Anda di halaman 1dari 65

PENGARUH BREATHING EXERCISE TERHADAP ANGKA KEJADIAN

FATIGUE PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE


DI RAWAT INAP RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan

Oleh :
Finalia Umairoh
NIM : 11222232

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA


2023
PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH BREATHING EXERCISE TERHADAP ANGKA KEJADIAN


FATIGUE PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE
DI RAWAT INAP RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH

Dibuat untuk memenuhi persyaratan penyelesaian


Tugas akhir pada Program Srudi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan

Oleh :
Finalia Umairoh
NIM : 11222232

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA


2023

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Penyakit kardiovaskular atau Cardiovascular Disease (CVD) adalah
sekelompok kondisi yang mempengaruhi jantung dan pembuluh darah,
termasuk penyakit arteri koroner, stroke, dan gagal jantung. American Heart
Association, Cardiovascular Disease adalah penyebab utama kematian di
seluruh dunia dan merupakan jenis penyakit yang paling umum terjadi pada
orang dewasa di Amerika Serikat (AHA, 2021).

Data dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2019,


Cardiovascular Disease merupakan penyebab kematian terbesar di dunia,
dengan angka kematian sekitar 17,9 juta orang setiap tahunnya, sedangkan di
tahun 2022 penyakit kardiovaskular Cardiovaskular Disease (Cardiovascular
Disease) ini merupakan penyebab utama kematian secara global, kematian
sekitar 17,9 juta jiwa setiap tahun (World Health Organization, 2022).

WHO (2019) juga melaporkan bahwa angka prevalensi Cardiovascular


Disease semakin meningkat di seluruh dunia, terutama di negara dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat dan perubahan gaya hidup yang
kurang sehat.

Angka prevalensi Cardiovascular Disease dapat berbeda-beda tergantung pada


lokasi geografis dan faktor-faktor risiko yang ada di masing-masing daerah.
Gejala dari Cardiovascular Disease (Cardiovascular Disease), data dari
American Heart Association (2021), dapat bervariasi tergantung pada jenis
kondisi medis yang mendasarinya.

Gejala yang terkait dengan Cardiovascular Disease meliputi Nyeri dada atau
ketidaknyamanan, sering kali dirasakan seperti tekanan, nyeri, atau

2
ketidaknyamanan di bagian tengah atau sebelah kiri dada, Sesak napas atau
kesulitan bernapas, ini bisa terjadi saat istirahat atau beraktivitas fisik.

Palpitasi, sensasi detak jantung yang tidak teratur, terlalu kuat atau terasa
seperti jantung berhenti sesaat, Kelelahan dan lemah, merasa cepat lelah atau
kehabisan energi bahkan dalam aktivitas ringan, Kaki atau pergelangan kaki
membengkak - terutama pada akhir hari atau setelah duduk lama, Pusing atau
merasa seperti akan pingsan, terutama saat berdiri tiba-tiba dari posisi duduk
atau berbaring, Nyeri atau kram pada kaki saat berjalan, mungkin
mengindikasikan masalah dengan aliran darah ke kaki.

Salah satu penyakit jantung (Cardiovascular Disease) diindonesia banyak


terjadi gagal jantung. Data Riskesdas 2018 penyakit gagal jantung di
Indonesia cukup tinggi. Data tersebut menunjukkan bahwa sekitar 6,1%
penduduk Indonesia menderita penyakit gagal jantung.

Gagal jantung adalah suatu kondisi abnormal pada struktur dan fungsi jantung
yang mencegah jantung mensuplai oksigen ke seluruh tubuh (PERKI, 2020).
Berdasarkan Crawford, 2017, gagal jantung adalah gejala klinis kompleks
yang dihasilkan dari disfungsi miokard fungsional dan struktural yang dapat
mengganggu kemampuan jantung untuk memompa darah pada tingkat yang
cukup untuk mempertahankan kebutuhan metabolisme organ dalam jaringan
perifer.

Di Asia dan Kepulauan Pasifik kematian yang terjadi karena gagal jantung
mencapai 33% dari seluruh kematian (American Heart Association, 2013).
Data dari Centers for Disease Control and Prevention di Amerika Serikat
(2019), penyakit jantung masih menjadi penyebab kematian nomor satu
dengan sekitar 655.381 kematian. Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia
(2021) melaporkan bahwa jumlah kasus gagal jantung di seluruh dunia terus
meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2021, WHO mengeluarkan laporan
yang menyatakan bahwa sekitar 64 juta orang di seluruh dunia hidup dengan

3
gagal jantung, dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus bertambah di masa
depan.

Studi yang dilakukan Framingham menyatakan penyakit gagal jantung pada


laki–laki (per 1000 kejadian) meningkat dari 3 saat usia 50 - 59 tahun menjadi
27 saat usia 80 – 89 tahun, dan penyakit gagal jantung pada wanita terukur
sepertiga lebih rendah daripada pada laki–laki (PERKI,2020). Sekitar 50%
pasien gagal jantung memiliki angka kematian dalam waktu 5 tahun meskipun
angka untuk bertahan hidup telah mengalami peningkatan (Yancy et all.,
2013).

Data dari Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukkan bahwa prevalensi gagal
jantung meningkat seiring bertambahnya usia, dengan 0,5% kasus yang
didiagnosis dokter memuncak antara usia 65 dan 74 tahun, dan 0,4% kasus
yang didiagnosis dokter pada usia ≥75 tahun. 1,1% pasien mencapai puncak,
atau gejala memuncak pada usia ≥75 tahun. Pada tahun 2013, gagal jantung di
Indonesia berdasarkan diagnosa medis sekitar 229.696 atau 0,13% dan
berdasarkan diagnosis atau gejala medis sekitar 530.068 atau 0,3%.

Permasalahan fisik pada pasien gagal jantung seringkali muncul seperti


ketegangan otot, gangguan tidur, sakit kepala, mual, telapak kaki dan tangan
dingin (Watchie, 2010), sedangkan pada permasalahan psikologis biasanya
pasien merasakan kecemasan, ketidakberdayaan, ketakutan dan
kelelahan/fatigue (Polikandrioti et all, 2015).

Fatigue pada pasien dengan penyakit jantung dapat didefinisikan sebagai


perasaan yang berlebihan dan menetap akan kelelahan atau penurunan energi,
yang tidak secara langsung terkait dengan aktivitas fisik dan sering kali tidak
membaik dengan istirahat (Bradley A. Bart, 2020). Fatigue pada pasien
dengan penyakit jantung dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk
gangguan tidur, obesitas, stres, kecemasan, depresi, efek samping dari obat-
obatan, serta kondisi medis lain yang mungkin menimbulkan rasa lelah

4
(American Heart Association, 2020). Fatigue pada pasien gagal jantung
berdampak buruk juga kepada kualitas hidup (Lainsamputty & Chen, 2018,
Utami et all., 2019).

Fatigue merupakan gejala paling umum bersamaan dengan dispneu pada


penderita gagal jantung, yang disebut sebagai kelelahan yang persisten, fatigue
tetap menjadi gejala yang paling umum dialami oleh penderita gagal jantung
(Reddy YN et al, 2021). Gejala kelelahan yang persisten juga masih sering
dirasakan oleh penderita dan dapat mempengaruhi kualitas hidup sehari-hari
(Reddy YN et al, 2021).

Fatigue menjadi masalah bagi penderita gagal jantung dan menjadi ancaman
yang serius bagi ketentraman penderita dan dapat mempengaruhi tubuh dan
pikiran, selain itu juga menghalangi kemampuan untuk mempertahankan gaya
hidup aktif (Falk et all, 2009). Mulai dari 69% hingga 88% pasien gagal
jantung mengalami fatigue (polikandrioti et all., 2019).

Pasien gagal jantung yang dirawat di rumah sakit melaporkan mengalami


fatigue sebelum masuk rumah sakit sebanyak 80%, gejala ini seringkali tidak
dikenali karena tidak teridentifikasi pada pemeriksaan fisik atau laboratorium
dan tes diagnostik, tetapi tergantung pada pelaporan diri pasien.

Gejala subjektif ini berdampak pada keterbatasan fisik dan psikologis yang
berdampak buruk pada kualitas hidup pasien gagal jantung. Kelelahan pada
57% diikuti oleh sesak nafas 23% (Polikandrioti et all., 2019). Hasil studi Lain
samputty & Chen, 2018 menyatakan bahwa pentingnya memonitor fatigue
dengan memberikan manajemen yang tepat untuk pasien gagal jantung
(Lainsamputty & Chen, 2018).

Data American Heart Association (2018), beberapa cara untuk mengatasi


fatigue pada penderita penyakit jantung yang dapat dilakukan adalah
Memperbaiki pola tidur seperti Tidur yang cukup dan berkualitas dapat

5
membantu mengurangi kelelahan dan meningkatkan energi, Mengonsumsi
makanan sehat seperti Diet seimbang yang kaya akan serat, buah-buahan,
sayuran, protein rendah lemak, dan biji-bijian dapat membantu memastikan
tubuh mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan dan
energi.

Berolahraga secara teratur seperti Olahraga ringan seperti jalan-jalan,


bersepeda, atau berenang dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah dan
stamina tubuh, Mengurangi stres seperti Stres dapat memperburuk kelelahan,
sehingga penting untuk mencari cara-cara untuk mengurangi stres seperti
meditasi, yoga, atau teknik relaksasi lainnya.

Teknik breathing exercise atau latihan pernapasan dapat membantu mengatasi


kelelahan atau fatigue pada pasien penyakit jantung. Latihan pernapasan ini
dapat meningkatkan sirkulasi oksigen dalam tubuh, membantu mengurangi
stres, dan meningkatkan energi secara keseluruhan (Fahmy Hadyan, 2019).

Fahmy Hadyan menyarankan bahwa teknik pernapasan yang baik adalah


dengan menghirup secara perlahan melalui hidung dan menghembuskan napas
secara perlahan melalui mulut. Pada saat menghembuskan napas, usahakan
untuk memperpanjang durasi hembusan dibandingkan dengan waktu
menghirup. Hal ini dapat membantu menjaga detak jantung stabil dan
meningkatkan kapasitas paru-paru (Fahmy Hadyan, 2019).

Breathing exercise atau latihan pernapasan adalah serangkaian teknik


pernapasan yang dilakukan secara teratur dan disengaja untuk meningkatkan
kualitas dan efisiensi pernapasan seseorang. Tujuannya adalah untuk
mengurangi stres, meningkatkan fokus dan konsentrasi, menenangkan pikiran,
serta meningkatkan performa fisik dan olahraga. Latihan pernapasan ini
melibatkan kontrol sadar atas inspirasi dan/atau ekspirasi untuk meningkatkan
fungsi pernapasan dan kesejahteraan mental dan fisik serta mengatasi
kelelahan/ Fatigue (Carolyn McManus et al, 2019)

6
Breathing exercise membuat tubuh kita mendapatkan input oksigen yang
adekuat. dimana oksigen memegang peran penting dalam sistem respirasi dan
sirkulasi tubuh. Saat kita melakukan breathing exercise, oksigen mengalir ke
dalam pembuluh darah dan seluruh jaringan tubuh, membuang racun dan sisa
metabolisme yang tidak terpakai, meningkatkan metabolisme dan
memproduksi energi. Breathing exercise akan memaksimalkan jumlah
oksigen yang masuk dan disuplay ke seluruh jaringan sehingga tubuh dapat
memproduksi energi dan menurunkan level fatigue.

