Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN MODEL-MODEL

BIMBINGAN DAN POLA (ORGANISASI) BIMBINGAN DAN


KONSELING DI SEKOLAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan Konseling

Dosen Pengampu: Hendrik Furqon, M. Pd.

Disusun Oleh :

1. Ifana Dwi Ratna Suri (22032013)


2. Muhammad Rois (22032045)
3. Nelli Eka Diana Santi (22032062)
4. Jazilatul Khoiro (22032054)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM LAMONGAN

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi Wabarokatuh.

Alhamdulillah rabbil ‘alamin, puji syukur atas Kehadirat Allah SWT yang mana
telah melimpahkan Nikmat dan Karunia-Nya kepada kita semua. Sholawat serta
salam tetap tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW yang mana telah
menunjukkan kita semua dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang
benderang yakni “Adinnul Islam”. Kami bersyukur kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan Taufik serta Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas presentasi mata kuliah Bimbingan Konseling dengan membuat makalah
yang berjudul “ SEJARAH PERKEMBAGAN MODEL-MODEL BIMBINGAN
DAN POLA (ORGANISASI) BIMBINGAN DAN KONSELING DI
SEKOLAH“.

Ucapan terima kasih tak lupa kami tujukan kepada bapak Hendrik Furqon, M. Pd.
Selaku dosen mata kuliah Bimbingan Konseling dan seluruh pihak yang telah
membantu proses pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam
penulisan ini dapat dikatakan jauh dari kata sempurna dan banyak kekurangan
serta kesalahan. Untuk itu kami perlu kritik dan saran yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan makalah yang akan datang.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi Wabarokatuh

Lamongan, 08 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................ii

BAB 1 ........................................................................................................................1

PENDAHULUAN .....................................................................................................1

1.1 Latar Belakang .........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................1

1.3 Tujuan ......................................................................................................1

BAB II ........................................................................................................................3

PEMBAHASAN ........................................................................................................3

2.1 Model Bimbingan ...................................................................................3

2.2 Pola Dasar Pelaksanaan Bimbingan .........................................................10

BAB III ......................................................................................................................16

PENUTUP ..................................................................................................................16

3.1 Kesimpulan ..............................................................................................16

3.2 Saran .........................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bimbingan dan konseling (BK) merupakan suatu usaha untuk
membantu para individu atau kelompok ke arah positif dan atau
membuat yang dibimbing menjalani kehidupan yang lebih baik dari
sebelumnya. Dalam proses pelaksanaannya yang tidak sesuai tentunya
akan menimbulkan kesan negative terhadap konseling, seperti
pemikiran bahwa individu yang berurusan dengan guru bimbingan dan
konseling tersebut sedang bermasalah. Kenyataan ini dengan mudah
dapat dilihat di sekolah-sekolah. Umumnya, siswa yang berhubungan
dengan guru bimbingan dan konseling adalah mereka yang
dikategorikan nakal. Istilah nakal biasanya diidentifikasikan dengan
perilaku siswa yang sering bolos, terlibat tawuran, perkelahian,
terlambat, dan lain-lain. Singkatnya, siswa berhubungan dengan guru
bimbingan dan konseling adalah, mereka yang sudah tercatat dalam
“buku hitam” sekolah. Jarang sekali (untuk tidak menyebut tidak ada),
siswa yang pintar, rajin, dan berkelakuan baik berhubungan dengan
guru bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, guru bimbingan dan
konseling hanya miliknya siswa –siswa yang terhitung bandel. Oleh
karena itu, sangat beralasan bila kemudian guru bimbingan dan
konseling di identikkan sebagai “polisinya sekolah”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud model bimbingan?
2. Bagaimana pemikiran para tokoh dalam sejarah bimbingan dan konseling
tentang apa itu bimbingan?
3. Bagaimana pola dasar pelaksanaan bimbingan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud Model Bimbingan.

