewarisan?
mendorong terjadinya gaya hidup negatif se-
perti maraknya pergaulan bebas, meningkatnya
Metode Penelitian
jumlah perceraian dan lain-lain. Selain itu pen-
Penelitian ini menggunakan metode yuri-
dekatan materialistis dan sekuler untuk ter-
dis-sosiologis. Dalam penelitian ini, peneliti
capainya kesetaraan jender yang sudah dilaku-
menggali persepsi mereka terhadap status ke-
kan selama ini dianggap secara frontal me-
pala keluarga. Informasi dalam penelitian ini
nyerang nilai-nilai agama dan institusi-institusi
diperoleh dengan melakukan wawancara semi-
sosial yang sudah mapan memperparah stigma
structured dan dilakukan dengan menggunakan
ini.
instrumen penelitian berupa outline interview,
Wacana untuk melakukan perubahan re-
sebagian informasi diperoleh dengan mengirim-
lasi suami istri dalam sistem hukum keluarga ini
kan pertanyaan melalui fasilitas email. Adapun
merupakan hal serius karena akan membawa
pengambilan data dilakukan dari masyarakat
konsekuensi hukum pada pihak-pihak yang ber-
khususnya dari pegiat jender (anggota atau
sangkutan diantaranya adalah penambahan
peng-rus APPHGI/ Asosiasi Pengajar dan Pemi-
tanggungjawab hukum. Apalagi hubungan suami
nat Hukum Berperspektif Gender se-Indonesia,
istri dalam UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
ketua Pusat Studi Gender) dan di luar APPHGI.
tersebut telah diatur secara tertutup dan ber-
3
Trusto Subekti, “Interpretsi Hakim, Pengacara dan No-
taris Terhadap Konsep Harta Bersama Menurut UU No.1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan di Kabupaten Banyu-
mas (Studi Tentang Kriteria Yang Digunakan Dalam
Mengkualifikasi Harta Bersama)”, Jurnal Dinamika
Hukum, Vol. 12 No.4 Mei 2008, Purwokerto: FH Unsoed,
hlm. 102.
24 Jurnal Dinamika Hukum

Sementara metode analisis yang digunakan


rumah tangga, serta persepsi kepatuhan istri
adalah analisis kualitatif khususnya feminis
terhadap suami.
legal analysis.
Pertama, persepsi makna kesetaraan de-
ngan kesamaan. Hasil penelitian menunjukkan
Pembahasan
bahwa mayoritas nara sumber menyatakan
Pembahasan dalam penelitian ini dispe-
kesetaraan dimaknai dengan perbedaan seperti
sifikasi menjadi dua bagian yaitu hasil pe-
terlihat pada Figur 1. Ini berarti untuk men-
nelitian dan analisis untuk menjawab per-
capai kesetaraan antara laki-laki dengan
masalahan dalam penelitian ini.
perempuan tidak berarti keduanya harus sama,
hanya satu orang dari delapan nara sumber
Hasil Penelitian yang menjawab bahwa keduanya harus sama.
Hasil penelitian ini menunjukkan jawab-
Figure 1: Persepsi thd Konsep kesetaraan
an nara sumber terhadap daftar pertanyaan
yang diajukan pada nara sumber dalam kait- 9
8
annya dengan status kedudukan sebagai kepala 7
6 setuju
keluarga dan hal-hal yang berkaitan dengan Jum
5 tidak setuju
4
3
status tersebut. Meskipun pertanyaan-pertanya- 2
1
an tersebut bersifat personal, tetapi itu pen- 0 kesetaraansuamiistri sebagai kepatuhan sbgsebagaipemimpin mutlak istri
kesamaanpemimpinterhadap suami
ting karena jawaban-jawaban tersebut meref- Isue

leksikan perilaku dan persepsi nara sumber


dalam merespon permasalahan yang erat kait-
annya dengan kedudukan sebagai kepala Sumber: Data lapangan, 2009.
keluarga. Hal ini didasarkan pada argumen
aliran feminis bahwa “personal is political” Sumber informasi yang tidak setuju kesetaraan
yang berarti bahwa setiap individu mampu diartikan dengan perbedaan karena beralasan
membuat pertimbangan sendiri dan juga bahwa semua berasal dari kodrat yang berbeda,
mampu membuat keputusan sendiri melalui seperti diungkapan oleh salah satu sumber in-
prosedur tertentu, dan keputusannya itulah formasi bahwa secara kodrati manusia memang
yang merupakan sikap politik mereka terhadap diciptakan berbeda-beda dengan potensi yang
sesuatu hal. Sehingga setiap orang termasuk berbeda-beda. Maka tidaklah adil jika keadaan
perempuan mempunyai kepercayaan sendiri yang berbeda tersebut harus menghasilkan
terhadap aturan-aturan yang tidak selalu for- outcome yang sama. Karena pemahaman ter-
mal berdasarkan pengertian dan pemahaman hadap perbedaan yang ada dan pemberian
yang mereka yakini terhadap nilai-nilai ruang pada perbedaan itu sangat diperlukan
tertentu. Hasil yang diperoleh dari penelitian dalam membangun keluarga yang berkualitas
kesetaraan, hak dan kewajiban sebagai suami dan mampu mencapai tujuannya.
istri, hak dan kewajiban sebagai orang tua, hak Kedua, persepsi sifat kepemimpinan sua-
kewajiban terhadap harta serta tentang mi dalam rumah tangga. Sama dengan hasil
pewarisan. tentang makna kesetaraan, mayoritas nara
sumber menyetujui bahwa suami tetap sebagai
Konsep kesetaraan dan kepemimpinan pemimpin dalam keluarga. Sebagian besar men-
Nara sumber diminta memberikan jawab- dasarkan pada keyakinan yang sudah dianutnya
an mengenai konsep kesetaraan dan kepemim- yang menyebutkan tentang hal ini. Hanya satu
pinan dan hasilnya seperti terdapat dalam Figur yang menyatakan bahwa kepemimpinan bisa
1. Figur tersebut menggambarkan empat hal dipertukarkan antara suami istri tergantung
yaitu persepsi konsep kesetaraan apakah pada siapa yang lebih berkualitas diantara
identik dengan kesamaan atau perbedaan, keduanya.
alternatif kepemimpinan suami atau istri dalam Ketiga, persepsi syarat-syarat yang harus
dipunyai suami sebagai pemimpin rumah tang-
Persepsi Pegiat Jender Terhadap Konsep Pasal 31 Ayat (3) Undang-undang Perkawinan … 25

ga. Saat ditanya tentang faktor yang melekat


baikan, kalau yang dimintakan adalah hal-hal
pada suami sehingga dia dijadikan pemimpin
yang bertentangan dengan ajaran agama atau
dalam rumah tangga terdapat jawaban yang
hukum negara yang akibatnya akan mem-
bervariasi yang pada intinya dapat dikerucut-
bahayakan istri atau anggota keluarga yang
kan menjadi jawaban sebagai berikut:
lain, atau bahkan menghancurkan keluarga itu,
Nara sumber 1: ”...suami bisa sebagai contoh,
maka perintah suami tidak harus dituruti.
mampu memotivasi dan menyediakan nafkah
yang cukup ...”
Hak dan kewajiban suami istri.
Nara sumber 2 : ”...mampu memberikan nafkah
Masalah persepsi terhadap hak dan ke-
lahir dan batin...”
wajiban yang menjadi fokus penelitian ini
Nara sumber 3: ”...Istri bisa menjadi pemim- terdiri dari beberapa hal yang meliputi perlu-
pim karena sifat-sifat kepemimpinan juga bisa nya seorang istri mempunyai penghasilan sen-
dimiliki seorang istri. Akan tetapi perlu diingat diri, penangungjawab penyedia nafkah (lahir),
bahwa masalah kepemimpinan bukan hanya penanggungjawab urusan keluarga, kemungkin-
sekedar penempatan siapa bawahan dan siapa an dapat tidaknya suami istri digugat kalau
atasan (menciptakan suasana yang hierar- mereka tidak melaksanakan kewajibannya.
chical). Akan tetapi juga pada prinsip bahwa Adapun data dari penelitian mengenai persepsi
pemimpin adalah orang yang melayani dan hal-hal tersebut disajikan seperti terlihat pada
menunjukkan jalan yang benar, dan mengajak Figure 2 dan 3 berikut.
orang-orang yang dipimpinnya melalui jalan itu.
Jadi tidak hanya dalam batas pandangan bahwa
suami harus jadi pemimpin atau istri yang jadi Figur 2: Persepsi terhadap konsekuensi hukum

pemimpin tetapi lebih pada bagaimana mencip- 9


8
takan keluarga yang dapat mendiskusikan 7
6 Setuju Tidak setuju
aktifitas dan perjalan keluarga tersebut dengan
Jum

