Anda di halaman 1dari 61

PEMERIKSAAN PERKARA DI MUKA SIDANG PENGADILAN

A. Jawaban tergugat
Jawaban tergugat atau jawaban atas gugatan adalah satu tahapan dalam proses
pemeriksaan perkara perdata yang dilakukan setelah gugatan dibacakan penggugat dalam
persidangan. Dapat dikatakan pula jawaban gugatan atau tergugat adalah suatu bantahan
atau pengakuan mengenai dalil-dalil gugatan yang di ajukan oleh penggugat. Oleh
karena itu, jawaban gugatan harus disusun berdasarkan dalil-dalil gugatan. Dengan hadir
sendiri di persidangan atau melalui kuasa hukumnya tergugat mengajukan jawaban
terhadap gugatan yang isinya bisa berupa :
1. Pengakuan (confession), yaitu membenarkan isi gugatan yang diberikan oleh
penggugat
2. Bantahan atau sangkalan ini terdiri dari 2 jawaban yaitu :
a. Jawaban yang langsung mengenai pokok perkara
Bantahan terhadap pokok perkara (ver weer ten principale) adalah
tangkisan atau pembelaan yang diajukan tergugat terhadap pokok perkara.
Esensi dari bantahan terhadap pokok perkara, berisi alasan dan penegasan yang
sengaja dibuat dan dikemukakan tergugat, baik secara lisan maupun tulisan
untuk melumpuhkan kebenaran dalil gugatan yang dituangkan tergugat dalam
jawaban.
Eksepsi atau tangkisan tergugat yang berhubungan langsung dengan
pokok perkara dengan cara membantah kebenaran tentang hal-hal yang diajukan
penggugat dalam petitumnya (verweer ten principalel) Eksepsi yang demikian
ini masuk dalam eksepsi peremptoir, yang mana dalam eksepsi peremptoir
tangkisannya ditujukan langsung ke-pada pokok perkara yang diajukan oleh
penggugat dengan cara mencari dalil-dalil yang dapat dijadikan sebagai dasar
yang kuat untuk melemahkan suatu gugatan dengan tujuan agar gugatan
penggugat tidak dikabulkan baik sebagian maupun seluruhnya.
b. Jawaban yang tidak langsung pada pokok perkara (ekspesi)
Dalam eksepsi umumnya tangkisan atau jawaban yang diajukan oleh
tergugat tidak ada hubungannya dengan pokok perkara karena tangkisannya
hanya ditujukan terhadap kewenangan pengadilan negeri dalam mengadili suatu
perkara atau berwenang tidaknya pengadilan negeri menangani suatu perkara.
Adapun eksepsi tidak berwenangnya hakim dalam menangani suatu perkara

1
diatur dalam Pasal 125 ayat 2 HIR, Pasal 134 dan 136 HIR, Pasal (159, 160, dan
161) RBg.
Dari beberapa pasal-pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan eksepsi adalah tangkisan pihak tergugat yang tidak ada
hubungannya dengan pokok perkara, tetapi tangkisannya hanya
mempermasalahkan tentang, pengadilan negeri tidak berwenang mengadili
karena berdasarkan kompetensi relatif masuk wewenang pengadilan negeri lain.
Dalam praktik jika pengajuan eksepsi tentang pengadilan tidak berkuasa
mengadili dan setelah diperiksa oleh hakim ternyata eksepsinya benar, maka
hakim tidak akan memeriksa kedua belah pihak, tetapi hakim dapat memberikan
keputusan yang menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak mempunyai
wewenang untuk mengadili perkara karena masuk dalam wewenang pengadilan
negeri lain dan keputusan tentang pokok perkaranya (Pasal 125 ayat (2) dan
Pasal 136 HIR).
Jawaban yang berisi eksepsi harus dinyatakan secara sistematis dalam
jawaban untuk memudahkan hakim mempelajari jawaban yang disampaikan.
Sistematisasi jawaban dengan mendahulukan uraian eksepsi, pokok perkara dan
kesimpulan. Menurut Sudikno Mertokusumo ekspesi adalah suatu sanggahan
atau bantahan dari pihak tergugat terhadap gugatan penggugat yang tidak
langsung mengenai pokok perkara akan tetapi berisi tuntutan batalnya gugatan.
3. Rekonvensi (Gugatan Balik)
Rekonvensi atau gugat balasan atau gugat menggugat atau juga dapat disebut
gugatan balasan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat bersama-sama
dengan jawaban tergugat atas gugatan penggugat dalam sengketa yang sama.
Gugatan balasan ini dapat diajukan oleh tergugat baik dengan cara tertulis maupun
lisan sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 132 b ayat 1 HIR jo. Pasal 158 ayat 1
RBg Dalam gugat balasan ini praktiknya tergugat tidak perlu membuat surat
permohonan pengajuan gugatan baru, tetapi tergugat cukup mengajukan gugat
balasan kepada penggugat yang pengajuannya dijadikan satu dengan jawaban
tergugat atas gugatan penggugat. Pengajuan gugat balasan ini pihak terggugat tidak
dikenakan biaya perkara oleh pengadilan negeri. Dengan adanya gugatan balasan
ini dalam praktiknya akan dapat memperlancar jalannya persidangan karena dua
gugatan dalam persoalan/ sengketa yang sama dapat dijadikan satu sekaligus dan
diperiksa oleh hakim yang sama dalam waktu dan tempat yang sama pula. Gugatan

2
balasan yang dijadikan satu dengan jawaban tergugat dalam praktiknya dapat
diselesaikan sekaligus oleh hakim dalam satu keputusan, kecuali apabila hakim
memandang perlu bahwa untuk perkara yang pertama yaitu gugatan penggugat
terhadap tergugat harus diselesaikan terlebih dahulu daripada gugatan kedua yang
diajukan oleh tergugat (gugatan balasan), maka gugatan balasan yang diajukan oleh
tergugat yang belum diselesaikan oleh hakim dapat di periksa dan diputus secara
terpisah, tetapi harus diperiksa dan diputus oleh hakim yang sama (Pasal 132 b ayat
(3) HIR jo. Pasal 158 ayat (3) RBg) . Gugatan rekonvensi pada hakekatnya
merupakan komulasi atau gabungan dua gugatan dimana yang digabungkan adalah
gugatan dari penggugat dan gugatan dari tergugat yang bertujuan untuk menghemat
biaya, waktu, tenaga, mempermudah prosedur pemeriksaan dan menghindari
putusan yang bertentangan satu sama lain.
Syarat materil gugatan rekonvensi berkaitan dengan intensitas hubungan materi
gugatan konvensi dengan gugatan rekonvensi. Peraturan perundang-undangan tidak
mengatur mengenai syarat materil gugatan rekonvensi, ketentuan Pasal 132 huruf a
hanya berisi penegasan, yaitu
a. Tergugat dalam setiap perkara berhak mengajukan gugatan rekonvensi.
b. Tidak disyaratkan antara keduanya harus mempunyai hubungan erat atau
koneksitas yang substansial.
Walaupun tidak terdapat pengaturan mengenai syarat harus adanya koneksitas
antara gugatan rekonvensi dengan konvensi, ternyata dalam prakteknya, pengadilan
cenderung menerapkannya. Seolah-olah koneksitas merupakan syarat materil
gugatan rekonvensi. Oleh karena itu, gugatan rekonvensi baru dianggap sah dan
dapat diterima untuk diakumulasi dengan gugatan konvensi, apabila terpenuhi
syarat :
a. Terdapat faktor pertautan hubungan mengenai dasar hukum dan kejadian
yang relevan antara gugatan konvensi dengan rekonvensi;
b. Hubungan pertautan itu harus sangat erat, sehingga penyelesaiannya dapat
dilakukan secara efektif dalam satu proses dan putusan
Apapun bentuk pengajuannya baik secara lisan maupun tertulis, yang perlu
diperhatikan adalah gugatan rekonvensi harus memenuhi syarat formil gugatan
yaitu:
a. Menyebut dengan tegas subjek yang ditarik sebagai tergugat rekonvensi;

3
b. Merumuskan dengan jelas posita atau dalil gugatan rekonvensi, berupa
penegasan dasar hukum (rechtsgrond) dan dasar peristiwa (fijteljkegrond)
yang melandasi gugatan;
c. Menyebut dengan rinci petitum gugatan

Contoh Surat Jawaban Tergugat

Makassar , ………. 2023…..

JAWABAN DALAM PERKARA


No. …../G./20…../PTUN-MKS

Antara :

……………… Selaku Penggugat.

Lawan

………………. Selaku Tergugat.

Dengan hormat,
Untuk dan atas nama Tergugat dengan ini menyampaikan jawaban sebagai berikut :

I. DALAM EKSEPSI :
1. Penggugat tidak mempunyai kepentingan Untuk Menggugat
2. Gugatan Penggugat diajukan telah Lewat Waktu/Daluwarsa.
3. dst………

II. DALAM POKOK PERKARA :


1. Bahwa tergugat menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil Penggugat , kecuali yang
secara tegas diakui oleh Tergugat;
2. Bahwa dalil-dalil yang dikemukakan oleh penggugat adalah tidak benar dan tidak
berdasarkan hukum sebagaimana alasan hukum sebagai berikut :
a. Surat Keputusan telah diterbitkan sesuai dengan kewenangan dan prosedur
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni Undang-
Undang No. … Tahun …..
b. substansi atau isi keputusan Obyek sengketa juga telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlakau sebagai mana diatur dalam pasal…..UU
No. …….
c. Surat Keputusan Tergugat juga telah sesuai dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik, khususnya asas ………………. ;
d. dst.,

Maka berdasarkan segala alasan yang dikemukakan diatas, Tergugat mohon kepada
Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara ……………………. agar berkenan
memutuskan sebagai berikut :

4
DALAM EKSEPSI
1. Menerima Eksepsi Tergugat ;
2. Menyatakan bahwa gugatan Penggugat ……….. ;

DALAM POKOK PERKARA


1. Menolak gugatan Penggugat seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan
penggugat tidak diterima ;
2. Munghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara ini.

Hormat Kami,
Kuasa Hukum Tergugat

(……………………..)

B. Intervensi terhadap perkara yang di periksa


Intervensi adalah campur tangan atau ikut serta pihak ketiga yang mempunyai
kepentingan dalam suatu perkara yang sedang berjalan di muka pengadilan antara pihak
penggugat dengan pihak tergugat. Ada 3 (tiga) macam bentuk intervensi yaitu voeging
(menyertai), tussenkomst (menengahi) dan vrijwaring (penanggungan). Intervensi pihak
ketiga tersebut kemudian disebut intervenient, sedangkan bentuknya disebut intervensi
(Vide: Pasal 279 s/d Pasal 282 Rv), yaitu Voeging, Tussenkomst dan vrijwaring. Berikut
penjelasannya :
1. Intervensi bentuk voeging (menyertai)
Yakni pihak ketiga mencampuri sengketa yang sedang berlangsung antara
penggugat dan tergugat dengan bersikap memihak kepada salah satu pihak,
biasanya pihak tergugat dan dimaksudkan untuk melindungi kepentingan
hukumnya sendiri dengan jalan membela salah satu pihak yang bersengketa.
Contoh: C sebagai pihak ketiga, berkapasitas sebagai penanggung dari B sebagai
tergugat dapat mencampuri sengketa hutang piutang antara A (penggugat) dan B
(tergugat) untuk membantu atau membela B.
2. Tussenkomst (menengah)
Pihak yang mengintervensi tidak ada keberpihakannya kepada salah satu
pihak, baik tergugat maupun penggugat. Berdasarkan aturan hukum acara perdata,
mestinya pihak yang mengintervensi dalam tussenkomst, dapat mengajukan
tuntutan sendiri kepada masing-masing pihak tanpa mencampurinya. Namun

5
dengan penerapan Penyederhanaan perkara dan mencegah adanya putusan yang
saling bertentangan, maka pihak ketiga ini dapat menjadi pihak yang juga
melakukan tuntutan kepada kedua pihak yang sedang berperkara itu. Contoh: A
sebagai seorang ahli waris menuntut B yang menguasai harta peninggalan agar
menyerahkan harta peninggalan tersebut, kemudian dating C mengintervensi
sengketa antara A dan B dengan tuntutan dialah yang berhak atas harta peninggalan
tersebut berdasarkan testament.
3. Vrijwaring
Ini juga dianggap sebagai pihak ketiga, namun keterlibatannya bukan karena
pihak ketiga itu yang berkepentingan, melainkan karena dianggap sebagai
penanggung (garantie) oleh salah satu pihak, biasanya tergugat, sehingga dengan
melibatkan pihak ketiga itu akan dibebaskan dari pihak yang menggugatnya akibat
putusan tentang pokok perkara.
Dari berbagai pemaparan di atas, Voeging sebagai pihak ketiga yang mempunyai
kepentingan terhadap para pihak dengan memihak kepada salah satu pihak. Tussenkomst,
pihak ketiga itu menjadi pihak yang mengintervensi kepada para pihak tanpa ada
keberpihakannya, dengan maksud untuk membela kepentingannya sendiri. Vrijwaring
intervensi oleh karena pihak ketiga ditarik secara terpaksa (bukan kehendak pihak
ketiga). Pihak ketiga dianggap sebagai penanggung atas perkara yang dituntut oleh
penggugat kepada tergugat.
Ikut sertanya pihak ketiga dalam proses perkara yaitu voeging,
intervensi/tussenkomst, dan vrijwaring tidak diatur dalam HIR atau RBg, tetapi dalam
praktek ketiga lembaga hukum ini dapat dipergunakan dengan berpedoman pada Rv
(Pasal 279 Rv dan Pasal 70 Rv), sesuai dengan prinsip bahwa hakim wajib mengisi
kekosongan, baik dalam hukum materiil maupun hukum formil. Apabila permohonan
dapat dikabulkan, maka putusan tersebut merupakan putusan sela, yang dicatat dalam
Berita Acara, dan selanjutnya pemeriksaan perkara diteruskan dengan menggabung
gugatan intervensi ke dalam perkara pokok.
C. Bantahan terhadap pokok perkara
Bantahan terhadap pokok perkara disebut juga ver weer ten principale adalah
tangkisan atau pembelaan yang diajukan tergugat terhadap pokok perkara. Bantahan
adalah suatu pengingkaran terhadap apa yang di kemukakan oleh penggugat dalam dalil-
dalil gugatannya. Dalam bantahan ini tergugat akan menyatakan tidak benar dalil-dalil
penggugat. Di dalam jawaban ada kemungkinan tergugat mengakui kebenaran dalil-dalil

6
yang dikemukakan penggugat. Pengakuan atau pembenaran atas gugatan tersebut
biasanya tidak dijawab secara tegas oleh tergugat, tetapi juga tidak mengakui secara
pasti, sehingga dalam praktik memerlukan pembuktian atas tuntutan penggugat. Esensi
dari bantahan terhadap pokok perkara, berisi alasan dan penegasan yang sengaja dibuat
dan dikemukakan tergugat, baik dengan lisan atau tulisan untuk melumpuhkan
kebenaran dalil gugatan yang dituangkan tergugat dalam jawaban.
Sangkalan disampaikan dalam jawaban yang berdasarkan ketentuan Pasal 121 ayat
(2) HIR, jawaban tergugat berisi bantahan yang diajukan baik secara lisan dan tertulis
untuk menyangkal semua fakta dan dalil hukum penggugat. Proses pengajuan bantahan
yang merupakan proses jawab-menjawab digariskan dalam Pasal 142 dan Pasal 117 Rv,
yang memberikan kesempatan para pihak untuk menyampaikan surat jawaban, replik
dan duplik serta sebagai konsekuensi asas audi altream partem dan process
doelmatigheid. Suatu bantahan dalam sebuah jawaban berisi tentang ketidakbenaran atau
kebenaran dalil penggugat. Isi dari jawaban penggugat dapat berupa :
1. Jawaban penggugat diserta alasan-alasan yang rasional dan objektif (Vide Pasal
113 Rv);
2. Membenarkan sebagian atau seluruh dalil-dalil gugatan penggugat (Vide Pasal
164 HIR dan Pasal 1866 KUH Perdata);
3. Membantah dalil gugatan atau bantahan terhadap pokok perkara (verweer ten
principale) atau melumpuhkan kekuatan pembuktian tergugat, yang disertai
dengan alasan-alasan kebenaran dalil gugatan atau peristiwa hukum yang terjadi
(Vide Pasal 113 Rv);
4. Tidak memberi pengakuan maupun bantahan dengan menyerahkan sepenuhnya
kepada hakim (referte aan het oordel des rechters) dalam jawaban.
D. Membuat replik dan duplik
1. Replik
Replik yaitu jawaban penggugat baik terulis maupun lisan terhadap
jawaban tergugat atas gugatannya. Replik diajukan penggugat untuk meneguhkan
gugatannya, dengan mematahkan alasan-alasan penolakan yang dikemukakan
tergugat dalam jawabannya. Replik merupakan lanjutan dari pemeriksaan perkara
perdata dipengadilan negeri setelah tergugat mengajukan jawaban. Setelah
tergugat menyampaikan jawabannya, kemudian si penggugat diberi kesempatan
untuk menanggapinya sesuai dengan pendapatnya. Dalam tahap ini mungkin

7
penggugat tetap mempertahankan gugatannya dan menambah keterangan yang
dianggap perlu untuk memperjelas dalil-dalilnya.
2. Duplik
Duplik adalah jawaban tergugat terhadap replik yang diajukan penggugat.
Dalam duplik ini berisi tentang dalil-dalil untuk menguatkan jawaban tergugat
dalam persidangan. Tergugat dalam dupliknya mungkin membenarkan dalil yang
diajukan penggugat dalam repliknya dan tidak pula tertutup kemungkinan
tergugat mengemukakan dalil baru yang dapat meneguhkan sanggahannya atas
replik yang diajukan penggugat. Sama dengan replik, duplik ini pun dapat
diajukan tertulis maupun lisan. Duplik diajukan tergugat untuk meneguhkan
jawabannya yang umumnya berisi penolakan terhadap gugatan penggugat.
Contoh Replik:
REPLIK
Dalam Perkara Perdata
Nomor: 174/Pdt.G/2021/PN. Lbp

ANTARA

ALEXANDER DAVID HUTABARAT, Kuasa Direktur PT. Intan Amanah berdasarkan


Akta Notaris No. 39 Tanggal 31 Desember 2012 yang beralamat di Jl Setia Budi Gg. Tape
No. 27, Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Dalam hal ini bertindak
dalam jabatan tersebut, dengan demikian berwenang bertindak untuk dan atas nama PT Intan
Amanah Selanjutnya disebut sebagai Penggugat

MELAWAN

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Cq KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DAN PERUMAHAN RAKYAT (PUPR) Cq PROVINSI SUMATERA UTARA Cq
KABUPATEN DELI SERDANG Cq KEPALA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN
PENATAAN RUANG (PUPR) KABUPATEN DELI SERDANG. beralamat di Jalan
Mahoni Nomor 1 Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang selanjutnya disebut Tergugat.

