Anda di halaman 1dari 8

Lex Privatum Vol. VIII/No.

2/Apr-Jun/2020

GUGATAN REKONVENSI DALAM SENGKETA terhadap tergugat, sehingga tergugat dapat


PERTANAHAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM mengajukan gugatan terhadap penggugat
PERDATA1 sepanjang tidak menyamping dari ketentuan
Oleh: Rezky Mokodongan2 yang ada. Gugatan dari pihak tergugat ini
Dani R. Pinasang3 disebut gugat balik atau Rekonvensi.
Nixon S. Lowing4 Berdasarkan ketentuan pasal 132 a ayat (1) HIR
Rekonvensi adalah gugatan yang diajukan
ABSTRAK tergugat sebagai gugatan balasan terhadap
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk gugatan yang diajukan penggugat kepadanya,
mengetahui bagaimana gugatan rekonvensi dan gugatan rekonvensi itu, diajukan tergugat
menurut peraturan perundang-undangan dan kepada Pengadilan Negeri, pada saat
bagaimana penerapan gugatan rekonvensi berlangsung proses pemeriksaan gugatan yang
dalam sengketa pertanahan menurut perspektif di ajukan penggugat.5 Gugatan rekonvensi baru
hukum perdata. Dengan menggunakan metode dapat dilakukan misalnya dalam perikatan
penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. penggugat melakukan wanprestasi dalam
Gugatan rekonvensi menurut peraturan hubungan hukum. Pada dasarnya perikatan
perundang-undangan harus di ajukan sesuai merupakan suatu hubungan hukum (mengenai
dengan dasar hukum gugatan rekonvensi yang kekayaan harta benda) antara dua orang yang
di atur dalam HIR pasal 132 a dan pasal 132 b, memberi hak pada yang satu untuk menuntut
serta dalam RBG di atur dalam pasal 157 dan barang sesuatu dari yang lainnya, sedang orang
158. Menurut ketentuan Pasal 132 b ayat (1) yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan
HIR jo. Pasal 158 ayat (1) RBg gugatan itu.6
rekonvensi dapat diajukan baik secara lisan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR)
maupun tulisan. 2. Penerapan gugatan tidak menetukan tentang adanya hubungan
rekonvensi dalam sengketa pertanahan hukum antara gugatan konvensi dan
menurut perspektif hukum perdata baru bisa rekonvensi. tetapi di dalam praktek apabila
diajukan oleh tergugat konvensi kepada keduanya tidak ada hubungan hukum dirasakan
penggugat konvensi apabila dalam hubungan amat janggal sehingga dalam hal ini hakim
hukum antara kedua bela pihak baik penggugat dapat memisahkan antara kedua gugatan
konvensi dan tergugat konvensi sama-sama tersebut dan akan diperiksa sendiri-sendiri
melakukan perbuatan yang menyebabkan sebagai gugatan biasa. Menurut ketentuan
kerugian atau tidak terpenuhinya hak dari Pasal 132 b ayat (1) HIR jo. Pasal 158 ayat (1)
pihak-pihak yang melakukan hubungan hukum RBg gugatan rekonvensi dapat di ajukan oleh
sehingga kedua bela pihak saling menggugat terguagat baik dengan cara tertulis maupun
untuk terpenuhinya hak tersebut. lisan.7 Gugatan rekonvensi pada hakekatnya
Kata kunci: Gugatan Rekonvensi, Sengketa merupakan komulasi atau gabungan dua
Pertanahan, Perspektif Hukum Perdata gugatan yang saling berhubungan. Pengajuan
gugatan rekonvensi merupakan suatu hak
PENDAHULUAN istimewa yang diberikan oleh hukum acara
A. Latar Belakang perdata kepada tergugat untuk mengajukan
Adakalanya dalam suatu sengketa perdata suatu kehendak untuk menggugat dari pihak
kedua belah pihak baik tergugat maupun tergugat terhadap pihak penggugat secara
penggugat sama-sama mempunyai hubungan bersama-sama dengan gugatan asal. Suatu hak
hukum sehingga diantara para pihak dapat istimewa, oleh karena sesungguhnya pihak
saling menggugat untuk dipenuhinya suatu tergugat yang hendak menggugat pihak
perhubungan hukum tersebut, misalnya dalam penggugat asal, disebut pula penggugat dalam
hal penggugat juga melakukan wansprestasi rekonvensi, dapat pula menempuh jalan lain,

1 Artikel Skripsi. 5 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika,


2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM : Jakarta: 2019, Hlm. 537.
16071101345 6 Subekti, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, Intermasa,
3 Fakultas Hukum Unsrat, Doktor Ilmu Hukum Jakarta: 1989, Hlm. 122.
4 Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum 7 Sarwono, Op.cit, Hlm. 175.