1
2. Untuk mengetahui Bagaimana pemikiran para tokoh dalam sejarah
bimbingan dan konseling tentang apa itu bimbingan.
3. Untuk mengetahui Bagaimana pola dasar pelaksanaan bimbingan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Model Bimbingan
Model Bimbingan dalam hal ini berarti kerangka berpikir tentang apa itu
bimbingan dan hal ini dijadikan pedoman dalam praktik pelayanan bimbingan.
Pemikiran-pemikiran tentang apa itu bimbingan dikembangkan oleh sejumlah
tokoh dalam sejarah bimbingan dan konseling. Model-model bimbingan
berimplikasi pada beberapa hal. Pertama, tekanan jenis pelayanan BK yang mana
yang ditekankan. Kedua, siapa yang terutama dilayani. Ketiga, siapa saja yang
berkompeten memberikan layanan bimbingan dan konseling. Keempat,
bagaimana pelayanan bimbingan diselenggarakan.
❖ Sejarah Perkembangan Model-model Bimbingan dan Pola (Organisasi)
Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
1. Model Bimbingan Karier
Model bimbingan karier atau model konseling karier adalah model pertama
yang dikembangkan oleh Frank Parsons pada tahun 1909. Parsons
memperkenalkan istilah “counseling” dan membagi tugas-tugas bimbingan
menjadi tiga tahap, yaitu: penentuan minat dan bakat, pilihan karier, dan
persiapan lapangan pekerjaan. Model ini melibatkan tes, observasi,
wawancara, dan sumber-sumber informasi tentang dunia kerja.
2. Model Bimbingan Kepribadian
Model bimbingan kepribadian dikembangkan oleh Carl Rogers pada tahun
1940-an. Rogers mengembangkan teori “penerimaan tanpa syarat” yang
menyatakan bahwa setiap individu memiliki potensi untuk berkembang
secara optimal jika diterima dan disetujui. Model ini berfokus pada
pengembangan kepribadian siswa melalui pusat perhatian pada
pertumbuhan dan pengembangan positif.
3. Model Bimbingan Perkembangan
Model bimbingan perkembangan menekankan pada pentingnya
pengembangan individu sebagai respons terhadap perubahan dan tantangan
yang dihadapi. Model ini berfokus pada kebutuhan perkembangan siswa

3
dan mengidentifikasi fase-fase perkembangan, seperti masa kanak-kanak,
pubertas, dan dewasa awal. Tujuan dari model ini adalah untuk membantu
siswa memahami bahwa setiap fase perkembangan memiliki tantangan
yang unik dan memberikan mereka alat-alat yang diperlukan untuk
mengatasi tantangan tersebut.
4. Model Bimbingan Sosial
Model bimbingan sosial menempatkan perhatian pada hubungan antar
individu dan hubungan kelompok. Paradigma ini menekankan pada
pentingnya lingkungan sosial dan interaksi sosial dalam proses bimbingan.
Tujuan dari model ini adalah untuk membantu siswa memahami hubungan
mereka dengan orang lain dan meningkatkan keterampilan sosial.
5. Model Bimbingan Terintegrasi
Model bimbingan terintegrasi merupakan gabungan dari beberapa model
bimbingan di atas. Dalam model ini, seorang konselor mengintegrasikan
teknik-teknik dan strategi-strategi dari model-model bimbingan yang
berbeda untuk memenuhi kebutuhan siswa yang beragam.

❖ Model-model bimbingan menurut para ahli:


1. Frank Parson (1908-1909)
Pada masa itu banyak orang mudah mengalami masalah dalam karier.
Situasi ini membuat Parson mengembangkan pandangan bahwa individu
dan masyarakat mendapat keuntungan bila terdapat kecocokan antara ciri
kepribadian dan tuntutan pekerjaan. Tiga faktor dalam penentuan karier
menurut Parson adalah : 1) analisis diri, 2) analisis pekerjam, perbandingan
hasil dan analisis, menghubungkan hasil amalies diri dan analisis
pekerjaan. Fokus bimbingan adalah pada bimbingan karier.
2. John M. Brewer (sekitar tahun 1932)
John M. Brewer memandang tugas pendidikan adalah mempersiapkan
siswa-siswi memasuki berbagai bidang kehidupan, memetik makna hidup,
mendapatkan kepuasa (kebahagiaan) hidup. Pendidikan dan bimbingan