Deli Serdang, 02 November 2021

Kepada Yth :
Yang Mulia Majelis Hakim Dalam Perkara Perdata

8
Nomor : 174/Pdt.G/2021/PN. Lbp
Di -
Tempat

Perihal : Replik

Dengan Hormat,
Penggugat melalui Tim Kuasa Hukumnya dengan ini mengajukan Replik atas Jawaban
Tergugat yaitu sebagai berikut:

A. Dalam Eksepsi
I. Tentang Eksepsi Nebis In Idem.
1. Bahwa Penggugat dengan tegas menolak seluruh dalil Jawaban dan Eksepsi
Tergugat I kecuali hal-hal yang secara tegas Penggugat akui dalam Replik ini;
2. Bahwa dalam Eksepsi Tergugat halaman 2 point A yang menyatakan: Bahwa
terlebih dahulu Tergugat di dalam perkara ini Penggugat Pernah mengajukan
Gugatan ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam pada Tahun 2015 bersama-sama
dengan Para Penggugat lainnya yang terhimpun dalam kelompok pengusaha
swakelola di Kabupaten Deli Serdang yang diberi nama Forum Solidaritas
Pemborong Swakelola Terzalimin (FSPST) Kabupaten Deli Serdang dengan
Kordinator, Ahmad Fachruddin dan seketaris Ir. Soehardono dimana pada
Tingkat Kasasi Dimahkamah Agung Gugatan Penggugat tersebut di putus
dengan Putusan menyatakan Gugatan Penggugat Tidak Dapat diterima (Niet
Onvankelijke Verklaard).
3. Bahwa terhadap Jawaban Eksepsi Tergugat tersebut diatas adalah salah dan
keliru, karena faktanya Penggugat tidak pernah masuk kedalam kelompok
Forum Solidaritas Pemborong Swakelola Terzalimin (FSPST) untuk
mengajukan Gugatan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam;
4. Bahwa andaikata Penggugat masuk ke dalam kelompok Forum Solidaritas
Pemborong Swakelola Terzalimin (FSPST) maka gugatan penggugat tidak bisa
dinyatakan sebagai Gugatan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard)
dikarenakan terhadap Putusan Mahkamah Agung tersebut adalah putusan yang
bersifat Negative, artinya masih bisa di ajukan Gugatan lagi;

9
5. Bahwa Tergugat dalam mengajukan jawaban dan eksepsi tidak mempunyai
dasar hukum dan terkesan mengada-ngada sehingga tidak jelas arah dari
jawaban dan eksepsi yang diajukan oleh Tergugat;
6. Bahwa berdasarkan Pasal 1917 KUHPerdata yang dikutip dari Buku M. Yahya
Harahap berjudul Hukum Acara Perdata halaman 24 menyebutkan “Apabila
Suatu Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka dalam
putusan tersebut melekat asas ne bis in idem. Oleh karena itu, terhadap kasus
dan pihak yang sama tidak boleh diajukan lagi untuk kedua kalinya;
7. Bahwa berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1226 K/SIP/2001,
Tahun 2002 menyatakan “meski kedudukan subjeknya berbeda tetapi objeknya
sama dengan perkara yang yang telah diputus terdahulu dan berkekuatan hukum
tetap, maka Gugatan dinyatakan “nebis in idem”
8. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 547 K/SIP/1973 tanggal 13 April 1976
menyatakan “menurut hukum acara perdata, asas nebis in idemtidak hanya di
tentukan oleh kesamaan para pihak saja, melainkan juga adanya kesamaan
dalam objek sengketanya.”
9. Bahwa berdasarkan dalil tersebut diatas, maka sudah sangat jelas jawaban yang
diajukan Tergugat adalah salah dan keliru, sehingga Penggugat mohon kepada
Majelis Hakim yang Terhormat untuk menolak seluruh dalil-dalil yang diajukan
oleh Tergugat dan mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
II. Tentang Gugatan Penggugat Kabur
1. Bahwa Penggugat dengan tegas menolak seluruh dalil-dalil jawaban dan
eksepsi yang diajukan oleh Tergugat
2. Bahwa dalam Jawaban dan Eksepsi Tergugat halaman 2 dan 3 yaitu: Bahwa
selanjutnya di dalam halaman 2 point 3 Gugatan Penggugat menyebutkan
bahwa isi dari Perjanjian antara Penggugat dengan Tergugat adalah terkait
dengan kegiatan peningkatan dan pemeliharaan/rehabilitasi jalan DHI
Pengadaan Bahan/material dengan masa kontrak mulai dari tanggal 07 januari
2014 sampai dengan tanggal 31 Desember 2014. Bahwa Penggugat tidak
menguraikan dengan jelas tanggal, bulan dan tahun berapa Tergugat harus
membayar pengadaan barang berupa aspal iran dengan volume 1000 drum
tersebut harus dilaksanakan Tergugat, apakah langsung setelah barang aspal
tersebut diterima Tergugat atau dibayarkan setelah diajukan dalam anggaran
APBD Berjalan? Bahwa dengan tidak diuraikan secara rinci mekanisme

10
pembayarannya membuat Gugatan Penggugat kabur (Obscuur Libell),
karenanya dimohonkan kepada yth Majelis Hakim yang memeriksa dan
menmgadili perkara ini agar berkenan kiranya menyatakan Gugatan
Penggugat tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard). Bahwa
terhadap dalil Tergugat tersebut diatas adalah tidak benar, karena Gugatan
yang diajukan oleh Penggugat sudah secara rinci dan benar, sehingga tidak
ada kesalahan yang fatal yang bisa membuat gugatan menjadi tidak dapat
diterima (Niet Onvankelijke Verklaard);
3. Bahwa penggugat sudah menjelaskan kedalam Gugatan Tentang kapan
Tergugat harus membayarkan pengadaan barang dan jasa yaitu di halaman 6
tentang kerugian Materil yaitu: merupakan uang milik Penggugat yang tidak
dibayarkan oleh Tergugat sebesar sebesar Rp. 1.998.400.000.00,- (Satu Miliar
Sembilan Ratus Sembilan Puluh Delapan juta Empat Ratus ribu Rupiah);
4. Bahwa berdasarkan dalil tersebut diatas, maka Penggugat mohon kepada
Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara aquo untuk menolak
seluruh dalil-dalil yang diajukan oleh Tergugat dan mengabulkan Gugatan
Penggugat untuk seluruhnya.
B. Dalam Pokok Perkara
1. Bahwa Penggugat dengan tegas menolak seluruh dalil Jawaban dan eksepsi
Tergugat kecuali apa yang dengan tegas Penggugat akui dalam Replik ini;
2. Bahwa segala hal-hal yang telah dikemukakan oleh Penggugat dalam Replik ini
sepanjang masih relevan dan secara Mutatis Mutandis merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari pokok perkara Gugatan;
3. Bahwa yang menjadi pusat perhatian dalam perkara aquo adalah karena tidak
dibayarkannya uang Penggugat pada tahun 2014 sampai dengan sekarang dalam
pengadaan barang dan jasa sehingga terhadap hal tersebut, Penggugat merasa
keberatan dan mengajukan Gugatan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam;
4. Bahwa Perbuatan Tergugat yang dengan sengaja tidak Memenuhi kewajibannya
untuk membayar uang Penggugat sebesar Rp. 1.998.400.000.00,- (Satu Miliar
Sembilan Ratus Sembilan Puluh Delapan juta Empat Ratus ribu Rupiah) telah
melanggar Surat Perjanjian Pekerjaan Pasal 8 ayat (3) Tentang pembayaran yaitu
“Pembayaran atas volume bahan yang telah dikirim oleh pihak kedua (Penggugat)
dilakukan berdasarkan pesanan dengan harga satuan tetap dan tidak berubah
sebagaimana tercantum dalam Pasal 5” Jo Pasal 7 ayat (4) tentang kewajiban para

11
pihak yaitu “ pihak kesatu (Tergugat) melakukan pembayaran kepada pihak
kedua (Penggugat) atas pelaksanaan pengadaan barang/bahan berdasarkan hasil
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6 ayat (1) dan (2);
5. Bahwa perbuatan dari tergugat sudah sangat merugikan Penggugat sehingga
sangat berlasan hukum apabila perbuatan Tergugat dikatakan Wanprestasi/Ingkar
Janji karena sangatlah jelas dan nyata melanggar Pasal 1243 KUHPerdata yaitu:
“penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan
mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetapi lalai untuk
memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya
hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu
yang telah ditentukan;
Berdasarkan alasan-alasan dan uraian dalil-dalil serta fakta hukum di atas, Kami
memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim menjatuhkan Putusan yang amarnya
berbunyi sebagai berikut:

MENGADILI
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Tergugat adalah sah mempunyai hutang kepada Penggugat Tahun
Anggaran 2014 dalam Kegiatan Pengadaan Bahan/Material berupa Aspal Iran
dengan Volume 1. 000 Drum yang jumlah harganya sebesar Rp. 1.998.400.000.00,-
(Satu Miliar Sembilan Ratus Sembilan Puluh Delapan juta Empat Ratus ribu
Rupiah)
3. Menyatakan Tindakan Tergugat adalah perbuatan Ingkar Janji (Wanprestasi);
4. Menyatakan sah perjanjian yang dibuat antara Penggugat dengan Tergugat yang
tertuang dalam Surat Perjanjian Pekerjaan Nomor: 050/2677/ DPUDS/2014
Tanggal 28 April 2014;
5. Menyatakan sah dan berharga atas sita Jaminan (Conservatoir Beslaag) yang telah
diletakan dalam perkara ini berupa Tanah dan Bangunan (kantor Kepala Dinas
Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat) yang terletak di Jalan Mahoni Nomor I
Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang;
6. Menyatakan Penggugat diberikan Hak untuk melakukan Eksekusi secara langsung
terhadap Jaminan yang di sita yaitu berupa tanah dan bangunan (Kantor kepala
Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) yang terletak di Jalan Mahoni

12
Nomor I Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang atau asset- asset lainnya yang
dimiliki Tergugat guna untuk menutupi kewajibannya Tergugat kepada Penggugat;
7. Menghukum Turut Tergugat agar patuh dan Taat terhadap Putusan Pengadilan;
8. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi yaitu: a) Kerugian Materil
Sebesar Rp. 1.998.400.000.00,- (Satu Miliar Sembilan Ratus Sembilan Puluh
Delapan juta Empat Ratus ribu Rupiah) dan b) Kerugian Imateril Sebesar Rp. 5.
000.000.000,- (Lima Miliar Rupiah) secara terang dan tunai;
9. Menyatakan Memerintahkan Tergugat untuk menganggarkan hutang
Bahan/Material berupa Aspal Iran Aquo masuk kedalam RAPBD deli serdang
tahun 2021;
10. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan dengan serta merta (Uit Voebar Bij
Vooraraad) meskipun terdapat perlawanan, Verstek, Banding maupun Kasasi;
11. Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalamperkara ini;
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-
adilnya (Ex Aequo Et Bono).

Hormat Kami,
Kuasa Hukum Penggugat

Anggri Nugraha Sakti Siregar.S.H., M.H


Joko Suandi, S.H, M.H

Riski Dermawan, S.H


Bayu Nanda, S.H, M.Kn

Contoh Duplik:
DUPLIK
Dalam Perkara Perdata
Nomor: 174/Pdt.G/2021/PN. Lbp

ANTARA

13
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Deli Serdang;
----------------------------------------------------------------------------Tergugat PT. Kiprah Multi
Sarana---------------------------------------------------Turut Tergugat

MELAWAN

Alexander David Hutabarat; ---------------------------------------------------Penggugat

Kepada Yth,
Majelis Hakim Perkara Perdata Reg. No. 174/Pdt.G/2021/PN-Lbp
di-
Kantor Pengadilan Negeri Lubuk Pakam

Perihal : DUPLIK

Dengan Hormat,
Tergugat, melalui kuasanya yang terdiri dari:
1. Awaluddin, SH
2. Suprihatin, SH
3. M. Muslih Siregar, SH
4. Liphi Suruhenta Pinem, SH
5. Fachrizal Azmi Ritonga, SH
6. Marwan Hasibuan, SH.MH
Masing-masing Para Staf Bagian Hukum Sekretaris Daerah (Setda) Pemerintahan
Kabupaten Deli Serdang dan Tiem Kuasa Hukum/Penasehat Hukum Pemerintah Kabupaten
Deli Serdang, dengan ini menyampaikan Duplik atas Replik Penggugat yang disampaikan
melalui persidangan Ecourt tertanggal 02 November 2021 sebagaimana tersebut dibawah ini
sebagai berikut:
A. Tentang Eksepsi
Bahwa Tergugat tetap pada jawaban yang diajukan dalam perkara ini dan menolak
seluruh dalil-dalil Replik Penggugat yang diajukan pada sidang terdahulu, kecuali yang
Tergugat akui tegas dalam Duplik pada persidangan ini.

14
1. Perkara Aquo Telah Pernah Diajukan Dalam Perkara Perdata Reg.No :
147/Pdt.G/2015/PN-Lpk Jo Putusan Reg.No. 39/PDT/2017/PT.Mdn Jo Putusan
Mahkamah Agung Reg.No. 820 K/PDT/2018 yang telah berkekuatan hukum
tetap (Eksepsi Nebis In Idem)

Bahwa Penggugat membantah didalam Repliknya mengatakan kalau dirinya tidak


pernah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam pada tahun 2015
bersama-sama dengan Para Penggugat lainnya yang terhimpun dalam kelompok
pengusaha swakelola di Kabupaten Deli Serdang yang diberi nama Forum Solidaritas
Pemborong Swakelola Terzalimi (FSPST) Kabupaten Deli Serdang.
Bahwa padahal sejak pekerjaan proyek-proyek dengan sistem swakelola Kabupaten
Deli Serdang tahun 2014 bermasalah, Penggugat ikut berperan aktif bersama-sama
dengan kontraktor lainnya melakukan aksi-aksi yang menekan Tergugat agar
memenuhi keinginannnya (akan dibuktikan pada sidang pembuktian).
Bahwa Penggugat didalam Repliknya ada menciteer Yurisprudensi Mahkamah
Agung RI No. 1226 K/SIP/2001 tahun 2002 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI
No.547 K/SIP/1973 tanggal 13 April 1976, namun dalam sistem hukum Indonesia
yang menganut sistem hukum eropa continental, Yurisprudensi. Mahkamah Agung RI
bukan sumber hukum mutlak harus diikuti, karena Yurisprudensi Mahkamah Agung
bersifat kasuistis.
2. Tentang Gugatan Penggugat Kabur (Eksepsie Obscuur Libellium).
Bahwa didalam Repliknya Penggugat mengatakan kalau gugatannya sudah jelas
berkaitan dengan kerugian materiil yang dialaminya yaitu uang milik Penggugat yang
tidak dibayarkan oleh Tergugat sebesar Rp. 1.998.400.000, - (satu milyar sembilan
ratus sembilan puluh delapan juta empat ratus ribu rupiah).
Bahwa namun Penggugat tidak menguraikan dengan jelas tanggal, bulan dan tahun
berapa Tergugat harus membayar pengadaan barang berupa aspal iran dengan volume
1000 drum tersebut harus dilaksanakan Tergugat, apakah langsung setelah barang aspal
tersebut diterima Tergugat atau dibayarkan setelah diajukan dalam anggaran APBD
berjalan?
Bahwa dengan tidak diuraikannya secara rinci mekanisme pembayarannya
membuat gugatan Penggugat kabur (obscuur libell), karenanya di mohonkan kepada
Yth, Majelis Hakim Yang Memeriksa Dan Mengadili Perkara ini agar berkenan
kiranya menyatakan Gugatan Penggugat Tidak Dapat Diterima (Niet Onvanklijke
Verklaarrd).

