Anda di halaman 1dari 20

POLA DAN LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Bimbingan dan Konseling

Dosen Pengampu:

“Mirna Wahyu Agustina, M. Psi.”

DISUSUN OLEH:

1. BISRI EFENDHI (12205173323)


2. ENRICO ADETYANTO N. (12205173208)
3. FANISA ALCHUSNA (12205173205)
4. SITI CHOIRIYAH (12205173045)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
APRIL 2019
ii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya haturkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan Rahmat, Taufiq, dan Hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas menyusun makalah “Bimbingan dan Konseling” dengan judul
“Pola dan Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah” ini dengan sebaik-baiknya.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad
SAW, yang telah membawa umatnya menuju Dinul Islam yang penuh dengan
cahaya kebahagiaan.

Ucapan terima kasih tidak lupa saya sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. H. Maftukhin, M. Ag. Selaku Rektor IAIN Tulungagung yang


telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu di IAIN
Tulungagung.

2. Ibu Mirna Wahyu Agustina, M. Psi. selaku dosen pengampu yang telah
memberikan tugas dan pengarahan kepada saya.

3. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan secara moral maupun
material.
4. Semua teman-teman, terutama teman dari PGMI 4D yang telah
menyemangati saya dalam penyelesaian tugas ini.

Saya sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat


kekurangan karena keterbatasan saya sebagai manusia biasa, oleh karenanya kritik
dan saran sangat saya harapkan demi kesempurnaan saya dalam menyelesaikan
tugas-tugas dimasa yang akan datang. Dan semoga apa yang saya buat ini dapat
memberikan manfaat kepada siapa saja yang membacanya

Tulungagung, April 2019

PENYUSUN
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pola Layanan BK di Sekolah .................................................................... 2


B. Model Layanan BK di Sekolah ................................................................ 3
C. Pendekatan Layanan BK di Sekolah ......................................................... 6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................... 8
B. Saran .......................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 9


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam aktivitas sekolah, siswa memerlukan bimbingan bukan


hanyadalam pembelajaran kelas. Guru kelas merupakan pembimbing yang
paling tepat untuk menjadi seorang pembimbing. Guru harus mengetahui
tentang pola, bimbingan konseling di sekolah. Dengan adanya bimbingan
konseling di sekolah, siswa dapat secara optimal dalam tumbuh kembang
dilingkungan sekolah maupun masyarakat.
Guru sekolah dasar harus meaksanakan ketujuh layanan bimbingan
konseling tersebut agar setiap permasalahan yang dihadapi siswa ndapat
diantisipasi sehingga tidak mengaggu proses pembelajaran. Dengan
demikian siswa dapat mencapai prestasi belajar yang optimal tanpa adanya
hambatan.
Guru kelas dapat melaksanakan bimbingan secara optimal karena
mempunyai banyak waktu bersama para siswa dan mengetahui sejauh mana
tumbuh kembangnya para siswa. Guru dapat memantau setiap saat, entah
itu dirumah orang tua siswa dengan cara bekerja sama dan saling membantu
untuk meningkatkan kemampuan siswa.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pola layanan BK di sekolah ?


2. Bagaimanakah model layanan BK di sekolah ?
3. Bagimanakah pendekatan layanan BK di sekolah ?
C. Tujuan

1. Menjelaskan pola layanan BK di sekolah.


2. Menjelaskan model layanan BK di sekolah.
3. Menjelaskan pendekatan layanan BK disekolah

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pola Layanan BK di Sekolah

Menurut Edward C. Glanz dalam sejarah perkembangannya pelayanan


bimbingan di institusi pendidikan muncul empat pola dasar yaitu :1

1. Pola generalis

Corak pendidikanya berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar


siswa, dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada
perkembangan kepribadian masing – masing siswa.

2. Pola spesialis

Pelayanan pendidikan harus ditangani oleh ahli bimbingan yang masing


– masing berkemampuan khusus dibidangnya.

3. Pola kurikuler

Kegiatan bimbingan dimaksukkan kedalam kurikulum pengajaran


dalam bentuk pengajaran khusus. Dalam polaini perkembangan dan
pemahaman diri tidak dapat diukur melalui suatu hasil tes belajar.