5
4
baik...” 3
2
Keempat, persepsi istri sebagai pemim- 1
0 Istri wajibSuami dapat Istri dapat digugat berpenghasilan digugat krn tidakkarena tidak
memberi nafkah memberi nafkah lahirlahir
pin terhadap suaminya. Nara sumber yang me- Kategori

nyetujui, bahwa istri dapat bertindak sebagai


pemimpin dalam rumah tangga atau lebih
cenderung tidak menghendaki adanya kepala Sumber: Data lapangan, 2009
dalam rumah tangga, hanya terdapat satu nara
sumber, dengan mengatakan, “...mengubah Pertama, persepsi terhadap kewajiban
stereotipe sehingga tidak ada kepala keluarga perempuan untuk mencari nafkah. Hasil pene-
dalam rumah tangga...”. Tetapi sebagian besar litian dalam Figur 2 menunjukkan bahwa mayo-
nara sumber ( 7 diantara 8 orang) berpendapat ritas nara sumber menghendaki istri untuk
bahwa suami masih patut sebagai pemimpin mempunyai penghasilan sendiri. Dari delapan
bagi keluarganya termasuk istrinya. nara sumber, tujuh menjawab perlunya istri
Kelima, persepsi terhadap kepatuhan mempunyai kemandirian ekonomi. Beberapa
istri terhadap suaminya. Hasil penelitian yang alasan yang dikemukakan perlunya istri mem-
didapat tentang kepatuhan mutlak istri ter- punyai penghasilan sendiri antara lain: agar
hadap suami menunjukkan bahwa semua nara lebih mudah menjalankan pemenuhan kebutuh-
sumber menjawab perlunya istri patuh ter- an sehari-hari dan agar mempunyai kemampuan
hadap suami. Akan tetapi mereka memberikan tawar yang besar lebih terhadap putusan suami
reservasi dengan menyatakan bahwa kepatuhan Kedua, persepsi terhadap kewajiban atas
itu tidak bersifat mutlak, tetapi dibatasi be- pemenuhan kebutuhan nafkah. Tanggungjawab
berapa alasan berikut, yaitu: untuk kebaikan, tentang nafkah dan pengurusan rumah tangga
sesuai dengan tuntutan agama dan untuk ke- dapat digambarkan dalan Figur 3 berikut. Se-
perti tercantum dalam ini bahwa kewajiban
26 Jurnal Dinamika Hukum

memberikan nafkah itu berada di pundak sua-


istri wajib mengurus rumah tangga sebaik-
mi. Dari delapan nara sumber, lima menjawab
baiknya.
laki-lakilah yang harus bertanggungjawab
Keempat, persepsi terhadap akibat hu-
terhadap pemenuhan kebutuhan ekonomi se-
kum suami yang tidak memberi nafkah. Ber-
mentara tiga yang lainnya menyatakan pe-
kaitan dengan pertanyaan tentang kemungkin-
menuhan kebutuhan ekonomi harus ditanggung
an dapat tidaknya suami digugat, karena tidak
bersama-sama. Jika dibandingkan dengan
memenuhi kewajibannya memberi nafkah (la-
stereotip pencari nafkah maka terlihat terjadi
hir), maka diperoleh hasil bahwa sebagian
pergeseran nilai. Secara konvensional dan legal
besar sumber informsi menyatakan suami dapat
stereotipe perempuan tidak mempunyai tang-
digugat. Dari delapan jawaban, lima menyata-
gungjawab untuk mencari nafkah, maka dalam
kan bahwa suami dapat digugat kalau tidak
hasil penelitian ini 3 dari 8 nara sumber menya-
memenuhi kebutuhan ekonomi sementara tiga
takan bahwa perempuan bersama-sama dengan
lainnya lebih lunak pendapatnya. Lunaknya
laki-laki juga punya kewajiban untuk memenuhi
pendapat mereka itu terjadi karena alasan
kebutuhan ekonomi. Data ini sedikit berbeda
bahwa sebaiknya tidak terjadi gugat menggugat
dengan hasil penelitian yang dilakukan Sendow
dan juga alasan istri bisa lebih mampu
seperti dikutip oleh Yulina dan Desrir Miftah
mengatasi kesulitan ekonomi karena kemampu-
yang menyatakan bahwa peranan perempuan
annya dalam mencari nafkah.
dalam kagiatan usaha padi sawah adalah
Kelima, persepsi terhadap akibat hukum
dominan dibandingkan pria.4
istri yang tidak memberi nafkah. Berbeda
dengan dapat digugatnya suami karena melalai-
kan kewajibannya dalam memenuhi kebutuhan
Figur 3: Tanggungjawab dalam keluarga
ekonomi, mayoritas sumber informasi men-
8
7
jawab bahwa istri tidak dapat digugat kalau
6
5 tidak memberi nafkah pada keluarga. Mereka
4 Suami Istri
Bersama-sama beralasan bahwa meskipun istri dapat berpar-
Jum

3
2
1 tisipasi dalam memenuhi kebutuhan ekonomi
bahkan dalam beberapa kasus istri sebagai
0
tulang punggung keluarga, tetapi mereka tidak
NafkahUrusan rumahtangga
Kategori dapat digugat karena ketidakmampuan dalam
Sumber: Data lapangan, 2009 sisi ini. Kalau sampai istri dapat digugat karena
hal ini, maka ini berarti tidak hanya menambah
Ketiga, persepsi terhadap kewajiban atas beban ekonomi pada pundak istri, tetapi juga
pekerjaan rumah dan apabila persepsi ini juga sekaligus menambah beban hukum pada
dihubungkan dengan kewajian suami dalam pundak istri.
memenuhi kebutuhan ekonomi, maka data
dalam Figur 3 juga menunjukkan bahwa suami Hak dan kewajiban sebagai orang tua
istri bersama-sama bertanggungjawab terhadap Hasil penelitian tentang hak dan ke-
pengurusan rumah tangga. Delapan dari nara wajiban orang tua dipaparkan dalam Figur 4
sumber yang menyetujui kebersamaan tang- yang terdiri dari kewajiban ayah memberikan
gungjawab ini, hanya satu yang setuju istri ber- nafkah, kewajiban ibu memberikan nafkah
tanggungjawab urusan rumah tangga. Temuan pada keluarga, kewajiban mendidik anak serta
ini adalah menggembirakan mengingat Pasal 34 kewajiban anak terhadap orang tua.
(2) UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dimana

4
Yulina dan Desrir Miftah, “Peranan Perempuan Dalam
Pemberdayaan Ekonomi Keluarga”, Jurnal Marwah, VIII
(2), Desember 2009, hlm. 159.
Persepsi Pegiat Jender Terhadap Konsep Pasal 31 Ayat (3) Undang-undang Perkawinan … 27

tentang siapa yang bertanggungjawab terhadap


pendidikan anak, terdapat suara yang bulat
dari sumber informasi dimana kesembilan
Figur 4: Hak dan Kewajiban Orang tua
sumber informasi sebagai pegiat jender menya-
10
8
takan bahwa suami istri bertanggungjawab
6
4
bersama-sama terhadap pendidikan anak.
Jum