15
B. Tentang Pokok Perkara
Bahwa semua dalil-dalil alasan hukum yang dikemukakan dalam bahagian Duplik
Eksepsi diatas merupakan satu-kesatuan dengan dalil-dalil pada pokok perkara ini,
untuk itu secara mutatis mutandis mohon dimasukan dalam pokok perkara ini dan tidak
Tergugat ulangi lagi penulisannya.
Bahwa dari uraian Replik Penggugat dalam perkara ini kelihatan bahwa Penggugat
hanya melihat kerugian dari sisi Penggugat sendiri, padahal proyek pengadaan aspal
iran yang disebut Penggugat sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Pekerjaan
Nomor : 050/2677/DPUDS/2014 adalah merupakan proyek yang digolongkan
Swakelola dimana tidak sama dengan proyek biasa yang sudah ada anggaran dananya,
dan Penggugat juga sudah mengetahui resiko kerugian yang kemungkinan dialaminya
berkaitan dengan pengerjaan proyek swakelola ini.
Bahwa sebab pembayaran proyek yang dilaksanakan secara swakelola, pelaksanaan
pembayaran pekerjaannya diajukan dalam APBD atau P-APBD tahun berikutnya yang
harus memperoleh persetujuan dari lembaga DPRD, dimana pembayarannya tidak
secara serta merta sesaat telah selesainya pekerjaan proyek.
Bahwa dari dalil-dalil hukum yang telah diuraikan tersebut diatas, dimohonkan
kepada yang terhormat Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar
berkenan kiranya menjatuhkan putusan hukum yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
Dalam Eksepsi
1. Mengabulkan Eksepsi Tergugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan Gugatan Penggugat Tidak Dapat Diterima (Niet Onvanklijke
Verklaarrd)
Dalam Pokok Perkara
1. Menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2. Membebankan semua biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Penggugat.
Atau, apabila Majelis Hakim Yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat
lain, dalam peradilan yang baik mohon kiranya putusan hukum yang seadil-adilnya (ex
aequo et bono).
Terima Kasih.
Lubuk Pakam, 09 November 2021

Tiem Bantuan Hukum/Kuasa Hukum/Penasehat Hukum


Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang c.q
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang Deli Serdang

16
1. Awaluddin .S.H.,
2. Lippi Suruhenta Pinem S.H

3. Marwan Hasibuan, S.H, M.H


4. M.Muslih Siregar, SH

PEMBUKTIAN
A. Arti Penting Pembuktian
Dalam hukum acara perdata hukum pembuktian memiliki kedudukan yang
sangat penting didalam proses persidangan. Bahwa hukum acara perdata atau hukum
perdata formal bertujuan untuk mempertahankan dan memelihara hukum perdata
materiil. Jadi pada intinya adalah secara formal hukum pembuktian tersebut mengatur
untuk bagaimana mengadakan pembuktian seperti yang terdapat dalam RBg dan
HIR. Sedangkan secara materiil, hukum pembuktian mengatur dapat atau tidaknya
pembuktian itu diterima dengan alat-alat bukti tertentu dipersidangan dan kekuatan
pembuktian dari alat-alat bukti tersebut sejauh mana dapat dibuktikan. Didalam
proses pembuktian dimuka persidangan penggugat wajib membuktikan gugatannya
dan tergugat wajib membuktikan bantahannya.
Konsep pembuktian didasarkan pada prinsip dasar seperti prinsip non-
contradiction, prinsip identitas, prinsip tertentu, dan prinsip sebab-akibat. Prinsip
non-contradiction menyatakan bahwa tidak mungkin suatu pernyataan dan
kebalikannya benar secara bersamaan. Prinsip identitas menyatakan bahwa suatu hal
adalah apa adanya, tidak mungkin menjadi apa yang bukan. Prinsip tertentu
menyatakan bahwa suatu pernyataan hanya dapat benar jika didukung oleh bukti
yang memadai. Prinsip sebab-akibat menyatakan bahwa setiap peristiwa memiliki
penyebab atau faktor yang mempengaruhinya.
Suatu putusan harus selalu berdasarkan bukti-bukti yang ada selama proses
persidangan. Sehingga menang dan kalahnya suatu pihak dalam perkara bergantung

17
pada kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti yang dimilikinya. Baik secara tertulis
maupun lisan, tetapi harus diiringi atau disertai dengan bukti-bukti yang sah menurut
hukum agar dapat dipastikan kebenarannya. Dengan demikan, yang dimaksud dengan
pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim
yang memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran
peristiwa yang dikemukakan didepan persidangan.
Pembuktian diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam
bidang ilmiah, hukum, dan filsafat. Dalam ilmu pengetahuan, pembuktian digunakan
untuk menunjukkan kebenaran dari hipotesis atau teori. Dalam hukum, pembuktian
digunakan untuk membuktikan kesalahan atau kebenaran dalam suatu kasus. Dalam
filsafat, pembuktian digunakan untuk memperoleh pemahaman yang tepat mengenai
suatu argumen atau konsep.
Pembuktian diperlukan dalam suatu perkara yang mengadili suatu sengketa
dimuka pengadilan ataupun dalam perkara-perkara permohonan yang menghasilkan
suatu penetapan (jurdicto voluntair). Dan pemaparan mengenai hukum pembuktian
menurut Edward W. Cleary menyatakan bahwa : “The law of evidence is the system
of rules and standards by which the admission of proof at the trial of law suit is
regulated” Definisi dari Cleary tersebut lebih menampakkan kekhususan hukum
pembuktiann dalam peranannya melalui pembuktian dimuka persidangan dan juga
menunjukan suatu sistem hukum dan standar bagi keseluruhan aturan pembuktian.
Jadi arti pembuktian yaitu keseluruhan aturan tentang pembuktian yang
menggunakan alat bukti yang sah sebagai alatnya dengan tujuan untuk memperoleh
kebenaran dari suatu peristiwa melalui putusan atau penetapan hakim.
Dalam Pasal 283 RBg dan Pasal 163 HIR menyatakan barang siapa
mengatakan mempunyai suatu hak atau mengemukakan suatu perbuatan untuk
meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, haruslah
membuktikan adanya perbuatan itu.
Menurut Retnowulan Sutianto dan Iskandar Oeripkartawinata menyatakan
bahwa: “Dalam suatu proses peradilan perdata di Indonesia, salah satu tugas hakim
adalah untuk menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan
benar-benar ada atau tidak.
Apabila penggugat menginginkan kemenangan didalam suatu perkara, maka
adanya hubungan hukum inilah yang harus dibuktikan. Apabila penggugat tidak
berhasil membuktikan dalil-dalil yang menjadi dasar gugatannya, maka gugatannya

18
tersebut akan ditolak oleh hakim. Apabila sebaliknya, maka gugatanya tersebut akan
dikabulkan” Dalam melakukan pembuktian pihak-pihak yang berperkara dan hakim
yang memimpin pemeriksaan perkara di persidangan harus mengindahkan ketentuan-
ketentuan dalam hukum pembuktian yang mengatur tentang bagaimana tata cara
pembuktian, macam-macam alat bukti, beban pembuktian dan kekuatan dari alat-alat
bukti tersebut.
Hukum pembuktian termuat dalam RBg (Rechtsreglement voor de
Buitengewesten) terdapat pada Pasal 282 sampai Pasal 314, RBg ini berlaku untuk
diluar wilayah pulau Jawa dan Madura. HIR (Herziene Indonesische Reglement)
terdapat pada Pasal 162 sampai Pasal 177, HIR ini berlaku untuk wilayah Pulau Jawa
dan Madura. Dan KUHPerdata Buku IV Pasal 1865 sampai dengan Pasal 1945.
Beban pembuktian merujuk pada tanggung jawab untuk membuktikan
kebenaran suatu pernyataan atau argumen. Beban pembuktian dapat dibagi menjadi
dua, yaitu beban pembuktian prima facie dan beban pembuktian akhir. Beban
pembuktian prima facie adalah beban untuk menyajikan bukti yang cukup untuk
mendukung pernyataan atau argumen. Sedangkan, beban pembuktian akhir adalah
beban untuk membuktikan kebenaran pernyataan atau argumen secara keseluruhan.
Macam-macam alat bukti yaitu dalam hukum acara perdata yang
menyebutkan bahwa hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah. Artinya dalam
mengambil suatu keputusan, hakim senantiasa terikat dengan alat-alat bukti yang
telah ditentukan oleh Undang-Undang. Macam-macam alat bukti dalam hukum acara
perdata menurut RBg/HIR dan KUHPerdata, meliputi :
1. Alat bukti tertulis atau surat;
2. Alat bukti saksi;
3. Alat bukti persangkaan;
4. Alat bukti pengakuan;
5. Alat bukti sumpah.

B. Alat Bukti Surat


Menurut Sudikno Mertokusumo akta ialah “surat sebagai alat bukti yang
diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau
perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian”. Dengan
demikian unsur-unsur yang penting untuk digolongkan dalam pengertian akta adalah
mengenai kesenjangan untuk membuatnya menjadi suatu bukti tulisan untuk

19
dipergunakan oleh seseorang untuk keperluan siapa surat itu dibuat dan harus ditanda
tangani. Oleh karena itu tidak semua surat dapat dikatakan sebagai akta. Kemudian
akta dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Akta otentik; dan
2. Akta dibawah tangan.
Menurut pasal 285 RBg/Pasal 165 HIR bahwa akta otentik merupakan surat
yang dibuat berdasarkan ketentuan Undang-Undang oleh atau dihadapan pejabat
umum, yang berkuasa untuk membuat surat itu. Sedangkan menurut pasal 1868
KUHPerdata menyatakan bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat
dalam bentuk yang ditentukan Undang-Undang oleh atau dihadapan pejabat umum
yang berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat.
Intinya unsur-unsur agar dapat dikatakan sebagai akta otentik adalah dibuat
dalam bentuk yang ditentukan undang-undang, yang dibuat dihadapan pejabat umum
yang berwenang dan akta harus ditanda tangani.
Pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik adalah notaries,
panitera, pegawai pencatat perkawinan, camat, dan lain sebagainya. Sedangkan akta
dibawah tangan diatur dalam Pasal 286-305 RBg, dalam pasal 286 ayat (1) RBg
menyebutkan bahwa dipandang sebagai akta dibawah tangan yaitu surat, daftar, surat
urusan rumah tangga dan surat yang ditanda tangani dan dibuat dengan tidak
memakai bantuan seorang pejabat umum. Dan pasal 1874 KUHPerdata menyebutkan
bahwa sebagai tulisan-tulisan dibawah tangan dianggap akta-akta yang ditanda
tangani dibawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah
tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantara seorang pegawai umum.
Unsur-unsur agar dapat dikatakan sebagai akta dibawah tangan adalah cara
pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh atau dihadapan pejabat pegawai
umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan saja. Bentuknya bebas tidak
harus sesuai dengan ketentuan undang-undang, dalam hal harus dibuktikan, maka
pembuktian tersebut harus dilengkapi juga dengan alat-alat bukti yang lainnya.
Tulisan bukan akta merupakan setiap tulisan yang tidak sengaja dijadikan
bukti tentang suatu peristiwa dan tidak ditanda tangani oleh pembuatnya. Meskipun
tulisan atau surat-surat yang bukan akta ini sengaja dibuat oleh yang bersangkutan,
tapi pada dasarnya tidak dimaksudkan sebagai alat bukti dalam proses pembuktian
dikemudian hari
C. Alat Bukti Saksi

20
Alat bukti saksi diatur dalam Pasal 139-152, 168- 172 HIR (Pasal 165-179
Rbg), 1895 dan 1902-1912 BW. Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada
hakim dipersidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan
pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam
perkara, yang dipanggil di persidangan
Menurut Sudikno Mertokusumo kesaksian merupakan kepastian yang
diberikan kepada hakim dalam persidangan tentang peristiwa yang disengketakan
dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah
satu pihak dalam perkara, yang dipanggil dalam persidangan Keterangan yang
diberikan oleh saksi harus tentang peristiwa atau kejadian yang dialaminya sendiri,
sedang pendapat atau dugaan yang diperoleh secara berfikir tidaklah merupakan
kesaksian. Disinilah letak bedanya dengan kesaksian yang diberikan oleh “saksi
ahli”, yaitu seorang saksi yang dipanggil di muka sidang untuk memberi tambahan
keterangan untuk menjelaskan peristiwanya, sedang seorang ahli dipanggil untuk
membantu hakim dalam menilai peristiwanya.
Keterangan saksi itu haruslah diberikan secara lisan dan pribadi di
persidangan. Jadi harus diberitahukan sendiri dan tidak diwakilkan serta tidak boleh
dibuat secara tertulis. Yang dapat didengar sebagai saksi adalah pihak ketiga dan
bukan salah satu pihak yang berperkara (Pasal 139 ayat (1) HIR, 165 ayat (1)Rbg).
1. Hal Yang Dapat Diizinkannya Alat Bukti Saksi Pada asasnya pembuktian
dengan saksi dibolehkan dalam segala hal (Pasal 1895 BW), kecuali kalau
undang-undang menentukan lain. Seperti misalnya dalam hal pembuktian
adanya suatu firma (Pasal 21 KUHD).
2. Penilaian Alat Bukti Saksi Dapat tidaknya seorang saksi dipercaya tergantung
pada banyak hal, yang harus diperhatikan oleh hakim. Pasal 172 HIR (Pasal 309
Rbg, 1908 BW) menentukan, bahwa dalam pertimbangan nilai kesaksian hakim
harus memperhatikan kesesuaian atau kecocokan antara keterangan para saksi,
kesesuaian kesaksian dengan apa yang diketahui saksi untuk menuturkan
kesaksiannya, cara hidup, adat istiadat serta martabat para saksi dan segala
sesuatu yang sekiranya mempengaruhi tentang dapat tidaknya dipercaya
seorang saksi.
Dalam setiap kesaksian harus disebut segala sebab pengetahuan saksi (Pasal
171 ayat (1) HIR, 308 ayat (1) Rbg, 1907 BW). Tidaklah cukup apabila saksi hanya
menerangkan bahwa ia mengetahui peristiwanya. Sebab musabab sampai ia dapat

21
mengetahui peristiwanya harus disebutkan. Keterangan saksi yang tidak disertai
dengan sebab musababnya sampai ia dapat mengetahui tidak dapat digunakan
sebagai alat bukti yang sempurna.
Keterangan saksi yang diperoleh dari pihak ketiga atau dari orang lain disebut
testis monium de auditu. Pada umumnya kesaksian de auditu tidak diperkenankan,
karena keterangan itu tidak berhubungan dengan peristiwa yang dialami sendiri.
Dengan demikian saksi de auditu bukan merupakan alat bukti dan tidak perlu
dipertimbangkan.
Keterangan seorang saksi saja tanpa alat bukti lainnya tidak dianggap sebagai
pembuktian yang cukup. Seorang saksi bukan saksi, unus testis nullus testis (Pasal
169 HIR, 306 Rbg, 1905 BW).
3. Yang Dapat Didengar Sebagai Saksi Pada asasnya setiap orang yang bukan
salah satu pihak dapat didengar sebagai saksi apabila telah dipanggil oleh
pengadilan wajib memberi kesaksian. Terhadap asas bahwa setiap orang dapat
bertindak sebagai saksi serta wajib memberi kesaksian ada pembatasannya:
Segolongan orang yang dianggap tidak mampu untuk bertindak sebagai saksi.
Dibedakan atas:
a. Mereka yang tidak mampu secara mutlak (absolut).
Hakim dilarang untuk mendengar mereka ini sebagai saksi. Mereka
ini adalah:
1). Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus
dari salah satu pihak (Pasal 145 ayat (1) sub 1 HIR, 172 ayat (1) sub 1
Rbg, 1910 alinea 1 BW).
Adapun alasan pembentuk undang-undang memberi pembatasan ini adalah,
bahwa mereka ini pada umumnya dianggab tidak cukup objektif apabila didengar
sebagai saksi, untuk menjaga hubungan kekeluargaan yang baik yang mungkin akan
retak apabila mereka ini memberi kesaksian, untuk mencegah timbulnya tekanan
batin setelah memberi keterangan.
2). Suami atau isteri dari salah satu pihak, meskipun sudah bercerai (Pasal
145 ayat (1) sub 2 HIR, 172 ayat (1) sub 3 Rbg, 1910 alinea 1 BW).
Mereka yang tidak mampu secara nisbi (relatif) Mereka ini
boleh didengar, akan tetapi tidak sebagai saksi. Termasuk mereka
yang boleh didengar, akan tetapi tidak sebagai saksi ialah:
3). Anak-anak yang belum mencapai umur 15 tahun

22
a) Orang gila, meskipun kadang-kadang ingatannya terang atau
sehat. Keterangan mereka ini hanyalah boleh dianggab sebagai
penjelasan belaka. Untuk memberi keterangan tersebut mereka
tidak perlu disumpah (Pasal 145 ayat (4) HIR, 173 Rbg).
4) Segolongan orang yang atas permintaan mereka sendiri dibebaskan dari
kewajiban untuk memberi kesaksian. Mereka adalah:
a) Saudara laki-laki dan perempuan serta ipar laki-laki dan
perempuan dari salah satu pihak
b) Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara
laki-laki dan perempuan dari suami atau isteri salah satu pihak.
c) Semua orang yang karena martabat, jabatan atau hubungan
kerja yang sah diwajibkan mempunyai rahasia, akan tetapi
semata-mata hanya tentang hal yang diberitahukan kepadanya
karena martabat, jabatan atau hubungan kerja yang sah saja.
d) Kewajiban Seorang Saksi Ada tiga kewajiban bagi seseorang
yang dipanggil sebagai saksi, yaitu:
1. Kewajiban Untuk Menghadap
Apabila pada hari yang telah ditetapkan saksi yang telah
dipanggil tidak datang, maka ia dihukum membayar bea yang
telah dikeluarkan sia-sia dan ia akan dipanggil lagi (Pasal 140
HIR, 166 Rbg) Kalau setelah dipanggil untuk kedua kalinya ia
tidak juga datang menghadap, maka untuk kedua kalinya ia
dihukum untuk membayar bea yang telah dikeluarkan dan
dihukum pula untuk mengganti kerugian yang diderita oleh
para pihak karena ketidak hadirannya saksi dan di samping itu
hakim dapat memerintahkan agar saksi dibawa oleh polisi ke
pengadilan (Pasal 141 HIR, 167 Rbg).
2. Kewajiban Untuk Bersumpah
Apabila saksi tidak mengundurkan diri sebelum memberi
keterangan harus disumpah menurut agamanya (Pasal 147
HIR, 175 Rbg). Sumpah diucapkan sebelum memberi
kesaksian dan berisi janji untuk menerangkan yang
sebenarnya, maka sumpah ini disebut juga sumpah promissoir.

