Pangeran Diponegoro
CNN Indonesia
Rabu, 09 Agu 2023 07:00 WIB
Ilustrasi. Sejarah Perang Jawa, pertempuran yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro (Diolah dari Detik Visual)
Perang Jawa sendiri berlangsung selama lima tahun, yakni mulai 1825 hingga 1830.
Perang ini terjadi karena Pangeran Diponegoro tidak setuju dengan campur tangan
Belanda dalam urusan kerajaan.
Untuk lebih jelasnya, simak penjelasan mengenai sejarah Perang Jawa berikut ini
yang dihimpun dari berbagai sumber.
Dikutip dari laman Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, selain karena Pangeran
Diponegoro tidak menyetujui campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan, ada
beberapa pemicu lainnya.
Pertikaian dan perseteruan Kerajaan Jawa dengan Belanda dimulai saat kedatangan
Marsekal Herman Willem Daendels di tanah Jawa tepatnya di Batavia pada 5
Januari 1808.
Namun cara Daendels memerintah dianggap tidak berbudaya dan melanggar tata
krama yang menimbulkan kemarahan dari keraton. Daendels sering meminta akses
pengelolaan sumber daya alam dan perbudakan rakyat Jawa dengan tekanan
kekuatan militer.
Daendels bahkan memaksa para penduduk Jawa membangun jalur transportasi dari
Anyer hingga Panarukan.
Pangeran Diponegoro baru menaruh perhatian kepada keraton saat Belanda mulai
banyak mencampuri urusan internal keraton, masalah pungutan pajak yang tinggi
kepada para petani.
Kemudian, puncak kemarahan sang pangeran terjadi saat makam leluhurnya akan
dibongkar untuk dijadikan jalan.
Sejak tahun 1821 para petani lokal menderita akibat penyalahgunaan penyewaan
tanah oleh warga Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman.
Van der Capellen kemudian mengeluarkan dekrit pada 6 Mei 1823 yang menyatakan
bahwa semua tanah yang disewa orang Eropa dan Tionghoa wajib dikembalikan
kepada pemiliknya per 31 Januari 1824.
Perang terbesar di Pulau Jawa ini dimulai pada 20 Juli 1825. Pangeran Diponegoro
dan pasukannya bergerak ke arah selatan dan membangun basis militer di Gua
Selarong yang terletak 5 kilometer dari arah Kota Bantul.
Peristiwa sejarah Perang Diponegoro itu berhasil meraih simpati rakyat. Selama
masa peperangan, rakyat turut berjuang bersama melawan Belanda.
Aksi heroik Pangeran Diponegoro juga mendapat simpati dari kalangan bangsawan
lainnya dan pejuang lainnya seperti Kyai Mojo, Sentot Prawirodirdjo, dan Kerta
Pengalasan.
Selain melawan Belanda, perang ini juga merupakan perang (sesama) saudara
antara orang-orang Keraton yang berpihak pada Diponegoro dan yang anti-
Diponegoro (antek Belanda). Akhir perang ini menegaskan penguasaan Belanda
atas Pulau Jawa.
Pada 1832 seluruh raja dan bupati di Jawa tunduk menyerah kepada Belanda
kecuali bupati Ponorogo Warok Brotodiningrat III.
Ia justru hendak menyerang seluruh kantor Belanda yang berada di kota-kota
karesidenan Madiun dan di Jawa Tengah seperti Wonogiri, Karanganyar yang
banyak dihuni oleh Warok.