2
0
Keempat, persepsi terhadap kewajiban
anak memenuhi kebutuhan orangtua. Nara
sumber,
Kewajiban ayah Kewajiban ibu Kewajiban Ortu Kewajiban anak menafkahimenafkahimendidik anakpelihara ortu ketika ditanya tentang kewajiban anak
Kategori
terhadap orang tua jika mereka sudah dewasa,
terdapat temuan bahwa tidak semua setuju
Setuju Tidak setuju
kewajiban anak untuk mensupport orang tua
Sumber: Data lapangan, 2009.
mereka. Dari delapan sumber informasi, enam
Pertama, persepsi terhadap kewajiban menyatakan bahwa anak mempunyai kewajiban
ayah memberi nafkah kepada anaknya. Senada untuk mensupport orang tua mereka, semen-
dengan tanggungjawab ayah atas nafkah ke- tara dua lainnya menyatakan bahwa support
luarga seperti yang tercantum dalam Figur 3, anak kepada orang tua mereka tidak merupa-
ternyata sebagian nara sumber setuju suami kan kewajiban. Nara sumber yang setuju
sebagai pencari dan pemenuhan nafkah utama. beralasan bahwa mereka perlu membalas budi
Dari Figure 4 terlihat bahwa delapan sumber kebaikan orang tua dan juga keinginan untuk
informasi, tujuh nara sumber setuju ayah se- membahagiakan orang tua terlepas apakah
bagai penanggungjawab utama dalam peme- orang tua mereka mampu secara ekonomi atau
nuhan nafkah anaknya. Sebagian besar berpen- tidak. Jikapun orang tua mereka mampu secara
dapat karena memang itulah yang diperintah- ekonomi, support pada orang tua tersebut te-
kan oleh agama. Sementara hanya satu yang tap perlu karena itu merupakan ekspresi
menyatakan ketidaksetujuannya karena ber- perhatian anak terhadap orang tua, yang di-
alasan bahwa seharusnya suami istri bersama- harapkan akan membawa kebahagiaan ataupun
sama bertanggungjawab dalam pemenuhan kebanggaan. Sementara yang tidak setuju per-
kebutuhan ekonomi karena anak tersebut anak lunya anak memenuhi kebutuhan orang tua
mereka berdua dan untuk alasan kesetaraan. beralasan bahwa kewajiban tersebut hanya
Kedua, persepsi terhadap kewajiban is- timbul manakala anak melihat orang tuanya
tri/ibu dalam memberi nafkah kepada anaknya. tidak mampu secara ekonomi.
Data penelitian dalam Figur 4 menunjukkan
bahwa sebagian besar berpendapat bahwa istri Hak dan kewajiban terhadap harta
juga mempunyai kewajiban memberi nafkah Materi merupakan satu hal yang penting
terhadap anaknya. Dari delapan sumber infor- dalam membina trumah tangga. Relasi suami
masi yang menyatakan setuju istri/ibu punya istri cenderung dipengaruhi keberadaan harta
kewajiban sama dengan suami, hanya satu nara ini, bahkan seringkali merupakan salah satu
sumber yang menyatakan bahwa istri tidak sebab terjadinya perceraian. Untuk mengetahui
wajib memberi nafkah kepada kepada keluar- salah satu akibat perkawinan menyangkut juga
ga. Ia berpendapat karena penghasilan istri itu masalah keberadaan harta baik harta bawaan
hanya sebagai penghasilan tambahan. Sehingga maupun harta asal. Hasil penelitain dalam Figur
data ini menunjukkan bergesernya peran ibu 5 menunjukkan hak dan kewajiban terhadap
yang semula hanya dirumah ternyata partisi- harta baik meliputi kewajiban suami istri
pasinya dalam mencari nafkah merupakan alas- terhadap harta bersama maupun terhadap har-
an untuk keluar rumah. ta bawaan.
Ketiga, persepsi terhadap kewajiban
mendidik anak. Nara sumber, ketika ditanya
28 Jurnal Dinamika Hukum

dengan melihat konteksnya. Dimana yang di-


Figur 5: Hak-Kewajiban thd Harta
maksudkan konteks disini adalah fokus pada
8
7
6
kebutuhan keluarga, bukan pada kebutuhan
5
istri secara pribadi.
Jum

4
3
2
1 Keempat, persepsi terhadap harta bawa-
0
Suami wajib Istri wajib Suami wajib Istri wajib an istri. Persepsi ini Simetri dengan hasil per-
memberi memberi memberi memberi
h.bersama pd h.bersama pd h.bawaan pd istri h.bawaan pd istri sepsi kewajiban suami untuk tidak memberikan
suami suami
harta bawaaan kepada istri. Dari delapan orang
Kategori
dalam Figur 5, hanya satu sumber informasi
Setuju Tidak setuju
yang menyatakan bahwa istri wajib memberi-
Sumber: Data lapangan, 2009
kan harta bawaannya kepada suaminya dengan
Pertama, persepsi terhadap status harta alasan bahwa sudah terjadi persatuan diantara
bersama. Hasil penelitian dalam Figur 5 me- keduanya, sehingga diperlukan pula persatuan
nunjukkan bahwa hampir semua suami harus harta bawaan karena lebih mendekati ke-
memberikan harta bersama kepada istri setaraan.
(keluarga). Hal ini seiring dengan tanggung
jawab suami untuk melakukan kewajibannya Pewarisan
memenuhi kebutuhan rumah tangga dimana Pertama, persepsi terhadap kesamaan
tujuh sumber informasi memberikan jawaban- pembagian warisan. Berkaitan dengan pewaris-
nya yang sama. Tetapi hanya satu tidak setuju an diperoleh hasil bahwa terdapat perbanding-
dengan alasan bahwa sebaiknya istri juga an yang seimbang antara yang setuju dan yang
melakukan hal yang sama sehingga pemberian menolak pembagian pewarisan perempuan
ini dilakukan bersama-sama untuk saling setengah dari laki-laki seperti terlihat pada
memberi. Figur 6. Figur tersebut menunjukkan bahwa
Kedua, persepsi kewajiban istri memberi- sumber informasi yang setuju dan tidak setuju
kan harta bersama. Berdasar hasil penelitian, masing-masing berjumlah 4 orang. Meskipun
ternyata tidak seperti hasil pada kewajiban jumlah mereka sebanding yang menarik adalah
suami memberikan harta bersamanya kepada terdapat alasan yang berbeda-beda yang me-
istri (keluarga), lebih sedikit nara sumber yang nyertainya. Nara sumber yang setuju berpen-
menyatakan bahwa harta bersama yang dapat bahwa laki-laki memang pantas men-
diperoleh istri tidak diwajibkan untuk diberikan dapatkan jumah pewarisan dua kali lipat dari
kepada suami. Hal ini terlihat pada Figur 5 perempuan karena besarnya tanggungjawab
diamana hanya empat sumber informasi (sete- mereka terhadap ekonomi keluarga dimana
ngah jumah nara sumber) setuju istri untuk akhirnya perempuan (istri) juga yang menik-
memberikan harta bersama kepada suami. Hal mati. Sementara alasan ketidaksetujuan per-
ini ditengarai bahwa memang suami tidak bedaan besarnya warisan dikarenakan kesetara-
membadap support istri secara langsung, tetapi an dimana tidak diperlukan pembedaan jumlah
jika dihubungkan dengan pertanyaan nomor 12 besar warisan. Alasan lain yaitu perbedaan
maka dapat disimpulkan bahwa istri mensup- jumlah tidak diperlukan karena untuk mem-
port keluarga lewat pemenuhan terhadap ke- berikan kesan yang baik antara pewaris dan ahli
butuhan anak. waris seperti dikatakan salah satu sumber
Ketiga, persepsi terhadap harta bawaan informasi bahwa, warisan secara hakikat se-
suami. Sebagian besar sumber informasi me- betulnya merupakan kenang-kenangan bagi
nyetujui suami tidak punya kewajiban untuk orang yang ditinggalkan. Maka sangatlah baik
memberikan harta bawaan kepada istrinya. jika kenang-kenangan itu diberikan secara me-
Terlihat pada Figur 5 bahwa dari tujuh sumber rata bagi laki-laki maupun perempuan. Agara
informasi, hanya satu yang menyetujui untuk mereka memperoleh kesan yang sama baiknya
memberikan harta bawaan pada istri, itupun terhadap orang yang meninggalkan warisan itu.
Persepsi Pegiat Jender Terhadap Konsep Pasal 31 Ayat (3) Undang-undang Perkawinan … 29