23
Sumpah oleh saksi ini harus diucapkan dihadapan kedua belah
pihak di persidangan.
3. Kewajiban Untuk Memberi Keterangan
Kalau saksi setelah disumpah enggan memberi
keterangan, maka atas permintaan dan beaya pihak yang
bersangkutan hakim dapat memerintahkan untuk menyandera
saksi.

D. Alat Bukti Praduga


Pada hakekatnya yang dimaksud dengan praduga atau persangkaan tidak lain
adalah alat bukti yang bersifat tidak langsung. Misalnya saja pembuktian dari ketidak
hadiran seseorang pada suatu waktu di tempat tertentu, dengan membuktikan
kehadirannya pada waktu yang sama di tempat lain. Dengan demikian maka setiap
alat bukti dapat menjadi persangkaan. Bahkan hakim dapat menggunakan peristiwa
prosesuil maupun peristiwa notoir sebagai persangkaan
Menurut Pasal 1915 BW, persangkaan adalah “kesimpulan yang oleh
undang-undang atau hakim ditarik dari suatu peristiwa lain yang belum terang nyata
kearah peristiwa lain yang belum terang kenyataannya, yaitu yang didasarkan atas
undang-undang (praesumptiones juris) dan yang merupakan kesimpulan-kesimpulan
yang ditarik oleh hakim (pboleh raesumptiones facti).
Persangkaan itu boleh diperhatikan sebagai alat bukti, yaitu bahwa
persangkaan saja tidak disandarkan pada ketentuan undang-undang hanya boleh
diperhatikan oleh hakim pada waktu menjatuhkan putusannya apabila persangkaan
itu penting, seksama, tertentu, dan ada hubungannya satu sama lain. Persangkaan
berdasarkan undang-undang menurut Pasal 1916 BW adalah persangkaan-
persangkaan yang oleh undang-undang dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan
tertentu, antara lain:
1. Perbuatan-perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan batal, karena dari
sifat dan keadaannya saja dapat diduga dilakukan untuk menghindari ketentuan-
ketentuan undang-undang.
2. Peristiwa-peristiwa yang menurut undang-undang dapat dijadikan kesimpulan
guna menetapkan hak pemilikan atau pembebasan dari utang.
3. Kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada putusan hakim.

24
4. Kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada pengakuan atau sumpah
oleh salah satu pihak.

Persangkaan merupakan alat bukti yang tidak langsung, yang dapat


dibedakan menjadi dua:
a. Persangkaan undang-undang atau persangkaan berdasarkan hukum
(wettelijk vermoeden).
Pada persangkaan berdasarkan hukum ini, undang-undanglah
yang menarik kesimpulan terbuktinya suatu peristiwa yang ingin
dibuktikan dari suatu peristiwa lain yang sudah terbukti atau sudah
terang nyata.
Contoh: Dalam kesepakatan pembayaran sejumlah uang tertentu secara
berkala/rutin, misalnya dalam hal pembayaran sewa. Dengan
diajukannya tiga kuitansi pembayaran terakhir secara
berurutan, yang berarti terbukti telah terjadi pembayaran tiga
kali berturutturut, maka disimpulkan telah terbukti peristiwa
lain yaitu telah terbukti bahwa angsuran sebelumnya telah
dibayar.
b. Persangkaan berdasarkan kenyataan atau persangkaan hakim (feitelijke
vermoeden, rechterlijke vermoeden).
Pada persangkaan berdasarkan kenyataan ini, hakimlah yang
menarik kesimpulan terbuktinya suatu peristiwa yang ingin dibuktikan
dari suatu peristiwa lain yang sudah terbukti atau sudah terang nyata.
Contoh: Dalam kasus perceraian, perkara perceraian diajukan dengan
alasan perselisihan yang terus menerus. Alasan ini dibantah
oleh tergugat dan penggugat tidak dapat membuktikannya.
Penggugat hanya mengajukan saksi-saksi bahwa tergugat
telah berpisah tempat tinggal dan hidup sendiri selama
bertahun-tahun. Dari keterangan saksi, maka hakim
menyimpulkan bahwa telah terjadi perselisihan terus
menerus karena tidak mungkin keduanya dalam keadaan
rukun hidup berpisah dan hidup sendiri selama bertahun
tahun.
E. Alat Bukti Pengakuan

25
Pengakuan adalah keterangan sepihak dari salah satu pihak dalam suatu perkara,
dimana ia mengakui apa yang dikemukakan oleh pihak lawan atau sebahagian dari
apa yang dikemukakan oleh pihak lawan. Apabila kita berpedoman pada ketentuan
undang-undang maka mengenai pengakuan adalah jelas merupakan salah satu alat
pembuktian, hal ini terbukti dengan memperhatikan ketentuan Pasal 164 HIR dan
Pasal 1866 KUHPerdata. Walaupun undang- undang menganggap pengakuan itu
sebagai salah satu alat pembuktian, akan tetapi banyak para ahli hukum yang
berpendapat sebaliknya
Ahli hukum yang berpendapat bahwa pengakuan itu bukan merupakan alat
pembuktian antara lain ialah Abdul Kadir dengan mengemukakan alasan bahwa:
dengan mengaku maka para pihak tidak memungkinkan hakim memberikan
pendapatnya tentang objek dari pengakuan. Jadi hakim tidak akan menyelidiki
kebenaran dari suatu pengakuan. R. Subekti mengemukakan alasan: karena justru
apabila dalil-dalil yang dikemukakan oleh suatu pihak diakui oleh pihak lawan, maka
pihak yang mengemukakan dalil-dalil itu tidak usah membuktikannya.
Dalam suatu perkara perdata, salah satu pihak mengemukakan pengakuannya
(mengaku) maka hal-hal yang diakui itu menjadi sesuatu yang di luar jangkauan
hakim dalam memeriksa perkara tersebut. Ini merupakan konsekuensi dari pendapat
bahwa hakim tidak akan menyelidiki kebenaran dari sesuatu pengakuan yang
dikemukakan oleh salah satu pihak. Memang di dalam hukum perdata kita ketahui
bahwa mengenai luasnya sengketa itu bergantung kepada (ditentukan) para pihak
yang bersengketa, dan disini pula yang membatasi gerakan hakim dalam memeriksa
perkara tersebut jika dibandingkan dalam tindakan hakim pada perkara pidana.
Dalam perkara perdata hakim tidak dapat mengorek lebih dalam lagi untuk
mencari kebenaran material sebagaimana dalam perkara pidana, melainkan hanya
memutuskan sengketa itu sepanjang yang dikemukakan oleh para pihak atau hanya
mencari kebenaran dari yang disengketakan saja. Tidak selalu bahwa pengakuan
yang dikemukakan oleh salah satu pihak itu mengandung kebenaran. Katakanlah
bahwa pengakuan dapat berisikan keterangan yang benar atau keterangan yang tidak
benar, Seseorang dapat saja agar tidak susah-susah berperkara, membatasi perkaranya
dengan mengaku, walaupun hal-hal yang diakui itu tidak benar. Atau bahkan dapat
juga dengan mengaku itu ia akan bermaksud untuk mengabulkan permintaannya
dalam perkara (untuk kemenangan pihaknya).

26
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengakuan itu merupakan
ungkapan kemauan atau kehendak dari yang mengaku saja. Walaupun pengakuan itu
merupakan ungkapan kemauan atau kehendak saja, akan tetapi perlu diketahui bahwa
ungkapan kemauan atau kehendak tersebut mempunyai akibat hukum. Jadi ungkapan
kehendak itu mempunyai akibat yang diatur oleh hukum, baik pengakuan itu
berisikan kebenaran ataupun sebaliknya. Sebagai contoh dapat penulis kemukakan,
bahwa pengakuan yang menyatakan "saya membeli barang ini", pengakuan membeli
barang akan mengakibatkan adanya hubungan hukum perdata.
Dari uraian diatas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pengakuan yang
merupakan bukti yang mengikat dan sempurna adalah pengakuan yang dilakukan di
muka sidang pengadilan. Pengakuan ini harus diucapkan di muka hakim oleh
tergugat sendiri atau oleh seorang yang khusus dikuasakan untuk itu. Pengakuan
yang dilakukan di muka hakim itu, tidak boleh ditarik kembali kecuali apabila dapat
dibuktikan bahwa pengakuan itu telah dilakukan sebagai akibat dari suatu kekhilafan
mengenai hal-hal yang terjadi. Jadi pengakuan yang dikemukakan di sidang
pengadilan itu mempunyai kekuatan pembuktian yang lengkap terhadap yang
mengemukakan, dan merupakan bukti yang menentukan. Oleh karena itu apabila ada
salah satu pihak yang mengaku, maka hakim harus mengaggap pengakuan itu sebagai
benar, dan hal ini akan membawa akibat tidak perlu dibuktikan lebih lanjut tentang
tuntutannya yang telah diakui tadi
F. Alat Bukti Sumpah
Dalam perkara perdata sumpah yang diangkat oleh salah satu pihak di muka
hakim, ada dua macam:
1. Sumpah yang oleh pihak yang satu diperintahkan kepada pihak lawan untuk
menggantungkan putusan perkara padanya; sumpah ini dinamakan sumpah
pemutus atau decissoir
2. Sumpah yang oleh hakim karena jabatannya, diperintahkan kepada salah atu
pihak (Pasal 1929 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
Sumpah yang dilakukan oleh salah satu pihak atas dasar perintah dari pihak
lawannya adalah suatu sumpah yang dapat menjadi titik tolak pemutusan sengketa
yang lazim disebut dengan sumpah pemutus atau decissoir.
Sumpah ini disebut sumpah pemutus disebabkan apabila salah satu pihak
melakukan sumpah yang diperintahkan oleh pihak lawannya, maka sengketa yang
diperiksa hakim dianggap selesai dan diputuskan. Juga terhadap sumpah pemutus ini

27
undang-undang memberikan suatu kekuatan pembuktian wajib tanpa memberikan
kesempatan untuk melakukan perlawanan pembuktian. Hal ini terbukti dari ketentuan
Pasal 1936 KUHPerdata yang berbunyi: Apabila seseorang yang telah diperintahkan
melakukan sumpah pemutus, atau seorang yang kepada sumpahnya telah
dikembalikan pemutusannya perkara, sudah mengangkat sumpahnya, maka tak
dapatlah pihak lawan diterima untuk membuktikan kepalsuan sumpah itu. Dan juga
dalam Pasal 177 HIR yang berbunyi: Dari orang yang di dalam perkara telah
mengangkat sumpah yang ditanggungkan atau dikembalikan kepadanya oleh
lawannya atau yang diberatkan kepadanya oleh hakim, tiada boleh diminta
keterangan lain akan meneguhkan kebenaran yang diterangkan dengan sumpahnya
itu.
Sebagai konsekuensi dari ketentuan tersebut diatas, maka pihak yang
menolak melakukan sumpah atas perintah pihak lawannya (sumpah pemutus) akan
menerima kekalahan dalam perkara, hal ini dapat diambil kesimpulan dari ketentuan
Pasal 156 (3) HIR (Pasal 1932 KUHPerdata) yang menyatakan bahwa: Barangsiapa
disuruh bersumpah, tetapi enggan bersumpah sendiri atau enggan mengembalikan
sumpah itu kepada lawannya, ataupun barangsiapa menyuruh bersumpah, tetapi
sumpah itu dikembalikan kepadanya dan ia enggan bersumpah, harus dikalahkan.
Maka secara tegas dapat dikatakan bahwa siapa yang melakukan sumpah atas
perintah pihak lawannya, maka pada dialah letak putusan kemenangan dan berarti
perkara itu dengan sendirinya selesai. Sebagai contoh dapat penulis kemukakan,
bahwa jika B dituntut A, berdasarkan perjanjian jual beli 1.000.000,- dan B
membenarkan tuntutan A, akan tetapi ia telah membayar lunas. Kemudian A
memerintahkan B untuk melakukan sumpah bahwa ia sudah membayar lunas.
Perintah A tersebut dipenuhi oleh B, maka dalam hal ini putusan hakim berdasarkan
kepada sumpah B tersebut dan pihak B-lah yang menang dalam perkara, (kecuali jika
terbukti sebaliknya bahwa B melakukan sumpah palsu, maka B akan berurusan
dengan acara kepalsuan dalam hukum pidana). Sebaliknya apabila B menolak
perintah A untuk melakukan sumpah, maka konsekuensinya yaitu hakim harus
menerima tuntutan A terhadap B.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa memenuhi perintah
sumpah dari pihak lawan berarti menang dalam perkara, sedangkan menolak
melakukan sumpah dari pihak lawan berarti akan menderita kekalahan.
Diskusi:

28
a. Pertanyaan Amelia Herlina
Di makalah tertulis macam-macam alat bukti, seringkali bukti bisa ditemukan melalui sidik
jari. Apakah bukti sidik jari termasuk macam-macam alat bukti? Bagaimanakah orang bisa
mengetahui jika itu sidik jari kita sedangkan orang itu tidak tau jika kita yg telah
meninggalkan jejak bukti sidik jari tersebut?
Jawaban pemateri
Sidik jari dapat digunakan sebagai bukti forensik dalam berbagai alat bukti. Beberapa alat
bukti di mana sidik jari dapat ditemukan dan digunakan termasuk:
1) Tempat Kejadian Perkara (TKP): Sidik jari sering ditemukan di TKP, seperti dinding,
pintu, jendela, meja, atau objek lainnya. Jika sidik jari ditemukan di TKP, petugas
penyidik akan mencatat, mengamati, dan mengumpulkan jejak sidik jari tersebut.
2) Benda-benda fisik: Sidik jari dapat ditemukan pada benda-benda fisik yang terlibat
dalam suatu kejadian, misalnya senjata, alat pemotong, atau barang bukti lainnya.
Petugas penyidik akan mengambil sidik jari tersebut menggunakan teknik seperti
pewarnaan dengan bubuk atau pewarnaan kimia.
3) Surat atau dokumen: Sidik jari dapat meninggalkan jejak pada permukaan kertas atau
dokumen. Jika sidik jari ditemukan di surat atau dokumen yang relevan dengan
penyelidikan, petugas penyidik dapat menggunakan teknik pewarnaan atau pencitraan
untuk memperoleh sidik jari yang jelas.
4) Dalam mengidentifikasi sidik jari, petugas penyidik menggunakan beberapa metode dan
teknologi forensik, termasuk:
5) Pembesaran dan pencocokan visual: Sidik jari yang ditemukan dapat diperbesar
menggunakan peralatan khusus seperti mikroskop pemindai sidik jari. Petugas penyidik
membandingkan karakteristik sidik jari yang ditemukan dengan sidik jari tersangka yang
telah direkam sebelumnya untuk mencocokkannya.
6) Pencocokan otomatis: Sidik jari dapat dimasukkan ke dalam database sidik jari yang
terdiri dari sidik jari tersangka yang telah direkam sebelumnya. Petugas penyidik dapat
menggunakan sistem otomatis untuk membandingkan sidik jari yang ditemukan dengan
sidik jari dalam database dan menghasilkan kemungkinan pencocokan.
7) Analisis forensik: Ahli forensik dapat melakukan analisis lebih mendalam pada sidik jari,
termasuk pengukuran dan pembandingan karakteristik unik seperti pola garis, pusat loop,
titik delta, atau pola lingkaran. Teknik ini membantu dalam mengkonfirmasi identifikasi
sidik jari.