4
dianggay tidak jauh berbeda. Keduanya adalah bantuan bagi orang muda
untuk berkembang.
Pandangan ini berimplikasi pada dua hal berikut. Pertama, fokus
pelayanan bimbingan adalah Pemberian informasi dan konseling. Kedua,
ragam bimbingan yang dilakukan berdasarkan pandangan ini adalah
bimbingan belajar, pelayanan untuk memelihara kesehatan mental, dan
bimbingan pengisian waktu luang, Bentuk pelayanan bimbingan seperti
pelaksanaan pengajaran dalam bidang studi.
3. William M. Proctor
William M. Proctor mernandang bahwa bimbingan memiliki dua
fungsi pokok. Pertama, fungsi penyaluran dan distributif yaitu membantu
siswa-siswi memilih berbagai bidang belajar (bidang studi, kegiatan
ekstrakurikuler, rekreasi, dil). Kedua, fungsi penyesuaian (adjustment)
yaitu pemberian bantuan agar siswa konsisten menjalani pilihan dan
membantu siswa dalam menghadapi masalah penyesuaian diri.
Tekanan pelayanan bimbingan pada sifat perseveratif (pemeliharaan)
untuk kondisi yang sudah baik atau memelihara perkembangan peserta
didik dan kuratif untuk siswa yang menghadapi masalah penyesuaian diri.
Pelayanan bimbingan yang diutamakan adalah pengumpulan data dan
konseling
4. Model Klinis
Model klinis pengembangan muncul akibat adanya pengaruh
pengembangan alat-alat tes psikologis standard. Model klinis pada
pemakaian alat-alat tes diagnostik. Model ini memberi penekanan pada
tehnik ilmiah pengumpulan Model dalam mengenali konseli untuk
membantu mengatasi masalah konseli dan bimbingan individual. Fokus
bimbingan menurut model-model klinis adalah penanganan masalah-
masalah berat.
5. Arthur Jones (1963-1970) dan Martin Katz
Tokoh ini memandang bahwa bimbingan adalah bantuan bagi siswa
untuk membuat pilihan dan penyesuaian diri dalam rumpun masalah

5
akademik dan pekerjaan. Bimbingan adalah intervensi profesional, yaitu
tindakan yang dilakukan dengan cara-cara berkeahlian, memiliki prosedur
ilmiah yang memberi tekanan pada bimbingan individual.
6. Ruth Strang (1964-1965) dan Arthur E. Traxler
Mereka mengembangkan pengertian bimbingan sebagai suatu
tindakan eklektis, yaitu menggabungkan dan/atau memilih berbagai teori,
metode, teknik yang cocok dengan kebutuhan (permasalahan individu).
Bentuk pelayanan bimbingan adalah pelayanan bimbingan individual dan
bimbingan kelompok. Model bimbingan ini sudah memandang penting
kerjasama dengan tenaga kependidikan lain dalam melaksanakan
bimbingan.
7. Kenneth B. Hoyt
Bimbingan dipandang sebagai konstelasi sejumlah kegiatan
bimbingan (constellation) dalam rangka melayani kebutuhan siswa di
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dengan demikian, seharusnya
semua tenaga kependidikan di sekolah berpartisipasi dalam pelayanan
bimbingan. Sasaran bimbingan adalah perkembangan optimal siswa.
Tujuan pelayanan bimbingan harus diintegrasikan dengan tujuan
institusional, kurikuler, instruksional (pengajaran). Bentuk pelayanan
bimbingan adalah bimbingan pribadi dan bimbingan kelompok bimbingan
adalah ngan), Sifat bimbingan yang menjadi fokus pelayanan perseveratif
(pemeliharaan), developmental preventif (pencegahan timbulnya masalah),
dan remedial/cu (pengentasan masalah).
Tanggung jawab dalam pelayanan bimbingan menyebar pada semua
tenaga kependidikan. Penyebaran tanggung jawab dalam memberikan
layanan bimbingan adalah hal positif, tetapi di sisi lain hal ini mengandung
kelemahan juga, sebab tidak semua staf pendidikan siap terlibat dalam
pelayanan bimbingan dan mereka juga tak dapat diandaikan memiliki
kemampuan konseptual dan praktik tentang tent bimbingan yang memadai.
Dampaknya adalah pelayanan bimbingan dapat menjadi kurang berkualitas.
8. Chris D. Kehas, dkk.

