Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PARADIGMA DALAM ILMU SASTRA

Dosen Pengampu: Dr. H. IMAM BONJOL JUHARI, M.Si

Disusun oleh:

Nashihatin Athiyah (201104030013)

Hasan malek faradisi (201104030002)

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM K.H. ACHMAD SHIDDIQ JEMBER

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, Tuhan semesta alam. Atas izin dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu. Tak lupa pula penyusun haturkan
shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad saw. Semoga syafaat-nya mengalir
pada kita di hari akhir kelak.

Penulisan makalah yang berjudul “Hakikat Penelitian" betujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah METODOLOGI PENELITIAN BAHASA DAN SASTRA yang diampu oleh Dr. H.
IMAM BONJOL JUHARI, M.Si Akhirul kalam, penyusun menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna. Besar harapan penyusun agar pembaca berkenan memberikan umpan balik
berupa kritik dan saran. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.
Amin.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Jember, 5 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................i

A. Latar Belakang Masalah......................................................................................................1


B. Rumusan Masalah...............................................................................................................2
C. Tujuan Masalah...................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3

1.0 Paradigma dalam ilmu sastra...............................................................................................3


1.1 Kritik sastra humanis dan pembentukan subjek..................................................................4
1.2 Kritik Sastra Strukturalis dan Penaklukan Subjek...............................................................5
1.3 Kritik sastra diskursif atau pasca-struktural .......................................................................6
1.4 Kritik Sastra Pasca-Marxis..................................................................................................7
1.5 Kajian-kajian budaya pendekatan kritis..............................................................................8

BAB III PENUTUP .......................................................................................................................9

Kesimpulan................................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Validitas adalah suatu konsep dalam penelitian yang mengacu pada sejauh mana sebuah
instrumen pengukuran, seperti kuesioner atau tes, benar-benar mengukur apa yang
diinginkan. Dalam konteks ini, validitas mengacu pada kecocokan antara apa yang sedang
diukur dengan apa yang sebenarnya ingin diukur.

Validitas merupakan salah satu aspek penting dalam penelitian karena jika suatu instrumen
pengukuran tidak valid, maka hasil pengukuran yang diperoleh tidak dapat diandalkan dan
tidak dapat dijadikan dasar untuk membuat keputusan yang penting. Oleh karena itu, penting
untuk memastikan bahwa instrumen pengukuran yang digunakan dalam penelitian memiliki
validitas yang memadai.

Validitas dapat diukur dengan berbagai cara, seperti menggunakan tes lanjutan atau melihat
korelasi antara instrumen dan variabel lain yang dianggap terkait. Ada beberapa jenis
validitas, termasuk validitas isi, validitas kriteria, dan validitas konstruk, yang masing-
masing mengacu pada aspek yang berbeda dari kecocokan instrumen pengukuran dengan apa
yang sebenarnya ingin diukui.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian validasi?
2. Apa saja macam-macam validasi?
3. Apa saja langkah-langkah serta contoh validasi data?
C. TUJUAN MASALAH

Untuk mendeskripsikan dan mengetahui tentang validasi data.

4
BAB II
PEMBAHASAN
1.0 Paradigma dalam ilmu sastra Validasi data
adalah suatu proses yang bertujuan untuk memastikan bahwa data yang digunakan
dalam analisis atau penelitian memiliki kualitas yang baik, akurat, dan dapat dipercaya.
Proses ini melibatkan serangkaian tindakan untuk mengidentifikasi data yang tidak valid
atau tidak akurat, serta memperbaiki atau menghilangkan data tersebut agar tidak
mempengaruhi hasil akhir analisis atau penelitian.
1.1
1.2 Dalam penelitian atau analisis data, data yang digunakan harus dapat diandalkan,
sehingga hasil analisis atau penelitian yang dilakukan benar-benar mencerminkan
realitas. Validasi data dilakukan untuk memastikan bahwa data yang digunakan adalah
data yang tepat dan akurat. Proses validasi data dapat dilakukan menggunakan berbagai
teknik dan metode, seperti verifikasi manual, penggunaan perangkat lunak khusus,
pengujian ulang, dan penggunaan metode statistik.
1.3
1.4 Validasi data sangat penting dalam penelitian atau analisis data karena data yang
tidak valid atau tidak akurat dapat menyebabkan kesalahan dalam interpretasi hasil
analisis atau penelitian, yang dapat mengarah pada kesimpulan yang salah. Oleh karena
itu, validasi data harus dilakukan dengan hati-hati dan cermat untuk memastikan bahwa
hasil analisis atau penelitian yang dilakukan benar-benar mencerminkan realitas dan
dapat diandalkan.
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11 Kritik sastra humanis dan pembentukan subjek