29
Dalam kasus di mana seseorang ingin mengetahui apakah sidik jari yang ditemukan adalah
milik mereka, ada beberapa langkah yang dapat diambil:
1) Membandingkan secara visual: Anda dapat membandingkan sidik jari yang ditemukan
dengan sidik jari milik Anda secara visual. Jika Anda terbiasa dengan pola dan
karakteristik sidik jari Anda sendiri, mungkin Anda dapat mengenali kemiripan dengan
sidik jari yang ditemukan.
2) Mengajukan permintaan identifikasi: Jika Anda memiliki kecurigaan bahwa sidik jari
yang ditemukan adalah milik Anda, Anda dapat menghubungi petugas penyidik yang
menangani kasus tersebut dan meminta proses identifikasi lebih lanjut. Anda mungkin
diminta memberikan
b. Pertanyaan Andri Syaiful Rahman
Bagaimana posisi dan kedudukan dari pada alat bukti apakah sebagai penguat daripada
argumentatif replik, apakah ada kesinambungan antara replik dan alat bukti ? Dan
bagaimana dari pada alat bukti yang telah di paparkan tadi apakah alat bukti surat posisinya
paling kuat ketimbang alat bukti lain seperti halnya alat bukti saksi ?
Jawaban pemateri
Alat bukti dalam sebuah kasus hukum memiliki peran penting sebagai penguat argumentasi
atau replik yang disampaikan oleh pihak yang mengajukan alat bukti tersebut.
Kesinambungan antara replik dan alat bukti adalah hal yang sangat relevan dalam
memperkuat argumen yang diajukan. Ketika pihak yang terlibat dalam sebuah kasus
menyampaikan replik atau argumen, alat bukti dapat digunakan untuk mendukung atau
menguatkan argumen tersebut. Misalnya, jika pihak mengklaim bahwa seseorang melakukan
tindakan kriminal, alat bukti seperti sidik jari pada benda fisik yang ditemukan di tempat
kejadian perkara dapat membuktikan keberadaan orang tersebut di tempat tersebut.
Dalam proses peradilan, alat bukti yang dipresentasikan dengan baik dan terkait dengan
argumen yang diajukan dapat memberikan kekuatan yang signifikan kepada pihak yang
mempresentasikannya. Pihak yang menyampaikan replik akan mencoba menggunakan alat
bukti untuk membangun kasus mereka secara logis dan meyakinkan. Namun, penting untuk
dicatat bahwa tidak semua alat bukti selalu memiliki kesinambungan yang langsung atau
otomatis dengan replik yang disampaikan. Terkadang, alat bukti yang diajukan perlu
dijelaskan secara terperinci dan dihubungkan dengan argumen yang relevan agar dapat
menjadi bukti yang kuat.
Kesinambungan antara replik dan alat bukti juga harus didukung oleh hukum dan peraturan
yang berlaku. Proses pengumpulan, penyajian, dan penilaian alat bukti harus sesuai dengan

30
prosedur yang ditetapkan agar dapat diterima secara sah oleh pengadilan. Dalam
kesimpulannya, alat bukti dapat digunakan sebagai penguat argumen atau replik yang
disampaikan dalam sebuah kasus. Kesinambungan antara replik dan alat bukti sangat
penting untuk memperkuat dan meyakinkan pihak lain dan pengadilan mengenai kebenaran
argumen yang diajukan.
c. Pertanyaan Nori Azizah
Bagaimana cara memastikan keabsahan keterangan saksi sebagai alat bukti dan Apa yang
harus dilakukan jika terdapat perbedaan antara keterangan saksi dan fakta yang sebenarnya?
Jawaban Pemateri
Cara memastikan keabsahan keterangan saksi sebagai alat bukti:
1) Pastikan bahwa keterangan saksi yang diberikan sesuai dengan fakta yang sebenarnya
2) Periksa apakah keterangan saksi tersebut diberikan secara langsung atau melalui
teleconference
3) Pastikan bahwa keterangan saksi tersebut diberikan oleh orang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat keterang suatu perkara pidana
4) Pastikan bahwa keterangan saksi tersebut diberikan mengenai suatu peristiwa pidana
yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri
5) Jika terdapat perbedaan antara keterangan saksi dan fakta yang sebenarnya, maka dapat
dilakukan hal-hal berikut:
6) Periksa kembali keabsahan keterangan saksi tersebut
7) Periksa apakah terdapat bukti lain yang dapat mendukung atau membantah keterangan
saksi
8) Lakukan pemeriksaan ulang terhadap keterangan saksi tersebut
Jika terdapat perbedaan antara keterangan saksi dan fakta yang sebenarnya, maka
keterangan saksi tersebut tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah.
d. Pertanyaan Pebriani Nurhalizah
Apakah penggunaan alat bukti sumpah selalu diakui dalam setiap kasus hukum atau apakah
ada kasus-kasus tertentu di mana sumpah tidak diterima sebagai alat bukti yang sah?
Jawaban Pemateri
Penggunaan alat bukti sumpah tidak selalu diakui dalam setiap kasus hukum. Ada kasus-
kasus tertentu di mana sumpah tidak diterima sebagai alat bukti yang sah. Beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi pengakuan sumpah sebagai alat bukti yang sah adalah:
1) Sumpah hanya dapat digunakan sebagai alat bukti terakhir dalam membuktikan
kebenaran dari suatu proses perkara perdata

31
2) Sumpah hanya dapat digunakan jika tidak ada alat bukti lain yang dapat digunakan
untuk membuktikan suatu peristiwa yang menjadi sengketa
3) Sumpah hanya dapat digunakan jika hakim memerintahkan penggugat atau tergugat
untuk bersumpah
4) Sumpah hanya dapat digunakan jika sumpah tersebut diberikan dengan khidmat dan
diucapkan pada waktu memberi keterangan
Dalam beberapa kasus, sumpah tidak diterima sebagai alat bukti yang sah karena:
1) Terdapat alat bukti lain yang lebih kuat dan dapat digunakan untuk membuktikan suatu
peristiwa
2) Sumpah yang diberikan tidak dianggap khidmat atau tidak diucapkan pada waktu
memberi keterangan
3) Sumpah yang diberikan tidak dapat dipercaya atau tidak dapat
dibuktikan kebenarannya

KEPUTUSAN PENGADILAN
A. Tugas Hakim Selesai Pemeriksaan Perkara
Tugas hakim adalah menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan
setiap perkara perdata yang diajukan kepadanya dan hakim berkewajiban
membantu pencari keadilan serta berusaha mengatasi segala hambatan dan
rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya
ringan oleh karena itu diperlukan keaktifan hakim untuk mewujudkan hal-hal
tersebut.
Hakim bersifat aktif didalam memeriksa dan meyelesaikan perkara
perdata pada tahap pasca persidangan meliputi: memberitahu pihak-pihak yang
berperkara, atau kuasanya, akan haknya untuk mengajukan upaya hukum terhadap
putusan. Hakim memerintahkan panitera untuk memberitahukan perihal amar
putusan yang telah kepada pihak yang tidak hadir saat putusan dijatuhkan atau
dibacakan; bertanggung jawab atas penyelesaian (minutasi) berkas perkara, dan
hakim (Ketua Pengadilan Negeri) memimpin pelaksanaan eksekusi atas putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap.
Setelah selesai melakukan pemeriksaan perkara, tugas hakim masih belum
selesai sepenuhnya. Ada beberapa langkah yang perlu diambil setelah pemeriksaan

32
perkara untuk menyelesaikan tugas hakim secara keseluruhan. Berikut adalah
beberapa tugas yang biasanya harus dilakukan oleh hakim setelah pemeriksaan
perkara:
1. Pertimbangan dan penilaian bukti: Hakim perlu mempertimbangkan dan menilai
semua bukti yang telah disajikan selama pemeriksaan. Ini melibatkan analisis
kekuatan bukti, kredibilitas saksi, dan relevansi terhadap hukum yang berlaku.
2. Pemahaman hukum yang berlaku: Hakim harus memahami dengan baik hukum
yang berlaku dalam perkara yang dia hadapi. Ini meliputi undang-undang,
peraturan, dan putusan pengadilan terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang
dipertimbangkan.
3. Pembuatan keputusan: Hakim harus membuat keputusan berdasarkan fakta, bukti,
dan hukum yang relevan. Keputusan tersebut harus ditulis secara tertulis dan
memuat alasan yang memadai untuk mendukungnya.
4. Pembacaan putusan: Hakim perlu membacakan putusan di hadapan para pihak
yang terlibat dalam perkara. Hal ini biasanya dilakukan di pengadilan dengan
kehadiran para pihak atau melalui cara yang diatur oleh hukum setempat.
5. Penjatuhan hukuman atau pembebasan: Jika terdapat pihak yang dinyatakan
bersalah dalam perkara pidana, hakim akan memutuskan hukuman yang sesuai
dengan hukum yang berlaku. Dalam beberapa kasus, hakim juga dapat
memutuskan untuk membebaskan pihak yang dituduh jika dianggap tidak bersalah.
6. Menyelesaikan administrasi perkara: Hakim perlu menyelesaikan semua
administrasi yang terkait dengan perkara yang telah diselesaikan, seperti
pengarsipan dokumen, pencatatan putusan, dan tindakan lain yang diperlukan
sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Tugas hakim setelah pemeriksaan perkara ini sangat penting untuk
menjamin integritas, keadilan, dan keberlanjutan proses hukum.
B. Jenis Putusan Pengadilan
Menurut Sudikno Mertokusumo, putusan hakim adalah suatu pernyataan
yang oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu,
diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan
suatu perkara atau masalah antar pihak. Bukan hanya yang diucapkan saja yang
disebut putusan, melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tertulis
dan kemudian diucapkan oleh Hakim di persidangan. Sebuah konsep putusan

33
(tertulis) tidak mempunyai kekuatan sebagai putusan sebelum diucapkan di
persidangan oleh Hakim.
Secara garis besar putusan hakim atau yang lazim disebut putusan
pengadilan diatur dalam Pasal 185 H.LR., Pasal 196 R.Bg, dan Pasal 46-48 Rv Hal
ini tanpa mengurangi ketentuan lain yang ikut mengatur mengenai putusan hakim
atau putusan pengadilan tersebut, seperti Pasal 180 H.I.R. dan Pasal 191 R.Bg yang
mengatur mengenai putusan provisi. Untuk itu, berdasarkan pasal- pasal yang
disebut di atas, maka dapat dikemukakan berbagai segi putusan hakim yang
diklasifikasikan dalam beberapa jenis putusan, yaitu:
1. Putusan Sela
Menurut H.Ridwan Syahrani (Zainuddin Mappong 2010 : 105), putusan
sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir, diadakan dengan
tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan
perkara. Mengenai Putusan sela disinggung dalam pasal 185 ayat (1) HIR atau
Pasal 48 RV. Menurut pasal tersebut, hakim dapat mengambil atau
menjatuhkan putusan yang bukan putusan akhir (eind vonnis), yang dijatuhkan
pada saat proses pemeriksaan berlangsung. Namun, putusan ini tidak berdiri
sendiri, tapi merupakan satu kesatuan dengan putusan akhir mengenai pokok
perkara. Jadi, hakim sebelum menjatuhkan putusan akhir dapat mengambil
putusan sela baik yang berbentuk putusan preparatoir atau interlocutoir.
Putusan sela berisi perintah yang harus dilakukan para pihak yang
berperkara untuk memudahkan hakim menyelesaikan pemeriksaan perkara,
sebelum hakim menjatuhkan putusan akhir. Sehubungan dengan itu, dalam
teori dan praktik dikenal beberapa jenis putusan yang muncul dari putusan
sela, antara lain:
a. Putusan Preparatoir
Putusan Preparatoir adalah putusan sela yang dipergunakan untuk
mempersiapkan putusan akhir. Putusan ini tidak mempunyai pengaruh atas
pokok perkara atau putusan akhir karena putusannya dimaksudkan untuk
mempersiapkan putusan akhir. Misalnya:
1) Putusan yang menolak atau menerima penundaan sidang untuk
pemeriksaan saksi-saksi. Putusan yang menolak atau menerima
penundaan sidang untuk pemeriksaan saksi ahli.

34
2) Putusan yang memerintahkan tergugat supaya menghadap sendiri
dipersidangan pengadilan untuk dimintai keterangan langsung tentang
terjadinya peristiwa hukum yang sebenarnya walaupun tergugat telah
diwakili oleh kuasa hukumnya dan lain sebagainya.
b. Putusan Interlocutoir
Putusan Interlocutoir adalah putusan sela yang berisi perintah
untuk mengadakan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap bukti-bukti yang
ada pada para pihak yang sedang berperkara dan para saksi yang
dipergunakan untuk menentukan putusan akhir. Putusan Interlocutoir ini
dapat mempengaruhi putusan akhir karena hasil dari pemeriksaan terhadap
alat-alat bukti dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
membuat keputusan akhir.
1) Memerintahkan pemeriksaan keterangan ahli, berdasarkan pasal 154
HIR.
Apabila hakim secara ex officio maupun atas permintaan salah satu
pihak, menganggap perlu mendengar pendapat ahli yang kompeten
menjelaskan hal yang belum terang tentang masalah yang
disengketakan
2) Memerintahkan pemeriksaan setempat (gerechtelijke plaatssopmening)
berdasarkan Pasal 153 HIR.
Jika hakim berpendapat atau atas permintaan salah satu pihak,
perlu dilakukan pemeriksaan setempat maka pelaksanaannya
dituangkan dalam putusan interlocutoir yang berisi perintah kepada
Hakim Komisaris dan Panitera untuk melaksanakannya.
3) Memerintahkan pengucapan atau pengangkatan sumpah baik sumpah
penentu atau tambahan berdasarkan Pasal 155 HIR, Pasal 1929
KUHPerdata maka pelaksanaannya dituangkan dalam putusan
interlocutoir
4) Memerintahkan pemanggilan para saksi berdasarkan Pasal 139 HIR
yakni saksi yang diperlukan penggugat atau tergugat, tetapi tidak dapat
menghadirkannya berdasarkan pasal 121 HIR, pihak yang
berkepentingan dapat meminta kepada hakim supaya saksi tersebut
dipanggil secara resmi oleh juru sita.

35
5) Memerintahkan pemeriksaan pembukuan perusahaan yang terlibat
dalam suatu sengketa oleh akuntan publik yang independent.
c. Putusan Insidentil
Putusan Insidentil adalah putusan sela yang berhubungan dengan
insident atau peristiwa yang dapat menghentikan proses peradilan biasa
untuk sementara. Misalnya Kematian kuasa dari salah satu pihak, baik itu
tergugat maupun penggugat.
1) Putusan atas tuntutan agar pihak penggugat mengadakan jaminan
terlebih dahulu sebelum dilaksanakan putusan serta merta.
2) Putusan yang memperbolehkan pihak ketiga turut serta dalam suatu
perkara (voeging, tusschenkomst, vrijwaring) dan sebagainya.
d. Putusan provisional
Diatur dalam Pasal 180 HIR, Pasal 191 RGB. Disebut juga
prvisionele beschikking, yakni keputusan yang bersifat sementara atau
interm award (temporaru disposal) yang berisi tindakan sementara
menunggu sampai putusan akhir mengenai pokok perkara dijatuhkan.
Untuk menunggu putusan akhir, putusan provisionil dilaksanakan terlebih
dahulu dengan alasan yang sangat mendesak demi kepentingan salah satu
pihak. Misalnya:
1) Putusan dalam perkara perceraian dimana pihak istri mohon agar
diperkenankan meninggalkan tempat tinggal bersama suami selama
dalam proses persidangan berlangsung.
2) Putusan yang menyatakan bahwa suami yang digugat oleh istrinya
karena telah melalaikan kewajibannya untuk memberikan nafkah
kepada anak istrinya, agar suami tersebut dihukum untuk membayar
nafkah terlebih dahulu kepada anak istrinya sebelum putusan akhir
dijatuhkan, dan lain sebagainya.
2. Putusan akhir
Menurut H.Ridwan Syahrani, putusan akhir (eindvonnis) adalah putusan
yang mengakhiri perkara perdata pada tingkat pemeriksaan tertentu. Perkara
perdata dapat diperiksa pada 3 (tiga) tingkat pemeriksaan, yaitu pemeriksaan
tingkat pertama di pengadilan negeri, pemeriksaan tingkat banding di
pengadilan tinggi, dan pemeriksaan tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

36
Putusan akhir ditinjau dari segi sifat amarnya (diktumnya) dapat
dibedakan atas tiga macam (Sarwono 2011: 212-213), yaitu:
a. Putusan Declaratoir
Putusan declaratoir adalah putusan yang hanya menegaskan
atau menyatakan suatu keadaan hukum semata-mata. Misalnya:
putusan tentang keabsahan anak angkat menurut hukum, putusan ahli
waris yang yang sah, putusan pemilik atas suatu benda yang sah.
b. Putusan Constitutief (Pengaturan)
Putusan Constitutief adalah putusan yang dapat meniadakan
suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang
baru. Misalnya: putusan tentang perceraian, putusan yang menyatakan
bahwa seseorang jatuh pailit, putusan tidak berwenangnya pengadilan
menangani suatu perkara.
c. Putusan Condemnatoir (Menghukum)
Putusan Condemnatoir adalah putusan yang bersifat
menghukum pihak yang dikalahkan dalam persidangan untuk
memenuhi prestasi. Pada umumnya putusan condemnatoir ini terjadi
disebabkan oleh karena dalam hubungan perikatan antara penggugat
dan tergugat yang bersumber pada perjanjian atau undang-undang
telah terjadi wanprestasi dan perkaranya diselesaikan di pengadilan.
Misalnya:
1) Hukuman untuk meyerahkan sebidang tanah beserta bangunan
rumah yang berdiri diatasnya sebagai pelunasan utang.
2) Hukuman untuk membayar sejumlah uang.
3) Hukuman untuk membayar ganti rugi.
4) Hukuman untuk menyerahkan barang-barang jaminan baik
terhadap barang-barang bergerak maupun tidak bergerak.
Dalam putusan condemnatoir ini mempunyai kekuatan mengikat
terhadap salah satu pihak yang dikalahkan dalam persidangan untuk
memenuhi prestasinya sesuai dengan perjanjian yang telah mereka
sepakati bersama ditambah dengan bunga dan biaya persidangan dan
eksekusi, yang mana pelaksnaan eksekusi terhadap barang-barang
yang menjadi jaminan atas perikatan dapat dilaksanakan dengan cara

