MAKALAH
Dosen Pengampu:
DISUSUN OLEH:
KATA PENGANTAR
2. Ibu Mirna Wahyu Agustina, M. Psi. selaku dosen pengampu yang telah
memberikan tugas dan pengarahan kepada saya.
3. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan secara moral maupun
material.
4. Semua teman-teman, terutama teman dari PGMI 4D yang telah
menyemangati saya dalam penyelesaian tugas ini.
PENYUSUN
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ............................................................................................... 8
B. Saran .......................................................................................................... 8
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pola generalis
2. Pola spesialis
3. Pola kurikuler
Dalam pola ini sesorang akan dijaga dan dibina dari segi mentalnya,
melalui pola ini seseorang dapat meningkatkan kerja sama antara
anggota –anggota di suatu lembaga.
1
Heru Mugiharso dkk, Bimbingan dan Konseling, ( Semarang : UPT UNNES Press ), hal. 103
2
B. Model Layanan BK di Sekolah
1. Model BK di Sekolah
2
Muhammad Irham dan Novan Andy Wiyani, Bimbingan dan Konseling Teori dan Aplikasi di
Sekolah Dasar, (Sleman : AR RUZZ MEDIA, 2014), hal.107-110
3
a) Man Analysis. dalam hal ini konselor bersama klien (konselee)
bersama-sama menganalisis kapabilitas, minat, dan temperamen
klien.
b) Job Analysis, klien atau individu menelaah, mengkaji peluang
persyaratan, dan prospek pekerjaan dari berbagai lini pekerjaan.
c) Joint and Coorporative Comparison of These Two Sets of Analysis.
Konselor bersama klien memadukan atau menjodohkan kedua data
hasil dari analisis di atas.
Teori Parson ini memberikan kontribusi yang sangat berarti kepada
perkembangan bimbingan, terutama menyangkut ketiga aspek berikut.
4
aktivitas-aktivitas kehidupan yang bermakna, melalui pengetahuan
dan kebijakan. Dia meyakini bahwa sekolah bertanggung jawab
untuk membimbing para siswa. Istilah pendidikan dan pendidikan
sering digunakan secara bergantian oleh Brewer. Dia
mengemukakan beberapa kriteria sebagai berikut.
a) Individu dibimbing dalam upaya memecahkan masalah,
menyelesaikan suatu tugas, atau meraih tujuan.
b) Seseorang dibimbing biasanya berdasarkan permintaan atau
inisiatifnya.
c) Bimbingan bersifat simpatik, bersahabat, dan pemahaman.
d) Pembimbing harus memiliki pengalaman, pengetahuan, dan
kebijakan.
e) Metode bimbingan hendaknya memberikan peluang kepada
individu untuk memperoleh pengalaman dan wawasan baru.
f) Individu yang dibimbing secara progresif menerima bimbingan,
dan mengambil keputusannya sendiri.
g) Bimbingan memberikan bantuan kepada individu agar dapat
membimbing diri sendiri secara lebih baik.
Istilah “educational guidance” pertama kali digunakan oleh
Truman L. Kelley dalam disertasinya di fakultas keguruan
Universitas Columbia pada tahun 1914. Dia menggunakan istilah
tersebut untuk menjelaskan layanan pemberian bantuan kepada para
siswa yang memiliki masalah dalam memilih studi lanjutan dan
penyesuaian diri terhadap sekolah. Pada tahun berikutnya muncul
para ahli lain yang berpendapat sama dalam mengidentikan
bimbingan dengan pendidikan. Para ahli itu adalah (1) Meyer
Bloomfield mengemukakan bahwa , “ all education is now
recognized as guidance”; (2) Hawkes menyatakan bahwa “all
education is guidance and guidance is education”; dan (3) Hildert
berpendapat bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara
5
pendidikan dan bimbingan, baik dalam tujuan, metode, maupun
hasil.
6
a. Distribusi. Dalam hal ini konselor berupaya untuk membantu siswa
dalam memformulasikan tujuan-tujuannya, baik menyangkut aspek
pekerjaan, sosial, pribadi, rekreasi, dan yang lainya. Dalam proses
bantuan ini, siswa diharapkam memiliki pemahaman tentang dirinya
dan juga lingkungannya. Dalam fungsi distribusi ini, siswa dibantu
untuk menemukan peluang-peluang dalam bidang pendidikan dan
pekerjaan.
b. Penyesuaian. Dalam hal ini konselor membantu siswa agar dapat
menyesuaikan diri, ketika dia tidak mampu memadukan atau
mengitegrasikan pengetahuan tentang dirinya dan lingkungannya
yang terkait dengan tujuan yang ingin dicapainya.