126
Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr-Jun/2020

yaitu dengan mengajukan gugatan baru uraian di atas penulis tertarik untuk menulis
tersendiri, lepas dari gugatan asal. skripsi yang berjudul “GUGATAN REKONVENSI
Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama DALAM SENGKETA PERTANAHAN MENURUT
tidak diajukan gugatan balas, maka dalam PERSPEKTIF HUKUM PERDATA”.
tingkat banding tidak dapat diajukan lagi, hal ini
seperti diatur dalam Pasal 132 a ayat (2) HIR jo. B. Rumusan Masalah
Pasal 157 ayat (4) RBG. Gugatan rekonvensi 1. Bagaimanakah gugatan rekonvensi
yang diajukan bersama dengan jawaban menurut peraturan perundang-undangan
tergugat dan tidak diajukan secara tersendiri ?
dalam proses persidangan yang lain 2. Bagaimanakah penerapan gugatan
mempunyai beberapa keuntungan antara lain rekonvensi dalam sengketa pertanahan
apabila gugatan balasan atau rekonvensi ini menurut perspektif hukum perdata ?
diajukan bersama-sama dengan jawaban
tergugat akan dapat menghemat ongkos C. Metodologi Penelitian
perkara karena pemeriksaan dilakukan Metodologi Penelitian adalah penelitian
bersamaan dengan perkara pokok sehingga hukum normatif biasa disebut penelitian yuridis
tidak lagi membayar ongkos perkara. normatif.8 Penulisan bertujuan untuk
Keuntungan selanjutnya adalah mempermudah mengungkapkan kebenaran secara sistematis,
prosedur karena secara tidak langsung metodologis, dan konsisten. Melalui proses
memotong rangkaian proses mulai dari peneletian tersebut diadakan analisa dan
pengajuan gugatan sampai dengan konstruksi terhadap data yang telah
pemanggilan para pihak untuk melakukan dikumpulkan dan diperoleh.
persidangan lagi. Rekonvensi yang diajukan
bersamaan dengan jawaban tergugat juga PEMBAHASAN
dapat menghindarkan putusan-putusan yang A. Gugatan Rekonvensi menurut Peraturan
saling bertentangan, karena gugatan konvensi Perundang-Undangan
dan rekonvensi diselesaikan sekaligus dan Pada masyarakat Indonesia secara luas
diputus dalam satu surat putusan, kecuali kalau gugatan rekonvensi dikenal dengan sebutan
pengadilan berpendapat bahwa perkara yang gugatan balik yang dilakukan dengan cara
satu dapat diselesaikan lebih dahulu daripada menggugat balik. Frase ini sama dengan yang
yang lain. Dalam hal terjadi perkara yang satu ditemukan dalam RBG yang menggunakan frase
dapat diselesaikan lebih dahulu dari pada yang gugatan balik dan di dalam HIR digunakan
lain maka pemeriksaan perkaranya yang dapat tuntutan balik. Istilah asli dari kata rekonvensi
didahulukan akan diperiksa terlebih dahulu berasal dari bahasa Belanda reconventie (eis in
aman tetapi gugatan semula dan rekonvensi reconventie), sebagai lawan dari conventie (eis
yang belum diputuskan tetap diperiksa oleh in conventie), kemudian di Indonesiakan
hakim yang sama sampai dijatuhkan putusan menjadi rekonvensi dan gugatan asalnya di
terakhir. Indonesiakan juga menjadi konvensi.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan HIR, Dasar hukum gugatan rekonvensi di atur
rekonvensi yang dilakukan tergugat terhadap dalam HIR Pasal 132 a dan Pasal 132 b, serta
penggugat sebagai tindakan yang bertujuan dalam RBG di atur dalam Pasal 157 dan Pasal
memperoleh perlindungan hak tergugat yang 158. Pasal 132 a Ayat (1) HIR menyatakan:
diajukan oleh penggugat. Pengajuan gugatan Dalam tiap-tiap perkara, tergugat berhak
rekonvensi harus berdasarkan peraturan yang mengajukan tuntutan balik, kecuali: (RV. 244.)
berlaku dan memperhatikan langkah-langkah 1. Bila penggugat semula itu menuntut
dalam mengajukan gugatan rekonvensi, agar karena suatu sifat, sedang tuntutan balik
gugatan rekonvensi dapat diterima oleh itu mengenai dirinya sendiri, atau
pengadilan negeri. Oleh sebab itu tergugat sebaliknya; (KUHPerd. 383, 452, 1655
hendaknya mengajukan gugatan rekonvensi dst.)
dengan mematuhi ketentuan yang berlaku agar
tidak menimbulkan masalah-masalah yang baru
dan menghabiskan waktu dan biaya. Atas dasar 8 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika,
Jakarta, 2014, Hlm. 12.