37
paksa oleh panitera pengadilan yang dibantu oleh aparat teritorial
(aparat pemerintah) setempat.
C. Isi Putusan Pengadilan
Pada ketentuan perundang-undangan secara eksplisit dan teoretis tidak
ditemukan bagaimana seharusnya susunan isi keputusan hakim. Dalam ketentuan
Pasal 183, 184, 187 HIR dan Pasal 194, 195, 198 Rbg, Pasal 27 R.O., Pasal 61 Rv
dan dalam Pasal 25 UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman tidak
mengatur secara mendetail apa yang harus dimuat dalam dalam putusan hakim.
Susunan isi putusan hakim itu dikenal, tumbuh dan berkembang dalam kebiasaan
praktik peradilan perkara perdata. Pada hakekatnya susunan dan isi putusan hakim
dalam perkara perdata memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Kepala Putusan
Setiap Putusan Hakim harus dimulai dengan kata-kata "Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal
4 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 dan Pasal 435 Rv. Dengan demikian
putusan hakim mempunyai titel Eksekutorial (mempunyai kekuatan untuk dapat
dilaksanakan), apabila tidak mencantumkan kata tersebut, maka putusan hakim
menjadi non- eksekutabel (tidak mempunyai kekuatan untuk dapat dilaksanakan),
(Pasal 224 HIR, Pasal 258 Rbg).
2. Nomor Register Perkara
Nomor Register ini dicantumkan dibawah kata "Putusan' di atas kata-kata
" Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Misalnya: Nomor:
14/Pts.Pdt.G/2004/PN Lsm.
Pencantuman nomor register perkara cukup penting artinya dalam aspek:
bahwa perkara yang tercantum dalam putusan memang benar terdaftar, disidangkan
dan diputus oleh pengadilan tersebut.
3. Nama Pengadilan Yang Memutus Perkara
4. Identitas Para Pihak
5. Tentang Duduknya Perkara
6. Tentang Hukumnya
7. Amar Putusan (Diktum)
8. Tanggal Musyawarah atau Diputuskan Perkara tersebut dan Pernyataan Bahwa
Putusan Diucapkan Dalam Persidangan Terbuka Untuk Umum

38
9. Keterangan Tentang Hadir atau Tidaknya Pihak-Pihak Pada Saat Putusan
Dijatuhkan
10. Nama, Tanda Tangan Majelis Hakim, Panitera Pengganti Yang Bersidang, Materai,
Perincian Biaya Perkara dan Catatan Panitera Pengganti.
Contoh Isi Putusan Pengadilan

CONTOH PUTUSAN DALAM PERKARA PERDATA


PUTUSAN
Nomor: 0351/Pdt/G/Thn 2013/PN BKL

“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

Pengadilan Negeri di Bangkalan mengadili perkara Class Action (wanprestsi) dalam tingkat
pertama, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut didalam perkara antara:

Nama : Syarif Hidayatullah


Pekerjaan : Pengusaha
Tempat, Tanggal lahir : Bangkalan, 23, Mei 1985
Alamat : Jalan Telang Indaj Nomor 29 Bangkalan
Selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT

Dalam hal ini tergugat diwakili oleh kuasa hukumnya, yaitu:


Nama : Dwi Wahyu,. SH
Pekerjaan : Advokat
Tempat, Tanggal lahir : Bandung, 20 Juni 1980
Alamat : Jalan Letjen Hartoyo Nomor 45 Surabaya

Lawan

Nama : Rusli
Pekerjaan : Direktur. PT Gading Madura
Tempat, Tanggal lahir : Bangkalan, 09 Febuari 1981
Alamat : Jalan Socah Nomor 133 Bangkalan
Yang selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT

39
Dalam hal ini Penggugat diwakili oleh kuasa hukumnya, yaitu:
Nama : Yudi,. SH
Pekerjaan : Advokat
Tempat, Tanggal lahir : Bangkalan, 02 Febuari 1980
Alamat : Jalan Soekarno-Hatta Nomor 09 Bangkalan

Pengadilan Negeri Bangkalan;


Telah mendengar kedua belah pihak;
Telah mendengar saksi-saksi;
Telah membaca surat-surat perkara;

TENTANG KEJADIAN-KEJADIAN
Membaca, bahwa penggugat dalam surat gugatannya, replik, serta kesimpulan penggugat
pada dasarya sebagai berikut:
1. Bahwa dalam penambahan Modal Usaha/Bisnis pihak Pertama Syarif Hidayatulla,
umur 41 tahun alamat Jalan Telang Indah Nomor 29 Bangkalan selanjutnya di sebut
sebagai tergugat telah meminjam uang kepada pihak kedua Rusli umur 45 tahun,
alamat Jalan Socah Nomor 133 Bangkalan selanjutnya di sebut penggugat dengan
perincian sebagai berikut:
a. Pinjaman pertama pada tanggal 20 november 2011 sebesar Rp.
250.000.000 (Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) dengan beban Bungan
3% per-bulan.
b. Pinjaman ke-2 pada tanggal 9 Desember 2011 sebesar sebesar Rp.
150.000.000 (Seratus Lima Puluh Juta Rupiah) dengan beban Bungan 3%
(Tiga Persen) Per-bulan.
c. Pinjaman ke-3 pada tanggal 23 Desember 2011 sebesar Rp. 200.000.000
(Dua Ratus Juta Rupiah) dengan beban Bungan 4% (Tiga Persen) per-
bulan.
Jadi Total keseluruhan pinjaman pokok Tergugat (belum termasuk bunga) adalah
Rp 250.000.000,-+ Rp 150.000.000,- + Rp200.000.000,- = Rp 600.000.000,-
2. Bahwa di dalam surat perjanjian tergugat sepakat untuk melunasi semua hutang
dengan bungannya pada tanggal 6 januari 2013, namun sampai pada tanggal yang
di tentukan tergugat tidak mau melunasi hutangnya. Penggugat telah beberapa kali

40
melayangkan Somasi kepada tergugat namun sampai sekarang tergugat tidak
pernah menunjukkan iktikad baik. Dengan uraian semua tersebut diatas maka
penggugat mohon supaya Pengadilan Negeri di Bangkalan memutus:
a. Menerima dan mengkabulkan gugatan penggugat untuk keseluruhannya
b. Menyatakan tergugat wan prestasi
c. Menghukum tergugat untuk membayar semua biaya perkara ini
Sedangkan dalam jawaban, duplik serta kesimpulan dari tergugat pada pokoknya
adalah sebagai berikut:
1. Bahwa Tergugat menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil yang diajukan Penggugat
kecuali atas pengakuan yang jelas dan tegas
2. Bahwa yang dikemukakan Penggugat adalah tidak benar, supaya Majelis Hakim
tidak terkecoh oleh dalil-dalil Penggugat, maka dengan ini Tergugat perlu
mengemukakan hal-hal yang sebenarnya, yakni sebagai berikut:
a. Bahwa Tergugat tidak pernah berniat melepaskan tanggung jawab
Penggugat,dasar ini maka diharapkan tidak terdapat persengketaan
diantara Penggugat dan tergugat.
b. bahwa atas dasar itu kami tetap tidak terima terhadap yang telah
dituduhkan kepada Tergugat.
c. Bahwa Tergugat akan melunasi seluruh hutang-hutangnya, hanya saja
Tergugat masih mengalami kesulitan dalamkeuangan.
d. Bahwa Terguga telah membayar hutangnya terhadap penggugat sebesar
Rp. 500.000.000,00, dari jumlah keseluruhan hutang sebesar Rp.
600.000.000,00
e. Bahwa hutang-hutang tergugat yang masih tersisa sampai hari ini sebesar
Rp. 100.000.000.00
f. Bahwa sebelumnya Tergugat telah mengajak untuk melakukan negosiasi
atas Penggugat.
Dengan uraian diatas, maka Tergugat mohon agar Pengadilan Negeri Sidoarjo untuk
memutus:
1. Menolak gugatan Penggugat seluruhnya
2. Setidaknya, menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima
3. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara.

41
Menimbang bahwa pada hari persidangan pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam
baik Penggugat dan Tergugat sama-sama mengahdiri persidangan.

Menimbang bahwa antara kedua belah pihak tidak terdapat perdamaian, setelah mana lalu
dibicarakan surat gugatan seperti tersebut diatas;

Menerima gugatan penggugat tersebut,


Menetapkan, bahwa penggugatlah yang harus memikul segala biaya dalam perkara ini.
Menetapkan bahwa Tergugat telah Wanprestasi
Menetapkan bahwa tergugat harus membayar lunas hutang-hutangnya
Hari sejak putusan ini dibacakan.

Demikianlah putusan ini dijatuhkan pada hari ini Selasa tanggal 4 Februari 2014 oleh kami
Hakim Pengadilan negeri di Bangkalan dan pada hari ini pula putusan tersebut diumumkan
dengan dihadiri oleh Panitera Pengganti, serta kedua belah pihak.

Panitera Pengganti

(Mashudi)

Biaya-biaya:

Materai Putusan Rp. 6.000.,

Redaksi Putusan Rp. 300.000,-

Penggalian-Penggalian Rp. 800.000,-

Jumlah Rp. 1.106.000,-

Hasil Diskusi
1. Fitriani Ulfah
Pertanyaan:

42
Apakah keterangan ahli tersebut nantinya bisa mempengaruhi keputusan keadilan?
Jawaban:
Ya, keterangan ahli dalam putusan pengadilan dapat mempengaruhi keputusan keadilan.
Ahli adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, pengalaman, atau kualifikasi khusus dalam
bidang tertentu. Ketika suatu kasus dihadapkan ke pengadilan, keterangan ahli dapat memberikan
pandangan atau penjelasan yang mendalam tentang masalah yang menjadi perselisihan dalam
kasus tersebut. Keterangan ahli dapat membantu pengadilan untuk memahami aspek-aspek teknis,
ilmiah, atau kompleks dari kasus yang tidak dapat dipahami dengan mudah oleh non-ahli. Ahli
dapat memberikan pendapat atau analisis profesional berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
mereka, yang dapat mempengaruhi pandangan hakim atau juri dalam membuat keputusan.
Namun, penting untuk diingat bahwa keterangan ahli hanyalah salah satu faktor yang
dipertimbangkan dalam putusan pengadilan. Hakim atau juri masih bertanggung jawab untuk
mengevaluasi semua bukti yang ada, termasuk keterangan ahli, bersama dengan argumen dari
pihak-pihak yang terlibat dalam persidangan. Mereka akan mempertimbangkan keandalan,
relevansi, dan bobot bukti tersebut sebelum membuat keputusan akhir.
Dalam banyak kasus, keterangan ahli dapat memberikan pemahaman yang lebih
mendalam tentang masalah yang kompleks dan membantu pengadilan mencapai keputusan yang
lebih adil dan berdasarkan bukti yang kuat. Namun, keputusan akhir tetaplah menjadi tanggung
jawab pengadilan berdasarkan hukum yang berlaku dan pertimbangan yang mereka anggap tepat.
2. Silvia Anggraini
Pertanyaan:
Bisakah pematerj memberikan contoh penerapan putusan declaratoir dalam suatu persidangan
perkara perdata?
Jawaban:
Kasus: Sengketa Tanah antara A dan B
Fakta-fakta:
1. A mengklaim sebagai pemilik sah tanah tersebut dan telah memiliki sertifikat hak milik
atas tanah tersebut.
2. B juga mengklaim memiliki hak atas tanah yang sama dan telah mendiami dan
menggarapnya selama bertahun-tahun tanpa persetujuan A.
3. A menggugat B ke pengadilan untuk memperoleh keputusan hukum yang menyatakan A
sebagai pemilik sah tanah tersebut dan mengakui klaim B sebagai tidak sah.
Pemeriksaan perkara:

43
1. Pengadilan memeriksa bukti-bukti yang diajukan oleh kedua belah pihak, seperti
sertifikat hak milik A, bukti pembayaran pajak tanah, dan bukti penggarapan tanah oleh B.
2. Pengadilan juga mempertimbangkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan oleh A dan
B.
Putusan:
Setelah mempertimbangkan bukti dan keterangan yang disampaikan dalam persidangan,
pengadilan memutuskan sebagai berikut:

1. Menyatakan A sebagai pemilik sah tanah tersebut berdasarkan sertifikat hak milik yang
dimilikinya dan bukti-bukti lain yang diberikan.
2. Menyatakan klaim B atas tanah tersebut sebagai tidak sah.
3. Menghimbau B untuk segera mengosongkan dan mengembalikan tanah tersebut kepada
A.
4. Menetapkan bahwa putusan tersebut bersifat deklaratif, yang berarti pengadilan
menyatakan dan mengumumkan status hukum yang sebenarnya atas kepemilikan tanah tersebut.
Dalam contoh ini, putusan deklaratif digunakan untuk menyatakan status hukum yang sebenarnya
atas kepemilikan tanah, yaitu bahwa A adalah pemilik sah tanah tersebut dan B tidak memiliki hak
yang sah atasnya. Meskipun putusan deklaratif tidak memberikan efek eksekutorial langsung,
tetapi dengan putusan tersebut, A dapat mengajukan eksekusi kepada pihak berwenang untuk
menjalankan putusan dan mendapatkan kembali kepemilikan tanah tersebut.
3. Tasya Slavinka Yuan
Pertanyaan:
ketika dari hakim ini ada kekeliruan dalam hal putusan apakah bisa dilakukan peninjauan kembali?
kalau ada coba berikan satu contoh kasus yang pernah terjadi.
Jawaban:
Ya, ketika terjadi kekeliruan dalam putusan hakim, umumnya ada mekanisme yang disebut
peninjauan kembali (PK). Peninjauan kembali adalah proses hukum yang memungkinkan pihak
yang merasa dirugikan atau pihak yang memiliki kepentingan hukum yang sah untuk meminta
pengadilan menguji kembali suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Contohnya seperti kasus yang pernah terjadi adalah Kasus Peninjauan Kembali (PK) yang terjadi
di Indonesia pada tahun 2006. Pada tahun 2002, seorang pria bernama Muchlas dijatuhi hukuman
mati oleh Pengadilan Negeri Palu karena terlibat dalam serangan teroris di Bali tahun 2002 yang
menewaskan puluhan orang.

44
Namun, pada tahun 2006, terungkap bahwa Muchlas sebenarnya tidak terlibat dalam serangan
tersebut dan telah dipenjara secara salah. Dalam upaya memperoleh keadilan, Muchlas
mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung Indonesia.
Setelah pemeriksaan ulang kasusnya, Mahkamah Agung memutuskan bahwa Muchlas telah salah
dihukum dan menyatakan putusan mati terhadapnya dibatalkan. Mahkamah Agung juga
memerintahkan agar Muchlas dibebaskan. Keputusan ini didasarkan pada temuan baru yang
memperkuat alibi Muchlas pada saat terjadinya serangan tersebut.
Kasus Muchlas menjadi salah satu contoh bagaimana peninjauan kembali dapat memberikan
kesempatan kepada pihak yang telah salah dihukum untuk mendapatkan keadilan. Peninjauan
kembali memungkinkan sistem peradilan untuk memperbaiki kekeliruan yang terjadi dalam
putusan sebelumnya dan mengoreksi keputusan yang tidak adil.

Putusan Pengadilan II
A. Pengertian Putusan pengadilan
Putusan pengadilan merupakan tahap akhir dalam pemeriksaan perkara
dipengadilan. Putusan tersebut diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan
keadilan kepada para pihak yang berperkara. Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo,
S.H. Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat Negara
yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.