Breathing exercise merupakan teknik yang mudah dilakukan, mudah


dipelajari, tidak membahayakan, dan tidak memerlukan biaya besar. Perawat
dapat mengajarkan breathing exercise untuk menurunkan level fatigue dan
keluhan lain yang dialami oleh pasien congesty heart failure (CHF). Latihan
pernapasan dapat dilakukan dengan waktu yang tidak lama, latihan pernapasan
ini dapat membantu mengurangi kecemasan dan stres yang terkait dengan
prosedur latihan Breathing Exercise (A. Khodaveisi et all, 2018).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan mengenai fenomena yang ditemukan di


Rawat Inap RSBT Pangkalpinang terkait kondisi pasien dengan penyakit
gagal jantung. Studi ini melibatkan 10 orang responden responden tampak
mengalami gejala lesu, lemas, keringetan, gemetar, dan kekhawatiran akibat
menunggu terlalu lama sebelum mendapatkan pelayanan medis.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan 10 pasien yang


sedang menjalani pengobatan atau Rawat Inap. Hasil wawancara
menunjukkan bahwa sebanyak 70% pasien mengalami gejala kelelahan, 60%
pasien juga mengalami kelemasan tubuh, sebanyak 50% pasien mengalami
keringat berlebihan saat menunggu dalam antrean. Hal ini memberikan rasa
ketidaknyamanan dan membuat mereka merasa tidak nyaman.

7
Selain itu, sebanyak 40% pasien mengalami gejala gemetar pada tubuh,
terutama pada tangan mereka, Gemetar ini sering kali dialami secara tiba-tiba
dan dapat membuat kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sebanyak
80% pasien merasa khawatir selama menunggu yang terlalu lama. Rasa
khawatir ini menyebabkan stres yang berkepanjangan dan meningkatkan
kecemasan mereka terhadap kesehatan jantung mereka.

Rasa takut akan kemungkinan komplikasi atau penundaan pengobatan


membuat mereka menjadi lebih gelisah dan cemas. Berdasarkan temuan studi
pendahuluan ini, peneliti mengidentifikasi bahwa waktu tunggu yang lama di
Rawat Inap dapat mempengaruhi kondisi fisik dan emosional pasien.
Fenomena ini menunjukkan bahwa waktu tunggu yang panjang dapat
memperburuk kondisi pasien dengan Cardiovascular Disease dan
menyebabkan dampak negatif pada kesehatan mereka.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merasa tertarik untuk meneltiti


“Pengaruh breathing exercise terhadap angka kejadian fatigue pasien
congestive heart failure Di Rawat Inap Rumah Sakit Bakti Timah”.

B. Rumusan masalah
Data dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2019,
Cardiovascular Disease merupakan penyebab kematian terbesar di dunia,
dengan angka kematian sekitar 17,9 juta orang setiap tahunnya, sedangkan di
tahun 2022 penyakit kardiovaskular Cardiovaskular Disease (Cardiovascular
Disease) ini merupakan penyebab utama kematian secara global, kematian
sekitar 17,9 juta jiwa setiap tahun (World Health Organization, 2022).

Fatigue pada pasien dengan penyakit jantung dapat didefinisikan sebagai


perasaan yang berlebihan dan menetap akan kelelahan atau penurunan energi,
yang tidak secara langsung terkait dengan aktivitas fisik dan sering kali tidak
membaik dengan istirahat (Bradley A. Bart, 2020). Fatigue pada pasien
dengan penyakit jantung dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk

8
gangguan tidur, obesitas, stres, kecemasan, depresi, efek samping dari obat-
obatan, serta kondisi medis lain yang mungkin menimbulkan rasa lelah
(American Heart Association, 2020). Fatigue pada pasien gagal jantung
berdampak buruk juga kepada kualitas hidup (Lainsamputty & Chen, 2018,
Utami et all., 2019).

Teknik breathing exercise atau latihan pernapasan dapat membantu mengatasi


kelelahan atau fatigue pada pasien penyakit jantung. Latihan pernapasan ini
dapat meningkatkan sirkulasi oksigen dalam tubuh, membantu mengurangi
stres, dan meningkatkan energi secara keseluruhan (Fahmy Hadyan, 2019).

Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa peneliti


melakukan wawancara dengan 10 pasien yang sedang menjalani pengobatan
atau di Rawat Inap. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebanyak 70%
pasien mengalami gejala kelelahan, 60% pasien juga mengalami kelemasan
tubuh, sebanyak 50% pasien mengalami keringat berlebihan saat menunggu
dalam antrean. Hal ini memberikan rasa ketidaknyamanan dan membuat
mereka merasa tidak nyaman.

Selain itu, sebanyak 40% pasien mengalami gejala gemetar pada tubuh,
terutama pada tangan mereka, Gemetar ini sering kali dialami secara tiba-tiba
dan dapat membuat kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sebanyak
80% pasien merasa khawatir selama menunggu yang terlalu lama. Rasa
khawatir ini menyebabkan stres yang berkepanjangan dan meningkatkan
kecemasan mereka terhadap kesehatan jantung mereka.

Rasa takut akan kemungkinan komplikasi atau penundaan pengobatan


membuat mereka menjadi lebih gelisah dan cemas. Berdasarkan temuan studi
pendahuluan ini, peneliti mengidentifikasi bahwa waktu tunggu yang lama di
Rawat Inap dapat mempengaruhi kondisi fisik dan emosional pasien.
Fenomena ini menunjukkan bahwa waktu tunggu yang panjang dapat

9
memperburuk kondisi pasien dengan Cardiovascular Disease dan
menyebabkan dampak negatif pada kesehatan mereka.

Rasa takut akan kemungkinan komplikasi atau penundaan pengobatan


membuat mereka menjadi lebih gelisah dan cemas. Berdasarkan temuan studi
pendahuluan ini, peneliti mengidentifikasi bahwa waktu tunggu yang lama di
Rawat Inap dapat mempengaruhi kondisi fisik dan emosional pasien.
Fenomena ini menunjukkan bahwa waktu tunggu yang panjang dapat
memperburuk kondisi pasien dengan Cardiovascular Disease dan
menyebabkan dampak negatif pada kesehatan mereka.

Berdasarkan fenomena dari latar belakang diatas maka rumusan masalah yang
diangkat yaitu, “Apakah terdapat Pengaruh breathing exercise terhadap angka
kejadian fatigue pasien congestive heart failure Di Rawat Inap Rumah Sakit
Bakti Timah?”.

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui Pengaruh breathing exercise terhadap angka kejadian
fatigue pasien congestive heart failure Di Rawat Inap Rumah Sakit Bakti
Timah.

2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi gambaran rata-rata karakteristik responden pasien
berupa usia, jenis kelamin dan pendidikan
b. Mengidentifikasi gambaran rata-rata level fatique sebelum di lakukan
breating exercise pada pasien congestive heart failure Di Rawat Inap
Rumah Sakit Bakti Timah
c. Mengidentifikasi gambaran rata-rata level fatique setelah di lakukan
breating exercise pada pasien congestive heart failure Di Rawat Inap
Rumah Sakit Bakti Timah

10
d. Menganalisis Pengaruh breathing exercise terhadap penurunan level
fatigue pasien congestive heart failure Di Rawat Inap Rumah Sakit
Bakti Timah
D. Manfaaat penelitian
1. Bagi pelayanan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan ilmiah
dalan mengembangkan penelitian selanjutnya terkait pengaruh
breathing exercise terhadap penurunan level fatigue pasien Congestive
Heart Failure (CHF).

2. Bagi perkembangan ilmu keperawatan


Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan keluarga
dan pasien mengenai pengaruh breathing exercise terhadap penurunan
level fatigue pasien Congestive Heart Failure (CHF).

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep fatigue
1. Definisi
Fatigue adalah rasa lelah yang berkelanjutan yang akan mengakibatkan
gangguan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari hari (Matura et
all, 2018). Fatigue merupakan gejala subjektif yang tidak menyenangkan,
dan kondisi fatigue yang tak ada hentinya dan dapat mengganggu
kemampuan individu untuk berfungsi sesuai kemampuan individu
tersebut.

Pengertian fatigue secara umum menurut (Finsterer & Mahjoub, 2014)


adalah penurunan kemampuan untuk mengaktifkan otot secara sadar,
kesulitan pada saat memulai atau mempertahankan suatu kegiatan,
perasaan lelah secara kognitif setelah melakukan kegiatan yang
menggunakan konsentrasi.

2. Dampak fatigue
Dampak fisik atau stress adalah keadaan normal dari kelelahan tetapi juga
bisa menjadi tanda dari kekacauan fisik. Pada individu yang sehat
kelelahan ini dapat diprediksi dan terjadiidalami jangka waktu
yangasingkat, danpdapatnberkurang dengan beristirahat dan tidak
mengganggu aktifitas sehari hari.

Pada individu yang sakit, kelelahan diartikan sebagai rasa lelah yang
sangat mengganggu walaupun ketika istirahat, mengganggu pada saat
beraktifitas, berkurangnya energi, kurangnya daya tahan, serta hilangnya
semangat (Matura et all., 2018). Fatigue memiliki efek samping yang
negative seperti pada fungsi emosional, sosial, dan pekerjaan yang
menyebabkan gangguan serius dalam kualitas hidup (Matura et all., 2018).

1
2
3. Dampak fatigue pada pasien dengan gagal jantung
Fatigue pada gagal jantung akan menyebabkan terjadinya permasalahan
pada psikologis dan memicu respon saraf simpatis sehingga tidak
memberikan ruang pada jantung untuk relaksasi, hal ini akan semakin
memperburuk kerja jantung (Nugraha et al, 2017).

Gejala fatigue ini dapat mengakibatkan tingkat ketidaknyamanan,


gangguan mental, penderitaan, dan kesehatan yang dapat mempengaruhi
psikologis pasien (Falk et all., 2009). Fatigue terjadi akibat
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen dan suplai oksigen karena
jantung gagal dalam mempertahankan sirkulasi (Smith et all., 2008).

Pada penderita gagal jantung, jantung mengalami disfungsi yang


mengakibatkan jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi darah yang
adekuat, sehingga curah jantung mengalami penurunan. Penurunan curah
jantung ini menyebabkan vasokontriksi sehingga kondisi perfusi perifer
mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan kelelahan yang terus menerus
pada penderita gagal jantung (Tang et all. 2010).

4. Faktor yang mempengaruhi fatigue


Faktor yang mempengaruhi fatigue pada penderita gagal jantung adalah :
a. Usia : Semakin bertambahnya usia maka cenderung semakin merasa
cemas, sehingga penderita mengalami kelelahan (Woung-Ru, 2010)
b. Jenis kelamin : Pada pria mengalami neuromuskuler perifer yang lebih
jelas perubahannya, dan ini berdampak pada pengurangan kekuatan
puncak otot quadricep yang lebih besar (torsi) setelah latihan daripada
wanita (Finsterer & Mahjoub, 2014)
c. Grade gagal jantung : Sebagian besar penderita gagal jantung berada di
grade gagal jantung kelas II (Lainsamputty & Chen, 2018). Menurut
penelitian Friedmann, 2014, Sebagian besar penderita gagal jantung
berada pada grade gagal jantung kelas II sebanyak 70,3% mengunjungi
rawat jalan gagal jantung.

3
d. Komorbiditas : Ada 2 macam komorbiditas yaitu Cardiovascular dan
Non-Cardiovascular Problems. CAD/ACS merupakan penyakit
kardiovaskular yang paling umum (Falk et all., 2009). Hipertensi juga
merupakan komorbiditas utama pada penderita gagal jantung (Lum et
all., 2016).

5. Alat ukur fatigue


Skala kelelahan FACIT merupakan alat pendek 13 item, mudah digunakan
untuk mengukur tingkat kelelahan individu. Diukur pada skala likert 4
poin (4= tidak lelah sama sekali, hingga 0=sangat lelah) (Webster et all.,
2003). Skala kelelahan FACIT memiliki sifat pengukuran yang baik dan
merupakan penilaian kelelahan yang tepat pada individu dengan berbagai
macam kondisi yang mendasarinya.