127
Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr-Jun/2020

2. Bila pengadilan negeri yang memeriksa berhak memeriksa perkara tersebut,


tuntutan asal tak berhak memeriksa maka tergugat tidak dapat mengajukan
tuntutan balik itu, berhubung dengan gugatan balik atau rekonvensi. Sehingga
pokok perselisihan itu; (ISR. 136; RO. 95.) jika gugatan konvensi dinyatakan tidak
3. Dalam perkara perselisihan tentang dapat diterima, maka gugatan rekonvensi
pelaksanaan putusan hakim. (IR. 207.) juga harus dinyatakan tidak dapat
Jika disaring unsur – unsur pasal di atas diterima. Hal demikian ini dinyatakan
maka dapat kita uraikan sebagai berikut: juga dalam Putusan Mahkamah Agung
1. Gugatan rekonvensi merupakan hak dari No. 1527 K/Sip/1976 yang menyatakan:
tergugat untuk mengajukannya. “Karena gugatan rekonvensi yang telah
2. Gugatan rekonvensi bersifat terbatas, diputus oleh judex facti sangat erat
dan tidak dapat diajukan terhadap 3 hubungannya dengan gugatan konvensi.
ketentuan yang tersebut dalam pasal di sedang gugatan konvensi ini tidak/belum
atas. diperiksa, karena dinyatakan tidak dapat
3. Tergugat tidak dapat menuntut dalam diterima, maka gugatan rekonvensi
rekonvensinya kepada pribadi individu mustinya tidak dapat diperiksa dan
yang mewakili penggugat. Seperti diputus sebelum gugatan konvensinya
seorang wali yang mewakili anak yang di diperiksa/diputus”.
bawah umur (Pasal 383 KUHPerdata) 5. Dalam perkara tentang pelaksanaan
untuk melakukan gugatan, berarti putusan hakim tidak dapat diajukan
tergugat tidak dapat menuntut (dalam gugatan rekonvensi. Contohnya misalnya
rekonvensi) kepada diri pribadi wali seperti berikut: telah ada putusan
tersebut. Begitu juga dengan wali dari pengadilan yang berkekuatan hukum
seseorang yang ditempatkan di bawah tetap antara A dan B. kemudian ketika
pengampuan (Pasal 452 KUHPerdata). akan dieksekusi C mengajukan gugatan
Dan juga kepada direksi atau pengurus perlawanan (derden verzet) terhadap
perusahaan yang mewakili putusan pengadilan tersebut. Gugatan
perusahaannya melakukan gugatan perlawanan ini tidak dapat diajukan
terhadap penggugat (Pasal 1655 rekonvensi oleh pihak terlawan.
KUHPerdata), maka penggugat tidak Ketentuan hukum mengenai waktu untuk
dapat mengajukan gugatan rekonvensi mengajukan gugatan rekonvensi diatur dalam
dengan menarik diri individu pengurus Pasal 132 a Ayat (2) HIR dan Pasal 132 b Ayat
perusahaan tersebut yang sedang (1) HIR. Pasal 132 a Ayat (2) HIR menyatakan
mewakili perusahaannya, meskipun diri “Jika dalam pemeriksaan pada tingkat pertama
pribadi pengurus tersebut memiliki tidak diajukan tuntutan balik, maka dalam
hubungan hukum katakanlah utang banding tak boleh lagi diajukan tuntutan itu”.
piutang dengan tergugat konvensi, maka Hal ini pada umumnya dipahami oleh sebagian
tergugat konvensi jika akan mengajukan besar pelaku di dunia hukum, bahwa untuk
gugatan atas dasar hubungan hukum mengajukan gugatan rekonvensi harus
terkait masalah utang piutang tersebut, dilakukan pada saat kasus tersebut diproses di
haruslah mengajukan gugatan tersendiri Pengadilan Negeri. Yang menjadi pertanyaan
bukan memasukkannya dalam gugatan dan perdebatan umum yakni dalam proses di
rekonvensi. Hal yang sama juga berlaku Pengadilan Negeri, pada tahap mana diajukan
untuk kuasa hukum (advokat) yang gugatan rekonveni tersebut, apakah saat
sedang mewakili kliennya di pengadilan, mengajukan jawaban pertama, duplik,
maka penggugat rekonvensi tidak dapat pemeriksaan, atau sebelum ada putusan.
menggugat advokat tersebut, melainkan Terkait dengan hal ini, maka kita harus
tetap menggugat pemberi kuasa advokat mengacu kepada ketentuan Pasal 132 b Ayat
yang yang mengajukan gugatan konvensi. (1) HIR yang menyatakan “Si tergugat wajib
4. Pengadilan negeri yang memeriksa mengajukan gugatan rekonvensi ber-sama-
tututan penggugat asal dan pengadilan sama dengan jawabannya, baik tertulis maupun
negeri tersebut menyatakan diri tidak dengan lisan”. Namun pasal ini mengundang