Konsep keseteraan dan kepemimpinan


Figure 6: Prp setengah laki2
Pada dasarnya, sifat-sifat kepemimpinan
juga bisa dimiliki seorang istri. Akan tetapi
5
4 perlu diingat bahwa masalah kepemimpinan bu-
3
2 kan hanya sekedar penempatan siapa bawahan
1
Jum

0 dan siapa atasan (menciptakan suasana yang


hierarchical). Akan tetapi juga pada prinsip
bahwa pemimpin adalah orang yang melayani
Setuju Tidak setuju
dan menunjukkan jalan yang benar, dan meng-
Kategori
ajak orang-orang yang dipimpinnya melalui ja-
Prp setengah laki2
lan itu. Jadi tidak hanya dalam batas pandang-
Sumber: Data lapangan, 2009.
an bahwa suami harus jadi pemimpin atau istri
yang jadi pemimpin tetapi lebih pada bagai-
Analisis
mana menciptakan keluarga yang dapat men-
Analisis Yuridis Terhadap Relasi Jender dalam diskusikan aktifitas dan perjalan keluarga ter-
Keluarga
sebut dengan baik.
Keluarga merupakan kesatuan terkecil
Berdasar hasil penelitian dalam Figur 1
dari masyarakat. Keluarga merupakan sokoguru
yang menunjukkan bahwa mayoritas pegiat jen-
dari masyarakat dimana pendidikan anggota
der memaknai kesetaraan dengan perbedaan.
masyarakat dimulai. Keberadaan keluarga yang
Hal ini diartikan bahwa untuk mencapai ke-
sehat dan sejahtera dapat diharapkan adanya
setaraan jender tidak berarti keduanya harus
masyarakat yang sehat dan tertib. Di dalam
sama statusnya sebagai kepala keluarga. Bah-
hubungan kekeluargaan, moral, sopan santun
kan kalau mereka dipaksakan sama statusnya
dan agama memainkan peranan yang sangat
dengan hak dan kewajiban yang sama, maka
mendalam. Menjunjung tinggi moral dan ke-
hal ini dapat dikatakan memaknai kesetaraan
tertiban umum merupakan kewajiban negara.
jender tetapi sampai pada taraf yang “ke-
Itulah sebabnya negara yang mengeluarkan
bablasan”, dimana salah satu bukti adanya ke-
banyak peraturan tentang hukum keluarga yang
raguan terhadap aktifitas perempuan untuk
bersifat memaksa.
mengandung, melahirkan dan menyusui bukan
Subekti memberikan rumusan hukum
sebagai kodrat tetapi sebagai seks.5 Mereka
keluarga kurang lebih sama tetapi lebih lengkap
mengemukakan alasan bahwa suami dan istri
karena di dalamnya meliputi juga hubungan
berasal dari kodrat yang berbeda, seperti di-
hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan
ungkapan oleh salah satu sumber informasi
antara suami istri. Jadi hukum keluarga me-
bahwa secara kodrati manusia memang dicipta-
liputi perkawinan dengan semua segi-seginya
kan berbeda-beda dengan potensi yang ber-
serta akibat yang timbul dari adanya perkawin-
beda-beda. Maka tidaklah adil jika keadaan
an (peristiwa-peristiwa hukum yang hanya
yang berbeda tersebut harus menghasilkan
mungkin timbul karena adanya perkawinan) dan
outcome yang sama. Karena pemahaman ter-
bahkan seringkali mengatur hubungan antara
hadap perbedaan yang ada dan pemberian
orang-orang dengan anak luar kawinnya yang
ruang pada perbedaan itu sangat diperlukan
tidak dapat dikatakan merupakan akibat suatu
dalam membangun keluarga yang berkualitas
perkawinan. Uraian berikut menerangkan ba-
dan mampu mencapai tujuannya.
gaimana kedudukan perempuan dalam hukum
Pola pikir ini apabila dihubungkan dengan
keluarga dikaitkan dengan hasil dalam
pendapat Endang Sumiarni, maka kesetaraan
penelitian ini.
yang diartikan dengan perbedaan dapat

5
Misiyah, “Pengalaman Perempuan: Sumber Pengetahu-
an Yang Membebaskan”, Jurnal Perempuan Vol. 48, Juli
2006, hlm. 40.
30 Jurnal Dinamika Hukum

dikategorikan pada Model kesetaraan yang


istri sebagai ibu rumah tangga (Pasal 31 ayat 3
substantive yang mengakui perbedaan antara
UU Perkawinan). Berdasarkan hasil pada Figur
laki-laki dan perempuan, dimana secara khusus
1, maka diperoleh kesimpulan bahwa suami dan
mengakui bahwa fungsi reproduksi (misalnya
istri mempunyai kedudukan seimbang dimana
mengandung) adalah fungsi khusus yang dipikul
keseimbangan bukan berarti sama dimana di-
oleh perempuan dan merupakan fungsi sosial
katakan,’ seimbang berarti tidak sama karena
yang tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk
perbedaan kodrat laki-laki dan wanita berlain-
melakukan diskriminasi terhadap perempuan.
an sehingga tak mungkin kepada mereka diberi-
Hal ini senada dengan dimaknainya perbedaan
kan hak dan kewajiban yang sama’. Konse-
sebagai result-based management yang lebih
kuensinya adalah bahwa suami istri harus saling
memfokuskan pada “hasil” dimana kebijakan
menghormati, setia dan memberikan bantuan
menerima “perbedaan proses” demi tercapai-
lahir maupun batin yang satu kepada yang lain
nya kesamaan hasil.
(Pasal 33 UU Perkawinan, Pasal 103, 105 KUH
Setiap kebijakan yang dikeluarkan harus
Perdata), suami wajib melindungi istri dan
memperhitungkan bias jender. Alasan perlunya
memberikan segala keperluan hidup berumah-
konsep yang kedua ini karena perlakuan yang
tangga sesuai dengan kemampuannya dan istri
sama terhadap laki-laki dan perempuan tidak
wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-
selalu membuahkan hasil yang positif bahkan
baiknya (Pasal 34 ayat 1 dan ayat 2 UU Per-
tetap melanggengkan bias jender karena kon-
kawinan).
disi keterbelakangan yang dialami perempuan.
Berbeda dengan KUH Perdata dimana
Untuk itu kalau suatu kebijakan ingin memberi-
kedudukan suami sangat dominan seperti diatur
kan hasil yang sama antara laki-laki dan perem-
dalam Pasal 105, “Setiap suami adalah kepala
puan, maka para pihak yang berkepentingan
persatuan suami istri” dan Pasal 106 KUH Per-
dalam pengambilan kebijakan harus mempunyai
data menetapkan bahwa istri harus patuh
komitmen yang tinggi terhadap substantial
kepada suami. Di dalam KUH Perdata juga ada
equality (kesetaraan isi) dimana diperlukan
ketentuan yang mengatakan bahwa suami istri
kebijakan berbeda dalam “proses” antara laki-
harus tolong menolong dan saling membantu
laki dan perempuan.
(Pasal 103) dan Pasal 107 ayat (2) mengatakan
Delapan dari nara sumber pegiat jender, bahwa suami wajib melindungi dan memberi
hanya satu orang yang menjawab bahwa ke- padanya segala apa yang perlu dan berpatut
duanya harus sama. Hal ini didukung dengan dengan kedudukan dan kemampuannya. Hanya
argumentasinya bahwa untuk mencapai kese- saja ketidakmampuan suami ternyata merupa-
taraan, maka kepemimpinan dimiliki bukan kan salah satu faktor pendorong bagi seorang
karena jenis kelaminnya tetapi karena atribut istri untuk mencari nafkah6.
kelebihan yang dimilikinya, jadi siapapun yang Istri sepanjang perkawinan tetap wenang
memiliki kelebihan itu akan menjadi pemimpin untuk bertindak (Pasal 31 ayat 2 UU Per-
tanpa memandang apakah ia berjenis kelamin kawinan). Disini terdapat perbedaan yang ta-
laki-laki atau perempuan. Pemikiran ini biasa- jam dengan asas yang dianut dalam BW dimana
nya banyak ditentang oleh ahli-ahli hukum yang pada asasnya seorang istri tidak wenang untuk
berpikir dogmatis. melakukan tindakan-tindakan hukum dalam
lapangan hukum kekayaan (Pasal 108, 110 dan
Hak dan kewajiban suami istri
1330 BW). Namun dengan SEMA nomor 1115/P/
Suami istri mempunyai kewajiban untuk
3292/M/1963 tertanggal 4 Agustus 1964 keten-
menegakkan rumah tangga (Pasal 30 UU Per-
tuan Pasal 108 dan 110 BW yang membatasi
kawinan), ‘Membina keluarga merupakan ke-
wajiban/ tanggungjawab baik suami maupun 6
Mariyah dan Tutik Priyantini, “Partisipasi Wanita Ter-
istri bersama-sama’. Dalam keluarga suami hadap Keragaman Sumber Pendapatan Pekebun di Ka-
berkedudukan sebagai kepala rumah tangga dan bupaten Pasir”, Jurnal EPP, Vol. 5 No. 2, 2008, hlm.
36.
Persepsi Pegiat Jender Terhadap Konsep Pasal 31 Ayat (3) Undang-undang Perkawinan … 31