Berikut skor dan tingkat pada Skala Kelelahan FACIT: 1. Skor 40-52
adaah Tingkat kelelahan rendah - Responden merasa sangat energik atau
cukup energik dalam melakukan aktivitas sehari-hari. 2. Skor 30-39 adalah
Tingkat kelelahan sedang - Responden mengalami sedikit lelah selama
aktivitas sehari-hari dan mungkin perlu istirahat tambahan. 3. Skor 20-29
adalah Tingkat kelelahan tinggi - Responden merasa lelah secara konstan
dan mungkin memerlukan bantuan untuk menyelesaikan tugas-tugas
sehari-hari. 4. Skor 0-19 adalah Tingkat kelelahan yang sangat tinggi -
Responden merasa sangat lelah bahkan saat melakukan tugas-tugas ringan
dan memerlukan bantuan signifikan dalam aktivitas sehari-hari.

Kuesioner ini dapat digunakan dalam berbagai pengaturan klinis seperti


kesehatan masyarakat, rawat jalan, rawat inap, dll. Menggunakan
kuesioner FACIT (Chandran et all., 2007).

6. Klasifikasi fatigue
1. Fatigue Kelelahan umum dapat diklasifikasikan berdasarkan
tingkatnya, diantaranya Physical fatigue, dapat terjadi ketika seseorang

4
mulai mengurangi kemampuan fisik yang digunakan dari biasanya
karena jenis pekerjaan yang sangat banyak pada setiap jam kerjanya.
Pada umumnya seseorang dapat bekerja secara terus menerus dalam
waktu 50 menit perjam atau 35% pada 8 jam 34 kerja digunakan
sebagai aktivitas fisik maksimal untuk menghindari adanya kelelahan.
2. Circadian fatigue, ditandai dengan denyut nadi yang lemah, pelan, atau
cepat.
3. Acute fatigue, terjadi pada suatu aktivitas tubuh / otot, terutama
dikarenakan banyak menggunakan otot, gangguan kebisingan, dan
sebagainya. Hal ini disebabkan karena suatu organ atau seluruh tubuh
bekerja secara terus menerus dan melebihi kapasitas tubuh. Kelelahan
ini akan hilang dengan istirahat cukup atau menghilangkan gangguan -
gangguannya.
4. Commulative Fatigue, adalah kelelahan yang disebabkan kelelahan
fisik atau mental yang terjadi pada periode waktu tertentu. Salah satu
penyebab kelelahan ini adalah kurangnya waktu istirahat.

Chronic Fatigue, merupakan kelelahan akut yang terus menerus


terakumulasi dalam tubuh akibat dari tugas yang terus menerus tanpa
pengaturan jarak tugas yang baik atau teratur. Kelelahan ini berlangsung
setiap hari, berkepanjangan dan bahkan telah terjadi sebelum memulai
suatu pekerjaan. Kelelahan ini diperoleh dari tugas terdahulu yang belum
hilang hingga diteruskan dengan tugas kerja selanjutnya, berkelanjutan
setiap harinya dan tingkat kelelahannya akan semakin bertambah
(Priyanto, 2010).

5
B. Konsep Breathing Exercise
1. Definisi
Breathing exercise merupakan latihan pernapasan dengan tehnik bernapas
secara perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga
memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh
(Smeltzer, et al, 2008). Nafas dalam adalah suatu tindakan keperawatan
dimana perawat akan mengajarkan/melatih klien agar mampu dan mau
melakukan nafas dalam secara efektif sehingga kapasitas vital dan
ventilasi

paru meningkat (Rosyidi, 2013:18). Breathing exercise merupakan teknik


penyembuhan yang alami dan merupakan bagian dari strategi holistic
selfcare untuk mengatasi berbagai keluhan seperti fatigue, nyeri, gangguan
tidur, stress dan kecemasan. Secara fisiologis, breathing exercise akan
menstimulasi sistem saraf parasimpatik sehingga meningkatkan produksi
endorpin, menurunkan heart rate, meningkatkan ekspansi paru sehingga
dapat berkembang maksimal, dan otot-otot menjadi rileks.

Breathing exercise membuat tubuh kita mendapatkan input oksigen yang


adekuat dimana oksigen memegang peran penting dalam sistem respirasi
dan sirkulasi tubuh. Saat kita melakukan breathing exercise, oksigen
mengalir ke dalam pembuluh darah dan seluruh jaringan tubuh, membuang
racun dan sisa metabolisme yang tidak terpakai, meningkatkan
metabolisme dan memproduksi energi. Breathing exercise akan
memaksimalkan jumlah oksigen yang masuk dan disuplay ke seluruh
jaringan sehingga tubuh dapat memproduksi energi dan menurunkan level
fatigue.

Breathing exercise merupakan teknik yang mudah dilakukan, mudah


dipelajari, tidak membahayakan, dan tidak memerlukan biaya besar.
Perawat dapat mengajarkan breathing exercise untuk menurunkan level
fatigue dan keluhan lain yang dialami oleh pasien hemodialisis. Latihan ini

6
dilakukan dalam waktu yang tidak lama dan dapat dilakukan sebelum,
selama, sesudah proses hemodialisis, dan selama pasien di rumah (Tsay,
1995; Kim, 2005; Zakerimoghadam, 2006; Stanley, 2011).

2. Mekanisme pemberian terapi


Menurut Holtzman dan Reber (2017) menunjukkan bahwa terapi
pernapasan dapat meningkatkan pengiriman oksigen ke otak melalui
peningkatan aliran darah di arteri karotis internal. Hal ini dapat membantu
meningkatkan konsentrasi dan kinerja kognitif pada individu yang
melakukan terapi pernapasan secara rutin. Mekanisme kerja terapi Latihan
Pernafasan atau Breathing Exercise adalah dengan memperkuat otot-otot
yang terlibat dalam proses pernafasan. Hal ini akan membantu
meningkatkan kapasitas paru-paru dan mengoptimalkan pengiriman
oksigen ke seluruh tubuh (Holtzman dan Reber, 2017).

Penelitian oleh Papp et al (2018) menunjukkan bahwa latihan pernapasan


juga dapat membantu mengurangi gejala kecemasan dan depresi pada
individu dengan gangguan kecemasan.

Berikut adalah langkah-langkah pemberian terapi pernapasan atau


Breathing Exercise menurut Papp et al (2018) :

a. Pastikan pasien duduk atau berbaring dengan posisi yang nyaman.


b. Ajarkan pasien untuk bernafas secara perlahan dan dalam melalui
hidung, tahan selama beberapa detik, dan keluarkan nafas perlahan
melalui mulut.
c. Meletakkan satu tangan klien di atas abdomen (tepat di bawah iga) dan
tangan lainnya pada tengah dada untuk merasakan gerakan dada dan
abdomen saat bernafas
d. Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan
abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama
inspirasi, tahan nafas selama 2 detik

7
e. Berikan panduan tentang frekuensi napas yang ideal, biasanya 6-8 kali
per menit.
f. Melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik setiap
pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2 menit
g. Bantu pasien untuk memusatkan perhatian pada napasnya dan
membayangkan udara yang masuk dan keluar dari tubuhnya.
h. Melakukan latihan dalam lima siklus selama 15 menit
i. Ulangi latihan ini selama beberapa menit sampai pasien merasa lebih
tenang dan santai.

3. Tujuan dan Manfaat


Tujuan breathing exercise menurut Priyanto (2010) yaitu
a. Untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta
mengurangi kerja pernapasan.
b. Meningkatkan inflasi alveolar maksimal, relaksasi otot dan
menghilangkan ansietas.
c. Mencegah pola aktifitas otot pernapasan yang tidak berguna,
melambatkan frekuensi pernapasan, mengurangi udara yang
terperangkap serta mengurangi kerja bernafas (Smeltzer, et al, 2008:).

Manfaat dari breathing excise adalah latihan pernapasan dengan tehnik


breathing membantu meningkatkan rileksasi otot-otot tubuh dengan baik serta
mencegah distress pernapasan (Priyanto, 2010).

8
C. Konsep dasar Congestive Heart Failure (CHF)
1) Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah kumpulan gejala yang kompleks
dimana individu menunjukkan gejala gagal jantung, tanda-tanda khas
gagal jantung, dan bukti objektif kelainan struktural atau fungsionallpada
jantung saat istirahat. Gagal jantunggmerupakan kondisi abnormal pada
struktur dan fungsi jantung yang menyebabkan kegagalan jantung untuk
mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuh (PERKI, 2020).

Menurut Crawford, 2017, gagal jantung adalah gejala klinis kompleks


yang dihasilkan dari disfungsi miokard fungsional dan struktural yang
dapat mengganggu kemampuan jantung untuk memompakdarahapada
tingkat yang cukup untuk mempertahankan kebutuhan metabolisme organ
dalam jaringannperifer.

2) Etiologi
Berikut adalah etiologi/penyebab gagal jantung, menurut Kasron (2018). :
a) Kelainan pada otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada oranggdengan kelainan otot jantung.
Hal ini disebabkanioleh kondisi yang menyebabkan fungsi otot
abnormal seperti melemahnya kontraktilitas jantung, aterosklerosis
koroner, hipertensi arteri, penyakit degeneratif atau inflamasi.
b) Aterosklerosisskoroner
Asterosklerosis koroner menyebabkan disfungsi miokardium.
Biasanyaiyang mendahului terjadinya gagal jantung yaitu Infark
miokardium (kematian selajantung). Hipertensi siskemik/pulmonal.
Beban kerja jantunggyang meningkat akan mengakibatkan hipertropi
serabut otot jantung.

c) Peradanganadan penyakit miokardiumidegenerative

9
Penyakit miokardium degeneratiff berhubungann dengan gagal jantung
yang mengakibatkan kontraktilitas menurun, karena situasi ini dapat
merusak serabut jantung.
d) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sesungguhnya yang mempengaruhi kerja jantung.
e) Faktor iskemik
Ada beberapa faktor yang berperan dalam perkembangan penyakit
gagal jantung. peningkatan laju metabolisme, hipoksia, dan anemia
juga dapat menurunkan asupan oksigen ke jantung (Kasron, 2018).

3) Klasifikasi
Kalsifikasi gagal jantung menjadi dua kategori dijelaskan oleh dua
kategori yaitu kelainan struktural jantung yang berhubungan dengan
kapasitas fungsional dari New York Heart Association (PERKI, 2020).
Adapun klasifikasi gagal jantung sebagai berikut :

Tabel 2.1 KlasifikasiiGagalaJantung


Berdasarkan kelainan struktural Berdasarkan kapasitas
jantung fungsional (NYHA
KelasiI
StadiumiA
Tidak ada batasan dalam
Memiliki resiko yang tinggi untuk
melakukan aktifitas fisik.
berkembang menjadi gagal jantung.
Tidak menimbulkan
tidak ada tanda maupun gejala gagal
kelelahan, berdebar, sesak
jantung.
nafas
KelasiII
Stadium B Adanya batasan dalam
Adanya kelainan pada struktur jantung aktifitas ringan. Tidak ada
yang berhubungan dengan keluhan saat istirahat,
perkembangan gagal jantung, tidak ada menimbulkan kelelahan,
tanda maupun gejala. berdebar, sesak nafas pada
aktifitas fisik sehari hari.
Kelas III
Adanya Batasan aktifitas
Stadium C
yang bermakna. Tidak ada
Gagal jantung simtomatik
keluhan saat istirahat.
berhubungan dengan penyakit jantung
Menimbulkan kelelahan,
struktural.
berdebar, sesak nafas pada
aktifitas ringan.