4. Pola relasi – relasi manusia dan kesehatan mentalnya

Dalam pola ini sesorang akan dijaga dan dibina dari segi mentalnya,
melalui pola ini seseorang dapat meningkatkan kerja sama antara
anggota –anggota di suatu lembaga.

1
Heru Mugiharso dkk, Bimbingan dan Konseling, ( Semarang : UPT UNNES Press ), hal. 103

2
B. Model Layanan BK di Sekolah
1. Model BK di Sekolah

Model layanan bimbingan dan konseling dapat dipahami sebagai


arahan kerja dan orientasi pencapainnya. Model bimbingan dan konseling
memberikan gambaran tentang arah pencapaian layanan bimbingan dan
konseling itu sendiri yang terlihat dari prosess pelaksanaanya. Menurut
Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, terdapat banyak model bimbingan
dan konseling akan tetapi mereka mengelompokkan menjadi tiga kelompok
yaitu:2

a. Model bimbingan periode awal


1) Model Parsonian
Model bimbingan ni merupakan buah atau gagasan dari
“Founding Father of Guidance,” yaitu Frank Parson. Model ini
berupaya menjodohkan (matching) karakteristik (kemampuan,
minat, dan temperamen) individu dengan syarat-syarat yang dituntut
suatu pekerjaan (okupasi). Dia meyakini bahwa jika individu bekerja
dalam suatu pekerjan yang sesuai dengan karakteristik pribadinya,
maka yang diuntungkan bukan hanya individu itu sendiri, tetapi juga
masyarakan atau perusahaan (lembaga) yang mempekerjakan
individu itu sendiri.
Berdasarkan pengamatam Parson terhadap para pemuda/i di
Biro Pekerjaan (Vacational Bureau) yang dia dirikan menunjukkan
bahwa mereka sangat membutuhkan bantuan yang sistematik dari
seseorang yang berpengalaman dan punya keahlian, yaitu konselor
dalam memilih pekerjaan. Dia berpikir bahwa ada tiga faktor yang
memperngaruhi keberhasilan dalam memilih suatu pekerjaan.
Ketiga faktor itu adalah sebagai berikut

2
Muhammad Irham dan Novan Andy Wiyani, Bimbingan dan Konseling Teori dan Aplikasi di
Sekolah Dasar, (Sleman : AR RUZZ MEDIA, 2014), hal.107-110

3
a) Man Analysis. dalam hal ini konselor bersama klien (konselee)
bersama-sama menganalisis kapabilitas, minat, dan temperamen
klien.
b) Job Analysis, klien atau individu menelaah, mengkaji peluang
persyaratan, dan prospek pekerjaan dari berbagai lini pekerjaan.
c) Joint and Coorporative Comparison of These Two Sets of Analysis.
Konselor bersama klien memadukan atau menjodohkan kedua data
hasil dari analisis di atas.
Teori Parson ini memberikan kontribusi yang sangat berarti kepada
perkembangan bimbingan, terutama menyangkut ketiga aspek berikut.

a) Kegiatan analisis sebelum memilih pekerjaan mengilhami


penggunaan tes psikologis untuk mendiagnosis karakteristik
individu atau memfasilitasi terselanggaranya kegiatan “Man
Analysis.”
b) Bimbingan dipandang sebagai sebagai satu program yang
membantu individu sebelum masuk ke dunia kerja.
c) Bimbingan model Parson memfokuskan pada aspek vokasional.
2) Bimbingan Indentik dengan Pendidikan
Yang mengemukakan bahwa konsep bimbingan identik dengan
pendidikan adalah Brewer, yaitu bukuna “Education as Guidance”
yang dipublikasikan pada tahun 1932. Dia menyelesaikan studinya
di Universitas Harvard, kemudian menjadi pimpinan 1916-1917 dia
mengajar di Harvard, kemudian pada tahun 1918 pergi ke Los
Angeles dan mengajar di Universitas California, pada mata kuliah
bimbingan jabatan dan pendidikan jabatan. Pada tahun 1919 dia
kembali ke Harvard untuk mengajar dan menjadi direktur “ Bureau
of Vacational Guidance.” Dia mengorganisasikan kursus-kursus
reguler untuk mempersiapkan konselor.
Brewer berpendapat bahwa pendidikan bertujuan untuk
mempersiapkan para siswa (peserta didik) agar mampu melakukan