128
Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr-Jun/2020

perbedaan interpretasi terkait dengan kata gugatan itu, harus mengenai sengketa yang
“jawaban”, yang tidak menjelaskan tentang benar-benar bersangkut paut hubungan
jawaban yang mana atau jawaban yang hukumnya antara pemberi kuasa dengan
keberapa gugatan rekonvensi tersebut harus tergugat. Contohnya, A bertindak sebagai kuasa
diajukan. Ada yang berpendapat bahwa B mengajukan gugatan kepada C tentang
gugatan rekonvensi harus diajukan bersamaan sengketa hak milik tanah. A mempunyai utang
dengan jawaban tergugat yang pertama, dan kepada C. Dalam peristiwa semacam ini
tidak dapat diajukan pada saat mengajukan undang-undang melarang atau tidak
duplik. Pendapat semacam ini didasarkan membenarkan C mengajukan gugatan
dengan Putusan Mahkamah Agung No. 346 rekonvensi kepada A mengenai utang tersebut.
K/Sip/1975 yang pada intinya menyatakan Sengketa ini harus diajukan oleh C secara
“Karena gugatan rekonvensi baru diajukan pada tersendiri kepada A melalui prosedur gugatan
jawaban tertulis kedua, gugatan rekonvensi perdata biasa.
tersebut adalah terlambat”. Dari penjelasan di atas, apabila penggugat
bertindak dalam kedudukan melaksanakan
B. Penerapan Gugatan Rekonvensi dalam tugas, sedang rekonvensi ditunjukan kepada
Sengketa Pertanahan menurut Perspektif diri pribadinya, gugatan itu melanggar
Hukum Perdata ketentuan Pasal 132 a ayat (1) ke-1 HIR.
Pasal 132a ayat (1) HIR, mengatur bahwa Misalnya, wali dalam melaksanakan fungsi
tergugat berhak mengajukan gugatan perwakilan, mengajukan gugatan untuk dan
rekonvensi dalam setiap perkara. Jadi, pada atas nama orang yang berada di bawah
prinsipnya terhadapa perkara apapun dapat perwakilan. Tergugat dilarang mengajukan
diajukan gugatan rekonvensi. Akan tetapi, gugatan rekonvensi yang menyangkut sengketa
ternyata pasal tersebut mencantumkan pribadi antara wali dengan tergugat. Atau
pengecualian, berupa larangan mengajukan direktur perseroan berdasarkan pasal 82 UU PT.
gugatan rekonvensi terhadap gugatan konvensi Menurut pasal tersebut, direksi bertugas
dalam perkara tertentu. Larangan pengajuan mewakili perseroan di dalam maupun diluar
gugatan rekonvensi yaitu: pengadilan. Dalam kedudukan dan kapasitas
1. Larangan mengajukan gugatan rekonvensi tersebut, salah seorang direksi menggugat A
kepada diri orang yang bertindak untuk membayar utangnya kepada A. Dalam
berdasarkan suatu kualitas. kasus seperti itu A dilarang mengajukan
Larangan tentang hal ini diatur dalam Pasal gugatan rekonvensi kepada diri pribadi direksi
132 a ayat (1) ke 1 HIR yang tidak dimaksud agar melunasi utangnya atau supaya
memperbolehkan pengajuan gugatan utang pribadi deireksi itu dikompensasi dengan
rekonvensi kepada diri pribadi penggugat, utang A kepada perseroan. Kalau A ingin
sedangkan dia tengah bertindak sebagai menuntut utangnya kepada direksi itu, ia tidak
penggugat mewakili kepentingan pemberi dapa mengajukannya melalui jalur gugatan
kuasa (principal). Misalnya, seorang kuasa yang rekonvensi, tetapi ia harus mengajukan gugatan
bertindak mengajukan gugatan kepada perdata yang terpisah dan berdiri sendiri.
tergugat untuk kepentingan dan atas nama (on Demikian halnya dengan pengurus Yayasan
behalf) pemberi kuasa (principal). Berarti kuasa menurut pasal 35 ayat (1) Undang-undang
tersebut adalah orang yang bertindak dalam Nomor 16 Tahun 2002. Pengurus Yayasan
kualitas mewakili kepentingan pemmberi memiliki fungsi dan kapasitas mewakili Yayasan
kuasa. di dalam dan di luar pengadilan. Oleh karena
Dalam kasus diatas, tergugat dilarang atau itu, apabila pengurus bertindak menggugat
tidak dibenarkan mengajukan gugatan seseorang di pengadilan, orang tersebut
rekonvensi mengenai perkara yang ditunjukkan dilarang mengajukan gugatan rekonvesi kepada
kepada diri pribadi kuasa. Jika tergugat hendak diri pribadi pengurus itu, tetapi ia dapat
mengajukan rekonvensi, harus ditujukan mengajukan gugatan perdata tersendiri.
kepada diri pribadi pemberi kuasa dalam status 2. Larangan mengajukan gugatan rekonvensi di
dan kepastiannya sebagai pemberi kuasa luar yurisdiksi Pengadilan Negeri yang
(principal), serta perkara yang diajukan dalam memeriksa perkara