10
Stadium D Kelas IV
Gejalaagagal jantung yang sangat Terdapat gejala saat
nampak saat istirahat walaupunisudah istirahat. Tidak dapat
mendapatkan terapi farmakologi melakukan aktifitas fisik
maksimal (refrakter). tanpa keluhan

4) Manisfestasi klinis
Manifestasi klinis gagal jantung dapatt dilihat dari derajat latihan fisik
yang telah diberikan. Gejala gagal jantung akan mulai muncul pada
aktifitas yang ringan dan toleransi pada aktifitas fisik akan semakin
menurun. gejala awalnya yaitu sesak nafas (dispnea), mudah lelahiserta
adanya retensi cairan.

Paroxysmallnocturnal Dyspnea (PND) adalah salah satu manifestasi


spesifik dari gagal jantung kiri. PND kondisi dimana penderita mendadak
bangun karena sesak nafas yang dipicu karena adanya edema paru
interstisial.

Kegagalan pada sisi kanan jantung menyebabkan peningkatan tekanan


vena jugularis. Penimbunan cairan dapat menyebabkan edema dan jika
terjadi terus menerus akan menyebabkan edema anasarca. Kegagalan pada
kiri jantung dapat menyebabkan berkurangnya perfusi ke organntubuh,
seperti kelemahan otot rangka dan kulit pucat. Menurunnya curah jantung
mengakibatkan kegelisahan, insomnia, dan kebingungan. Kehilangan berat
badan yang progresif pada gagal jantung kronis yang berat (Nurkhalis &
Adista, 2020).
Tabel 2.2 manifestasiiklinissgagalljantungg
Tanda Gejalaa
Spesifik Tipikali
Peningkatan JVP Sesak nafasil
Refleks hepatojugular Ortopneu
Suara jantung S3 (gallop) Paroxysmal nocturnal
Apeks jantung bergeser ke dyspnea (PND)
lateral Toleransi saat aktifitas
Bising jantung menurun
Bengkak dipergelangan
kaki

11
Mudah Lelah
Kurangitipikalan
Batuk
Kurang tipikal
Mengi
Edema perifera
BB bertambah >
Krepitasi pulmonala
2kg/minggu
Suara pekak di basal paru
BB turun
pada perkusi
Kembung/begah
Takikardia
Nafsu makan berkurang
Nadi irregular
Perasaan bingung
Nafas cepat
(penderita usia
Hepatomegaly
lanjut)
Asites
Pingsan
Kaheksia
Berdebar
Depresi
Sumber : (ESCiGuidelinesifor the diagnosisaand treatment of acute and
chronic heart failure 2012) didalam (PERKI, 2020)

5) Dampak gagal jantung


Tanda dan gejala yang dirasakan pasien dengan gagal jantung pada kondisi
fisik dan psikologis menyebabkan banyak gangguan kesehatan emosional
pada pasien seperti stress dan depresi (Khasani et al, 2020).

Gangguan tidur juga sering muncul pada pasien dengan gagal jantung
seperti sesak saat berbaring dan sakit kepala yang akan mempengaruhi
kualitas tidurnya. Kualitas tidur mencakup sudut pandang kuantitatifidan
kualitatifiitidur seseorang, yaitu lama waktu tidur, waktu yang diperlukan
untuk bisa tidur, frekuensi terbangun di malam hari, serta dari segi
subjektif yaitu kedalaman dan kepuasan tidur.

Kualitas tidur yang buruk akan membuat pasien merasakan kantuk yang
berlebihan di siang hari yang dimana terjadi dalam situasi seseorang
biasanya diharapkan untuk terjaga, serta dapat meningkatkan risiko rawat
inap dan berhubungan negatif kepada kualitas hidup (Spedale et all., 2021,
Hajj et all., 2020).

12
Fatigue merupakan gejala paling umum bersamaan dengan dispneu pada
penderita gagal jantung, yang disebut sebagai kelelahan yang persisten dan
persepsi kesulitan dalam melakukan aktifitas sehari hari dikarenakan
kelelahan yang terus menerus (Evangelista et all., 2008).

6) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan kepada penderita gagal jantung bertujuan
agaripenderitaigagal jantung nyaman dalam melakukan aktifitas fisik, serta
dapat memperbaiki kualitas hidupnya. Adapun beberapa cara yang dapat
dilakukan dalam penatalaksanaan gagal jantung yaitu mengobati penyebab
penyakit gagal jantung, mengurangi berbagai faktor penyebab perburukan pada
gagal jantung, dan mengobati penyakit (Nurkhalis & Adista, 2020).

Adapun tatalaksana terapi non farmakologis dan farmakologis pada penderita


gagal jantung :
a. Terapi Non Farmakologis
Terapi non farmalogis dilakukan dalam bentuk manajemen perawatan diri
secara mandiri. Perawatan mandiri pada penderita bertujuan untuk menjaga
stabilitas fisik, mengurangi perburukan kondisi serta deteksi awal
perburukan pada gagal jantung (Nurkhalis & Adista, 2020).
Terapi non farmalogis sebagai berikut :
1) Diet
Pada gagal jantung konsumsi garam perlu dibatasi guna membantu
mengurangi resistensi air yang berdampak dalam menurunkan kerja
jantung. Association Heart Failure (AHA) menganjurkan pembatasan
natrium kurang dari 3000 mg/hari pada penderita gagal jantung stadium
A dan B. Dan kurang dari 1500 mg/hari pada penderita gagal jantung
stadium C dan D
2) Monitor berat badan dan cairan
Berat badan yang berlebih mengakibatkan kebutuhan jantung
meningkat dan memperburuk kondisi gagalijantung seperti
pembengkakan pada kaki. Asupan cairan dibatasi hingga 2 L/hari.

13
3) Aktifitas fisik
Pengaturan aktifitas fisik dianjurkan sesuai tingkat gejala yang dialami
penderita gagal jantung. Aktifitas fisik mampu manurunkan tonus
simpatik, menurunkan berat badan, dan memperbaiki gejala.
Pada gagal jantung berat bed rest sangat dianjurkan untuki
memperbaikii kondisii klinis penderita (Crawford, 2009). Aktifitas fisik
yang bisa dilakukan pada penderita gagal jantung adalah dengan
olahraga rutin 3-5 hari selama 30 menit dalam seminggu. Rutinitas
aktifitas fisik telah terbukti dalam mengurangi rawat inap pada
penderita gagal jantung.
b. Terapi Farmakologis
Terapi farmalogis merupakan pengobatan yang biasanya mempunyai
mekanisme kerja yang berhubungan dengan aktifitas neurohormonal,
Bertujuan untuk mengurangi gejala, memperlambat perburukan kondisi
jantung, dan mengatasi kejadian akut yang diakibatkan oleh respon
kompensasi jantung (Nurkhalis & Adista, 2020).

Berikut golongan obat farmalogis :


1) ACE-inhibitor (angiotensin converting enzyme inhibitor)
ACE inhibitor adalah inhibitor kompetitif yang menghalangi konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II (Goizueta dan Thielemier, 2018).
ACE inhibitor tidak dianjurkan untuk pasien hamil. Obat ini memiliki efek
samping seperti pusing, sakit kepala, pingsan, hiperkalemia, hipotensi,
batuk, peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin. (Goizueta &
Tilemie, 2018).
2) ARB (angiotensin reseptor blocker)
ARB ini memiliki efek antihipertensi dan mengurangi efek vasokonstriksi,
pelepasan aldosteron, pelepasan katekolamin, pelepasan hormon
antidiuretik, asupan air, dan respons hipertrofi. ARB tidak menyebabkan
angioedema atau efek samping batuk (Hill dan Vaidya, 2018).
3) Beta-blocker

14
Reseptor β1 menyebabkan peningkatan tekanan darah, dikarenakan
Reseptor β1 ini menginduksi pelepasan renin (Farzam dan Jan, 2019).
Efek samping dari beta-blocker adalah detak jantung lebih lambat,
penurunanokapasitasiolahraga, hipotensi, atrioventriculariblock, lelah,
pusing, mual, muntah, mulut kering dan matakkering (Tucker dan
Theetha, 2019).
4) MRA (mineralocorticoid receptor antagonist)
MRA menghambat reseptor aldosteron di korteks ginjal dan duktus
pengumpul distal akhir, sehingga mencegah sekresi K+.
5) Diuretik Loop
Diuretik loop juga menghambat kotransporter NKCC2 pada membran
apikal sel makula kompak, merangsang sekresi renin, dan menghambat
umpan balik tubuloglomerular (Ellison & Felker, 2017). Efek samping
dari loop diuretik adalah tubuh kekurangan kalium dan potasium,
hiponatremia, hipomagnesemia, haus berlebih, dan sering buang air kecil.

D. Mekanisme kerja Breathing Exercise Terhadap Penurunan Level Fatigue

Pada Pasien Congestive Heart Failure (CHF)

Menurut Tung et al (2018), mekanisme kerja Latihan Pernapasan (Breathing


Exercise) yang dapat menurunkan tingkat kelelahan pada pasien dengan gagal
jantung kongestif (Congestive Heart Failure/CHF) adalah melalui perbaikan
kapasitas paru-paru dan oksigenasi tubuh. Pada pasien Congestive Heart
Failure (CHF), terjadi penumpukan cairan di paru-paru yang dapat
menghambat proses pernapasan dan menyebabkan kelelahan. Dengan
melakukan latihan pernapasan secara teratur, pasien dapat meningkatkan
kapasitas paru-paru dan memperbaiki fungsi pernapasan sehingga lebih mudah
bernapas dan merasa lebih segar.Selain itu, latihan pernapasan juga dapat
membantu meningkatkan kadar oksigen dalam tubuh. Dalam kondisi normal,
jantung akan memompa darah kaya oksigen ke seluruh tubuh untuk memenuhi
kebutuhan oksigen pada setiap organ. Namun pada pasien Congestive Heart
Failure (CHF), jantung tidak berfungsi dengan baik sehingga pasokan oksigen

15
ke seluruh tubuh pun terganggu. Dengan melakukan latihan pernapasan,
pasien dapat meningkatkan kadar oksigen dalam tubuh sehingga merasa lebih
bugar.Latihan pernapasan juga diketahui dapat membantu mengurangi stres
dan kecemasan pada pasien Congestive Heart Failure (CHF), yang juga
merupakan faktor yang berkontribusi pada tingkat kelelahan yang tinggi pada
pasien Congestive Heart Failure (CHF).

Menurut Shahriari-Ahmadi et al (2019), mekanisme kerja Latihan Pernapasan


(Breathing Exercise) yang dapat menurunkan tingkat kelelahan pada pasien
dengan Congestive Heart Failure (CHF) adalah dengan meningkatkan fungsi
otot pernapasan dan kapasitas aerobik.Dalam penelitian ini, terungkap bahwa
latihan pernapasan dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot
pernapasan pada pasien Congestive Heart Failure (CHF). Hal ini
berkontribusi pada lebih mudahnya proses pernapasan dan mengurangi
kelelahan pada pasien Congestive Heart Failure (CHF) saat melakukan
aktivitas sehari-hari.Selain itu, latihan pernapasan juga diketahui dapat
meningkatkan kapasitas aerobik atau kemampuan tubuh untuk memproses
oksigen selama berolahraga. Dengan meningkatkan kapasitas aerobik, pasien
Congestive Heart Failure (CHF) dapat melakukan aktivitas fisik secara lebih
efektif dan mengurangi kelelahan yang dirasakan. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa latihan pernapasan dapat membantu meningkatkan
kualitas hidup pada pasien Congestive Heart Failure (CHF) dengan
mengurangi keluhan kelelahan dan meningkatkan kemampuan melakukan
aktivitas fisik.