4
aktivitas-aktivitas kehidupan yang bermakna, melalui pengetahuan
dan kebijakan. Dia meyakini bahwa sekolah bertanggung jawab
untuk membimbing para siswa. Istilah pendidikan dan pendidikan
sering digunakan secara bergantian oleh Brewer. Dia
mengemukakan beberapa kriteria sebagai berikut.
a) Individu dibimbing dalam upaya memecahkan masalah,
menyelesaikan suatu tugas, atau meraih tujuan.
b) Seseorang dibimbing biasanya berdasarkan permintaan atau
inisiatifnya.
c) Bimbingan bersifat simpatik, bersahabat, dan pemahaman.
d) Pembimbing harus memiliki pengalaman, pengetahuan, dan
kebijakan.
e) Metode bimbingan hendaknya memberikan peluang kepada
individu untuk memperoleh pengalaman dan wawasan baru.
f) Individu yang dibimbing secara progresif menerima bimbingan,
dan mengambil keputusannya sendiri.
g) Bimbingan memberikan bantuan kepada individu agar dapat
membimbing diri sendiri secara lebih baik.
Istilah “educational guidance” pertama kali digunakan oleh
Truman L. Kelley dalam disertasinya di fakultas keguruan
Universitas Columbia pada tahun 1914. Dia menggunakan istilah
tersebut untuk menjelaskan layanan pemberian bantuan kepada para
siswa yang memiliki masalah dalam memilih studi lanjutan dan
penyesuaian diri terhadap sekolah. Pada tahun berikutnya muncul
para ahli lain yang berpendapat sama dalam mengidentikan
bimbingan dengan pendidikan. Para ahli itu adalah (1) Meyer
Bloomfield mengemukakan bahwa , “ all education is now
recognized as guidance”; (2) Hawkes menyatakan bahwa “all
education is guidance and guidance is education”; dan (3) Hildert
berpendapat bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara

5
pendidikan dan bimbingan, baik dalam tujuan, metode, maupun
hasil.

Konteks historis tentang bimbingan yang diidentikkan


dengan pendidikan tidaklah sempurna, tanpa memperhatikan
dampak pamflet yang dipublikasikan oleh Bureau of Education,
yaitu “Cardinal Principles of Secondary Education.” Pada pamflet
yang pertama, tahun 1918 dideklarasikan bahwa tujuan pendidikan
adalah mencapai kehidupan yang efektif dalam berbagai aspek
kehidupan manusia seperti menyangkut kesehatan, proses mental
yang fundamental, vokasi, kewarganegaraan, penggunaan waktu
luangm dan etika bimbingan identik dengan pendidikan, karena
rangkaian kegiatan, kegiatannya meliputi semua kegiatan
pendidikan.

b. Model bimbingan periode pertengahan


1. Bimbingan sebagai Distribusi dan Penyesuaian
Pada pertengahan tahun 1920-an, William M. Proctor mengemukakan
bahwa Sekolah Menengah Atas di Amerika sangat memerlukan
program bimbingan. Dia berpendapat bahwa bimbingan merupakan
kekuatan mediasi (mediating force) yang membantu para siswa untuk
mengatasi masalah-masalah, baik di sekolah maupun dalam kehidupan
pada umumnya. Dia meyakini bahwa para siswa membutuhkan bantuan
dalam memilih bidang studi, kegiatan ekstrakurikuler, pendidikan
lanjutan, dan sekolah-sekolah. Kejuruan sesuai sesuai dengan
kemampuan, minat, dan tujuannya. Selanjutnya Proctor mengemukakan
bahwa fungsi bimbingan sangat terkait proses distribusi dan
penyesuaian (adjustmen) bagi siswa.
Pada tahun 1930-an, Koos dan Kafauver memperkuat pendapat Proctor,
yaitu bahwa bimbingan berfungsi distributif dan penyesuaian. Kafauver
menekankan bahwa bimbingan harus melaksanakan dua fungsi pokok,
yaitu sebagai berikut.