kewenangan bertindak seorang istri dinyatakan


bahwa kegagalan dalam mendidik anak di-
tidak berlaku lagi. Kewenangan bertindak ini
bebankan pada pundak seorang ibu. Hal ini
menimbulkan suatu bentuk kekerasan tersendiri
senada dengan argumen yang dikemukakan
manakala karena suatu kondisi tertentu istri
seorang feminis religius, Amina Wadud, seperti
harus bekerja di luar rumah dan dia mengalami
dikutip oleh Yoke Sri Astuti yang menyatakan
apa yang disebut dengan perdagangan orang
bahwa laki-laki disamping memenuhi kebutuhan
atau ada yang malah menyebutnya dengan
materi juga harus bertanggungjawab mengasuh
“kejahatan terorganisisr”.7
anak dan merawat keluarga.8 Selanjutnya
Amina Wadud mengungkapkan bahwa suami
Hak atau kewajiban sebagai orang tua
istri hendaknya saling melengkapi tidak hanya
UU Nomor 1 tahun 1974 mengatur me- dalam masalah keluarga tetapi juga dalam
ngenai hubungan hukum yang lahir sebagai masalah kehidupan sosial kemasyarakatan.
salah satu akibat adanya perkawinan mengenai
Kewajiban memelihara dan mendidik me-
susunan masyarakat di Indonesia dan pem-
nurut UU Perkawinan berakhir pada waktu anak
binaan generasi berikutnya. Sebagai hubungan
tersebut telah berdiri sendiri (Pasal 45 ayat 2
hukum yang berisi hak dan kewajiban antara
UU Perkawinan). Kata-kata berdiri sendiri ber-
orang tua dan anak ini merupakan hal yang
arti telah mempunyai penghasilan sendiri yang
harus ditunaikan. Pada asasnya seorang anak
mencukupi untuk hidup tak bergantung dari
berada di bawah kekuasaan orang tuanya.
orang tuanya.
Anak adalah orang yang belum dewasa
Kekuasaan orang tua tersebut dilaksana-
(Pasal 198 BW), sedang yang termasuk dalam
kan oleh ayah sendiri (Pasal 300 ayat 1 BW). UU
kelompok orang yang belum dewasa menurut
Perkawinan tidak secara tegas mengatakan
BW adalah mereka yang belum genap berusia
demikian, namun demikian, dalam prakteknya
21 tahun dan tidak telah menikah sebelumnya
memang yang menjalankan kekuasaan orang
(Pasal 330 BW). UU Perkawinan menganut asas
tua adalah ayahnya. Kecuali si ayah berhalang-
yang lain yaitu anak yang berada di bawah
an atau dipecat/dibubarkan dari kekuasaan
kekuasaan orang tua adalah anak yang belum
orang tua. Mereka pula yang dengan menge-
genap berusia 18 tahun dan belum menikah
sampingkan orang lain mewakili si anak dalam
(Pasal 47 UU Perkawinan). Disini yang menjadi
segala tindakan hukum di dalam maupun diluar
patokan adalah umur dan status tidak diper-
pengadilan. Adakalanya diperlukan suatu pe-
timbangkan apakah anak tersebut sebelum
nyelenggaraan kepentingan seorang anak yang
mencapai usia yang disebutkan di atas telah
harus dilaksanakan melalui suatu tindakan hu-
mandiri atau belum mandiri dalam arti telah
kum tertentu. Seorang anak pada prinsipnya
mempunyai penghasilan sendiri dan hidupnya
tidak cakap untuk melakukan tindakan hukum,
tidak tergantung dari orang tuanya lagi.
maka perlu adanya seseorang yang mewakili-
Pihak yang menjalankan kekuasaan orang
nya. Dalam hal ada orang tua yang menjalankan
tua adalah ibu dan bapak si anak (Pasal 298 BW
kekuasaan orang tualah yang mewakili si anak
dan Pasal 45 ayat 1 UU Perkawinan). Kekuasaan
Dalam prakteknya yang mewakili adalah ayah
di sini termasuk hak maupun kewajiban bagi
anak yang bersangkutan. Dalam hal tidak hadir-
orang tua. Kewajiban adalah untuk memelihara
nya sang ayah, maka ibuk yang mewakilinya.
dan mendidik anak tersebut (Pasal 298 ayat 2
Tetapi dengan perkembangan jaman dan dalam
BW dan Pasal 45 ayat 1 UU Perkawinan). Prinsip
kasus ibu dianggap lebih cakap, maka ibulah
kesamaan tanggungjawab ini bertentangan de-
yang mewakili anak tersebut, bahkan dalam
ngan stereotipe yang hidup dalam masyarakat
kasus perceraianpun khususnya dalam perebut-
an hak asuh anak, maka anak tetap dilindungi
7
Kusumawardhani, “Pencegahan dan Penanggulangan dengan mempertimbangkan kepentingan ter-
Perdagangan Perempuan Yang Berorientasi Perlindung-
an Korban”, Jurnal Masyarakat dan Budaya, Vol. 12 No.
8
2, Tahun 2010, hlm. 333. Astuti, Y. S., “Qur’an Adil Bagi Perempuan?”, Jurnal
Perempuan, Vol. 48, Juli 2006, hlm. 139.
32 Jurnal Dinamika Hukum