6
Bimbingan adalah bantuan untuk perkembangan personal individu
(perkembangan kepribadian). Fakta dalam dunia pendidikan yang umum
terjadi adalah pengutamaan perhatian pada pengajaran yang hanya
menyentuh aspek intelektual. Dalam situasi semacam ini bimbingan
dituntut berfungsi mendukung/meningkatkan efektivitas belajar. Fakta di
atas mendorong munculnya usaha mengembangkan konsep bahwa
pendidikan bukan hanya untuk pengembangan intelektual saja, sehingga
tenaga kependidikan tidak hanya satu macam saja (guru mata pelajaran).
Model bimbingan ini tidak menekankan bentuk/ragam bimbingan tertentu.
9. Julius Menacher (1976)
Tokoh ini mengembangkan paham Activist Guidance, yaitu
bimbingan harus menanggulangi permasalahan dengan mengadakan
perubahan pada lingkungan hidup. Model bimbingan ini muncul
dilatarbelakangi oleh munculnya masalah di kelompok masyarakat bawah
yang bersumber pada keluarga dan komunitas asal peserta didik. Fokus
pelayanan BK adalah mengadakan perubahan pada lingkungan hidup
siswa, memanipulasi lingkungan agar kondusif untuk perkembangan siswa.

❖ Model-model Konseling :
1. Konseling keterampilan Hidup (life skill counseling)
Merupaka suatu model yang integratif untuk membantu klien agar
mampu mengembangakan keterampila dirinya sendiri. Konseling ini
dilakukan bertahap sesuai dengan tahapan perkembangan usia dengan
kemampuan individu. Tujuan life skill:
a. Mampu membantu dirinya sendiri.
b. Menjadi the skill person
2. Model konseling Respectful
Kerangka kerja konseling ini menekankan tentang perlunya konselor
menyadari bahwa perkembangan psikologis dipengaruhi oleh faktor-faktor
multidimensi yaitu:
a. Religius. (R)

7
b. Latar belakang ras, budaya atau etnik. (E)
c. Identitas seksual (S)
d. Kematangan psikologis (P)
e. Status sosial ekonomi (E)
f. Tantangan kronologis (K)
g. Ancaman (threat) terhadap individu (T)
h. Sejarah keluarga (F)
i. Kenikan karakteristik fisik (U)
j. Lokasi tempat tinggal (L)

❖ Model-model Pembelajaran Berbasis Bimbingan dan Konseling.


Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara gaya belajar mereka
sehingga tujuan pembelajaran dapat dapat dicapai dengan optimal ada berbagai
model pembelajaran.
1. Koperatif (Coperativ Learning)
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai mahluk
sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan
dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas dan rasa senasib. Disini
siswa dibiasakan untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, tugas,
tanggung jawab. Serta belajar menyadari kekurangan dan kelebihan
masing-masing. Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan
pembelajaran dengan cara berkelompok. Agar kelompok kompak-
partisipatif tiap kelmpok terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen, ada
kontrol dan fasilitas dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa
laporan atau presentase.
2. Kontektual (contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontektual adalah pembelajaran yang dimulai dengan
tanya jawab lisan yang terkait dengan dunia nyata siswa sehingga akan
terasa mamfaat dari materi yang akan disajikan, motivasi belajar muncul,
dunia pikiran siswa konkret, dan suasana menjadi kondusif dan
menyenangkan. Prinsif pembelajaran kontektualadalah aktivitas siswa,