Bimbingan yang berfungsi distributif dan penyesuaian ini
bertujuan sebagai berikut.
7
a. Bimbingan Sebagai Proses Klinis
Bimbingan sebagai proses klinis pertama kali
diperkenalkan oleh M. S. Viteles, Donald G. Paterson, dan E. G
Williamson. Model bimbingan ini ditandai dengan ciri-ciri (1)
sebagai protes terhadap metode tiruan yang sering dianggap
sebagai bimbingan. (2) berupaya mengembangkan teknik-teknik
untuk menganalisis individu secara komprehensif, (3)
menekankan peranan konselor yang terlatih secara profesional
yang bertugas untuk membantu siswa yang memiliki masalah
kesulitan penyesuaian diri, dan (4) mengikuti prosedur yang
teratur tetapi tidak mekanis, yaitu: analitis sintesis, diagnosis,
prognosis, konseling, dan tindak lanjut.
Bimbingan sebagai suatu proses klinis menekankan
kepada penggunaan tes psikologis, teknik klinis, dan studi
diagnostik analitik, sehingga clinician (konselor) dapat
memahami kliennya secara lebih baik, dan dapat menentukan
masalah-masalah klien secara lebih cepat dan akurat, serta
memberikan treatment yang lebih cepat juga. Para konselor tidak
menaruh perhatian terhadap pengambilan keputusan bagi klien,
tetapi lebih kepada upaya mengorganisasikan situasi belajar,
sehingga klien memperoleh wawasan atau pemahaman tentang
faktor penyebab masalah yang dihadapinya, dan memilih
alternatif tingkah laku yang tepat.
Model bimbingan klinis ini ini pendekatanyya bersifat
direktif, yang hasilnya sering efisien dan ekonomis, sehingga
konselor dapat bekerja dengan lebih banyak klien. Disamping itu
bimbingan klinis ini pendekatannya bersifat ilmiah dalam
memecahkan masalah yang dialami klien, dan menggunakan
metode yang objektif dalam mengumpulkan data klien.
8
b. Bimbingan sebagai Pengambilan Keputusan
Dua orang ahli, yaitu Jones dan Myer adalah yang
pertama kali mempersepsikan bimbingan sebagai pengambilan
keputusan. Kedua orang ahli ini berpendapat bahwa situasi
bimbingan itu eksis hanya ketika siswa membutuhkan bantuan
dalam membuat pilihan, interpretasi, atau penyesuaian diri. Bagi
Jones, bimbingan merupakan pemberian bantuan dalam
membuat pilihan dan penyesuaian diri, pemecahan masalah, dan
pengembangan kemampuan untuk pengarahan diri (self-
direction).
Myer mengemukakan bahwa bimbingan merupakan
pengambilan keputusan yang melibatkan dua hal, yaitu (1)
keragaman kemampuan individu, dan (2) keragaman alternatif
pilihan. Menurut Myer, bidang bimbingan yang utama adalah
bimbingan lainya adalah bimbingan rekreasi, bimbingan sosial,
dan bimbingan kesehatan.
Katz mendefinisikan bimbingan sebagai intervensi
profesional terhadap individu agar dapat melakukan pilhan-
pilihan dalam bidang pendidikan atau pekerjaan. Menurut dia,
kemampuan mengambil keputusan dipengaruhi oleh faktor-
faktor sosio-kultural, dan nilai-nilai. Pengambilan keputusan itu
terjadi ketika ketika seseorang (1) tidak mengetahui informasi
yang dia perlukan, (2) tidak memiliki informasi yang diinginkan,
dan (3) tidak dapat menggunakan informasi yang dimiliki.
Dalam model bimbingan ini, konselor memiliki tugas
untuk (1) mendorong siswa untuk memahami nilai-nilai, dan
menyertakan nilai-nilai pilihannya dalam mengambil keputusan;
dan (2) memberikan informasi kepada klien tentang peluang-
peluang yang memberikan manfaat dari setiap alternatif yang
dipilih.
9
Model bimbingan ini berasumsi bahwa (1) keragaman
antar individu cukup berarti, baik dalam aspek abilitas maupun
interes; dan (2) permasalahan tidak dapat diselesaikan dengan
sukses oleh para pemuda (remaja) tanpa bantuan dari orang lain
yang profesional (konselor)
Model bimbingan ini sangat berkontribusi terhadap
pengembangan sikap demokratis para siswa, karena mereka
dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
2. Bimbingan sebagai Sistem Eklektik
Bimbingan sebagai sistem eklektik ini merupakan representasi
dari pendapat Strang, Taxler, Erickson, Froechlich, Darley, Thorne, dan
lainnya. Kata “eclectic” berarti menyeleksi atau memilih doktrin, atau
metode yang tepat dari berbagai sumber, teori, atau system. Asumsi
dasar dari model ini adalah.