6
a. Distribusi. Dalam hal ini konselor berupaya untuk membantu siswa
dalam memformulasikan tujuan-tujuannya, baik menyangkut aspek
pekerjaan, sosial, pribadi, rekreasi, dan yang lainya. Dalam proses
bantuan ini, siswa diharapkam memiliki pemahaman tentang dirinya
dan juga lingkungannya. Dalam fungsi distribusi ini, siswa dibantu
untuk menemukan peluang-peluang dalam bidang pendidikan dan
pekerjaan.
b. Penyesuaian. Dalam hal ini konselor membantu siswa agar dapat
menyesuaikan diri, ketika dia tidak mampu memadukan atau
mengitegrasikan pengetahuan tentang dirinya dan lingkungannya
yang terkait dengan tujuan yang ingin dicapainya.
Bimbingan yang berfungsi distributif dan penyesuaian ini
bertujuan sebagai berikut.

a. Membantu siswa agar memperoleh tingkat efesiensi dan


kepuasan yang tinggi dalam melakukan berbagai aktivitasnya
sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
b. Membantu siswa untuk memilih kegiatan-kegiatan di luar
sekolah yang memberikan kontribusi bagi kebahagiaan dirinya
juga orang lain.
c. Membantu siswa agar dapat merumuskan perencanaan dan
tujuan yang ingin dicapainya.
d. Membantu siswa untuk memperoleh informasi tentang (1)
faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan
perencanaan, (2) probabilitas keberhasilan dan kepuasan dalam
berbagai jenis kegiatan, baik di dalam maupun luar sekolah, (3)
kemampuan dan minat pribadi, (4) berbagai kegiatan yang akan
dipilih, (5) progam sekolah, dan (6) peluang-peluang latihan atau
kursus-kursus.

7
a. Bimbingan Sebagai Proses Klinis
Bimbingan sebagai proses klinis pertama kali
diperkenalkan oleh M. S. Viteles, Donald G. Paterson, dan E. G
Williamson. Model bimbingan ini ditandai dengan ciri-ciri (1)
sebagai protes terhadap metode tiruan yang sering dianggap
sebagai bimbingan. (2) berupaya mengembangkan teknik-teknik
untuk menganalisis individu secara komprehensif, (3)
menekankan peranan konselor yang terlatih secara profesional
yang bertugas untuk membantu siswa yang memiliki masalah
kesulitan penyesuaian diri, dan (4) mengikuti prosedur yang
teratur tetapi tidak mekanis, yaitu: analitis sintesis, diagnosis,
prognosis, konseling, dan tindak lanjut.
Bimbingan sebagai suatu proses klinis menekankan
kepada penggunaan tes psikologis, teknik klinis, dan studi
diagnostik analitik, sehingga clinician (konselor) dapat
memahami kliennya secara lebih baik, dan dapat menentukan
masalah-masalah klien secara lebih cepat dan akurat, serta
memberikan treatment yang lebih cepat juga. Para konselor tidak
menaruh perhatian terhadap pengambilan keputusan bagi klien,
tetapi lebih kepada upaya mengorganisasikan situasi belajar,
sehingga klien memperoleh wawasan atau pemahaman tentang
faktor penyebab masalah yang dihadapinya, dan memilih
alternatif tingkah laku yang tepat.
Model bimbingan klinis ini ini pendekatanyya bersifat
direktif, yang hasilnya sering efisien dan ekonomis, sehingga
konselor dapat bekerja dengan lebih banyak klien. Disamping itu
bimbingan klinis ini pendekatannya bersifat ilmiah dalam
memecahkan masalah yang dialami klien, dan menggunakan
metode yang objektif dalam mengumpulkan data klien.