8
siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat dan
mengembangkan kemampuan sosialisasi.
3. Pembelajaran Langsung (direc Learning)
Pengetahan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus
pada keterampilan dasar aan lebih efektif jika disampaikan dengan cara
pembelajaran langsung. Menyiapkan siswa sajian informasi dan prosedur,
latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri dan evaluasi. Cara ini sering
disebut dengan metode ceramah.
4. Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
Kehidupan idenik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran
ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan
masalah yang berorientasi pada masalah yang otentik dari kehidupan
aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berfikir tngakat tinggi.
Kondisi yang harus tetap dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka,
negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangakan agar siswa
dapat berfikir optimal.
5. Problem Solving
Dalam ha ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak
rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah
cara mencari atau menemukan penyelesaian. Siswa berkelompok atau
individual mengidentivikasi pola atau aturan yang disajikan, siswa
mengidentifikasi, mengeksploitasi, mengintesvigasi, menduaga dan
akhirnya menemukan solusi.
6. Problem Posing
Problem posing yaitu pemecahan masalah dengan melalui elaborasi,
yaitu merumuskan kembalimasalah menjadi bagian-bagianyang lebih
simple sehingaga dipahami. Cara belajarnya adalah pemahaan, jalan
keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan, cari
alternativ, menyusun soal pertanyaan.
7. Problem Terbuka (Oven Ended)

9
Pembelajaran dengan probelm terbuka artinya pembelajaran yang
menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara dan soslusinya
jaga berbagai macam. Siswa dituntut untuk berimprovisasi
mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang bervariasi dalam
memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selain itu siswa juga
diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Dengan
demikian model pembelajaran ini lebih mementingakna proses daripada
produk yang akan membentuk pola pikir, keterpuasan, dan ragam berpikir.
8. Probing-prompting
Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru
menyajikan serangkaian pertanyaaan yang sifatnya menuntun dan
menggali sehingga terjadi proses berfikir yang mengaitkan pengetahuan
setiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahan baru yang sedang
dipelajari. Dengan modael pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan
dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau
harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses
pembelajaran, setiap saat ia bisa terlibat dalam tanya jawab, kemungkinan
akan terjadi suasana tegang namun bisa dibiasakan. Untuk mengurangi
kondisi tersebut guru hendaknya merangkaikan pertanyaan disertai dengan
wajah ramah, dan daengan nada yang lembut.

2.2 Pola Dasar Pelaksanaan Bimbingan


Pola dasar dalam hal ini berarti azas pokok yang bersifat praktis,
langsung berkaitan dengan penyusunan program bimbingan. Pola dasar
pelaksanaan bimbingan mengatur beberapa hal. Pertama, penyebaran pelayanan
pelayanan bimbingan di sekolah tanggung jawab pelayanan Bimbingan di sekolah
(pada siapa saja). Kedua, apa fokus kegiatan pelayanan bimbingan. Kegiatan apa
saja yang dilakukan dalam memberikan pelayanan bimbingan. Ketiga, oleh siapa
(pelaksana) dan kepada siapa (penerima layanan) bimbingan dan konseling
diberikan. Dengan kata lain pola dasar pelayanan bimbingan adalah wudud