10
dan kepala sekolah daripada dengan psikolog, pekerja sosial, dan
sebagainya. Pada intinya Hoyt meyakini bahwa layanan bimbingan
akan tercapai dengan maksimal jika diintegrasikan atau diselaraskan
dengan tujuan sekolah.
2. Bimbingan Perkembangan
Para ahli pengembang model ini adalah Wilson Little dan A.L
Chapman penyusun buku Developmental Guidance in the Secondary
School, Herman . Peters dan Gail Farwell penyusun buku Guidance:
A Developmental Approach, dan Robert Mathewson penyusun buku
Guidance Policy and Practice. Pada model ini, bimbingan dan
konseling dipandang sebagai suatu proses perkembangan yang
menekankan pada upaya membantu semua individu dalam fase
perkembangannya agar dapat tumbuh secara optimal. Layanan
bimbingan pengembangan bersifar komperhensif, meliputi semua
rentang kehidupan. Perhatian utama model ini adalah perkembangan
positif semua aspek perkembangan individu yang dalam
penyelenggaraannya bekerjasama dengan semua pihak.
3. Konseling Keterampilan Hidup (Life Skills Counseling)
Konseling ini juga disebut sebagai life skills helping atau life
skills theraphy “suatu model yang integratif untuk membantu klien
agar mampu mengembangkan keterampilan membantu dirinya
sendiri (self-helping).” Konseling lifeskills dikatakan sebagai
konseling yang integrative karena mengkombinasikan berbagai
pendekatan dari para ahli dalam memberikan bantuan kepada klien.
Konseling keterampilan hidup dalam melaksanakan pendekatannya
didasarkan pada empat asumsi, yaitu banyak masalah yang dibawa
klien merupakan hasil belajar klien dan yang paling berpengaruh
dalam masalah klien adalah lemahnya keterampilan berpikir dan
bertindak dari klien itu sendiri. Selain itu, konselor yang efektif
adalah yang mampu menciptakan dan melatih klien agar memiliki
keterampilan berpikir dan bertindak serta tujuan dari konseling itu
11
sendiri adalah agar klien mampu membantu dirinya sendiri dengan
cara mengembangkan keterampilan berpikir dan bertindak.
4. Konseling Religius
Konseling relegius ini merupakan proses pemberian bantuan
kepada individu agar mampu mengembangkan kesadaran dan
komitmen beragamanya sebagai hamba dan khalifah Allah yang
bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan hidup
bersama, baik secara fisik atau jasmaniah maupun secara psikis atau
ruhaniah, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Konseling islami mempunyai beberapa prinsip, yaitu:
kerahasiaan, kepercayaan, kecintaan berbuat baik pada orang lain,
mengembangkan sikap persaudaraan, memperhatiakan masalah-
masalah kaum muslimin, memiliki kebiasaan untuk mendengarkan
dengan baik, memahami budaya orang lain, adanya kerjasama antara
ulama dan konselor, memiliki kesadarn hokum, bertujuan untuk
meningkatkan keimanan kepada Allah, dan menjadiakn Nabi
Muhammad SAW sebagai model (ushwah hasanah).
Berdasarkan prinsip di atas, tujuan secara umum dari layanan
konseling islami secara umum bertujuan agar individu menyadari
jati dirinya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi, serta
mewujudkannya dalam beramal shaleh dalam rangka mencapai
kebahagiaan hidup di dunia adan akhirat.
1. Model BK di SD/MI
12
Pelaksanaan pendidikan di sekolah dasar berbeda dengan sekolah
menengah, faktor yang bmembedakan antara lain :3
3
Muhammad Irham dan Novan Andy Wiyani, Bimbingan dan Konseling...... hal. 113
4
Ibid, hal. 115
13
2. Pelaksanaan bimbingan perkembangan melibatkan banyak pihak ,
seperti orangtua, guru serta pihak sekolah
5
Melik Budiarti, Bimbingan Konseling di Sekolah dasar, ( Magetan : CV AE MEDIA GRAFIKA,
2017), hal. 32
14
memecahkan permasalahan yang terjadi sehingga layanan hanya bagi
peserta didik yang membutuhkan
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
Irham, Muhammad dan Novan Andy Wiyani. 2014. Bimbingan dan Konseling
Teori dan Aplikasi di Sekolah Dasar. Sleman : AR RUZZ MEDIA.
17