5
Validasi data adalah suatu proses yang bertujuan untuk memastikan bahwa data yang
digunakan dalam analisis atau penelitian memiliki kualitas yang baik, akurat, dan dapat
dipercaya. Proses ini melibatkan serangkaian tindakan untuk mengidentifikasi data yang tidak
valid atau tidak akurat, serta memperbaiki atau menghilangkan data tersebut agar tidak
mempengaruhi hasil akhir analisis atau penelitian.

Dalam penelitian atau analisis data, data yang digunakan harus dapat diandalkan, sehingga
hasil analisis atau penelitian yang dilakukan benar-benar mencerminkan realitas. Validasi data
dilakukan untuk memastikan bahwa data yang digunakan adalah data yang tepat dan akurat.
Proses validasi data dapat dilakukan menggunakan berbagai teknik dan metode, seperti
verifikasi manual, penggunaan perangkat lunak khusus, pengujian ulang, dan penggunaan
metode statistik.

Validasi data sangat penting dalam penelitian atau analisis data karena data yang tidak valid
atau tidak akurat dapat menyebabkan kesalahan dalam interpretasi hasil analisis atau
penelitian, yang dapat mengarah pada kesimpulan yang salah. Oleh karena itu, validasi data
harus dilakukan dengan hati-hati dan cermat untuk memastikan bahwa hasil analisis atau
penelitian yang dilakukan benar-benar mencerminkan realitas dan dapat diandalkan.

1.12 Kritik Sastra Strukturalis dan Penaklukan Subjek

Kritik sastra strukturalis disebut kritik sastra karena mengklaim bahwa pengarangnya
sudah mati Implikasi ideologis dari klaim ini bukan hanya bahwa kritik sastra hanya
memandang teks sastra dan tidak menghubungkannya dengan pengarang sebagai sesuatu di
luar teks, melainkan apa yang ; seorang penulis bernama, sebenarnya tidak ada. Pengarang
bukanlah pencipta karya sastra, melainkan struktur karya sastra itu sendiri.

Untuk memahami sudut pandang "khusus" ini, perlu melihat teori linguistik struktural
linguistik teladan (Saussure 1988). Teori ini membagi bahasa menjadi dua dimensi dasar,
yaitu dimensi dimensi “bahasa” (langue) dan dimensi “tuturan” (parole) Dimensi pertama
adalah sistem bahasa, yang bersifat abstrak, universal, kolektif, terbatas dan stabil, sedangkan
dimensi kedua adalah entitas, yang bersifat konkrit, spesifik, individual dan dapat diubah
(labil) dengan variasi yang tidak terbatas. Sebagai ilmu yang mencari hukum-hukum umum,
linguistik menemukan bahwa subjeknya bukanlah percobaan melainkan bahasa. Linguistik
tidak dapat mempelajari parole karena variasinya yang tak ada habisnya dan selalu berubah.