baik bagi anak seperti diamanatkan dalam Pasal


putus. Sedangkan harta bersama artinya harta
2 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindung-
tersebut milik suami dan istri bersama-sama.
an Anak. Hanya saja definisi “kepentingan
Dalam hal ini terdapat persamaan asas antara
terbaik bagi anak” ini harus diputus oleh
BW dan UUPerkawinan, tetapi kebersamaan
pengadilan, hal inilah yang menyebabkan kasus
harta di dalam BW bersifat menyeluruh artinya
perebutan anak kadangkala menjadi berkepan-
meliputi seluruh harta perkawinan yang sudah
jangan.9 Meskipun anak dilahirkan dalam ke-
ada pada waktu penikahan dilangsungkan mau-
adaan suci, ternyata dalam praktek sosial
pun yang diperoleh sepanjang perkawinan
yuridis, anak tidak mendapat perlindungan se-
(Pasal 121 dan 122 BW), dan karenanya orang
penuhnya, misalnhya dalam kasus anak yang
menyebutnya persatuan harta secara bulat,
lahir dari perkawinan sirri.10 Oleh karena itu
sedang dalam UU Perkawinan, persatuan harta
Islamiyati menganjurkan dilakukannya peng-
tersebut hanya meliputi yang diperoleh se-
galian tentang pencatatan perkawinan dalam
panjang perkawinan saja (Pasal 35 UU Per-
hukum Islam secara eksplisit dengan tujuan
kawinan).
untuk memberikan perlindungan pada anak
Pengelolaan harta bersama, UU Per-
khususnya dan perempuan umumnya.
kawinan menentukan bahwa, suami atau istri
Pada asasnya seorang anak yang telah
dapat bertindak atas persetujuan kedua belah
dewasa mempunyai kewajiban untuk meme-
pihak. (Pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan). Atas
lihara orang tua dan keluarganya dalam garis
harta bersama suami atau istri dapat bertindak
lurus keatas menurut kemampuannya apabila
atas persetujuan bersama. Perhatikan kata
mereka memerlukannya. Imbalan atas pemeli-
“atau” bukan “dan”, sehingga dapat disimpul-
haraan dan pendidikan orang tua terhadap
kan bahwa istri sepanjang perkawinan tetap
anak, maka anak-anak yang sudah dewasa
wenang untuk bertindak dalam lapangan hukum
mempunyai kewajiban untuk merawat orang
harta kekayaan. Sedangkan maksud kata
tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas.
“...atas persetujuan bersama” berarti bahwa
Besarnya kewajiban pemeliharaan tidak di-
istri tidak perlu didampingi suami tetapi cukup
tentukan secara pasti, tetapi didasarkan atas
kalau ia menunjukkan adanya persetujuan
kemampuan dan kebutuhan orang-orang yang
suami, demikian juga sebaliknya.
bersangkutan (Pasal 46 ayat 2 UU Perkawinan
BW menganut asas yang berlainan sekali.
dan Pasal 321 BW). Hal ini kalau dirunut me-
Atas harta persatuan suami sendirilah yang
rupakan timbal balik dari apa yang sudah di-
mengurusnya. Kepengurusan meliputi baik tin-
berikan orang tua walaupun tidak bisa disama-
dakan beheer maupun beschikking (Pasal 124
kan.
BW) dengan hanya sedikit pembatasan yaitu
dalam hal ia memberikan hibah (Pasal 124 ayat
Hak dan Kewajiban Terhadap Harta
(3) BW). Disini nampak betapa besarnya ke-
Harta Bersama
kuasaan seorang suami atas harta persatuan.
Pada asasnya harta benda yang diperoleh
Sehingga Pasal 124 BW dapat ditafsirkan bahwa
sepanjang perkawinan menjadi harta bersama
untuk kepengurusannya, suami tak usah ber-
(Pasal 35 ayat (1) dan Pasal 119 KUH Perdata).
tanggungjawab terhadap siapapun.
Maksud “sepanjang perkawinan” artinya sejak
perkawinan dimulai hingga perkawinan ter- Harta pribadi
9
Pada asasnya harta bawaan masing-
Sudiman Sidabukke, “Perebutan Hak Asuh Anak Sebagai
Wujud Pelanggaran Terhadap Hak-Hak Anak”, Jurnal masing suami dan istri seperti diatur dalam
Dinamika Hak Asasi Manusia, Vol. 10 No. 3, September Pasal 35 ayat 2 UU Perkawinan, ’merupakan
2010, hlm. 218.
10
Islamiyati, “Pencatatan Pernikahan Sebagai Upaya Pe- harta yang tetap dalam penguasaan masing-
nanggulangan Nikah Sirri Dalam Hukum Islam (Analisis masing suami istri yang membawa kedalam
Terhadap Metode Penggalian Hukum)”, Jurnal Masalah-
Masalah Hukum, Vol. 39 No. 3, September 2010, hlm. perkawinan sepanjang para pihak tak menentu-
259. kan lain’. Yang dimaksud dengan harta bawaan
Persepsi Pegiat Jender Terhadap Konsep Pasal 31 Ayat (3) Undang-undang Perkawinan … 33

adalah harta yang dibawa masuk ke dalam


sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum
suatu perkawinan. Jadi harta tersebut adalah
mengenai harta bendanya, seperti disarikan
harta yang sudah dimiliki suami atau istri pada
dari asas dalam Pasal 36 ayat 2 UU Perkawinan.
saat mereka belum menikah. Maksud kata
Pada asasnya istri menurut UU Perkawinan
“...tetap dalam masing-masing penguasaan
tetap cakap untuk bertindak, maka suami atau
suami istri”, artinya tetap menjadi milik pri-
istri masing-masing dapat mengambil tindakan
badi suami atau istri yang bersangkutan. De-
beheer maupun beschikking atas harta bawaan
ngan demikian harta pribadi terpisah dari harta
masing-masing termasuk atas harta hibahan/
bersama.
warisan. Dengan demikain dapat disimpulkan
Arti kata-kata dalam Pasal 35 ayat 2 UU
bahwa masing-masing istri dan suami mengelola
Perkawinan, ”...sepanjang masing-masing (sua-
hartanya sendiri. Adalah logis bahwa mereka
mi istri) tak menentukan lain” diartikan bahwa
tak perlu mempertanggungjawabkan pengelola-
ketentuan tersebut merupakan ketentuan yang
an mereka terhadap siapapun.
bersifat menambah/mengisi (aanvullend) dan
Berbeda sekali asas yang dianut dalam
karenanya para pihak dapat menyimpanginya
BW sebagai akibat dari ketidakcakapan istri
dengan menentukan lain. Dengan demikian
dalam perkawinan dan demi agar di dalam satu
pada asasnya menurut UU Perkawinan harta
rumah tangga tak terdapat lebih dari satu
yang dibawa pernikahan demi hukum terpisah
nahkoda, maka Pasal 105 ayat 3 BW menetap-
dari harta bersama yang diperoleh sepanjang
kan bahwa,’Setiap suami harus mengemudikan
perkawinan. Harta tersebut tetap menjadi
urusan harta kekayaan milik pribadi milik
harta pribadi suami/istri yang membawanya
istrinya, kecuali kiranya tentang hal ini telah
kedalam perkawinan. Kedalam kelompok harta
diperjanjikan sebaliknya’. Tetapi atas kepengu-
pribadi tersebut masih ditambah lagi harta
rusannya suami bertanggungjawab terhadap
hibah dan waris. Harta seperti itu sekalipun di
istri. (Pasal 105 ayat 4 BW).
dapat sepanjang perkawinan maka tetap men-
jadi harta suami istri yang memperolehnya dan
Pewarisan
tidak menjadi harta bersama, kecuali dalam
Hasil penelitian seperti terpaparkan da-
perjanjian kawin telah ditentukan lain. (Pasal
lam Figur 6 menunjukkan bahwa terdapat per-
35 ayat 2 jo. Pasal 20 UU Perkawinan), sepsi seimbang terhadap laki-laki yang men-
sehingga pada asasnya hukum harta perkawinan dapat warisan dua kali lipat dari perempuan.
menurut BW menganut prinsip yang berbeda Meskipun menurut Ahmad Bangun Nasution,
karena dalam perkawinan menurut BW hanya sistem pewarisan dalam praktik di Indonesia
ada satu kelompok harta saja, kecuali para masih ada sistem yang berbeda perimbangan-
pihak menentukan lain, sehingga pada asasnya nya seperti dalam sistem kebapaan (patriakhat)
tidak ada harta pribadi. Harta pribadi pada atau keibuan (matriakhat)11. Kelebihan laki-laki
asasnya baru ada kalau diperjanjikan atau ada disini menurut Amina Wadud seperti dikutip
penghibahan atau ada warisan oleh si peng- oleh Ilyas Yunahar yang mengatakan bahwa
hibah/pewaris ditentukan tidak boleh masuk keadilan akan dipenuhi manakala dipenuhi dua
harta persatuan (Pasal 120 BW). Jadi menurut persyaratan, yaitu12:
BW pada asasnya hibah dan warisan masuk Pertama, apabila laki-laki punya atau
kedalam harta persatuan. Bahkan hasil dari sanggup membuktikan kelebihannya. Kelebihan
harta pribadi masuk ke dalam harta persatuan disini maksudnya adalah kelebihan bagian
seperti diatur dalam 146 BW yang mengata-
kan, ”...dalam hal tak ada perjanjian mengenai 11
Nasution, A.B., “Penerapan Hukum Islam di Indonesia
hal itu segala hasil dan pendapatan harta Sebelum Lahirnya UU Peradilan Agama (Analisis Pe-
kekayaan si istri adalah tersedia bagi suami”. nerapan Hukum Waris)”, Jurnal Warta Dharmawangsa
Vol. 21, 2009, hlm. 64.
Sementara pengelolaan harta bawaan, 12
Ilyas Yunahar, 1997, Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-
masing-masing suami dan istri mempunyai hak Qur’an Klasik dan Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, hlm. 84.
34 Jurnal Dinamika Hukum