129
Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr-Jun/2020

Larangan ini diatur dalam Pasal 132 a ayat efektif atau efisien, pelanggaran atau asas
(1) ke 2 HIR, namun larangan dalam pasal ini forum rei sitae dapat dibenarkan. Oleh karena
hanya dapat diterapkan sepanjang mengenai itu, D dibenarkan Mengajukan gugatan
pelanggaran yurisdiksi absolut, tetapi dapat rekonvensi terhadap C mengenai sengketa hak
ditolerir apabila yang dilanggar adalah milik atas tanah tersebut berhadapan dengan
kompetensi relatif. Contohnya, A menggugat B gugatan utang piutang yang diajukan C
atas sengketa jual beli tanah. Terhadap gugatan kepadanya di Pengadilan Negeri Bandung.
tersebut, B mengajukan gugatan rekonvensi Pendapat di atas dapat disetujui, demi
mengenai sengketa hibah. Tindakan B tersebut terlaksananya asas peradilan sederhana, cepat,
tidak dapat dibenarkan, karena sesuai dengan dan biaya ringan. Memang ada putusan
ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 50 mahkamah agung yang tidak sejalan dengan
Tahun 2009 tentang Peradilan Agama,9 pendapat di atas, yang menegaskan suatu
sengketa hibah bagi yang beragama Islam gugatan rekonvensi dianggap tidak memenuhi
menjadi yurisdiksi absolut lingkungan peradilan syarat formil apabila gugatan yang di ajukan
agama. melanggar konvensi relatif. Pendapat yang
Gugatan rekonvensi yang melanggar terkandung dalam putusan tersebut, dianggap
kompetensi relatif dapat dibenarkan demi terlampau formalistis dan sangat menyimpang
tegaknya asas peradilan yang sederhana, cepat, dari asas peradila sederhana, cepat, dan biaya
dan biaya ringan. Contohnya, A berdomisili di ringan. Dapat dikatakan putusan ini tidak
Bogor mengajukan gugatan ke Pengadilan rasional dan kurang layak dijadikan pedoman.
Negeri Bandung kepada B yang bertempat Dengan demikian, larangan yang tercantum
tinggal di Bandung. Dalam kasus tersebut, B dalam Pasal 132 a ayat (1) ke-2 HIR tersebut,
dibenarkan mengajukan gugatan rekonvensi hanya tepat diterapkan sepanjang mengenai
kepada A meskipun hal ini melanggar pelaggaran yurisdiksi absolut, tapi dapat
kompetensi relatif berdasar asas actor sequitur ditolelir apabila yang dilanggar adalah
forum rei Pasal 118 ayat (1) HIR, yang kompetensi relatif.
menggariskan, gugatan harus diajukan di 3. Gugatan rekonvensi terhadap eksekusi
daerah hukum Pengadilan Negeri tempat Larangan mengajukan guagatan rekonvensi
tinggal tergugat. Berarti secara konvensional, terhadap sengketa yang menyangkut
jika B hendak menggugat A sesuai dengan perlawanan terhadap eksekusi putusan.
ketentuan Pasal 118 ayat (1) HIR, harus Misalnya A mengajukan perlawanan terhadap
diajukan ke Pengadilan Negeri Bogor, karena A eksekusi putusan peradilan yang telah
bertempat tinggan di Pengadilan Negeri Bogor. berkekuatan hukum tetap. Terhadap gugatan
Akan tetapi untuk tegaknya pelaksanaan sistem perlawanan tersebut, pihak terlawan tidak
peradilan yang efektif dan efisien, B dibenarkan dibenarkan mengajukan gugatan rekonvensi.
mengajukan gugatan rekonvensi di Pengadilan Alasan larangan tersebut, gugatan pelawan
Negeri Bandung, meskipun terjadi pelanggaran terhadap eksekusi putusan, dianggap sebagai
yurisdiksi relatif. Cotoh lain, C mengugat D perkara yang sudah selesai diputus
untuk membayar utang di Pengadilan Negeri persengketaannya. Dalam teori dan praktik
Bandung. Terhadap gugatan itu, D mengajuan dikatakan, sengketa eksekusi atau executie
gugatan rekonvensi atas sengketa hak milik geschillen adalah sengketa yang sudah selesai
tanah yang terletak di wilayah hukum pokok perkaranya.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Berarti Akan tetapi, kalu bertitik tolak dari
secara konvensional berdasarkan pasal 118 ketentuan Pasal 379 Rv, yang menyatakan tata
ayat (3) HIR, pasal 99 ayat (8) Rv, oleh karena cara pemeriksaan perkara gugatan biasa
objek gugatan rekonvensi adalah tanah (benda berlaku sepenuhnya terhadap gugatan
tetap), gugatan harus diajukan berdasarkan perlawanan, baik yang berbentuk derden verzet
asas forum rei sitae, dalam hal ini Pengadilan (perlawanan pihak ketiga) atau partay verzet
Negeri Jakarta Selatan tempat tanah itu berada. (perlawanan para pihak), berarti hukum
Namun demi tegaknya sistem peradilan yang memperbolehkan terlawan mengajukan
gugatan rekonvensi atas gugatan perlawanan
9 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, Tentang terhadap eksekusi. Sehubungan adanya
Peradilan Agama, Pasal 49.