Seperti konsep di atas, kritik sastra struktural adalah kritik sastra yang bertujuan
menemukan sistem sastra yang abstrak, kolektif, terbatas, dan stabil seperti sifat-sifat bahasa,

6
daripada memahami dan menilai karya sastra konkret tertentu. Meskipun ia membahas
beberapa karya sastra, tujuan pembahasannya bukan untuk memahami karya sastra itu sendiri,
melainkan untuk menemukan struktur abstrak di baliknya, yang juga berlaku untuk karya
sastra tertentu lainnya. Kecenderungan ini karena kritik sastra struktural, seperti linguistik,
menganggap karya sastra tertentu sebagai slogan. Dan sebagai karya sastra percobaan
beberapa hal dianggap hanya sebagai perwujudan bahasa dari struktur “bahasa” itu. Sebagai
wujud dari struktur suatu sistem sastra, karya sastra bagi ilmu sastra struktural merupakan
produk sistem itu, bukan produk pengarang. Bagi kritik sastra semacam itu, pengarang tidak
lebih dari "alat" yang dengannya struktur abstrak itu dapat diekspresikan secara konkret dalam
bentuk karya sastra tertentu. Dengan kata lain, kritik sastra ini beranggapan bahwa karya
sastra terdiri atas struktur, bukan nama pengarangnya.

Dengan cara pandang yang demikian, kritik sastra tidak hanya menghilangkan peran
pengarang sebagai subjek, tetapi bahkan citra manusia dalam konstruksi dunia imajiner karya
sastra. Tokoh-tokoh kritik sastra humanis diimajinasikan sebagai manusia, sehingga dianalisis
mirip dengan psikologi atau sosiologi, yang dipahami oleh kritikus sastra strukturalis hanya
sebagai struktur yang pasif atau pengubah struktur, yang antara lain disebut “aktan”. Selain
itu, rangkaian tindakan yang terjadi dalam karya sastra dihadirkan sebagai produk dari sistem
relasional abstrak yang disebut fungsi, misalnya fungsi subjek, predikat, objek yang
digunakan dalam linguistik.

1.13 Kritik sastra diskursif atau pasca-struktural

Sama halnya dengan kritik sastra struktural, kritik sastra diskursif tidak mengenal
keberadaan subjek atau perannya dalam pembentukan bahkan penciptaan karya sastra.
Namun, jika kritik sastra sebelumnya menggantikan peran subjek dengan peran struktur
abstrak, kritik sastra belakangan juga tidak mengakui keberadaan dan peran penentu struktur
abstrak tersebut. Kritik sastra wacana berbasis linguistik struktural juga menganggap bahwa
bahasa tidak lebih dari rangkaian proposisi atau kondisional, dan tidak ada yang lebih dari itu.
Dan jika struktur berarti sesuatu yang abstrak, umum, secara verbal adalah sesuatu yang
konkrit, khusus, terkait dengan ruang dan waktu. Jika struktur dipahami sebagai sistem bahasa
yang tetap dan statis, persyaratan adalah praktik linguistik yang nyata dan dinamis. Penelitian
parole sering disebut sebagai penelitian wacana.

Meskipun wacana tertentu bukanlah entitas yang sepenuhnya unik dan mandiri, terpisah
dari yang lain di luar dirinya. Teori wacana cenderung menganggap bahwa wacana atau
praktik linguistik hanya dimungkinkan dalam konteks wacana yang ada. Wacana pada
hakekatnya adalah sebuah dialog, dan dengan demikian ia adalah sebuah dialog. Dalam
pengertian ini, kritik sastra diskursif memahami sastra sebagai wacana, dan kritik sastra
adalah usaha untuk menemukan hubungan antara karya sastra dengan berbagai wacana yang

7
mendahului dan mengikutinya, termasuk karya sastra awal dan akhir. Selain itu, sifat dialogis
sebuah karya sastra terwujud tidak hanya dalam kenyataan bahwa karya tersebut mengacu
pada wacana-wacana di luar dirinya, tetapi juga dalam kenyataan bahwa beberapa karya sastra
mengandung kemungkinan adanya suara-suara yang berbeda, perbedaan suara yang belum
tentu dibutuhkan; untuk bersama-sama membentuk satu kesatuan makna yang melampaui
keragamannya, tetapi juga dapat bertentangan, menaungi bahkan menghancurkan satu sama
lain dan karena itu merusak diri sendiri.