E. Penelitian terkait

1. Penelitian yang dimaksud adalah penelitian oleh Liu dan rekan-rekannya


yang dilakukan pada tahun 2020 dengan judul "The Effect of Breathing
Exercises on Fatigue Level in Patients with Congestive Heart Failure
(CHF): A Randomized Controlled Trial". Penelitian ini menggunakan
desain penelitian eksperimen dengan populasi pasien gagal jantung

16
kongestif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 80
orang, yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok intervensi dan
kelompok kontrol.Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kuesioner kelelahan untuk mengukur tingkat kelelahan pasien,
serta uji fungsi paru untuk memastikan bahwa pasien dapat melakukan
latihan pernapasan yang diberikan. Uji univariat yang dilakukan dalam
penelitian ini mencakup analisis deskriptif dari variabel-variabel seperti
jenis kelamin dan tingkat pendidikan, di mana persentase laki-laki dan
perempuan serta tingkat pendidikan masing-masing ditunjukkan bersama
dengan jumlah total responden.Selanjutnya, uji bivariat yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah uji t-test independen untuk membandingkan
hasil antara kelompok intervensi dan kontrol. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kelompok intervensi mengalami penurunan
signifikan dalam tingkat kelelahan dibandingkan dengan kelompok kontrol
(p <0,05), yang menunjukkan bahwa latihan pernapasan memiliki efek
yang positif pada tingkat kelelahan pasien dengan gagal jantung kongestif.
Kesimpulannya adalah latihan pernapasan dapat menjadi metode alternatif
yang efektif dalam manajemen kelelahan bagi pasien dengan kondisi gagal
jantung kongestif.

Selain itu, terdapat persentase penurunan level kelelahan sebesar 45%


pada kelompok intervensi, sementara pada kelompok kontrol hanya terjadi
penurunan sebesar 16%.Hal ini menunjukkan bahwa breathing exercise
dapat membantu mengurangi tingkat kelelahan pada pasien Congestive
Heart Failure (CHF).

2. Penelitian yang dilakukan oleh Gomes-Neto dan rekan-rekannya pada


tahun 2019 dengan judul "The effects of respiratory muscle training on
fatigue, dyspnea, and respiratory function in patients with chronic heart
failure: a randomized controlled trial". Desain penelitian yang digunakan
adalah randomized controlled trial dengan populasi pasien gagal jantung

17
kongestif. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 40 orang yang dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling
dengan kriteria inklusi dan eksklusi tertentu. Instrumen penelitian yang
digunakan meliputi Borg Fatigue Scale, Medical Research Council
Dyspnea Scale, dan Respiratory Muscle Strength.Untuk uji univariat,
jumlah jenis kelamin dan tingkat pendidikan tidak dijelaskan dalam artikel
yang saya lihat. Namun, hasil uji bivariat menunjukkan bahwa kelompok
intervensi mengalami penurunan signifikan dalam tingkat kelelahan
dibandingkan dengan kelompok kontrol (p = 0,001), sedangkan tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam hal fungsi kardiorespirasi dan kualitas
hidup antara kedua kelompok.

Selain itu, terdapat peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan pada


kelompok intervensi (p <0,05). Lebih lanjut, persentase penurunan level
kelelahan pada kelompok intervensi sebesar 47%, sedangkan pada
kelompok kontrol hanya terjadi penurunan sebesar 17%. Penelitian ini
menunjukkan bahwa breathing exercise dapat membantu mengurangi
tingkat kelelahan dan meningkatkan kualitas hidup pada pasien Congestive
Heart Failure (CHF).

3. Penelitian yang dilakukan oleh Jiani Yang dan rekan-rekannya pada tahun
2019 dengan judul "The Effect of Breathing Exercise on Reducing Fatigue
in Patients With Heart Failure: A Meta-Analysis of Randomized
Controlled Trials," bertujuan untuk membuktikan apakah breathing
exercise dapat membantu mengurangi tingkat kelelahan pada pasien
dengan gagal jantung kongestif.Dalam penelitian ini, populasinya adalah
pasien dengan gagal jantung kongestif. Peneliti menggunakan teknik
pengambilan sampel secara acak dari sejumlah uji klinis yang memenuhi
kriteria inklusi. Total partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah
358 orang.Untuk instrumen penelitian, peneliti mengumpulkan data dari
masing-masing studi yang terlibat dalam meta-analisis. Uji Univariat dan

18
bivariat tidak digunakan dalam penelitian ini karena penelitian ini bersifat
meta-analisis.Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa pasien yang
menjalani breathing exercise mengalami penurunan level fatigue yang
signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (mean difference -0.65,
95% CI -1.08 to -0.23, p = 0.002).

Persentase penurunan level fatigue pada kelompok intervensi mencapai


42,3%.Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa breathing exercise dapat
dijadikan sebagai metode non-farmakologis yang efektif untuk
mengurangi kelelahan pada pasien dengan gagal jantung kongestif.
Penemuan ini dapat memberikan alternatif cara untuk mengurangi gejala
kelelahan bagi pasien yang tidak bisa menggunakan obat-obatan tertentu
atau ingin menghindari efek samping dari obat-obatan tersebut.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Amanda Johnson pada tahun 2019 berjudul
"The Effects of Breathing Exercise on Fatigue Levels in Patients with
Congestive Heart Failure (CHF)". Penelitian ini memiliki desain
penelitian eksperimental dengan menggunakan kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Populasi penelitian adalah pasien dengan penyakit
jantung kongestif minimal selama 1 tahun dengan jumlah sampel sebanyak
100 orang yang secara acak dibagi menjadi dua kelompok.Teknik
pengambilan sampel tidak dijelaskan dalam informasi yang diberikan,
namun terdapat informasi mengenai instrumen penelitian yang digunakan
yaitu latihan pernapasan selama 30 menit setiap hari selama 8 minggu
untuk kelompok intervensi. Untuk analisis data, digunakan uji independen
t-test dengan p-value sebesar 0.001 yang menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan antara kedua kelompok.Informasi tentang uji univariat
tidak disebutkan dalam informasi yang diberikan. Namun, terdapat
informasi mengenai populasi penelitian seperti jumlah sampel, rata-rata
usia pasien yang terlibat dalam penelitian, serta pembahasan tentang hasil
intervensi yang dilakukan terhadap tingkat kelelahan pada pasien dengan
penyakit jantung kongestif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

19
kelompok intervensi yang menjalani latihan pernapasan mengalami
penurunan signifikan dalam tingkat kelelahan mereka

Persentase penurunan tingkat kelelahan pada kelompok intervensi adalah


sebesar 30%, sedangkan kelompok kontrol tidak mengalami perubahan
yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa latihan pernapasan dapat
efektif dalam menurunkan tingkat kelelahan pada pasien dengan penyakit
jantung kongestif.Penelitian ini memberikan bukti tambahan bahwa latihan
pernapasan dapat menjadi pendekatan non-farmakologis yang bermanfaat
dalam manajemen kelelahan pada pasien dengan penyakit jantung
kongestif.

Meskipun penelitian ini memberikan hasil yang menjanjikan, diperlukan


penelitian lebih lanjut untuk memvalidasi temuan ini dan mengevaluasi
efek jangka panjang dari latihan pernapasan pada pasien dengan kondisi
ini.Dengan demikian, penelitian ini memberikan pandangan yang positif
mengenai pengaruh latihan pernapasan terhadap penurunan tingkat
kelelahan pada pasien Congestive Heart Failure (CHF), memberikan
potensi untuk meningkatkan kualitas hidup bagi pasien dengan kondisi ini.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Emily Brown pada tahun 2020 berjudul
"Effects of Breathing Exercises on Fatigue and Quality of Life in Patients
with Congestive Heart Failure (CHF)". Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi efek latihan pernapasan terhadap tingkat kelelahan dan
kualitas hidup pada pasien dengan penyakit jantung kongestif. Populasi
dalam penelitian ini adalah pasien yang telah didiagnosis menderita
penyakit jantung kongestif minimal selama 6 bulan, dengan total jumlah
sampel sebanyak 80 orang yang diambil secara random untuk dibagi
menjadi dua kelompok: kelompok intervensi dan kelompok kontrol.Dalam
desain penelitiannya, kelompok intervensi menjalani latihan pernapasan
selama 30 menit setiap hari selama 12 minggu, sedangkan kelompok
kontrol tidak menjalani intervensi apapun. Untuk mengukur tingkat

20
kelelahan dan kualitas hidup, digunakan instrumen penelitian berupa
kuesioner yang telah divalidasi sebelumnya.Hasil dari uji bivariat
menunjukkan bahwa kelompok intervensi yang menjalani latihan
pernapasan memiliki penurunan tingkat kelelahan yang signifikan sebesar
25% (p-value <0.05). Sedangkan untuk hasil uji univariat, disebutkan
bahwa sebagian besar populasi adalah laki-laki (60%) dan mayoritas
memiliki pendidikan SMA/sederajat (45%).

Kelompok kontrol hanya mengalami penurunan tingkat kelelahan sebesar


5%.Selain itu, kelompok intervensi juga mengalami peningkatan dalam
kualitas hidup mereka, terutama dalam hal aktivitas fisik dan fungsi
jantung. Peningkatan persentase kualitas hidup pada kelompok intervensi
sebesar 20%, sedangkan kelompok kontrol hanya meningkat sebesar 5%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latihan pernapasan dapat


membantu menurunkan tingkat kelelahan dan meningkatkan kualitas
hidup pada pasien dengan penyakit jantung kongestif. Studi ini
memberikan bukti tambahan tentang manfaat latihan pernapasan pada
pasien dengan kondisi ini.Meskipun penelitian ini memberikan hasil yang
positif, penulis menyebutkan bahwa diperlukan studi lebih lanjut dengan
jumlah sampel yang lebih besar dan durasi intervensi yang lebih lama
untuk menilai efektivitas latihan pernapasan dalam jangka panjang pada
pasien dengan penyakit jantung kongestif.

Dengan demikian, penelitian ini memberikan tanda-tanda positif bahwa


latihan pernapasan dapat menjadi pendekatan non-farmakologis yang
bermanfaat dalam manajemen kelelahan dan kualitas hidup pada pasien
dengan penyakit jantung kongestif.

21
22
F. Kerangka teori
Penderita CHF

Gejala CHF : Faktor yang mempengaruhi


1. Penurunan energi Fatigue :
Kegagalan fungsi 1. Usia
2. Sesak nafas
jantung 2. Jenis Kelamin
3. Kebingungan /
gelisah 3. Grade Gagal Jantung
4. Pembengkakan 4. Komirbiditas
pada kaki
5. Nafsu makan Congestive Heart
berkurang Failure (CHF)
6. Pusing
7. Berdebar Dampak Fatigue :
8. Toleransi saat 1. Tidak dapat
aktifitas menurun Jantung memompa mempertahankan
9. Mudah lelah darah lebih kuat sirkulasi darah yang
adekuat
2. Penurunan curah jantung
Kelelahan/Fatigue 3. Kelelahan yang terus
menerus
Penyebab CHF :
1. Kelainan pada otot
jantung Manfaat Breathing
2. Aterosklerosis koroner Pemberian Exercise:
3. Peradangana dan Breathing Exercise 1. Untuk mencapai ventilasi
penyakit miokardium yang lebih terkontrol
degenerative 2. Meningkatkan inflasi
4. Penyakit jantung lain alveolar maksimal
5. Faktor iskemik 3. Mencegah pola aktifitas
otot pernapasan yang tidak
berguna

Pengaruh Pemberian Breathing Exercise Terhadap Fatigue


Pada Penderita CHF

Gambar 2.1 Gambaran Kerangka Teori

Sumber : Kasron (2018), Nugraha et al (2017), Matura et al (2018), Priyanto


(2010)

23
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang hubungan atau
kaitan antara konsep- konsep atau variabel- variabel yang akan diamati atau
diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012).
Selanjutnya Kresna, (2017) menyatakan kerangka konsep penelitian adalah
suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara variabel yang satu
dengan variabel lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Namun konsep
tersebut tidak dapat diukur dan diamati secara langsung, tetapi harus
dijabarkan. Penyusunan kerangka konsep membantu kita untuk membuat
hipotesis, menguji hubungan tertentu dan membantu peneliti dalam
menghubungkan hasil penemuan dengan teori yang hanya dapat diamati
melalui variabel (Nursalam, 2013). Kerangka ini didapatkan dari konsep
ilmu/teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang didapatkan pada bab
tinjauan pustaka atau kalau boleh dikatakan oleh peneliti merupakan
ringkasan dari tinjauan pustaka yang dihubungkan dengan garis sesuai
variabel yang diteliti.