130
Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr-Jun/2020

kontroversi dalam ketentuan Pasal 132 a ayat gugatan rekonvensi pada saat proses
(1) ke-3 (tiga) HIR dengan Palas 379 Rv, dalam pemeriksaan berlangsung di Pengadilan Negeri,
praktik terdapat acuan penerapan yaitu jalan keluar yang harus ditempuh adalah
terhadap perlawanan berbentuk derden verzet dengan mengajukan gugatan perkara biasa.
yang mengandung dalil dan argumentasi lain 5. Larangan mengajukan gugatan rekonvensi
yang masih berkaitan langsung dengan pokok pada tingkat kasasi
materi yang dilawan, secara kasuistik Tidak dijumpai ketentuan undang-undang
dimungkinkan mengajukan gugatan rekonvensi. yang melarang secara tegas pengajuan gugatan
Akan tetapi, apabila gugatan perlawanan rekonvensi dalam tingkat kasasi. Dengan
berbentuk partay verzet yang sifat gugatannya demikian, berdasarkan prinsip penafsiran a
murni mengenai sengketa eksekusi dilarang contrario, boleh mengajukan gugatan
mengajukan gugatan rekonvensi. rekonvensi pada tingkat kasasi, karena undang-
4. Larangan mengajukan gugatan rekonvensi undang sendiri tidak tegas melarangnya. Akan
pada tingkat banding tetapi, fungsi Mahkamah Agung sebagai
Larangan ini ditegaskan dalam Pasal 132 a peradilan kasasi, bukan peradilan judex facti
ayat (2) HIR. Pasal 132 a ayat (2) HIR mengatur yang berwenang memeriksa dan menilai
bahwa apabila dalam proses pemeriksaan permasalahan fakta (feitelijke kwesties).
tingkat pertama, yaitu di Pengadilan Negeri Sehingga tidak dibenarkan mengajukan
tidak diajukan gugatan rekonvensi, hal tersebut rekonvensi kepada Mahkamah Agung dalam
tidak dapat diajukan dalam tingkat banding di tingkat kasasi, meskipun tidak ada ketentuan
Pengadilan Tinggi. Dengan demikian, kebolehan yang melarangnya. Larangan tentang itu
dan kesempatan mengajukan gugatan dijumpai dalam putusan Mahkamah Agung No.
rekonvensi, hanya pada tahap pemeriksaan 209 K/Sip/1970 yang mengatakan gugatan
Pengadilan Negeri. Gugatan rekonvensi yang rekonvensi dalam tingkat kasasi tidak dapat
diajukan, baik tersendiri maupun dalam diajukan. Oleh karena itu, kalau pada peradialn
memori banding, tidak memenuhi syarat formil, tingkat pertama tergugat lalai mengajukan
karena diajukan kepada instansi pengadilan gugatan rekonvensi, gugatan itu harus diajukan
yang tidak memiliki yuridiksi untuk itu. Lain secara tersendiri melalui gugatan perdata biasa
halnya jika dalam tingkat pertama diajukan ke Pengadilan Negeri.
gugatan rekonvensi maka gugatan itu berlanjut Misalnya, A menggugat B untuk membayar
meliputi yuridiksi Pengadilan Tinggi dalam utang. Kebetulan pada saat yang bersamaan
tingkat banding. Oleh karena itu, jika pada dengan gugatan itu, B mempunyai tagihan
tingkat Pengadilan Negeri tergugat mengajukan utang pula kepada A, sehingga sangat
gugatan rekonvensi lantas pada tingkat proposional sekali, B mengajukan gugatan
banding, Pengadilan Tinggi lalai rekonvensi berdasarkan dalil ipso jure
mempertimbangkan dan memutusnya, maka compensatur yang digariskan Pasal 1426 Kitab
hal itu dianggap merupakan pelanggaran Undang-Undang Hukum Perdata, yang
terhadap tata tertib beracara. Hal ini ditegaskan menyatakan kompensasi terjadi demi hukum
dalam putusan Mahkamah Agung Nomor. 1250 atau ipso jure compensatur. Akan teapi B lalai
K/Pdt/1986, bahwa Pengadilan Tinggi yang lalai mengajukan gugatan rekonvensi tentang itu
mempertimbangkan dan memutus gugatan pada tingkat Pengadilan Negeri, hal tersebut
rekonvensi dalam tingkat banding, dianggap tidak dapat diajukan pada tingkat banding atau
telah melakukan kekeliruan dalam tata cara kasasi, harus diajukan sebagai gugatan perdata
mengadili dan dapat dijadikan alasan oleh biasa yang tersendiri kepada Pengadilan
Mahkamah Agung untuk membatalkan Negeri.10
putusan, dan bersamaan dengan itu, Permasalahan pertanahan yang sering
memerintahkan Pengadilan Tinggi untuk terjadi di lapangan di akibatkan oleh masalah-
memeriksa dan memutus gugatan rekonvensi masalah sebagai berikut:
yang dimaksud. 1. Tumpang tindih penggunaan tanah dan
Sehubungan dengan larangan ini, apabila pertumbuhan penduduk yang terlalu
tergugat mempunyai tuntutan kepada
penggugat, tetapi lalai mengajukannya sebagai
10 Ibid, Hlm. 554-563