8
b. Bimbingan sebagai Pengambilan Keputusan
Dua orang ahli, yaitu Jones dan Myer adalah yang
pertama kali mempersepsikan bimbingan sebagai pengambilan
keputusan. Kedua orang ahli ini berpendapat bahwa situasi
bimbingan itu eksis hanya ketika siswa membutuhkan bantuan
dalam membuat pilihan, interpretasi, atau penyesuaian diri. Bagi
Jones, bimbingan merupakan pemberian bantuan dalam
membuat pilihan dan penyesuaian diri, pemecahan masalah, dan
pengembangan kemampuan untuk pengarahan diri (self-
direction).
Myer mengemukakan bahwa bimbingan merupakan
pengambilan keputusan yang melibatkan dua hal, yaitu (1)
keragaman kemampuan individu, dan (2) keragaman alternatif
pilihan. Menurut Myer, bidang bimbingan yang utama adalah
bimbingan lainya adalah bimbingan rekreasi, bimbingan sosial,
dan bimbingan kesehatan.
Katz mendefinisikan bimbingan sebagai intervensi
profesional terhadap individu agar dapat melakukan pilhan-
pilihan dalam bidang pendidikan atau pekerjaan. Menurut dia,
kemampuan mengambil keputusan dipengaruhi oleh faktor-
faktor sosio-kultural, dan nilai-nilai. Pengambilan keputusan itu
terjadi ketika ketika seseorang (1) tidak mengetahui informasi
yang dia perlukan, (2) tidak memiliki informasi yang diinginkan,
dan (3) tidak dapat menggunakan informasi yang dimiliki.
Dalam model bimbingan ini, konselor memiliki tugas
untuk (1) mendorong siswa untuk memahami nilai-nilai, dan
menyertakan nilai-nilai pilihannya dalam mengambil keputusan;
dan (2) memberikan informasi kepada klien tentang peluang-
peluang yang memberikan manfaat dari setiap alternatif yang
dipilih.

9
Model bimbingan ini berasumsi bahwa (1) keragaman
antar individu cukup berarti, baik dalam aspek abilitas maupun
interes; dan (2) permasalahan tidak dapat diselesaikan dengan
sukses oleh para pemuda (remaja) tanpa bantuan dari orang lain
yang profesional (konselor)
Model bimbingan ini sangat berkontribusi terhadap
pengembangan sikap demokratis para siswa, karena mereka
dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
2. Bimbingan sebagai Sistem Eklektik
Bimbingan sebagai sistem eklektik ini merupakan representasi
dari pendapat Strang, Taxler, Erickson, Froechlich, Darley, Thorne, dan
lainnya. Kata “eclectic” berarti menyeleksi atau memilih doktrin, atau
metode yang tepat dari berbagai sumber, teori, atau system. Asumsi
dasar dari model ini adalah.

1. Dalam rangka memahami diri dan menyelesaikan masalah, individu


memerlukan bantuan professional secara periodic.

2. Individu memiliki kemampuan untk belajar dan membuat


perencanaan.

3. Pemberian layanan berorientasi pada bebraa teori, karena jika hanya


dengan deori tunggal maka akan ada banyak keterbatasan dalm berbagai
hal.

C. Model bimbingan kontemporer

1. Bimbingan sebagai Konstelasi Layanan


Kenneth B. Hoyt mengemukakan bahwa program bimbingan
bukan hanya tanggung jawab konselor, tetapi merupakan tanggung
jawab dari komponen sekolah, ini berarti konselor tidak bekerja
sendiri. Selain itu Hoyt mengemukakan bahwa konselor adalah figur
kunci dalam program bimbingan dan pekerjaan konselor lebih utama
menjalin hubungan dengan komponen sekolah, seperti dengan guru

10
dan kepala sekolah daripada dengan psikolog, pekerja sosial, dan
sebagainya. Pada intinya Hoyt meyakini bahwa layanan bimbingan
akan tercapai dengan maksimal jika diintegrasikan atau diselaraskan
dengan tujuan sekolah.
2. Bimbingan Perkembangan
Para ahli pengembang model ini adalah Wilson Little dan A.L
Chapman penyusun buku Developmental Guidance in the Secondary
School, Herman . Peters dan Gail Farwell penyusun buku Guidance:
A Developmental Approach, dan Robert Mathewson penyusun buku
Guidance Policy and Practice. Pada model ini, bimbingan dan
konseling dipandang sebagai suatu proses perkembangan yang
menekankan pada upaya membantu semua individu dalam fase
perkembangannya agar dapat tumbuh secara optimal. Layanan
bimbingan pengembangan bersifar komperhensif, meliputi semua
rentang kehidupan. Perhatian utama model ini adalah perkembangan
positif semua aspek perkembangan individu yang dalam
penyelenggaraannya bekerjasama dengan semua pihak.
3. Konseling Keterampilan Hidup (Life Skills Counseling)
Konseling ini juga disebut sebagai life skills helping atau life
skills theraphy “suatu model yang integratif untuk membantu klien
agar mampu mengembangkan keterampilan membantu dirinya
sendiri (self-helping).” Konseling lifeskills dikatakan sebagai
konseling yang integrative karena mengkombinasikan berbagai
pendekatan dari para ahli dalam memberikan bantuan kepada klien.
Konseling keterampilan hidup dalam melaksanakan pendekatannya
didasarkan pada empat asumsi, yaitu banyak masalah yang dibawa
klien merupakan hasil belajar klien dan yang paling berpengaruh
dalam masalah klien adalah lemahnya keterampilan berpikir dan
bertindak dari klien itu sendiri. Selain itu, konselor yang efektif
adalah yang mampu menciptakan dan melatih klien agar memiliki
keterampilan berpikir dan bertindak serta tujuan dari konseling itu