10
konkret, praktis, aplikatif dari model-model bimbingan. Berikut ini adalah
macam-macam Pola Dasar Bimbingan dan Konseling:
1. Pola Generalis
Menurut pola ini pelayanan BK tersebar secara luas dan melibatkan
banyak tenaga kependidikan selain tenaga ahli BK (guru mata pelajaran,
wali kelas, guru kelas). Koordinator BK adalah seorang tenaga ahli
bimbingan atau guru-konselor. Pelayanan yang diutamakan adalah
pelayanan bimbingan kelompok dengan konseling individual sebagai
pelengkap. Menurut pola generalis, bimbingan ditafsirkan secara luas,
meliputi pengawasan presensi/kehadiran siswa, pelayanan kesehatan,
pengajaran remedial, kegiatan ekstrakurikuler.
Pola generalis memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungannya
adalah pendidikan menjadi lebih utuh sebab melibatkan semua tenaga
kependidikan yang potensial dapat bekerja secara sinergis. Kekurangannya
adalah profesionalitas pelayanan BK berkurang sebab para praktisi BK di
sekolah bukan orang yang memiliki kompetensi professional dalam bidang
BK secara sungguh-sungguh.
Berikut ini adalah usaha mengatasi kelemahan di atas. Pertama,
supervisi bagi praktisi BK yang bukan orang berlatar belakang ilmu
Bimbingan dan Konseling. Supervisi dilakukan oleh staf ahli BK. Kedua,
meningkatkan kapasitas praktisi BK (semua tenaga kependidikan) dengan
konsultasi, penataran, seminar, dll.
2. Pola Spesialis
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dengan pola spesialis
ditangani oleh tenaga ahli bimbingan dengan kemampuan khusus. Pola ini
membawa implikasi praktis berupa unit-unit pelayanan BK yang ditangani
secara khusus oleh tenaga ahli (seperti Unit Testing, Unit Konseling, Unit
Bimbingan Karier, dsb). Masing-masing unit ditangani oleh tenaga ahli
seperti psikolog, psikiater, pekerja sosial, dokter dan perawat sekolah, dll.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling individual lebih diutamakan dan
pelayanan BK kelompok. Fungsi koordinasi menjadi tanggung kawab

11
petugas khusus, misalnya asisten kepala sekolah bidang pembinaan siswa
(untuk kegiatan BK dan non-BK) yang membawahi koordinator BK.
Pola spesialis memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungan pola
dasar spesialis antara lain pertama, kualitas pelayaan BK menjadi semakin
tinggi sebab dilaksanakan oleh orang yang memiliki spesialisasi sehingga
muncul kepercayaan publik (public trust). Kedua, pola spesialis dapat
berdampak pada munculnya penghargaan masyarakat terhadap profesi
konselor.
Segi negatif pola spesialis adalah ada kecenderungan sentrifugal, yaitu
semua tenaga ahli bekerja sendiri-sendin, parsial, dan terpisah. Dalam
keadaan semacam ini koordinasi menjadi lebih sulit dilakukan. Usaha
mengatasi kelemahan ini adalah pertama, mengoptimalkan fungsi
koordinasi, kedua, menciptakan saluran komunikasi antarstaf ahli.
3. Pola Kurikuler
Menurut pola kurikuler kegiatan bimbingan di institusi pendidikan
harus dimasukkan kurikulum dalam bentuk "pelajaran" khusus, semacam
kursus bimbingan, yang berbentuk seperti mata pelajaran. Terdapat materi-
materi, buku- buku paket, dan ada ujian pelayanan konseling, dan testing.
Tenaga pelaksana bimbingan adalah guru pembimbing/ konselor sekolah.
Koordinator bimbingan tidak dibutuhkan sebab program bimbingan dan
materi khusus sudah ditentukan.
Pola kurikular memiliki segi positif dan negatif. Segi positif pola
kurikuler adalah hubungan antara konselor dan staf mengajar dekat, karena
semua tenaga BK terlibat dalam 'pengajaran' BK. BK menjadi tampak
setara dengan pelajaran dalam hal pemberian nilai. Segi negatif pola ini
adalah pertama, hasil layanan BK tak dapat diukur dengan metode seperti
mengukur hasil pengajaran (sebab perubahan perilaku tak dapat diukur
dengan alat ukur perubahan kognitif). Kedua, evaluasi untuk BK
cenderung dapat mereduksi hasil pelayanan BK menjadi hanya sekedar
kemampuan kognitif belaka. Usaha untuk mengatasi kekurangan ini