131
Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr-Jun/2020

cepat mengakibatkan jumlah penduduk lembaga yang mempunyai kemampuan


bertambah, sedangkan produksi pangan dan wawasan yang cukup luas.12
berkurang akibat berubah fungsinya 4. Terjadinya sertifikat tanah ganda, hal ini
pertanian. Juga pemerintah yang terus- diakibatkan proses pembuatan sertifikat
menerus menyelenggarakan proyek kurang valid atau adanya oknum yang
pembangunan yang tidak dapat dihindari bermain curang dan akibat dari
dan sudah pasti membutuhkan tanah. kecurangan itu baru diketahui di
Hal semacam ini yang bisa menjadi kemudian hari.
timbulnya sengketa tanah yang terus-
menerus terjadi secara PENUTUP
berkesinambungan. A. Kesimpulan
2. Nilai ekonomis tanah terus meningkat 1. Gugatan rekonvensi menurut peraturan
cukup tinggi. Tinggi rendahnya harga perundang-undangan harus di ajukan
tanah ini ditentukan oleh harga pasar, sesuai dengan dasar hukum gugatan
mungkin termasuk para mediator rekonvensi yang di atur dalam HIR pasal
(broker) tanah ikut menetukan, hal ini 132 a dan pasal 132 b, serta dalam RBG
terjadi karena pemerintah belum bisa di atur dalam pasal 157 dan 158.
membuat standar harga tanah per zona Menurut ketentuan Pasal 132 b ayat (1)
dan ini memberi kesempatan adanya HIR jo. Pasal 158 ayat (1) RBg gugatan
mafia tanah baik dilakukan oknum rekonvensi dapat diajukan baik secara
maupun oleh broker tanah. Saat ini lisan maupun tulisan.
standar harga tanah seakan diserahkan 2. Penerapan gugatan rekonvensi dalam
kepada pasar. Dengan tidak adanya sengketa pertanahan menurut perspektif
standar harga tanah, yang lebih terasa hukum perdata baru bisa diajukan oleh
apabila pemerintah memerlukan tanah tergugat konvensi kepada penggugat
untuk kepentingan umum yang konvensi apabila dalam hubungan hukum
menggunakan tanah masyarakat, untuk antara kedua bela pihak baik penggugat
menentukan harga kompensasi saja konvensi dan tergugat konvensi sama-
sudah masalah berat. Saat ini ganti rugi sama melakukan perbuatan yang
lebih berpatokan kepada harga taksir menyebabkan kerugian atau tidak
juru taksir (appraisal) yang sangat terpenuhinya hak dari pihak-pihak yang
memungkinkan adanya kepastian melakukan hubungan hukum sehingga
patokan harga, sementara pemerintah kedua bela pihak saling menggugat untuk
lebih berpatokan kepada nilai jual objek terpenuhinya hak tersebut.
pajak (NJOP). Padal nilai NJOP itu sendiri
untuk patokan pembayaran pajak bukan B. Saran
untuk patokan kompensasi pemberian 1. Pengajuan gugatan rekonvensi sebaiknya
ganti rugi tanah. Hal ini karena tidak jangan dibatasi hanya pada jawaban
adanya standar harga tanah yang pertama karena pasal 132 a ayat (1) HIR
dikeluarkan pemerintah.11 tidak menyebutkan secara jelas makna
3. Adanya penguasa dan pengusaha kuat kata jawaban dalam pasal tersebut.
ikut menentukan segala kebijakan yang 2. Gugatan rekonvensi sebaiknya diperiksa
berkaitan dengan tanah, seakan yang dan diputus dalam satu putusan yang
bersangkutan kebal terhadap sanksi sama agar tidak terjadi tumpang tindih
hukum pertanahan. Permasalahan pelik ketika diperiksa secara terpisah, selain itu
timbul antara hak guna usaha (HGU) dan jika gugatan rekonvensi diperiksa dan
hak guna bangunan (HGB), karena jenis diputus bersama dalam satu putusan
hak itu memang jenis hak tanah yang mempunyai keuntungan antara lain:
mempuyai skala besar, penggunaannya a. Menerapkan asas peradilan cepat.
umumnya kaum pengusaha atau
12Mudakir Iskandar Syah, Hak Guna Usaha dan Hak Guna
Bangunan Sumber Konflik Pertanahan, Lentera Ilmu
11 Mudakir Iskandar Syah, Op.Cit, Hlm.158. Cendekia, Jakarta, 2014. Hlm. 41.