Dengan kecenderungan yang terakhir, kritik diskursif justru berhadapan dengan kritik
sastra struktural. Jika kritik sastra struktural berusaha mencari pusat makna yang menjadi
kekuatan yang menyatukan seluruh unsur pembentuk sebuah karya sastra, yang sebenarnya
berbeda, dan mencari yang tidak berubah dalam berbagai varian, maka kritik sastra diskursif
cenderung bubar (disperse). ). dan menghancurkan) kemungkinan kesatuan makna itu dengan
menempatkan karya sastra tertentu di bawah bayang-bayang karya lain yang bertentangan
atau bahkan menghancurkannya, dan dengan mengidentifikasi kemungkinan suara-suara lain
di dalam karya sastra itu sendiri, yang menaungi, memperebutkan, dan membatalkan. peluang
kesatuan makna internalnya.

Padahal, kritik sastra diskursif tidak menafikan keberadaan subjek. Menurutnya, subjek
bukan sekedar subjek yang diimajinasikan oleh kaum humanis, termasuk kritik sastra
humanis, yaitu mandiri, bebas bahkan subjek yang menentukan lingkungan sekitarnya. Subjek
ilmu sastra diskursif adalah subjek yang dibentuk oleh wacana, termasuk karya sastra. Karena
merupakan hasil pembentukan, maka subjek dalam kritik sastra diskursif bukanlah entitas
yang tetap dan stabil, tetapi dapat dan akan selalu bervariasi dan akan berubah sesuai dengan
ciri wacana itu sendiri dan bentukan-bentukan diskursif yang membentuknya.

1.14 Kritik Sastra Pasca-Marxis

Kritik sastra Marxis diklasifikasikan sebagai kritik sastra struktural. Berbeda dengan kritik
sastra struktural yang menggunakan linguistik struktural, kritik sastra Marxis didasarkan pada
teori struktur sosial Marx. Marx memahami masyarakat sebagai struktur yang didukung oleh
dua elemen dasar, yaitu elemen material/ekonomi dan elemen ideologis/budaya. Elemen
pertama disebut infrastruktur atau struktur dasar, sedangkan elemen kedua disebut
suprastruktur atau struktur permukaan. Di antara kedua unsur tersebut, unsur pertama
merupakan pusat yang menentukan keseluruhan struktur sosial. Superstruktur adalah fungsi
dari infrastruktur. Karena karya sastra tertanam dalam unsur-unsur ideologis, ia merupakan
fungsi dari struktur ekonomi yang mendasarinya.

Kritik sastra pasca-Marxis adalah kritik sastra Marxis yang menggabungkan teori bahasa
struktural dan pasca-struktural. Dalam kritik ini, suprastruktur tidak lagi dipahami hanya
sebagai fungsi infrastruktur, tetapi sebagai kekuatan yang relatif mandiri, yang kekuatannya

8
bahkan dapat melampaui batas struktural. Kekuatan produktif di bidang infrastruktur akan
segera runtuh, jika tidak ada kekuatan reproduksi di bidang suprastruktur, maka kekuatan
hegemonik bisa kewalahan.

keunggulan Justru dalam dua hubungan selanjutnya inilah pertanyaan tentang wacana menjadi
penting dan membawa kritik sastra pasca-Marxis ke dalam kontak dengan sastra diskursif.
Tentu saja ada perbedaan antara kedua kritik sastra tersebut di atas. Ilmu sastra pasca-Marxis
menempatkan pembahasannya dalam konteks struktur sosial yang berbasis ekonomi dengan
menganalisis subjek-subjek yang dikonstruksikan oleh karya sastra dengan pendekatan
ekonomi-politik dalam arti subjek dibentuk untuk mempertahankan atau menentang yang
sudah ada. tatanan sosial. Ini tidak berlaku untuk kritik sastra diskursif pasca-struktural. Ilmu
sastra diskursif menempatkan formasi subjek dalam relasi kekuasaan yang abstrak atau yang
terjadi pada unit-unit sosial terpisah yang tidak terhubung dan bahkan mungkin merupakan
struktur sosial terpisah yang dipahami Marxisme pada tataran makro.

Dengan pengertian terakhir di atas, kritik sastra Marxis dapat dipandang sebagai kritik sastra
yang justru menghidupkan kembali suatu keyakinan akan eksistensi subjek dan bahwa subjek
adalah kelas sosial. Kelas sosial inilah yang menjadi agen dari subjek-subjek imajiner yang
dikonstruksi oleh berbagai wacana.