12
adalah mengoptimalkan pelayanan BK yang lain (konseling individual,
konseling kelompok).
4. Pola Relasi-relasi Manusia
Menurut pola relasi-relasi manusia, bimbingan dan konseling bekerja
dengan menciptakan relasi antarmanusia sebab manusia diyakini akan
hidup bahagia dan mentalnya menjadi sehat dengan relasi antarpribadi.
Bentuk konkret pelayanan ini adalah membentuk kelompok-kelompok
perkembangan untuk belajar, pemahaman diri, berpikir-pemahaman diri,
merasa- bersikap-berperilaku dewasa, berpikir-merasa-bersikap dewasa,
lika-liku pergaulan, dll.
Personal pelaksana bimbingan dan konseling menurut pola ini adalah
Guru BK dan guru matap pelajaran. Mereka menjadi promotor dan
pendamping kelompok-kelompok bimbingan. Segi positif pola relasi-relasi
manusia adalah layanan bimbingan dan konseling menjangkau lebih
banyak peserta didik dan nuansa developmental lebih menonjol.
Kelemahannya adalah tidak semua tenaga kependidikan menguasai
kemampuan konseptual hingga teknik praktis mengelola kelompok
perkembangan.
❖ Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah :
1. Pola Organisasi Terpusat
Pola organisasi terpusat adalah pola organisasi bimbingan dan
konseling yang dilakukan pelayanan secara individu. Pola ini biasanya
dilakukan oleh satu konselor untuk seluruh siswa di sekolah. Konselor
bertanggung jawab untuk semua program bimbingan dan konseling yang
ditawarkan di sekolah.
2. Pola Organisasi Terdesentralisasi
Dalam pola ini, setiap sekolah memiliki konselor sendiri yang
bertanggung jawab atas program bimbingan dan konseling di sekolah
tersebut. Selain itu, konselor juga bertanggung jawab untuk membangun
hubungan dengan siswa secara individual dan kelompok.
3. Pola Organisasi Gabungan

13
Pola organisasi gabungan merupakan pola organisasi yang
memadukan kedua jenis pola organisasi di atas. Ada satu konselor terpusat
yng bertanggung jawab atas program bimbingan dan konseling.

❖ Pola Umum bimbingan dan Konseling di Sekolah :


1. Seluruh kegiatan bimbingan dan konseling (BK) didasari satu pemahaman
yang menyeluruh dan terpadu tentang wawasan dasar BK yang meliputi
pengertian, tujuan, fungsi, prinsip, dan asas-asas.
2. Kegiatan BK secara menyelurh meliputi empat bidang bimbingan, yaitu
bimbingan pribadi,bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan
karir.
3. Kegiatan BK dalam keempat bidang bimbingannya itu diselenggarakan
melalui tujuh jenis layanan, yaitu layanan orientasi, informasi,
penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan
kelompok, dan konseling kelompok.
4. Untuk mendukung jenis ketujuh layanan itu diselenggarakan lima jenis
kegiatan pendukung, yaitu instrumentasi bimbingan dan konseling,
himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan
kasus.

❖ Pola-pola Manajemen Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan


Madrasah
Sekolah dan madrasah merupakan suatu lembaga sosial. Selain itu juga
merupakan suatu unit kerja. Sebagai suatu unit kerja, sekolah dan madrasah
dikelola atau diorganisasi menurut pola-pola atau kerangka hubungan
struktural tertentu. Yang dimaksud pola manajemen pelayanan bimbingan dan
konseling adalah kerangka hubungan struktural antara berbagai bidang atau
berbagai kedudukan dalam pelayanan bimbingan konseling di sekolah dan
madrasah. Kerangka hubungan tersbut digambarkan dalam suatu struktur
organisasi pelayanan bimbingan dan konseling. Sekolah dan madrasah yang
menganut pola profesional, akan berbeda struktur organisasinya daripada