45
Putusan hakim atau lazim disebut dengan istilah putusan pengadilan
merupakan sesuatu yang sangat diinginkan atau dinanti-nantikan oleh pihak-pihak
yang berperkara guna menyelesaikan sengketa diantara mereka dengan sebaik-baiknya.
Sebab dengan putusan hakim tersebut pihak-pihak yang bersengketa mengharapkan
adanya kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka hadapi.
Untuk dapat memberikan putusan yang benar-benar menciptakan kepastian
hukum dan mencerminkan keadilan, hakim sebagai aparatur negara yang
melaksanakan peradilan harus benar-benar mengetahui duduk perkara yang
sebenarnya, serta peraturan hukum yang mengaturnya yang akan diterapkan, baik
peraturan hukum yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan maupun hukum
yang tidak tertulis seperti hukum kebiasaan. Karenanya dalam Undang-Undang tentang
Kekuasaan Kehakiman dinyatakan, bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

B. Kekuatan Putusan Pengadilan


Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam
perkara perdata mempunyai 3 (tiga) macam kekuatan yaitu:
1. Kekuatan mengikat (Bindende Kracht)
Putusan hakim dimaksudkan untuk menyelesaikan sengketa perkara dan
menetapkan hak atau hukumnya atas dasar permintaan pihak untuk diselesaikan
perkaranya di pengadilan, sehingga pihak-pihak harus taat dan tunduk pada
putusan, harus dihormati dan dijalankan sebagaimana mestinya. Putusan yang
mempunyai kekuatan hukum mengikat (bindende kracht) adalah suatu putusan
hakim yang tidak bisa ditarik kembali, walaupun ada verzet, banding atau kasasi,
berarti putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga mengikat.
Sifat mengikat putusan bertujuan untuk menetapkan suatu hak atau suatu
hubungan hukum antara pihak-pihak yang berperkara, atau menetapkan suatu
keadaan hukum tertentu, atau untuk melenyapkan keadaan hukum tertentu.
Karena itu kekuatan pasti dari putusan yang sudah tetap itu hanya meliputi bagian
pernyataan saja (declarative), sebab dalam bagian pernyataan itulah ditetapkan
suatu hak, atau hubungan hukum atau suatu keadaan hukum tertentu atau
lenyabnya suatu keadaan hukum tertentu.
Apabila pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan sengketa
diantara mereka secara damai, dan kemudian menyerahkan dan mempercayakan

46
sengketanya kepada pengadilan atau hakim untuk diperiksa dan diadili, maka hal
ini mengandung arti bahwa pihak-pihak yang bersengketa akan tunduk dan patuh
pada putusan yang dijatuhkan, sehingga putusan itu mempunyai kekuatan
mengikat terhadap pihak-
pihak yang bersengketa
Terikatnya para pihak kepada putusan menimbulkan beberapa teori yang
hendak mencoba memberikan dasar tentang kekuatan mengikat dari pada putusan
salah satunya adalah teori hukum acara. Menurut teori ini putusan bukanlah
sumber hukum materiil melainkan sumber dari pada wewenang prosesuil. Akibat
putusan ini bersifat hukum acara yaitu diciptakannya atau dihapuskannya
wewenang dan kewajiban prosesuil. Ajaran ini sangat sempit, sebab suatu
putusan bukanlah semata-mata hanyalah sumber wewenang prosesuil, karena
menuju kepada penetapan yang pasti tentang hubungan hukum yang merupakan
pokok sengketa.
2. Kekuatan bukti/pembuktian (Bewijzende Kracht)
Dituangkannya putusan dalam bentuk tertulis, yang merupakan akta
autentik bertujuan untuk dapat dipergunakan sebagai alat bukti bagi para pihak,
baik untuk mengajukan banding, kasasi atau pelaksanaannya. Dalam hukum
pembuktian, putusan diartikan bahwa dengan putusan itu telah diperoleh suatu
kepastian tentang suatu peristiwa, karena setiap sarana yang memberi kejelasan
atau kepastian sesuatu peristiwa mempunyai kekuatan pembuktian walaupun
putusan tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga,
tetapi mempunyai kekuatan pembuktian terhadap pihak ketiga.
Misalnya: suami-isteri berperkara ke muka hakim, kemudian dengan
putusan hakim mereka bercerai, maka surat putusan cerai mereka mempunyai
kekuatan bukti yang sempurna bagi mereka berdua dan terhadap pihak ketiga,
karena perceraian mereka telah ditetapkan sebagai hukum. Apabila salah satu atau
kedua mereka itu kawin lagi dengan orang lain, dapat dilakukan dengan
menunjukkan surat putusan cerai mereka itu.
3. Kekuatan untuk dilaksanakan (Executoriale Kracht)
Suatu putusan dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan atau
sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya, terutama putusan itu harus
diselesaikan atau dilaksanakan (dieksekusi) secara paksa. Kekuatan mengikat
suatu putusan pengadilan belum cukup dan tidak berarti apabila putusan itu tidak

47
direalisasi atau dilaksanakan, karena putusan itu menetapkan dengan tegas hak
atau hukumnya untuk kemudian direalisasi, maka putusan hakim tersebut
mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakan apa yang
telah ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat negara.
Suatu putusan memperoleh kekuatan eksekutorial, apabila dilakukan
oleh Peradilan di Indonesia yang menganut ”Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 4 ayat (1) Undang-undang No. 4 Tahun 2004)
dan semua putusan pengadilan di seluruh Indonesia harus diberi kepala di bagian
atasnya yang berbunyi ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
(Pasal 435 Rv jo. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004).
C. Putusan pengadilan yang tidak menjadi tetap
Putusan hakim yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap adalah
putusan yang menurut ketentuan undang-undang masih terbuka kesempatan untuk
menggunakan upaya hukum melawan putusan itu, misalnya perlawanan (verzet),
banding, atau kasasi.
1. perlawanan (verzet)
Verzet adalah upaya hukum terhadap putusan verstek yang dijatuhkan
pengadilan karena tergugat tidak hadir pada persidangan pertama. Upaya Hukum
Perlawanan (Verzet) sebagai upaya hukum biasa, diatur dalam Pasal 129 ayat (3)
HIR/Pasal 153 RBg.
Dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 129 ayat (2) HIR/Pasal 153
ayat (2) RBg, tenggang waktu untuk mengajukan perlawanan adalah sebagai
berikut
a. Perlawanan terhadap putusan verstek dapat diajukan dalam tenggang waktu
14 (empat belas) hari terhitung sejak pemberitahuan diterima tergugat secara
pribadi.
b. Jika putusan verstek ini tidak diberitahukan kepada tergugat pribadi, maka
perlawanan masih dapat diajukan sampai hari ke- 8 (delapan) setelah
teguran untuk melaksanakan putusan verstek itu.
c. Apabila tergugat tidak datang menghadap ketika ditegur, perlawanan
tergugat dapat diajukan sampai hari ke-8 (Pasal 129 ayat (2) HIR) sampai
hari ke-14 (Pasal 153 ayat (2) RBG) sesudah putusan verstek dijalankan.
Bagi penggugat yang dikalahkan atau berkeberatan atas putusan verstek
tidak dapat mengajukan verzet, tetapi banding.

48
Perlawanan diajukan oleh tergugat atau kuasa hukumnya (dengan
surat kuasa khusus) ke Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan verzet
dalam tenggang waktu yang telah ditentukan dengan memberikan surat
perlawanan atau memori perlawanan
Tujuan diajukannya verzet adalah dengan maksud agar perkara
yang telah dijatuhkan dengan putusan verstek dapat diperiksa ulang secara
menyeluruh sesuai dengan pemeriksaan kontradiktor dengan permohonan agar
putusan verstek dibatalkan dan sekaligus memohon agar gugatan tidak diterima
atau ditolak
2. Banding
Upaya hukum banding adalah upaya hukum terhadap putusan pengadilan
negeri. Upaya hukum banding adalah upaya hukum terhadap putusan pengadilan
negeri. Pengajuan memori banding ini adalah hak, sehingga tidak ada kewajiban
untuk mengajukan memori banding. Kalau ada memori banding, kepada pihak
lawan diberi kesempatan mengajukan contra memmori banding.
Banding adalah pemeriksaan ulang terhadap keputusan pengadilan oleh
pengadilan yang lebih tinggi atas permintaan pihak yang berperkara yaitu
penggugat maupun tergugat atau pemeriksaan ulang yang dilakukan oleh
pengadilan tinggi terhadap putusan pengadilan negeri (Pengadilan tingkat
pertama). Hal ini terjadi karena apabila salah satu pihak tidak menerima putusan
hakim pengadilan negeri dalam perkara perdata, dapat mengajukan permohonan
banding dengan tujuan perkaranya diperiksa ulang di pengadilan tinggi karena
baik pengugat atau tergugat merasa atau menganggap bahwa putusan Pengadilan
ttingkat pertama tersebut tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
atau aturan yang berlaku.
Selanjutnya apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari tersebut terlewati
untuk mengajukan banding oleh salah satu pihak, maka pengadilan negeri yang
menerimanya tidak boleh menolaknya, tetapi wajib meneruskannya ke pengadilan
tinggi, sebab yang berhak menolak dan menerima permohonan banding tersebut
hanyalah pengadilan tinggi.
3. Kasasi
Kasasi adalah satu tindakan mahkamah agung sebagai pengawas
Tertinggi atas put san-putusan pengadilan lain. Sedangkan, menurut Sarwono

49
kasasi adalah pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh Mahkamah agung
terhadap putusan hakim dalam tingkat peradilan di bawahnya karena putusan itu
menyalahi atau tidak sesuai dengan undang-undang.
Dalam kasasi Pihak yang berkeberatan terhadap putusan pengadilan
tingkat banding (putusan pengadilan tinggi) dapat mengajukan permohonan
pemeriksaan tingkat kasasi ke Mahkamah Agung. Ada dua syarat formal agar
permohonan pememeriksaan tingkat kasasi dapat diterima dalam tenggang waktu
14 hari
Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam permohonan kasasi
sebagaimana diatur dalam pasal 30 UU No. 14/1985 jo. UU no.5/2004 adalah;
a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.
Putusan kasasi demi kepentingan hukum pada dasarnya mengikuti
ketentuan tentang putusan kasasi yang bukan demi kepentingan hukum. Hanya
saja, dalam putusan kasasi tersebut tidak boleh sampai merugikan pihak yang
berperkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) UU No. 3 Tahun
2009.

D. Surat Putusan Pengadilan


PUTUSAN
Nomor 20/PDT/2023/PT PLK
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Tinggi Palangkaraya yang mengadili perkara perdata dalam peradilan
tingkat banding telah menjatuhkan putusan sebagaimana tersebut dibawah ini, dalam perkara
antara:
Tekman, berkedudukan di Desa Simpang Bangkuang, RT.002, Kecamatan Paku, Kabupaten
Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Dalam hal ini memberikan kuasa
kepada Ferry Karuniawan, S.H.,M.H. dan Albertus, S.H. Advokat pada Kantor
Hukum FA & Rekan, beralamat Kantor di Jalan Prodelin Ukur RT.8 Sebelah
Gereja Palanungkai, Kelurahan Tamiang Layang, Kabupaten Barito Timur
Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 14

50
November 2022, sebagaimana telah deregister pada Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Tamiang Layang dibawah register 25/SK/HK/11/2022 tanggal 23
November 2022; Selanjutnya disebut sebagai Pembanding semula Penggugat;
Lawan
Tinsus Tandeng, berkedudukan di Desa Simpang Bangkuang, Rt. 002, Desa Simpang
Bangkuang, Kecamatan Paku, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan
Tengah dalam hal ini memberikan kuasa kepada Sabtuno, S.H., Advokat pada
Kantor Hukum Sesyam Mertokusumo Law Firm, beralamat kantor di Jl. Garasik
RT 10 Nomor 37 Desa Jaar, Kecamatan Dusun Timur, Kabupaten Barito Timur,
Provinsi Kalimantan Tengah - 73611 berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 28
November 2022 sebagaimana telah di register padakepaniteraan Pengadilan
Negeri Tamiang Layang dibawah register 26/SK/HK/11/2022 tanggal 30
November 2022; Selanjutnya disebut sebagai Terbanding semula Tergugat;
Pengadilan Tinggi tersebut ;
Setelah membaca;
1. Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Palangkaraya Nomor 20/PDT/2023/PT PLK
tanggal 2 Maret 2023 tentang penunjukan Majelis Hakim Tinggi yang memeriksa
dan mengadili perkara ini;
2. Surat penunjukkan Panitera Pengganti oleh Panitera Pengadilan Tinggi
Palangkaraya Nomor 20/PDT/2023/PT PLK tanggal 2 Maret 2023;
3. Penetapan Hakim Ketua Majelis Nomor 20/PDT/2023/PT PLK tanggal 2 Maret
2023 tentang penetapan hari sidang;
4. Berkas perkara dan surat surat lain yang berhubungan dengan perkara tersebut ;
TENTANG DUDUK PERKARA
Menerima dan mengutip keadaan-keadaan mengenai duduk perkara sebagaimana
tercantum dalam salinan resmi putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang Nomor
38/Pdt.G/2022/PN Tml dimusyawarahkan Majelis Hakim tanggal 30 Januari 2023 yang
amarnya sebagai berikut :
MENGADILI :
1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp300.000,00
(Tiga Ratus Ribu Rupiah);
Menimbang bahwa sesudah putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang
diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum dan telah dikirim secara

51
elektronik melalui sistem informasi pengadilan pada hari itu juga, Pembanding/
Kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 14Nopember 2022 mengajukan
permohonan banding sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Banding Nomor
38/Pdt.G/2022/PN Tml tanggal 6 Februari 2023 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan
Negeri Tamiang Layang. Permohonan tersebut disertai dengan memori banding
tertanggal 13 Februari 2023 yang diterima secara elektronik melalui sistem informasi
Pengadilan Negeri Tamiang Layang;
Bahwa terhadap memori banding tersebut telah disampaikan kepada Terbanding
secara elektronik melalui sistem informasi Pengadilan Negeri Tamiang Layang pada
tanggal 13 Februari 2023;
Menimbang, bahwa Terbanding dalam perkara ini tidak mengajukan kontra
memori banding;
Menimbang, bahwa kepada para pihak telah diberitahukan secara elektronik,
diberikan kesempatan untuk memeriksa/mempelajari berkas perkara (inzage) sebelum
berkas dikirim ke Pengadilan Tinggi Palangkaraya masing-masing tertanggal 21 Februari
2023;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat
diajukan pada tanggal 6 Februari 2023, 7 (tujuh) hari kalender setelah tanggal
musyawarah Majelis Hakim tanggal 30 Januari 2023, telah diajukan dalam tenggang
waktu dan menurut tata cara serta memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh
Peraturan Perundang-undangan, oleh karena itu permohonan banding tersebut secara
formal dapat diterima;
Menimbang, bahwa dari alasan-alasan banding yang diajukan Pembanding
semula Penggugat sebagaimana diuraikan dalam memori banding selengkapnya sebagai
berikut:
Menimbang, bahwa dari alasan-alasan banding yang diajukan Pembanding
semula Penggugat pada pokoknya bahwa pertimbangan hukum dalam putusan
Pengadilan Negeri Tamiang Layang Nomor 38/Pdt.G/2022/PN Tml adalah kurang
pertimbangan hukum sehingga putusan hakim pertama sangat tidak adil dan cenderung
memihak kepada terbanding/dahulu tergugat, fakta persidangan pembanding/ dahulu
penggugat sudah berpisah rumah selama 8 (delapan) tahun dengan terbanding/dahulu
tergugat dan tidak ada harapan lagi untuk hidup secara bersama-sama dengan
terbanding/dahulu tergugat, hakim pertama dalam memberikan pertimbangan hukum

52
tidak sesuai dengan fakta hukum didalam persidangan. Oleh karenanya Pembanding
semula Penggugat memohon agar Pengadilan Tinggi Palangkaraya menjatuhkan putusan
sebagai berikut :
1. Menerima dan mengabulkan permohonan banding dan keberatan dari
pembanding/ dahulu penggugat untuk seluruhnya;
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri T amiang Layang perkara nomor
38/Pdt.G/2022/PN Tml tertanggal 30 Januari 2023;
Dan serta mengadili sendiri dengan memberikan amar putusan sebagai berikut :
Mengabulkan Gugatan Penggugat Untuk Seluruhnya;
Menimbang bahwa selanjutnya atas memori banding Pembanding semula
Penggugat tersebut, Terbanding semula Tergugat tidak mengajukan Kontra Memori
Banding;
Menimbang, bahwa setelah membaca dan mempelajari berkas perkara tersebut
beserta surat-surat yang terlampir, salinan resmi putusan Pengadilan Negeri Tamiang
Layang Nomor 38/Pdt.G/2022/PN Tml dimusyawarahkan tanggal 30 Januari 2023,
memori banding dari Pembanding semula Penggugat, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
akan mempertimbangkan sebagai berikut;
Menimbang, bahwa terlebih dahulu Majelis Hakim Pengadilan Tinggi akan
mempertimbangkan putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama bahwa pada bagian
penutup yaitu putusan tersebut telah dibacakan dalam persidangan terbuka untuk umum
namun tidak dicantumkan hari, tanggal bulan tahun dan dibacakan oleh siapa putusan
dimaksud. Sedangkan untuk menentukan tanggal suatu putusan didasarkan pada tanggal
putusan itu dibacakan dalam persidangan terbuka untuk umum, bukan tanggal saat
musyawarah Majelis Hakim, sehingga putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang
Nomor 38/Pdt.G/2022/PN Tml ini tidak mencantumkan tanggal;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi telah membaca Berita
Acara Sidang Elektronik (Lanjutan ke-9) perkara Perdata Pengadilan Negeri Tamiang
Layang yang memeriksa dan mengadili perkara pada peradilan tingkat pertama
berlangsung di Sistem lnformasi Pengadilan Negeri Tamiang Layang pada hari Senin
tanggal 30 Januari 2023, bahwa Hakim Ketua menyampaikan putusan yang amarnya
sebagai berikut:
1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp300.000,00
(Tiga Ratus Ribu Rupiah);