warisan sepanjang digunakan untuk mendukung


hak dan kewajiban yang pelaksanaannya kalau
perempuan. Perempuan disini bisa istrinya,
tidak dipenuhi akan dapat dipaksakan. Sifat
ibunya mupun saudara perempuannya.
pemaksaan ini juga mengikat bagi mereka yang
Kedua, apabila laki-laki mendukung pe-
tidak tahu dan atau tidak paham kalau
rempuan dengan harta bendanya. Menurut
peraturan sudah diundangkan karena terdapat
Amina tidak secara otomatis setiap laki-laki
adagium bahwa “setiap orang dianggap tahu
memiliki kelebihan atas istrinya. Hal ini di-
akan Undang-undang”
karenakan perempuan juga dapat mempunyai
Berdasarkan serangkaian proses dan hasil
kelebihan dalam dua hal ini, maka kelebihan
penelitian dihubungkan dengan studi pustaka
maknanya tidak berarti absolut sepanjang ma-
yang telah dilakukan, maka model rumah tang-
sa. Tetapi menurut Amina laki-laki tetap wajib
ga yang berkesetaraan jender yang dihasilkan
memberikan jaminan materiil dan perlindungan
dalam penelitian ini adalah mengharapkan le-
karena tanggungjawab perempuan melahirkan
bih dipahaminya kesetaraan dalam keluarga
anaknya, sehingga perempuan tidak perlu di-
dimana status suami sebagai kepala keluarga
bebani dengan tanggungjawab tambahan yang
dan istri sebagai ibu rumah tangga seperti
akan membahayakan tuntutan yang hanya ia
diatur dalam Pasal 31 ayat (3) UU Perkawinan
sendiri bisa memenuhinya.
diartikan mempunyai kesamaan dalam me-
wujudkan tujuan dari dilakukannya perkawinan
Model Kepala Keluarga Berkesetaraan Jender
tersebut. Hal ini dapat tercapai kalau diapli-
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
kasikan teori result-based management ter-
mengenai Undang-Undang Pokok Perkawinan
hadap perbedaan status suami istri dalam ru-
mengatur tentang perkawinan termasuk di
mah tangga. Sehingga status istri (perempuan)
dalamnya kedudukan suami istri dimana suami
tanpa tanggungjawab menafkahi ekonomi jika
sebagai kepala keluarga dan istri ibu rumah
suaminya ada dan tidak ada alasan khusus sua-
tangga. Status ini menjadi hal yang dikritisi
mi untuk mengelak dari tanggungjawab meme-
seiring dengan berkembangnya pergerakan fe-
nuhi ekonomi merupakan perlakuan khusus
minisme. Apalagi dalam perkembangannya ada
terhadap istri (preference) dan bukan merupa-
beberapa pihak yang menghendaki diubahnya
kan diskriminasi terhadap suami. Sehingga
status tersebut dimana tidak ada status kepala
tidaklah tepat mengartikan kesetaraan keluarga
keluarga dalam rumah tangga ataupun kalau
dengan mengaplikasikan teori treatment based
ada maka suami istri bersama-sama sebagai
management atau disebut dengan gender
kepala keluarga. Artinya suami dan istri mem-
neutral policy dimana status suami disamakan
punyai hak dan kewajiban yang sama dalam
dengan status istri sebagai kepala keluarga
menjalani kehidupan berumah tangga. Menurut
dalam rumah tangga. Hal ini dikarenakan peng-
pengusul perubahan status ini kehidupan akan
aplikasian teori terakhir ini akan menyebabkan
lebih baik karena tercipta suatu kesamaan
tambahan beban perempuan dari sisi ekonomi
tersebut dan dapat dikatakan sudah tercapai
dan malah menciptakan aturan patriarki baru
kesetaraan dalam keluarga.
dalam perundang-undangan baru. Dengan demi-
Berdasarkan kajian di lapangan nampak
kian model relasi yang tepat dalam kesetaraan
bahwa persoalan sangsi terhadap dilanggarnya
jender dalam keluarga menurut Sumarni adalah
peraturan yang diundangkan masih membayangi
kesetaraan substantive, dimana status yang
para pengusul tersebut. Hal ini terbukti dengan
berbeda antara suami istri disatukan untuk
hasil penelitian bila dihubungkan dengan teori
mencapai tujuan yang sama melalui ikatan
penerapan hukum dimana salah satu cirinya
perkawinan yang mereka lakukan.
bahwa sangsi berlakunya hukum bersifat pe-
Kesetaraan substantif ini mematahkan
maksa. Dalam setiap perbuatan hukum yang di-
argumen bahwa tanggungjawab istri dalam me-
lakukan termasuk melakukan perkawinan pasti
ngatur rumah tangga dibakukan perannya hanya
menimbulkan ikatan-ikatan hukum termasuk
pada ranah domestik saja, demikian juga suami
Persepsi Pegiat Jender Terhadap Konsep Pasal 31 Ayat (3) Undang-undang Perkawinan … 35

hanya pada ranah publik.13 Keluarga sebagai


akan menghadapi masalah yang lebih besar
institusi mandiri, memiliki otoritas dalam me-
untuk bisa survive di bidang ekonomi yaitu
ngatur rumah tangganya, bahkan masing-ma-
semakin ketatnya kompetisi dengan pihak luar
sing pihak oleh UU PKDRT diberikan alternatif
di era global seperti ini. Hanya saja keterlibat-
untuk mengekspresikan keinginannya. Pelarang-
an seorang ibu dalam produksi tidak selalu
an satu pihak terhadap pihak lain yang meng-
membawa akibat positif. Istri di Padang contoh-
inginkan hal berbeda akan dikonstruksikan me-
nya menghasilkan pendapatan, sementara Istri
lakukan suatu kekerasan. Suami yang memaksa
di Lamongan tidak demikian karena penghasilan
istrinya bekerja contohnya akan dapat dituntut
istri dianggap merupakan penghasilan tambah-
melakukan kekerasan terhadap rumah tangga.
an.15
Demikian sebaliknya, kalau ingin melakukan
pemberdayaan terhadap masyarakat, maka
Penutup
dapat dimulai dari perempuan itu sendiri dalam
Simpulan
level keluarga.14
Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi-
Sementara usulan untuk meniadakan ada-
nya persepsi yang bervariasi terhadap keduduk-
nya status kepala keluarga dalam rumah tangga
an suami istri bersama-sama sebagai kepala
secara hukum tidak bisa diterima karena status
keluarga. Variasi tersebut seperti dipaparkan
dalam rumah tangga lebih dilihat pada ke-
dalam ringkasan pembahasan dari hasil pene-
wajiban yang melekat didalamnya dan konse-
litian yang pada pokoknya adalah:
kuensi hukum dari status tersebut. Oleh karena
Pertama, mayoritas pegiat jender meng-
itu diseminasi dilanjutkan dengan sosialisasi
artikan kesetaraan dengan perbedaan; kedua,
terhadap pemahaman status kepala rumah
mayoritas pegiat jender setuju bahwa istri ha-
tangga tersebut berserta tanggungjawab yang
rus punya penghasilan sendiri; ketiga, mayo-
mengikutinya sangat membantu dalam men-
ritas pegiat jender masih percaya bahwa suami
dapatkan ruang gerak untuk mendapatkan mo-
sebagai pemimpin dan mempunyai kewajiban
del keluarga yang lebih berkesetaraan jender.
memenuhi nafkah kepada istri dan anaknya;
Keberhasilan usaha ini diharapkan lebih mem-
keempat, mayoritas pegiat jender tidak setuju
berikan kesadaran sebagai kepala keluarga
istri sebagai pemimpin dalam keluarga; kelima,
untuk memenuhi kewajibannya, karena peng-
Berbeda dengan suami yang dapat digugat
ingkaran hal ini akan menyulitkan perempuan
kalau tidak memenuhi nafkah (lahir), maka
atau istri itu sendiri. Bahkan penambahan atau
semua pegiat jender tidak setuju istri dapat di-
perubahan status malah akan memberikan be-
gugat kalau istri tersebut tidak dapat meme-
ban tambahan pada perempuan (istri) dimana
nuhi nafkah (lahir). Hal ini berarti bahwa para
istri diwajibakan secara hukum untuk meme-
pegiat jender masih menghendaki suami seba-
nuhi pemenuhan ekonomi sementara ada suami
gai pemimpin keluarga, tetapi memberikan
disampingnya. Dalam kondisi perempuan (istri)
lebih banyak ruang pada istri untuk pergi keluar
sebagai orang tua tunggal maka relasi ini lebih
mencari penghasilan sendiri.
mudah dilakukan karena sesuai dengan hasil
Berdasarkan hasil penelitian di atas, da-
penelitian dalam Figure 2 dimana mayoritas na-
pat dideskripsikan bahwa terdapat persepsi
rasumber menghendaki istri mempunyai peng-
yang berbeda terhadap konsep model keber-
hasilan sendiri, maka istri (perempuan) ter-
adaan suami istri bersama-sama sebagai kepala
sebut tetap dapat memenuhi kewajiban rumah
keluarga. Ini berarti hanya sebagian kecil yang
tangga dari sisi ekonomi. Walaupun suami istri
menghendaki istri sebagai kepala keluarga.
13
Tri Lisiani Prihatinah, “Tinjauan Filosofis UU Nimor 1
Mayoritas narasumber masih menghendaki sua-
Tahun 1974”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 12 No. 4,
Mei 2008, Purwokerto: FH Unsoed, hlm. 169. 15
14
Rusdiyah, “Gender Dan Hak Asasi Perempuan Dalam Istiana, “Hikmah dan Mursidin, Optimalisasi Peran
Islam”, Jurnal Alhadharah, Vol. 2 No. 3, Januari 2003, Gender Dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan
hlm. 91. Nelayan”, Jurnal Bijak dan Riset Sosek, Vol. 3 No. 2,
2008, hlm. 211.
36 Jurnal Dinamika Hukum