14
sekolah dan madrasah yang menganut pola nonprofesional, Yang di maksud
pola profesional di sini adalah guru pembimbing di sekolah dan madrasah yang
bersangkutan direkrut dari alumni BK baik Strata satu (S1), Strata Dua (S2),
Strata Tiga (S3). Sedangkan pola nonprofesional biasanya menempatkan
kepala sekolah atau madrasah, guru mata pelajaran tertentu, atau wali kelas
sebagai petugas bimbingan.[10] Berbagai pola manajemen di sekolah dan
madrasah.
1. Pada pola manajemen dimana kepala sekolah atau madrasah merangkap
tugas selain sebagai kepala sekolah dan madrasah juga sebagai guru
pembimbing atau sebagai petugas bimbingan utama di sekolah atau
madrasah yang bersangkutan, dengan pola seperti itu berarti di sekolah
dan madrasah yang bersangkutan tidak memiliki petugas bimbingan yang
khusus. (pola nonprofesional).
2. Pola yang tidak menempatkan kepala sekolah atau madrasah sebagai
pembimbing utama. Menunjukkan bahwa sekolah atau madrasah tersebut
juga belum memiliki petugas atau tenaga bimbingan khusus, karena
pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan oleh wakil kepala
sekolah urusan kesiswaan dan para wali kelas. Sehingga wakil kepala
sekolah urusan kesiswaan dan para wali kelas memiliki tugas rangkap.
(pola nonprofesional)
3. Pola yang dilaksanakan oleh tenaga bimbingan khusus yang tidak
merangkap tugas sebagai guru atau wali kelas. Ini menunjukkan bahwa
sekolah atau madrasah tersebt sudah memiliki petugas atau tenaga
bimbingan khusus dan tenaga penunjang. (pola profesional)

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Model
Bimbinganberarti kerangka berpikir tentang apa itu bimbingan dan hal ini
dijadikan pedoman dalam praktik pelayanan bimbingan. Pemikiran-pemikiran
tentang apa itu bimbingan dikembangkan oleh sejumlah tokoh dalam sejarah
bimbingan dan konseling. Model-model bimbingan berimplikasi pada
beberapa hal. Pertama, tekanan jenis pelayanan BK yang mana yang
ditekankan. Kedua, siapa yang terutama dilayani. Ketiga, siapa saja yang
berkompeten memberikan layanan bimbingan dan konseling. Keempat,
bagaimana pelayanan bimbingan diselenggarakan.
Pola berarti azas pokok yang bersifat praktis, langsung berkaitan dengan
penyusunan program bimbingan. Pola dasar pelaksanaan bimbingan mengatur
beberapa hal. Pertama, penyebaran pelayanan pelayanan bimbingan di
sekolah tanggung jawab pelayanan Bimbingan di sekolah (pada siapa saja).
Kedua, apa fokus kegiatan pelayanan bimbingan. Kegiatan apa saja yang
dilakukan dalam memberikan pelayanan bimbingan. Ketiga, oleh siapa
(pelaksana) dan kepada siapa (penerima layanan) bimbingan dan konseling
diberikan. Dengan kata lain pola dasar pelayanan bimbingan adalah wudud
konkret, praktis, aplikatif dari model-model bimbingan. Keterkaitan antara
model bimbingan, pola dasar dan pola organisasi bimbingan tergambar dalam
figur 4.
3.2 Saran
Dari makalah ini hanya terdapat sedikit dari banyak pembahasan tentang
Manajemen Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif, penulis
menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam
penulisan makalah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan masukkan
berupa kritik dan saran yang membangun dari pembaca, sehingga kami dapat
belajar dari kesalahan tersebut dan memperbaiki di kemudian hari.

16
DAFTAR PUSTAKA

Santoadi, Fajar. 2010. Manajemen Bimbingan dan Konseling Komprehensif.


Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT Raja


Grafindo, 2011.

Prayitno. Panduan kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah.


Jakarta: Rineka Cipta), 2001.

Ardhana, D.F., & Fatimah, I. (2016). Bimbingan dan Konseling di Sekolah: Teori
dan Praktik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Gysbers, N.C., & Henderson, P. (2012). Developing and Managing Your School
Guidance and Counseling Program. Alexandria, VA: American
Counseling Association.

17

Anda mungkin juga menyukai