11
sendiri adalah agar klien mampu membantu dirinya sendiri dengan
cara mengembangkan keterampilan berpikir dan bertindak.
4. Konseling Religius
Konseling relegius ini merupakan proses pemberian bantuan
kepada individu agar mampu mengembangkan kesadaran dan
komitmen beragamanya sebagai hamba dan khalifah Allah yang
bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan hidup
bersama, baik secara fisik atau jasmaniah maupun secara psikis atau
ruhaniah, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Konseling islami mempunyai beberapa prinsip, yaitu:
kerahasiaan, kepercayaan, kecintaan berbuat baik pada orang lain,
mengembangkan sikap persaudaraan, memperhatiakan masalah-
masalah kaum muslimin, memiliki kebiasaan untuk mendengarkan
dengan baik, memahami budaya orang lain, adanya kerjasama antara
ulama dan konselor, memiliki kesadarn hokum, bertujuan untuk
meningkatkan keimanan kepada Allah, dan menjadiakn Nabi
Muhammad SAW sebagai model (ushwah hasanah).
Berdasarkan prinsip di atas, tujuan secara umum dari layanan
konseling islami secara umum bertujuan agar individu menyadari
jati dirinya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi, serta
mewujudkannya dalam beramal shaleh dalam rangka mencapai
kebahagiaan hidup di dunia adan akhirat.

1. Model BK di SD/MI

Dasar pemikiran penyelenggaran BK tidak lepas dari


pengembangan peserta didik secara optimal. Bimbingan dan konseling
berupaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangakan
potensi dirinya atau mencapai tugas – tugas perkembangannya
mencangkup aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan moral.

12
Pelaksanaan pendidikan di sekolah dasar berbeda dengan sekolah
menengah, faktor yang bmembedakan antara lain :3

a. Bimbingan dan konseling disekolah dasar lebih menekankan


pentingnya peran guru dalam fungsi fungsi bimbingan dengan
model pembelajaran guru kelas.

b. Faktor bimbingan konseling di sekolah dasar lebih menekankan


pengembangan potensi peserta didik, pemaqhaman diri, pemecahan
masalah, dan kemampuan membangun berhubungan secara efektif
dengan oramng tua.

c. Bimbingan konseling disekolah dasar lebih banyak m,elibatkan


orangtua, mengingat pentingnya pengaruh orangtua dalam
kehidupan anak

d. Progam bimbingan di sekolah dasar hendaknya lebih peduli


terhadap aspek perkembangan siswa sebagai kebutuhan dasar anak,
seperti kebutuhan matang dalam penerimaan dan pemahaman diri

e. Progam bimbingan disekolah dasar hendaknya menyakini bahwa


masa usia SD merupakan tahapan yang amat penting dalam
perkembangan anak.

Mengacu pada karateristik tersebut, pakar bimbingan dan konseling


mengembangkan berbagai model dan pemdekatan dalam layanan
pendidikan konseling. Model yang diterapakan di SD adalah model
pengembangan. Pendekatan perkembangan memberikan perhatian lebih
serius kepada peserta didik dan yang menjadi perhatian peserta didik.
Kelebihan dari pendekatan perkembangan ini yaitu :4

1. Kebutuhan akan layanan bimbingan di sekolah dasar muncul dari


karateristik dan masalah-masalah perkembangan peserta didik.

3
Muhammad Irham dan Novan Andy Wiyani, Bimbingan dan Konseling...... hal. 113
4
Ibid, hal. 115

13
2. Pelaksanaan bimbingan perkembangan melibatkan banyak pihak ,
seperti orangtua, guru serta pihak sekolah

3. Bimbingan perkembangan mengintregasukan berbagai pendekatan dan


orientasi lintas budaya sehingga tidak mencabut klien dari akar
budayanya.