53
Menimbang, bahwa berdasarkan Berita Acara Sidang Elektronik (Lanjutan ke-
9) tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa putusan Pengadilan
Negeri Tamiang Layang Nomor 38/Pdt.G/2022/PN Tml ini telah dibacakan dalam
persidangan yang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Senin tanggal 30
Januari 2023;
Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
berpendapat bahwa tanggal putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang Nomor
38/Pdt.G/2022/PN Tml ini adalah tanggal 30 Januari 2023;
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi akan
mempertimbangkan alasan-alasan keberatan Pembanding sebagai berikut dibawah ini;
Menimbang, bahwa keberatan Pembanding pertama bahwa putusan Pengadilan
Negeri Tamiang Layang Nomor 38/Pdt.G/2022/PN Tml adalah kurang pertimbangan
hukum sehingga putusan hakim pertama sangat tidak adil dan cenderung memihak
kepada Terbanding/dahulu Tergugat;
Menimbang, bahwa dalam gugatan perceraian, identitas para pihak sangatlah
penting karena mempengaruhi kewenangan mengadili secara absolut atau relatif, dan
persyaratan yang harus dipenuhi para pihak yang bersengketa;
Menimbang, bahwa memperhatikan surat gugatan dan surat kuasa khusus
Penggugat, bahwa identitas Penggugat maupun Tergugat beragama sama yaitu Kristen,
beralamat dan bertempat tingggal yang sama yaitu di Desa Simpang Bangkuang, Rt.
002 I R w. - , Kelurahan/Desa Simpang Bangkuang, Kecamatan Paku, Kab. Barito
Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Bahwa berdasarkan bukti surat P-3, P-4, P-7, T-1,
T-3, membuktikan bahwa Penggugat maupun Tergugat beragama Kristen dan mereka
bertempat tinggal di Desa Simpang Bangkuang, Rt. 002 I Rw. - , Kelurahan/Desa
Simpang Bangkuang, Kecamatan Paku, Kab. Barito Timur, Provinsi Kalimantan
Tengah; Bahwa dengan demikian identitas tentang agama dan tempat tinggal Penggugat
maupun Tergugat telah sesuai dengan bukti surat P-3, P-4, P-7, T1, T-3, sehingga sudah
tepat Pengadilan Negeri Tamiang Layang berwenang mengadili perkara perceraian a
quo;
Bahwa didalam surat gugatan dan surat kuasa khusus Penggugat secara jelas
disebutkan pekerjaan Pengguggat adalah swasta/ pensiun (PNS), sedang pekerjaan
Tergugat adalah Pegawai Negeri Sipil;

54
Bahwa berdasarkan bukti surat P-3, P-4, P-7, T-1, T-3 yang bersesuaian
dengan keterangan saksi Esteriati dan Saksi Tabela Pranata membuktikan bahwa
Tergugat pekerjaannya sebagai Pegawai Negeri Sipil;
Bahwa oleh karena pekerjaan Tergugat sebagai Pegawai Negeri Sipil, maka
terdapat persyaratan yang harus dipenuhi, akan dipertimbangkan dibawah ini;
Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil pasal 3 :
1. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau
surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat;
2. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai penggugat atau bagi
Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai tergugat untuk memperoleh izin
atau surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mengajukan
permintaan secara tertulis;
3. Dalam surat permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk
mendapatkan surat keterangan harus dicantumkan alasan yang lengkap yang
mendasarinya".
Bahwa Penjelasan pasal 3
Ayat (1) Ketentuan ini berlaku bagi setiap Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan
perceraian, yaitu bagi Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan gugatan perceraian
(penggugat) wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat, sedangkan bagi Pegawai
Negeri Sipil yang menerima gugatan perceraian (tergugat) wajib memperoleh surat
keterangan lebih dahulu dari Pejabat sebelum melakukan perceraian.
Ayat (2) Permintaan izin perceraian diajukan oleh penggugat kepada Pejabat secara
tertulis melalui saluran hierarki sedangkan tergugat wajib memberitahukan adanya
gugatan perceraian dari suami/istri secara tertulis melalui saluran hierarki dalam jangka
waktu selambat-lambatnya enam hari kerja setelah menerima gugatan perceraian.
Menimbang, bahwa memperhatikan ketentuan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor
10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil
pasal 3 beserta Penjelasannya tersebut, maka Tergugat yang berstatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil mempunyai kewajiban yaitu setelah menerima gugatan perceraian wajib
memperoleh surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat dengan cara memberitahukan
adanya gugatan perceraian dari suami (Penggugat) secara tertulis melalui saluran hierarki

55
dalam jangka waktu selambat-lambatnya enam hari kerja setelah menerima gugatan
perceraian;
Menimbang, bahwa memperhatikan Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI
Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1983, dimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil, Majelis
Hakim Pengadilan Tinggi perlu mempedomani sebagai landasan untuk menangani
perkara perceraian dimana pihak Tergugat berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil;
Menimbang, bahwa instruksi dalam Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI
Nomor 5 Tahun 1984 dapat dianalogikan dapat diberlakukan juga dalam perkara ini
sehingga sebelum memulai pemeriksaan di Pengadilan agar Hakim memerintahkan lebih
dahulu kepada Pegawai Negeri Sipil yaitu Tergugat untuk memberitahukan adanya
gugatan perceraian dari suami (Penggugat) secara tertulis melalui saluran hierarki dalam
jangka waktu selambat-lambatnya enam hari kerja setelah menerima gugatan perceraian;
Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi mempelajari
Putusan beserta Berita Acara Persidangan tidak menemukan adanya keadaan bahwa
Tergugat telah memberitahukan tentang adanya gugatan perceraian dari suami
(Penggugat) secara tertulis melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-
lambatnya enam hari kerja setelah menerima gugatan perceraian. Demikian juga sebelum
memulai pemeriksaan perkara dipersidangan, Majelis Hakim Tingkat Pertama tidak
memerintahkan lebih dahulu kepada Pegawai Negeri Sipil yaitu Tergugat untuk
memberitahukan adanya gugatan perceraian dari suami (Penggugat) secara tertulis
melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya enam hari kerja setelah
menerima gugatan perceraian;
Menimbang, bahwa dengan demikian dalam perkara perceraian ini belum
dipenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1990
Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin
Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil, yaitu belum adanya surat
keterangan lebih dahulu dari Pejabat atasan Tergugat; Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan diatas, maka syarat formal penyelesaian gugatan perceraian belum
dipenuhi;
Menimbang, bahwa oleh karena itu Majeis Hakim Pengadilan Tinggi
berpendapat gugatan perceraian yang demikian harus dinyatakan tidak dapat diterima;

56
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka Pengadilan
Tinggi Palangkaraya berpendapat bahwa putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang
Nomor 38/Pdt.G/2022/PN Tml tanggal 30 Januari 2023 tidak dapat dipertahankan dan
harus dibatalkan, selanjutnya Pengadilan Tinggi akan mengadili sendiri sebagaimana
dalam amar putusan ini;
Menimbang bahwa oleh karena putusan Pengadilan Tingkat Pertama
dibatalkan, maka Pembanding semula Penggugat harus dihukum untuk membayar biaya
perkara;
Memperhatikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Pengadilan
Ulangan di luar Jawa dan Madura (R.Bg), Stb Nomor 1947/227 jo. Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum yang telah beberapa kali diubah dan
perubahan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009, Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian
Bagi Pegawai Negeri Sipil, serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan:
MENGADILI
1. Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat tersebut;
2. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang Nomor
38/Pdt.G/2022/PN Tml tanggal 30 Januari 2023 yang dimohonkan banding;
MENGADILI SENDIRI:
1. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke
verklaard);
2. Menghukum Pembanding semula Penggugat untuk membayar biaya perkara
dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding ditetapkan sejumlah
Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu Rupiah).
Demikian diputus dalam rapat musyawarah Majelis Hakim Tinggi
Pengadilan Tinggi Palangkaraya, pada hari Senin tanggal 13 Maret 2023 oleh kami
DIRIS SINAMBELA, S.H. selaku Hakim Ketua didampingi oleh DJOKO
INDIARTO, S.H., M.H. dan HERU BUDYANTO, S.H., M.H. masing-masing
sebagai Hakim Anggota, Putusan ini diucapkan dalam persidangan terbuka untuk
umum pada hari Rabu tanggal 15 Maret 2023 oleh Majelis Hakim tersebut dibantu
oleh TIOMINA SIMANJUNTAK, S.H., Panitera Pengganti pada Pengadilan
Tinggi tersebut dan telah dikirimkan secara elektronik melalui sistim informasi
pengadian pada hari itu pula.

57
Hakim Anggota, Hakim Ketua Majelis

DJOKO INDIARTO, S.H., M.H., DIRIS SINAMBELA, S.H

HERU BUDYANTO, S.H., M.H.

Panitera Pengganti

TIOMINA SIMANJUNTAK,S.H.

Perincian biaya:
1. Meterai ……………… Rp. 10.000,00
2. Redaksi……............... Rp. 10.000,00
3. Biaya Proses ……….. Rp. 130.000,00
Jumlah …………….... Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah)

DISKUSI
1. Rabiatul Aulia
Pertanyaan :
a. Misalkan penggugat yang menang dalam persidangan namun melakukan mengajukan
banding karena hanya sebagian saja permohonannya yg dikabulkan, dan di waktu yang bersamaan
tergugat melakukan perlawanan(verzet) karena merasa dirugikan, apakah hal ini dapat dilakukan?

58
b. Serta di makalah tadi ada disebutkan ada 2 syarat formal agar permohonan pemeriksaan
kasasi dapat diterima, bisa kah pemateri menjelaskan apa saja syarat tersebut?
Jawaban :
a. Ya, dalam sistem hukum yang memperbolehkan proses banding dan perlawanan, baik
penggugat yang merasa tidak puas dengan keputusan pengadilan maupun tergugat yang merasa
dirugikan dapat mengambil langkah-langkah hukum tersebut.
Penggugat yang memenangkan sebagian permohonannya namun tidak puas dengan keputusan
pengadilan dapat mengajukan banding. Banding merupakan proses hukum di mana kasus diperiksa
ulang oleh pengadilan tingkat yang lebih tinggi. Dalam banding, penggugat dapat meminta
pengadilan banding untuk memeriksa kembali seluruh kasus atau hanya aspek-aspek tertentu yang
dia anggap tidak adil dalam keputusan pengadilan sebelumnya. Meskipun penggugat telah
memenangkan sebagian permohonannya, mereka masih memiliki hak untuk mengajukan banding
untuk mencapai hasil yang lebih menguntungkan.
Di sisi lain, tergugat yang merasa dirugikan oleh keputusan pengadilan juga memiliki hak
untuk melakukan perlawanan, yang juga dikenal sebagai verzet atau penentangan. Perlawanan
adalah upaya hukum yang diajukan oleh tergugat yang merasa ada kekeliruan dalam keputusan
pengadilan. Dengan melakukan perlawanan, tergugat berharap untuk mengubah atau membatalkan
keputusan pengadilan yang dianggap merugikan dirinya.
Dalam kasus yang Anda sebutkan, baik penggugat maupun tergugat memiliki hak untuk
melanjutkan proses hukum dan mengajukan banding serta perlawanan sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku di yurisdiksi tempat persidangan berlangsung. Penting untuk dicatat bahwa
proses banding dan perlawanan biasanya memiliki batas waktu tertentu yang harus diperhatikan agar
langkah-langkah hukum tersebut dapat dilakukan secara sah.
b. ada dua syarat formal yang umumnya harus dipenuhi agar permohonan pemeriksaan
kasasi dapat diterima. Syarat-syarat formal ini berbeda-beda tergantung pada sistem hukum yang
berlaku di suatu negara. Namun, secara umum, dua syarat formal yang sering ditemui adalah:
Syarat Keputusan yang Dapat Diajukan Kasasi: Syarat ini mengharuskan bahwa keputusan
yang diajukan untuk pemeriksaan kasasi harus merupakan keputusan terakhir dari pengadilan yang
berwenang dalam tingkat banding atau tingkat terakhir yang mungkin ada. Dengan kata lain, semua
upaya hukum yang tersedia di tingkat banding atau tingkat yang lebih tinggi harus sudah dilalui
sebelum permohonan pemeriksaan kasasi dapat diajukan. Ini penting karena kasasi biasanya
bertujuan untuk memeriksa kesalahan hukum yang dilakukan oleh pengadilan di tingkat di
bawahnya, dan oleh karena itu, pengadilan kasasi hanya akan memeriksa keputusan terakhir yang
tidak dapat diajukan banding.

59
Syarat Waktu: Syarat waktu adalah batasan waktu yang ditetapkan untuk mengajukan
permohonan pemeriksaan kasasi setelah dikeluarkannya keputusan terakhir yang dapat diajukan
kasasi. Batasan waktu ini berbeda-beda dalam setiap yurisdiksi hukum, dan biasanya ditetapkan
dalam undang-undang atau peraturan yang mengatur proses hukum. Permohonan pemeriksaan
kasasi harus diajukan dalam batas waktu yang ditentukan, dan jika melebihi batas waktu yang
ditetapkan, permohonan tersebut mungkin tidak akan diterima oleh pengadilan kasasi
2. raudatul husna
pertanyaan :
Bisakah Pemateri memberikan contoh konkret tentang situasi di mana putusan pengadilan tidak
menjadi tetap?
Jawaban :
ketika pihak yang kalah dalam kasus mengajukan banding. Proses banding ini memungkinkan
pihak yang tidak puas dengan keputusan pengadilan untuk mengajukan permohonan kepada
pengadilan yang lebih tinggi untuk mengkaji kembali keputusan tersebut. Jika banding diterima,
keputusan pengadilan tingkat pertama dapat dibatalkan atau diubah oleh pengadilan yang lebih
tinggi.
contoh konkret tentang situasi di mana putusan pengadilan tidak menjadi tetap dapat di lihat
pada pertanyaan dari rabiatul aulia
Penggugat yang memenangkan sebagian permohonannya namun tidak puas dengan keputusan
pengadilan dapat mengajukan banding. Banding merupakan proses hukum di mana kasus diperiksa
ulang oleh pengadilan tingkat yang lebih tinggi. Dalam banding, penggugat dapat meminta
pengadilan banding untuk memeriksa kembali seluruh kasus atau hanya aspek-aspek tertentu yang
dia anggap tidak adil dalam keputusan pengadilan sebelumnya. Meskipun penggugat telah
memenangkan sebagian permohonannya, mereka masih memiliki hak untuk mengajukan banding
untuk mencapai hasil yang lebih menguntungkan.
Di sisi lain, tergugat yang merasa dirugikan oleh keputusan pengadilan juga memiliki hak
untuk melakukan perlawanan, yang juga dikenal sebagai verzet atau penentangan. Perlawanan
adalah upaya hukum yang diajukan oleh tergugat yang merasa ada kekeliruan dalam keputusan
pengadilan. Dengan melakukan perlawanan, tergugat berharap untuk mengubah atau membatalkan
keputusan pengadilan yang dianggap merugikan dirinya.
Dalam kasus yang Anda sebutkan, baik penggugat maupun tergugat memiliki hak untuk
melanjutkan proses hukum dan mengajukan banding serta perlawanan sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku di yurisdiksi tempat persidangan berlangsung.
3. Azizah

60
Pertanyaan :
Bagaimana teori hukum acara dapat menjelaskan secara komprehensif mengenai kekuatan
mengikat dari pada putusan, termasuk dalam konteks menciptakan atau menghapuskan wewenang
dan kewajiban prosesuil, serta bagaimana teori ini mempertimbangkan kompleksitas dan kepastian
penetapan hubungan hukum yang menjadi inti dari sebuah sengketa?
Jawaban :
teori hukum acara dapat menjelaskan secara komprehensif mengenai kekuatan mengikat dari
suatu putusan. Teori hukum acara mencakup prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang mengatur
kekuatan hukum dan kepatuhan terhadap putusan pengadilan. Salah satunya adalah prinsip
Kekuasaan Pengadilan dalam Menciptakan Wewenang Prosesuil, yaitu Pengadilan memiliki
kewenangan untuk menciptakan wewenang prosedural melalui interpretasi dan aplikasi hukum
acara. Putusan pengadilan dapat mempengaruhi dan membentuk aturan prosedural yang berlaku
dalam suatu yurisdiksi. Dengan demikian, putusan pengadilan dapat memperluas atau membatasi
wewenang prosedural yang ada. Teori hukum acara mempertimbangkan kompleksitas dan kepastian
penetapan hubungan hukum yang menjadi inti dari sebuah sengketa melalui beberapa prinsip dan
mekanisme yang dirancang untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satunya dengan Mekanisme
Pembuktian. Teori hukum acara memiliki mekanisme yang dirancang untuk menangani
kompleksitas pembuktian dalam sengketa. Aturan-aturan mengenai beban pembuktian, standar
bukti, dan admissibilitas bukti dirancang untuk memastikan bahwa fakta-fakta yang relevan dan
signifikan dapat diajukan secara adil dan dapat dipertimbangkan oleh pengadilan. Mekanisme ini
membantu memastikan bahwa keputusan pengadilan didasarkan pada fakta yang terbukti dengan
cukup jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

61

Anda mungkin juga menyukai