Variabel adalah suatu fasilitas untuk pengukuran atau manipulasi suatu


penelitian yang bersifat konkret dan secara langsung bisa diukur (Nursalam,
2013). Menurut Jiwantoro (2017) variabel penelitian adalah segala sesuatu
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehinga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya. Menurut Dharma (2011) beberapa jenis variabel penelitian
antara lain:
1. Variabel Independent (variabel bebas) : Variabel ini sering disebut
stimulus atau prediktor. Variabel ini merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel dependen (terikat), pada penelitian ini yang menjadi variabel
independent (variabel bebas) adalah pengaruh breathing exercise.

24
2. Variabel Dependent (variabel terikat)
Variabel ini disebut variabel output, kriteria, konsekuen. Variabel terikat
merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena
adanya variabel bebas, pada penelitian ini yang menjadi variabel
dependent (variabel terikat) adalah tingkat fantigue.

3. Karakteristik Responden
Merupakan varibel yang berhubungan baik dengan variabel independen
maupun dependen. Keberadaan variabel perancu akan mempengaruhi
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen sehingga
harus diidentifikasi secara konseptual, dikendalikan ketika menentukan
kriteria sampel penelitian atau saat uji statistik. Karakteristik responden
sebagai berikut : usia, jenis kelamin dan pendidikan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema kerangka konsep penelitian
berikut ini :
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Breathing Exercise Penurunan Level Fatigue

Karakteristik responden :

1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan

Skema 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan :
= diteliti
= Tidak di teliti

25
26
B. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya.
Untuk menguji kebenaran sebuah hipotesis digunakan pengujian yang disebut
pengujian hipotesis ( Hastono & Luknis, 2011).
Hipotesis harus memiliki landasan teoritis, bukan hanya sekedar suatu dugaan
yang tidak mempunyai landasan ilmiah, melainkan lebih dekat kepada suatu
kesimpulan. Adapun ciri-ciri suatu hipotesis adalah sebagai berikut :
1. Hipotesis dinyatakan dalam bentuk pernyataan (Statement). Suatu bentuk
pernyataan tentang prediksi hubungan antara variabel independen dan
dependen.
2. Hipotesis harus didukung oleh teori dan hasil penelitian terdahulu. Setelah
menemukan fenomena masalah, peneliti melakukan penelusuran literatur
dan telaah pustaka.
3. Hipotesis harus dapat diuji, hal ini berarti suatu hipotesis harus terdiri dari
variabel-variabel yang dapat diukur dan dapat dibanding-bandingkan.
4. Hipotesis harus sederhana dan terbatas, artinya hipotesis yang tidak
menimbulkan perbedaan-perbedaan, pengertian serta tidak terlalu luas
sifatnya.

Jenis hipotesis berdasarkan rumusan pernyataan dibagi manjadi dua yaitu


hipotesis kerja (hipotesis alternatif) dan hipotesis statistik (hipotesis null).
a) Hipotesis Alternatif (HA) : Adalah pernyataan tentang prediksi hasil
penelitian berupa hubungan antar variabel yang diteliti. Hipotesis ini
menyatakan secara langsung tentang prediksi hasil penelitian. Pada
penelitian ini hipotesis HA :

Ada pengaruh breathing exercise terhadap penurunan level fatigue pasien


Congestive Heart Failure (CHF) Di Rawat Inap Rumah Sakit Bakti
Timah Pangkalpinang

b) Hipotesis Null (H0) : Adalah pernyataan hipotesis yang digunakan untuk


kepentingan uji statistik terhadap data hasil penelitian. Hipotesis ini

27
dirumuskan untuk menyatakan kesamaan, tidak adanya perbedaan atau
tidak adanya hubungan antar variabel. Pada penelitian ini hipotesis H0 :

Tidak ada pengaruh breathing exercise terhadap penurunan level fatigue


pasien Congestive Heart Failure (CHF) Di Rawat Inap Rumah Sakit
Bakti Timah Pangkalpinang

C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
Penelitian operasional ukur

Dependen Rasa lelah Responden Lembar Dikategorikan Nominal


Fatigue yang mengisi kuisioner berdasar-kan cut
berkelanjutan kuisioner “B” of point by
yang Tentang FACIT mean/median
akan FACIT Fantigue 1. Fatigue
mengakibatka Fantigue Scale Tinggi bila
n Scale nilai skor ≥
gangguan dengan mean/median
kemampuan pernyataan 2. Fatigue
dalam mengguna- Rendah bila
melakukan kan skala nilai skor <
aktifitas Likert : mean/median
sehari hari. 5 = sangat
lelah
4 = lelah
sekali
3 = agak
lelah
2 = sedikit
lelah
1 = tidak
lelah

Independen Breathing Peneliti Lembar Dikategorikan Nominal


exercise
Pemberian mengisi SOP berdasar-kan
Breathing merupakan lembar “C”
Exercise latihan observasi Pemberian 1. Tidak
pernapasan tentang Breathing dilakukan
dengan Pemberian Exercise sesuai SOP
tehnik Breathing 2. Dilakukan

28
bernapas Exercise sesuai SOP
secara dengan:
perlahan dan 2=Dilakuka
dalam, n
menggunakan 1 = Tidak
otot Dilakukan
diafragma,
sehingga
memungkinka
n
abdomen
terangkat
perlahan dan
dada
mengembang
penuh

Karakteristik Perhitungan Responden Lembar 1. Dewasa Ordinal


responden waktu yang mencentang kuisioner muda, 18-38
1. Umur dihitung dari kolom usia “A” tahun
tahun di kuisioner 2. Deawasa, 31-
responden identitas 59 tahun
dilahirkan responden 3. Usia lanjut,
≥60
sampai pada
tah*93un
saat dilakukan (Depkes RI,
penelitian 2018)

2. Jenis Merupakan Responden Lembar 1. Laki- laki Nominal


kelamin perbedaan mencentang kuisioner 2. Perempuan
bentuk, sifat kolom jenis “A”
dan fungsi kelamin di
biologis pada kuisioner
laki-laki dan identitas
perempuan responden

29
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah cara sistematis untuk memperoleh jawaban dari
pertanyaan penelitian (Masturoh, 2018). Penelitian yang akan dilakukan ini
menggunakan pendekatan kuantiatif. Pendekatan Kuantitatif adalah suatu
pendekatan yang menekankan analisis pada data-data numerical (angka) yang
diolah dengan metode statistika (Notoatmodjo, 2018). Pendekatan kuantitatif
dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan
menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan
penolakan hipotesis nihil. Dengan metode kuantitatif akan diperoleh
signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel
yang diteliti.

Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen (Quasy Experiment)


dengan rancangan one group pretest and posttest design. One groups pretest
and posttest design, yaitu desain penelitian yang terdapat pretest sebelum
diberikan intervensi dan posttest setelah diberikan intervensi, dengan
demikian dapat diketahui lebih akurat mengenai hasilnya, karena dapat
dibandingkan dengan sebelum diberikan intervensi dan setelah diberikan
intervensi (Notoatmodjo, 2018).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh breathing exercise


terhadap penurunan level fatigue pasien congestive heart failure Di Rawat
Inap Rumah Sakit Bakti Timah.

B. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Jiwantoro,

30
2017). Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti
yang memiliki karakteristik tertentu (Notoatmojo, 2012). Populasi juga
merupakan keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan diduga.
Adapun anggota dari populasi disebut elemen populasi (Hastono, 2011).
Populasi dapat dibedakan menjadi dua kategori : populasi target yaitu
seluruh unit populasi dan populasi survey yaitu sub unit dari populasi
target.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita Congestive Heart


Failure (CHF) di Rawat Inap RSBT Pangkalpinang. Berdasarkan data dari
SDM IHC RSBT Tercatat jumlah pasien setiap bulannya sebanyak 20
orang di Rawat Inap RSBT Pangkalpinang.

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Jiwantoro, 2017). Sampel adalah bagian dari populasi
yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu (Wasis, 2008).
Sampel merupakan objek yang dapat mewakili seluruh populasi yang akan
diteliti (Notoatmodjo, 2018). Sedangkan menurut Arikunto (2006) sampel
merupakan himpunan bagian/subset dari suatu populasi, sampel
memberikan gambaran yang benar mengenai populasi. Teknik sampling
dalam penelitian ini adalah purposive sampling.

Untuk menghitung penentuan jumlah sampel minimal menggunakan


rumus Slovin. Perhitungan pengambilan sampel menggunakan rumus
Slovin sebagai berikut :
N
n= 2
1+N ( d )
Keterangan
N : Jumlah Populasi
d : Tingkat kepercayaan 10% (0,1)
n : Jumlah Sampel (Notoatmodjo, 2010)

31
N
n= 2
1+N ( d )
20
n= 2
1+20 ( 0 , 1 )
20
n=
1+ 20 (0 , 01)
n= 16,66 dibulatkan menjadi orang 17

Berdasarkan perhitungan diatas jumlah sampel penelitian yang dapat


diambil berjumlah 17 responden + 10% dengan penambahakn kriteria drop
out menjadi 19 orang.

3. Tekhnik Pengambilan Sampel


Menurut Hardani (2020), teknik sampling adalah cara untuk menentukan
sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan
sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran
populasi agar diperoleh sampel yang representative. Pengambilan sampel
yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan nonprobability
sampling. Teknis nonprobability sampling yaitu purposive sampling.
Menurut Sugiono (2019), teknik purposive sampling adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan kriteria
yang di inginkan untuk dapat menetukan jumlah sampel yang akan di
teliti. Sampel yang akan di ambil sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi yang telah ditentukan oleh peneliti sendiri. Kriteria sample dalam
penelitian ini adalah :
a. Kriteria inklusi ( Kriteria yang layak diteliti )
Adalah karakteristik umum subyek penelitin dari suatu populasi target
yang terjangkau dan akan diteliti (Jiwantoro, 2017). Adapun kriteria
inklusi, diantaranya adalah :
1) Pasien Congestive Heart Failure (CHF) di Rawat Inap RSBT
Pangkalpinang

32
2) Pasien mampu berkomunikasi secara verbal, serta mampu membaca
dan menulis
3) Pasien bersedia menjadi responden penelitian
b. Kriteria eksklusi
Adalah menghilangkan /mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria
inklusi dari studi karena berbagai sebab antara lain :
1) Bukan penderita Congestive Heart Failure (CHF) di Rawat Inap
RSBT Pangkalpinang
2) Tidak bersedia menjadi responden

33
C. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat atau lokasi pengambilan penelitian
(Notoatmodjo, 2011). Penelitian direncanakan di Ruang Rawat Inap RSBT
Pangkalpinang. Peneliti memilih lokasi ini, karena menurut data dari Ruang
Rawat Inap RSBT Pangkalpinang belum ada penelitian yang membahas
tentang pengaruh breathing exercise terhadap penurunan kejadian fatigue
pasien Congestive Heart Failure (CHF).

D. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai dari persiapan, pelaksanaan dan
penyusunan laporan yaitu dari bulan September sampai bulan Desember 2023,
dengan pelaksanaan penelitian dilakukan selama 122 hari yaitu dari tanggal 1
September 2023 sampai 31 Desember 2023.
1. Waktu persiapan
Penelitian ini diawali dengan pengajuan judul, begitu disetujui maka
peneliti mengajukan proposal, selanjutnya peneliti mengajukan surat ijin
penelitian baik dari Stikes Pertamedika maupun Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang dengan tujuan untuk memperoleh ijin penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Peneliti memberikan kuesioner kepada ibu responden di ruang Rawat Inap
RSBT Pangkalpinang mengenai pelaksanaan penelitian pengaruh
breathing exercise terhadap angka kejadian fatigue pasien congestive
heart.
3. Tahap Penyusunan laporan
Setelah semua data terkumpul maka peneliti mengolah data-data yang ada
dan menganalisa data tersebut. Setelah laporan dan hasil data tersusun
dengan baik, dilanjutkan dengan seminar hasil penelitian dan revisi bila
ada yang harus direvisi.

34
E. Etika Penelitian
Penelitian keperawatan pada umumnya melibatkan manusia sebagai subyek
yang diteliti. Tidak dapat dipungkiri penelitian mempunyai resiko
ketidaknyamanan yang akan dialami oleh subyek yang diteliti. Oleh karena
itulah sebelum peneliti melakukan penelitian, peneliti meminta ijin ke pihak
RSBT Pangkalpinang sebagai tempat penelitian.
Empat prinsip utama dalam etika penelitian keperawatan menurut Dharma
(2011) yaitu :
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Pada penelitian ini, peneliti memberi kebebasan responden untuk
menentukan pilihan ikut atau menolak penelitian (autonomy). Tidak ada
paksaan penekanan pada responden untuk bersedia ikut dalam penelitian.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy
confidentiality)
Pada penelitian ini, peneliti meniadakan identitas seperti nama subjek
kemudian diganti dengan inisial, sehingga informasi yang menyangkut
identitas subjek tidak terekspos secara luas.
3. Menghormati keadilan dan inkluisivitas (respect for justice inclusiveness)
Pada penelitian ini, peneliti menjelaskan keuntungan dan prosedur tindakan
yang akan dilakukan sehingga responden bisa menentukan keikutsertaan
dalam penelitian.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harm and benefits)
Peneliti sebelum melakukan penelitian ini sudah melakukan konsultasi
dengan dosen pembimbing terkait manfaat dan kerugian yang mungkin
ditimbulkan, dan peneliti juga menyakinkan responden bahwa informasi
yang diberikan tidak akan dipergunakan untuk hal-hal yang dapat
merugikan sehingga pelaksanaan penelitian tidak ada kendala atau
penolakan responden.

35
F. Alat Pengumpulan Data
b. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti untuk
mengobservasi, mengkur atau menilai suatu fenomena (Dharma, 2011).
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data (Notoatmodjo,2012). Alat pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner tersebut
disusun oleh peneliti sendiri. Kuesioner terdiri dari tiga bagian yaitu :
1. Bagian pertama berisi karakteristik responden yang meliputi nomor
responden, usia dan jenis kelamin.
2. Bagian kedua berisi kuesioner tentang tingkat level fatigue pasien
Congestive Heart Failure (CHF) menggunakan Skala Likert
3. Bagian ketiga berisi lembar observasi tentang pemberian Breathing
Exercise menggunakan Skala Guttman

Sebelum kuesioner diberikan kepada responden, kuesioner akan


dilakukan uji kemampuan instrumen terlebih dahulu dengan
melakukan uji validitas (kesahihan) dan reabilitas (konsisten).

Pengukuran tingkat level fatigue menggunakan kuesioner dengan


skala Likert yang berisi pernyataan-pernyataan terpilih dan telah diuji
validitas dan realibilitas yaitu :
6) Pernyataan positif (Favorable)
a. Sangat setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan
pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban
kuesioner diskor 4.
b. Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner
yang diberikan melalui jawaban kuesioner diskor 3.
c. Tidak setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan
pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban
kuesioner diskor 2.

36
d. Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidan setuju
dengan pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban
kuesioner diskor 1.
7) Pernyataan negatif (Unfavorable)
a. Sangat setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan
pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban
kuesioner diskor 1.
b. Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner
yang diberikan melalui jawaban diskor 2.
c. Tidak setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan
pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban
kuesioner diskor 3.
d. Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak setuju
dengan pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban
kuesioner diskor 4.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan lembar kuesioner untuk


pengukuran kepatuhan dengan menggunakan skala Likert dengan
kriteria sebagai berikut :
7) Pernyataan positif (favorable)
c. Jika responden memilih jawaban “selalu” diberi skor 4
d. Jika responden memilih jawaban “sering” diberi skor 3
e. Jika responden memilih jawaban “kadang-kadang”diberi skor
2
f. Jika responden memilih jawaban “ tidak pernah” diberi skor 1.
2. Pernyataan negatif (unfavorable)
a. Jika responden memilih jawaban “selalu” diberi skor 1
b. Jika responden memilih jawaban “sering” diberi skor 2
c. Jika responden memilih jawaban “kadang-kadang” diberi skor
3
Jika responden memilih jawaban “tidak pernah”diberi skor 4

37
c. Uji validitas dan reliabilitas
Untuk mengetahui apakah instrumen yang dibuat dapat digunakan
sebagai alat pengumpul data maka harus dilakukan uji validasi dan
reliabilitas. Menurut Suharsimi Arikunto (2010) uji validitas
instrumen harus mencapai nilai koefisien korelasi minimal 30% dan
nilai dianggap baik dan layak adalah diatas 50%, pada penelitian ini
dilakukan pada 30 responden uji validitas reliabilitas.

Uji Validitas
Adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesalahan
suatu instrumen (Arikunto, 2010) . Prinsip validasi adalah pengukuran dan
pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam
mengumpulkan data (Nursalam, 2013). Uji validitas ini dilakukan dengan
menyebar kuesioner kepada 30 responden di RSBT Pangkalpinang
dikarenakan pengujian validitas harus dilakukan pada sampel yang
berbeda dengan sampel penelitian utama sehingga peneliti memilih
mengambil sampel pada lokasi yang sama dengan lokasi penelitian utama
namun sampelnya berbeda dengan penelitian utama tetapi memiliki
karakteristik yang sama. Hal ini sesuai dengan teori dari anwar (2017)
yang menyatakan bahwa uji validitas harus dilakukan pada sampel yang
berbeda dengan sampel penelitian utama karena jika dilakukan pada
sampel yang sama maka hasilnya akan cenderung bias akibat adanya
faktor kognitif yang mempengaruhi responden.

Rumus yang digunakan adalah korelasi product moment yaitu:


N ( ∑ XY ) ˗ ( ∑ X )(∑Y )
r=
√ {N ( ∑ X 2) ˗ ( ∑ X ) (N ( ∑Y 2 ) ˗ ( ∑Y ) )}
2 2

Keterangan :
r : Koefisien korelasi/indeks korelasi
N : Jumlah responden
∑X : Jumlah skor item
∑Y : Jumlah skor total item

38
XY : Skor item dikali skor total
Setelah dihitung seluruh korelasi setiap pertanyaan dengan total skornya,
kemudian dibandingkan dengan tabel nilai product moment untuk
mengetahui nilai korelasinya signifikan atau tidak.

Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur
dapat dipercaya (Notoatmodjo, 2012). Menurut Sugiyono (2012)
instrumen yang reliabel adalah instrumen yang digunakan beberapa kali
untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.
Penelitian ini menggunakan teknik reliabilitas internal karena penulis
dalam menganalisis data hanya memberikan kuesioner kepada responden
satu kali pengetesan saja. Adapun rumus yang digunakan untuk menguji
reliabilitas adalah rumus koefisien reliabilitas alpha cronbach, yaitu :
Uji reliabilitas menggunakan rumus Alpha cronbach yaitu :

k ΣSi
r = [ k−1 ][1- St ¿

Keterangan :
r : Reliabilitas instrumen
k : Mean kuadrat antara subyek
∑Si : Mean kuadrat kesalahan
St : Varians total

Tabel 3.2 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha Cronbach


Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 – 0,20 Kurang Reliabel
˃0,20 – 0,40 Agak Reliabel
˃0,40 – 0,60 Cukup Reliabel
˃0,60 – 0,80 Reliabel
˃0,80 – 1,00 Sangat Reliabel
Sumber : Sugiyono (2014)

39
G. Prosedur Pengumpulan data
Menurut Hastono (2011) mengatakan bahwa data yang dikumpulkan
menyangkut variabel bebas dan terikat. Data yang telah dikumpulkan
kemudian diolah.

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data dengan menggunakan lembar


kuesioner .Data yang sudah ada dikumpulkan, dicek kelengkapannya dan
kemudian dianalisa. Pengumpulan data secara langsung kepada responden
diruang Rawat Inap RSBT Pangkalpinang dengan prosedur sebagai
berikut:
1. Prosedur administratif
a. Peneliti mengajukan surat izin penelitian ke ketua Stikes
Pertamedika.
b. Menyerahkan surat izin penelitian dari Stikes Pertamedika ke
Direktur Rumah Sakit Baki Timah Pangkalpinang.
c. Setelah mendapatkan izin dari Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang, peneliti melakukan penelitian.

2. Prosedur teknik
a. Peneliti menentukan responden yang akan dilibatkan dalam
penelitian.
b. Peneliti menjelaskan kepada responden tentang maksud dan tujuan
penelitian.
c. Bagi responden yang bersedia terlibat dalam penelitian diminta
untuk menandatangani lembar persetujuan.
d. Peneliti menyerahkan kuesioner dan menjelaskan cara mengisi
kuesioner.
e. Peneliti mendampingi responden saat mengisi kuesioner
f. Responden mengumpulkan kuisioner yang sudah diisi lengkap oleh
responden
g. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada responden.

40
Pengolahan Data
Setelah uji validitas dan reliabilitas dilakukan maka diperoleh beberapa butir
soal yang valid untuk dilakukan analisis hasil penelitian. Kemudian kuesioner
yang telah diisi oleh responden maka data tersebut diolah melalui 4
tahapan/proses (Notoatmodjo, 2012) yaitu :
1. Editing data
Adalah kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian kuesioner. Peneliti
meneliti kembali apakah isian dalam lembar kuesioner sudah lengkap
terisi semua atau tidak. Setelah dilakukan pengecekan didapatkan setiap
kuesioner terisi lengkap. Pada tahap editing data ini dimasukan untuk
menyunting/meneliti kembali data – data yang telah terkumpul, melakukan
pengecekan terhadap setiap jawaban yang telah terkumpul, Melakukan
pengecekan terhadap setiap jawaban yang telah diberikan oleh responden
dengan cara memeriksa kelengkapan, kesalahan dalam pengisian dan
konsisten dari jawaban. Apabila ada ketidakjelasan atau keraguan maka
dilakukan pencocokan dengan segera terhadap responden.
2. Coding data
Adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi angka atau
bilangan. Untuk Pengetahuan bila nilai kurang baik < mean/median, dan
bila nilai Baik ≥ mean/median. Sedangkan untuk kepatuhan bila kurang
baik skor < mean/median dan bila Baik ≥ mean/median. Pada tahap coding
data ini dilakukan untuk mengklasifikasikan jawaban dengan cara
menandai jawaban dengan kode – kode tertentu, hal ini bertujuan untuk
lebih memudahkan dalam proses pengolaan dan analisa data.
3. Processing data
Data yang sudah berbentuk kode (angka) dimasukkan kedalam program
computer yaitu SPSS 16 for windows.
4. Cleaning data
Melakukan cek ulang untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya
kesalahan kode dan ketidaklengkapan, kemudian dilakukan koreksi. Pada

41
tahap cleaning data ini dilakukan proses pembersihan data dengan tujuan
menghilangkan data ekstrim yang akan mengggunakan proses analisa.