Penggunaan model bimbingan konseling pendekatan lebih


menekankkan pada efektifitas dan efisiensi pelaksanaanya tanpa
menghilangkan esensi dan nilai – nilai bimbingan konseling itu sendiri.
Oleh karena itu pendekatan bimbingan dan konseling di SD lebih banyak
menggunakan pendekatan perkembangan karena pendekatan ini lebih
melihat potensi peserta didik perlu dikembangkan dan didukung bentuk
interaksi dengan lingkungan sekitarnya.
3) Pendekatan Layanan BK di Sekolah

Pendekatan bimbingan konseling yang sering dipakai antara lain


pendekatan krisis, pendekatan remedial, pendekatan preventif, dan pendekatan
perkembangan. Pendekatan – pendekatan tersebut diambil karena sesuai
dengan karateristik permasalahan dan ruang lingkup pendidikan konseling
yang ditangani. Diuraikan sebagai berikut :5

1. Pendekatan krisis, dipengaruhi oleh teori psikoanalisa bimbingan


konseling sifatnya pasif hanya menunngu peserta didik bermasalah untuk
dibantu didalam memecahkan masalahnya saja. Jadi pendekatan ini
hanya beorientasi pada penyelesaian krisis saja.

2. Pendekatan remedial, dipengaruhi oleh teori behavioristik pendekatan ini


mengarah pada perbaikan kesulitan dalam bentuk mengoptimalkan
kelemahan peserta didik. Jadi , fokus pelayanan hanya untuk

5
Melik Budiarti, Bimbingan Konseling di Sekolah dasar, ( Magetan : CV AE MEDIA GRAFIKA,
2017), hal. 32

14
memecahkan permasalahan yang terjadi sehingga layanan hanya bagi
peserta didik yang membutuhkan

3. Pendekatan preventif, konsep pada pendekatan ini adalah upaya


pencegahan atau antisispasi terjadi permasalahan bagi peserta didik.

Pendekatan perkembangan, pada bimbingan konseling perkembangan


memiliki kegiatannya yang lebih kopleks dan menyeluruh. Dan memiliki
fungsi edukatif yang menekankan upaya pencegahan dan pengembangan.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang diuraikan di atas, maka dapat diambil


kesimpulan sebagai berikut:
1. Menurut Edward C. Glanz dalam sejarah perkembangannya pelayanan
bimbingan di institusi pendidikan muncul empat pola dasar yaitu pola
generalis, pola spesialis, pola kurikuler, pola relasi- relasi manusia dan
kesehatan mentalnya

2. Model bimbingan dan konseling memberikan gambaran tentang arah


pencapaian layanan bimbingan dan konseling itu sendiri yang terlihat
dari prosess pelaksanaanya. Model tersebut meliputi model periode
awal, model periode pertengahan, model kontemporer.

3. Pendekatan bimbingan konseling yang sering dipakai antara lain


pendekatan krisis, pendekatan remedial, pendekatan preventif, dan
pendekatan perkembangan.

4. Mengacu pada karateristik pesrta didik, pakar bimbingan dan konseling


mengembangkan berbagai model dan pemdekatan dalam layanan
pendidikan konseling. Model yang diterapakan di SD adalah model
pengembangan. Pendekatan perkembangan memberikan perhatian lebih
serius kepada peserta didik dan yang menjadi perhatian peserta didik.

B. Saran

Dengan membaca makalah ini, penulis berharap pembaca lebi


memahami pola – pola dan model model serta pendekatan yang sesuai
dengan karateristik siswa sekolah dasar. Serta dapat memilih model yang
terbaik yang dapat diterapkan dalam bimbingan dan konseling disekolah.

16
DAFTAR PUSTAKA

Budiarti, Melik. Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar.2007. Magetan : CV AE


MEDIA GRAFIKA.

Irham, Muhammad dan Novan Andy Wiyani. 2014. Bimbingan dan Konseling
Teori dan Aplikasi di Sekolah Dasar. Sleman : AR RUZZ MEDIA.

Mugiharso, Heru. 2010. Bimbingan dan Konseling. Semarang : UPT PRESS.

17

Anda mungkin juga menyukai