132
Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr-Jun/2020

b. Menghemat biaya. Hukum Universitas Indonesia, Jakarta,


c. Menghemat waktu. 2005.
d. Menghindari putusan yang saling Mertokusumo Sudikno, Hukum Acara Perdata
bertentangan. Indonesia, Libarty, Jakarta, 1988. Hlm.
95.
DAFTAR PUSTAKA Sumarto, Penanganan dan Penyelesaian Konflik
Buku : Pertanahan dengan Prinsip Win-Win
Muhammad Abdulkadir, Hukum Acara Perdata Solution oleh Badan Pertanahan RI,
Indonesia, PT Cirta Aditya Bakti, 2012.
Bandung, 2015. Murad Rusnadi, Penyelesaian Hukum Atas
Amirudin dan Asikin H. Zainal, Pengantar Tanah, Bandung, 1999.
Metode Penelitian Hukum, PT Raja Ali Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Sinar
Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Grafika, Jakarta, 2014.
Konoras Abdurrahman, Aspek Hukum
Penyelesaian Sengketa Secara Peraturan Perundang-Undangan :
Mediasi di Pengadilan, PT Raja Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
Grafindo Persada, Depok, 2017. Tentang Kekuasaan Kehakiman
Sunggono Bambang, Metode Penelitian Hukum, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tentang Yayasan
2011. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
Syarief Elza, Menuntaskan Sengketa Tanah Tentang Peradilan Anak
Melalui Pengadilan Khusus
Pertanahan, PT Gramedia, 2009.
Meliala Djaja S, Hukum Perdata dalam Website :
Perspektif BW, Nuansa Aulia, C:/Users/Asus/Downloads/Documents/bab%20I
Bandung, 2014. I.pdf, diakses pada 29 Januari 2020,
Harahap M. Yahya, Perlawanan Terhadap Pukul : 14.18 Wita.
Grosse Akta Serta Putusan Pengadilan https://customslawyer.wordpress.com/2014/05
dan Arbitrase dan Hukum Eksekusi, /16/gugat-rekonvensi/, diakses pada
Citra Aditya, Bandung, 1993 29 Januari 2020, Pukul : 14.22 Wita.
Syah Iskandar Mudakir, Panduan Mengurus file:///C:/Users/Asus/Downloads/Documents/1
sertifikat & Penyelesaian Sengketa 21803008_file%205.pdf, diakses pada
Tanah, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 29 Januari 2020, Pukul : 14.56 Wita.
2019. http://professionaladvocate.blogspot.com/201
Syah Iskandar Mudakir, Hak Guna Usaha dan 3/12/gugatan-rekonvensi.html, di
Hak Guna Bangunan Sumber Konflik akses jam 15.12 tanggal 27 februari
Pertanahan, Lentera Ilmu Cendekia, tahun 2020
Jakarta, 2014. Hlm. 41.
Harahap M. Yahya, Hukum Acara Perdata, Sinar
Grafika, Jakarta, 2019.
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan
Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2016.
Subekti, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata,
Intermasa, Jakarta, 1989.
Soekanto Soerjono dan Mamudji Sri, Penelitian
Hukum Normatif Suatu Tinajaun
Singkat, PT Raja Grafindo Persada,
2004.
Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian
Hukum, UI Press, Jakarta. 1982.
Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan
Hukum, Badan Penerbit Fakultas

133

Anda mungkin juga menyukai