1.15 Kajian-kajian budaya pendekatan kritis


Kajian budaya pendekatan kritis adalah sebuah disiplin ilmu yang membahas kritik
terhadap aspek budaya yang dianggap sebagai bentuk ketidakadilan dan kekuasaan yang
dijalankan oleh kelompok yang memiliki kepentingan tertentu. Pendekatan kritis dalam kajian
budaya memandang bahwa budaya tidaklah netral dan dapat dipolitisasi oleh kelompok yang
memiliki kekuasaan. Dalam hal ini, kajian budaya pendekatan kritis berupaya
mengungkapkan kontradiksi-kontradiksi dalam budaya yang muncul dari pengaruh kekuasaan
yang berbeda.

Beberapa contoh kajian budaya pendekatan kritis adalah sebagai berikut:

1. Kajian Gender: Kajian gender dalam kajian budaya pendekatan kritis mengkaji tentang
bagaimana gender dipengaruhi oleh konteks sosial, politik, dan ekonomi yang berbeda.
Pendekatan kritis dalam kajian gender mencoba untuk mengungkapkan dan menentang
ketidakadilan gender yang ada di dalam budaya.

2. Kajian Ras: Kajian ras dalam kajian budaya pendekatan kritis mengkaji bagaimana konsep
ras dipolitisasi dan digunakan untuk menjaga kekuasaan kelompok tertentu. Pendekatan kritis
dalam kajian ras mencoba untuk memperlihatkan kontradiksi-kontradiksi yang ada di dalam
budaya dan mengungkapkan diskriminasi terhadap kelompok yang tidak memegang
kekuasaan.

9
3. Kajian Media: Kajian media dalam kajian budaya pendekatan kritis mengkaji tentang
bagaimana media dapat dipengaruhi oleh kekuasaan yang berbeda dan bagaimana media
dapat memengaruhi persepsi masyarakat tentang dunia. Pendekatan kritis dalam kajian media
mencoba untuk mengungkapkan dan menentang ketidakadilan yang terjadi di dalam media.

4. Kajian Sastra: Kajian sastra dalam kajian budaya pendekatan kritis mengkaji tentang
bagaimana sastra dapat mencerminkan realitas sosial, politik, dan ekonomi yang ada.
Pendekatan kritis dalam kajian sastra mencoba untuk mengungkapkan dan menentang
ketidakadilan dan kekuasaan yang terkandung di dalam sastra.

10
BAB III

KESIMPULAN:

Paradigma dalam ilmu sastra merujuk pada suatu kerangka pemikiran atau cara pandang
tertentu yang membentuk landasan teoritis dalam memahami, mengkaji, dan menafsirkan
karya sastra. Paradigma ini mencakup sejumlah prinsip, metode, konsep, dan asumsi yang
digunakan dalam menganalisis karya sastra.

Beberapa contoh paradigma dalam ilmu sastra antara lain paradigma strukturalis, paradigma
feminis, paradigma sejarah budaya. Masing-masing paradigma ini menekankan pada aspek-
aspek tertentu dalam karya sastra dan memiliki pendekatan analisis yang berbeda-beda.

Kesimpulannya, paradigma dalam ilmu sastra merupakan suatu kerangka pemikiran yang
digunakan untuk menganalisis karya sastra. Paradigma ini mencakup prinsip, metode, konsep,
dan asumsi tertentu yang membentuk landasan teoritis dalam memahami, mengkaji, dan
menafsirkan karya sastra. Sebagai ilmu pengetahuan yang terus berkembang, paradigma
dalam ilmu sastra terus berubah dan mengalami transformasi sesuai dengan perubahan zaman
dan tuntutan analisis yang semakin komplek

DAFTAR PUSTAKA

https://123dok.com/article/beberapa-paradigma-sastra-jurusan-sastra-indonesia-
sosiohumaniora-bulaksumur.y911dxjq

11

Anda mungkin juga menyukai