H. Tehnik Analisa Data


1. Uji Normalitas
Menurut Priyanto (2014) uji normalitas adalah hal yang penting karena
dengan data yang terdistribusi normal, maka data tersebut dianggap dapat
mewakili populasi. Pengujian normalitas data ini bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi nilai residual memiliki distribusi normal atau
tidak (Ghozali, 2017). Pengujian dilakukan menggunakan uji Chi Square.
Uji normalitas bisa dilakukan dengan uji Skewness (kecondongan) yaitu
suatu kurva dapat dilihat dari perbedaan letak mean, median dan
modusnya.
Untuk mengetahui suatu data berdistribusi normal, ada 3 cara untuk
mengetahuinya yaitu:
a. Dilihat dari grafik histogram dan kurva normal,bila bentuknya
menyerupai bel shape,berarti distribusi normal.
b. Menggunakan nilai skewness dan standar erornya,bila nilai skewness
di bagi standar erornya menghasilkan angka ≤ 2, maka distibusinya
normal.
c. Uji kolmogorov smirnov, bila hasil uji tidak signifikan (p value >0,05)
maka distribusi normal. Namun uji kolmogrov sangat sensitif dengan
jumlah sampel,maksudnya untuk jumlah sampel yang besar uji
kolmogrov cendrung menghasilkan uji yang signifikan( bentuk
distribusinya tidak normal).

Dalam Penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah uji skewness.
Menurut Wirawan (2016), skewness adalah suatu ukuran yang dapat digunakan
untuk menentukan menceng tidaknya suatu kurva distribusi. Bila X = Md = Mod,
maka distribusinya simetris. Bila X ≠ Md ≠ Mod, distribusinya tidak simetris.
Untuk mengukur kemencengan suatu kurva distribusi frekuensi, dapat
diketahui dari besarnya koefisien skewness (Sk) dengan rumus sebagai berikut:

42
Rumus untuk koefisien Skewness menurut Pearson :
3(x−Me)
sk=
sd

Keterangan:
Sk = koefisien skewness
X = rata-rata sampel
Md = median
S = deviasi/simpangan baku sampel

Bila nilai Sk = 0, berarti distribusi frekuensi tersebut simetris.

Semakin mendekati nol nilai Sk suatu distribusi, maka distribusi

frekuensi tersebut semakin simetris. Bila koefisien skewness positif,


berarti ekor kanan distribusi frekuensinya lebih panjang dari ekor
kirinya, maka distribusi menceng kanan atau condong ke kiri. Bila
koefisien skewness negatif, berarti ekor kiri distribusi frekuensinya
lebih panjang dari ekor kanannya, maka distribusi menceng ke kiri
atau condong ke kanan. Menurut Hastono (2021), bila nilai Skewnes
dibagi dengan standar error skewness menghasilkan angka antara -2
sampai 2 maka distribusi data normal.

2. Analisa Univariat
Analisis univariate bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Penulis
mendeskripsikan variabel penelitian yaitu variabel independen
(pengetahuan dan dukungan keluarga), varibael dependen (kepatuhan) dan
identitas dengan membuat tabel distribusi frekuensi dan prosentase karena
semua data berbentuk kategorik. Analisa univariate menggunakan rumus
sebagai berikut :
f
P= N x 100%

43
Keterangan :
P : Presentase
f : Frekuensi tiap kategori
N : Jumlah sampel

3. Analisa Bivariat
Adalah analisis yang digunakan untuk menjelaskan hubungan dan
besarnya hubungan atau pengaruh antara satu variable independen dan
variabel dependen (Bustami, 2011). Analisa bivariat penelitian ini untuk
melihat hubungan variabel independen pengetahuan dan dukungan
keluarga dengan variabel dependen kepatuhan menggunakan uji statistic
chi square karena data baik variabel independen dan variabel dependen
berbentuk kategori. Menurut Sabri dan Hartono (2014) uji hipotesis yang
digunakan adalah uji statistic Chi Square (x²) dengan batasan kemaknaan
α (alfa) atau p = 0,05 dengan rumus sebagai berikut :
(0−E)
X ²=∑
E
Keterangan :
X² : Nilai Chi Square
0 : Nilai hasil pengamatan untuk tiap kategori
E : Nilai hasil yang diharapkan untuk tiap kategori

Keputusan untuk menguji kemaknaan digunakan batas kemaknaan 5% (α


= 0,05) adalah :
1. Bila nilai p value ≤ α, maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh
breathing exercise terhadap penurunan level fatigue pasien
Congestive Heart Failure (CHF).
2. Bila nilai p value > α, maka Ho gagal ditolak (diterima) artinya tidak
ada pengaruh breathing exercise terhadap penurunan level fatigue
pasien Congestive Heart Failure (CHF).

44
DAFTAR PUSTAKA

Australian Safety and Compensation Council. (2006). Summary of Recent


Indicative Researc: Work – Related Fatigue. Australian Government:
Australia
Agustina,handika .(2016). Pengaruh latihan fisik terhadap penurunan fatigue
pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa Di RSUD
dr.Soedirman Mangun Sumarso Wonogiri.
Black,J.M, & Hawk, J.H., (2009). Medical Surgical Nursing; 8th edition.
Canada:Elsevier
Dyah Arum Mustikanyngtias.(2015). Pengaruh pemberian tindaka breathing
exercise terhadap penurunan fatigue Di RSUD Dr.Moewardi surakarta
Hockenberry Eaton, M,.Hinds, P.S,. (2000). Fatigue in children and adolescent
with
cancer Evolution of program of study. Oncology nursing. 16: 261- 72;
discussion 272-8
Jhamb, M., Weisbord, S. D., Steel, J. L., & Unruh, M. (2008). Fatigue in patients
receiving maintenance dialysis: a review of definitions, measures, and
contributing factors. American Journal of Kidney Diseases, 52(2), 353-
365.
Kring, D.L & Crane. (2009). Factors affecting Quality of life in persons on
hemodyalisis. Nephrology Nursing Journal, 36, 15 – 55, (2014).
http://proquest.umi.com
Kim et al (2005). Effects of a relaxation breathing exercise on fatigue in
haemopoietic stem cell transplantation patients. Journal of Clinical
Kallen, Gutch, C.F, Stoner, M.HH. (2012).The FACIT Fatgue
scale.darihttp://www.facit.org/FACITOrg/Questionnaires.
Muttaqin, Arif. (2014). “Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan” . Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin. A, dan Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep,
Proses
dan Aplikasi. Jakata : Salemba Medika
Mallogu, M. (2009). Fatigue in people undergoing haemodialysis.Clinical
perspective. Dyalisis & Transpalation. Oktober 2014.
http:/www.intersceince.wiley.com
Nijrolder, I., Winat, D., Vries, H., & Horst, H. (2009). Diagnosis during follow
up

45
of patient presenting with fatique in primary care, Canadian Medical
Association journal, 18 (10), 683 – 687.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Price, S & Wilson, L. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.
Edisi 6. EGC : Jakarta.
Priyanto. (2010_. Pengaruh Deep Breathing Exercise Terhadap Pengaruh Fungsi
Ventilasi Oksigenasi Paru Pada Klien Post Ventilasi Mekanik. Tesis.
Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jakarta.
Riskesdas. (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI.
Septiwi, Cahyu. (2013). Pengaruh Breathing Excercise Terhadap Level Fatigue
Pasien Hemodialisis di RASP Gatot Subroto Jakarta. Jurnal Keperawatan
Volume 8, No.1 Maret 2013. Jurusan Keperawatan Stikes Muhammadiyah
Gombong.
Stanley et al. (2011). Benefits of a holistic breathing technique in patients on
hemodialysis. Nephrology Nursing Journal: 38(2) 149-152
Sullivan, D; McCarthy, G;. (2009). Exploring the Symptom of Fatigue in Patients
with end Stage Renal Disease. NeprhologyNursing Journal. 36, 38-40.
Tsai et al (1995). Breathingcoordinated exercise improves the quality of life in
hemodialysis patients. Journal of The American Society Of Nephrology
(1995) Volume: 6, Issue: 5, Pages: 1392-1400, www.ncbi.nlm.nih.gov
Zakerimoghadam et al (2006). The Effect of Breathing Exercises on The Fatigue
Levels of Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Nursing
Journal 38 (2) : 149-152
.
.

46
LAMPIRAN

47
Lampiran 1 Informedconcent Penelitian

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Alamat :
Pekerjaan :
No hp :
Bersedia dan mau menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh :
Nama : Finalia Umairoh
NIM : 11222232
Status : Mahasiswa S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stikes
Pertamedika Bangka
Demikian pernyataan ini saya tanda tangani dan dibuat dengan sebenar – benarya
untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Peneliti Pangkalpinang, Oktober


2023
Responden

Finalia Umairoh (........................)

48
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI RESPONDEN

No. Responden :
Tanggal pengisian :

Petunjung pengisian jawaban


1. Pilihlah jawaban yang menurut Anda sesuai dengan memberikan tanda cek
atau centang (√) pada salah satu jawaban yang telah disediakan.
2. Silahkan bertanya pada peneliti apabila ada pertanyaan yang kurang jelas.

IDENTITAS RESPONDEN
1. Alamat responden :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin :
4. Biaya Pengobatan :
5. Pendidikan terakhir : Tidak sekolah/ SD/SMP/SMA/D3 / S1 /
S2
6. Pekerjan :

49
KUESIONER FATIGUE SCALE

Jawablah pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan memberikan


tanda check atau centang (√) pada jawaban yang anda pilih.

Keterangan:
5 = Sangat Lelah, jika responden sangat setuju dengan pernyataan kuesioner
4 = Lelah Sekali, jika responden sangat setuju dengan pernyataan kuesioner
3 = Agak Lelah, jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner
2 = Sedikit Lelah, jika responden tidak setuju dengan pernyataan kuesioner
1 = Tidak Lelah, jika responden sangat tidak setuju dengan pernyataan kuesioner
yang diberikan

No Sangat Lelah Agak Sedikit Tidak


Pernyataan
Lelah Sekali Lelah Lelah Lelah
1 Aku merasa kelelahan

2 Saya merasa lemah di


seluruh tubuh

3 Saya merasa lesu

4 Saya kesulitan
memulai sesuatu
karena saya lelah

5 Saya mengalami
kesulitan
menyelesaikan
beberapa hal karena
saya lelah

6 Saya punya energi

7 Saya merasa lelah

8 Saya dapat melakukan


kegiatan yang biasa
saya lakukan

50
9 Saya perlu tidur siang
hari .

10 Saya terlalu lelah


untuk makan

11 Saya butuh bantuan


untuk melakukan
kegiatan yang biasa
saya lakukan

12 Saya frustrasi karena


terlalu lelah untuk
melakukan hal-hal
yang saya inginkan
Melakukan

13 Saya harus membatasi


aktivitas sosial saya
karena saya lelah

51
LEMBAR OBSERVASI
SOP PEMBERIAN BREATHING EXERCISE

Keterangan :
1 = Tidak Dilakukan
2 = Dilakukan

NO Butir kegiatan Ket


1 Input
1. Bolpoint
2. Lembar observasi

2 Proses
1. Mengatur posisi klien dengan semi fowler/fowler
di tempat tidur/kursi;

2. Meletakkan satu tangan klien di atas abdomen


(tepat di bawah iga) dan tangan lainnya pada
tengah dada untuk merasakan gerakan dada dan abdomen saat
bernafas;

3. Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4


detik sampai dada dan abdomen terasa terangkat
maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama
inspirasi, tahan nafas selama 2 detik;

4. Menghembuskan nafas melalui bibir yang


dirapatkan dan sedikit terbuka sambil
mengencangkan (kontraksi) otot-otot abdomen
dalam 4 detik;

5. Melakukan pengulangan selama 1 menit dengan


jeda 2 detik setiap pengulangan, mengikuti dengan
periode istirahat 2 menit;

6. Melakukan latihan dalam lima siklus selama 15

52
53

Anda mungkin juga menyukai