mi sebagai kepala keluarga, tetapi ini tidak


peraturan yang diundangkan bersifat responsif
berarti bahwa suami dapat melarang istrinya
dapat terlaksana dengan baik, bukan malah
yang menghendaki berperan di ranah publik
sebaliknya yang membuat peraturan yang tidak
diantaranya mempunyai mata pencaharian sen-
sesuai dengan nilai-nilai yang masih diyakini
diri. Pelarangan ini apabila dilakukan, maka
oleh masyarakat.
akan melanggar UU PKDRT khususnya kekerasan
ekonomi. Keterlibatan perempuan ini bukannya
Daftar Pustaka
untuk menyamakan status, tetapi lebih dikare-
nakan alasan ekonomi sehingga istri mempunyai Astuti, YS. “Qur’an Adil Bagi Perempuan?”.
Jurnal Perempuan. Vol. 48. Juli 2006;
alasan tawar (bargaining power) kalau memang
Islamiyati. “Pencatatan Pernikahan Sebagai
situasi menghendaki. Oleh karena itu, perem-
Upaya Penanggulangan Nikah Sirri Dalam
puan tidak perlu dibebani dengan tanggung- Hukum Islam (Analisis Terhadap Metode
jawab tambahan untuk mencari nafkah kecuali Penggalian Hukum)”. Jurnal Masalah-
atas pilihannya sendiri. Dengan melihat per- Masalah Hukum, Vol. 39 No. 3. Septem-
bedaan tanggungjawab antara laki-laki dan pe- ber 2010 ;
rempuan tersebut, maka tercipta ketergantung- Istiana. “Hikmah dan Mursidin, Optimalisasi
an sejajar atau seimbang dan saling meng- Peran Gender Dalam Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Nelayan”. Jurnal Bijak
untungkan antara laki-laki dan perempuan.
dan Riset Sosek. Vol. 3 No. 2. Tahun
Tetapi perlu diingat bahwa relasi jender dalam 2008;
keluarga mempunyai beberapa dimensi yaitu
Kusumawardhani. “Pencegahan dan Penanggu-
dimensi materiil, dimensi spiritual, dan dimensi langan Perdagangan Perempuan Yang
psikologis. Walaupun dimensi materiil merupa- Berorientasi Perlindungan Korban”. Jur-
kan hal penting terhadap relasi jender dalam nal Masyarakat dan Budaya. Vol. 12 No.
keluarga, tetapi menempatkan dimensi ini se- 2. Tahun 2010;
bagai satu-satunya alat ukuran dalam ber- LBH-APIK/Lembaga Bantuan Hukum-APIK. 2005.
keluarga akan menjatuhkan pada perhitungan Usulan Amandemen UU Perkawinan No. 1
tahun 1974 berikut argumen-argumen-
dagang semata. nya. Jakarta: LBH APIK;
Mariyah dan Tutik Priyantini. “Partisipasi Wani-
Saran ta Terhadap Keragaman Sumber Penda-
Pada dasarnya mayoritas nara sumber patan Pekebun di Kabupaten Pasir”.
masih tetap menghendaki suami sebagai kepala Jurnal EPP. Vol. 5 No. 2. Tahun 2008;
keluarga, oleh karena itu perlu dilakukan upaya Misiyah. “Pengalaman Perempuan: Sumber Pe-
pemahaman terhadap konsep kesetaraan se- ngetahuan yang Membebaskan”. Jurnal
hingga bagi yang menghendaki istri sebagai Perempuan Vol. 48. Juli 2006;
kepala keluarga harus tahu konsekuensi hukum- Nasution, AB. “Penerapan Hukum Islam di
nya. Kedepannya status kepala keluarga ini Indonesia Sebelum Lahirnya UU Peradilan
Agama (Analisis Penerapan Hukum Wa-
menghadapi tantangan besar karena jangan
ris)”. Jurnal Warta Dharmawangsa. Vol.
sampai keinginan untuk mencapai kesetaraan 21. Tahun 2009;
tetapi malah menyebabkan beban tambahan Prihatinah, Tri Lisiani. “Tinjauan Filosofis UU
kepada perempuan berupa kewajiban hukum Nimor 1 Tahun 1974”. Jurnal Dinamika
untuk bertanggungjawab terhadap nafkah lahir Hukum. Vol. 12 No. 4. Mei 2008. Purwo-
(ekonomi). kerto: FH Unsoed;
Masukan-masukan yang tertuang dalam Rusdiyah. “Gender Dan Hak Asasi Perempuan
kesimpulan ini sangat penting manakala akan Dalam Islam”. Jurnal Alhadharah. Vol. 2
No. 3. Januari 2003;
dilakukan perubahan terhadap peraturan per-
undangan khususnya Pasal 31 ayat (3) UU Per- Sidabukke, Sudiman. “Perebutan Hak Asuh Anak
Sebagai Wujud Pelanggaran Terhadap
kawinan dimana diharapkan akan dapat mem-
Hak-Hak Anak”, Jurnal Dinamika Hak
beri masukan yang berarti. Sehingga produk
Persepsi Pegiat Jender Terhadap Konsep Pasal 31 Ayat (3) Undang-undang Perkawinan … 37

Asasi Manusia. Vol. 10 No. 3. September


Sumiarni, Endang. 2005. Kajian Hukum Perka-
2010;
winan Yang Berkesetaraan Jender. Yog-
Subekti, Trusto. “Interpretsi Hakim, Pengacara yakarta: Wonderful Publishing Company.
dan Notaris Terhadap Konsep Harta Yulina dan Desrir Miftah. “Peranan Perempuan
Bersama Menurut UU No.1 Tahun 1974 Dalam Pemberdayaan Ekonomi Keluar-
Tentang Perkawinan di Kabupaten Ba- ga”. Jurnal Marwah. Vol. 8 No. 2. De-
nyumas (Studi Tentang Kriteria Yang Di- sember 2009
gunakan Dalam Mengkualifikasi Harta
Bersama)”. Jurnal Dinamika Hukum, Vol. Yunahar, Ilyas. 1997. Feminisme dalam Kajian
12 No.4. Mei 2008. Purwokerto: FH Tafsir Al-Qur’an Klasik dan Kontempo-
Unsoed; rer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai