Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Perang Jawa, Pertempuran yang Dipimpin

Pangeran Diponegoro
CNN Indonesia
Rabu, 09 Agu 2023 07:00 WIB

Ilustrasi. Sejarah Perang Jawa, pertempuran yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro (Diolah dari Detik Visual)

Jakarta, CNN Indonesia --


Perang Jawa adalah salah satu perang besar yang terjadi untuk melawan
penjajahan Belanda. Perang ini dipimpin oleh Pangeran Diponegoro.
Sejarah Perang Jawa atau dikenal juga dengan sebutan Perang Diponegoro
bermula dari kedatangan Marsekal Herman Willem Daendels di Batavia pada 1808.
Mengenal Sejarah Babad Diponegoro, Warisan Ingatan
Dunia
Disebut Perang Diponegoro karena perlawanan ini dipimpin oleh Pangeran
Diponegoro. Sementara sebutan Perang Jawa karena peristiwa ini terjadi di Tanah
Jawa.

Perang Jawa sendiri berlangsung selama lima tahun, yakni mulai 1825 hingga 1830.
Perang ini terjadi karena Pangeran Diponegoro tidak setuju dengan campur tangan
Belanda dalam urusan kerajaan.

Untuk lebih jelasnya, simak penjelasan mengenai sejarah Perang Jawa berikut ini
yang dihimpun dari berbagai sumber.

Sejarah Perang Jawa


Ilustrasi. Sejarah Perang Jawa, pertempuran yang dipimpin oleh

Pangeran Diponegoro (collectie.tropenmuseum.nl via wikimedia commons CC-PD-Mark)

Dikutip dari laman Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, selain karena Pangeran
Diponegoro tidak menyetujui campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan, ada
beberapa pemicu lainnya.

Pertikaian dan perseteruan Kerajaan Jawa dengan Belanda dimulai saat kedatangan
Marsekal Herman Willem Daendels di tanah Jawa tepatnya di Batavia pada 5
Januari 1808.

Sebagai utusan yang dikirim Perancis, Belanda ditugaskan mempersiapkan Jawa


sebagai basis pertahanan Perancis melawan Inggris.

Namun cara Daendels memerintah dianggap tidak berbudaya dan melanggar tata
krama yang menimbulkan kemarahan dari keraton. Daendels sering meminta akses
pengelolaan sumber daya alam dan perbudakan rakyat Jawa dengan tekanan
kekuatan militer.

Daendels bahkan memaksa para penduduk Jawa membangun jalur transportasi dari
Anyer hingga Panarukan.

Terlebih setelah kematian Sri Sultan Hamengkubuwana I menjadi peluang bagi


kolonial Hindia Belanda memperkuat pengaruhnya di tanah Jawa khususnya di
kalangan Kerajaan Jawa.

Pangeran Diponegoro baru menaruh perhatian kepada keraton saat Belanda mulai
banyak mencampuri urusan internal keraton, masalah pungutan pajak yang tinggi
kepada para petani.

Kemudian, puncak kemarahan sang pangeran terjadi saat makam leluhurnya akan
dibongkar untuk dijadikan jalan.
Sejak tahun 1821 para petani lokal menderita akibat penyalahgunaan penyewaan
tanah oleh warga Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman.

Van der Capellen kemudian mengeluarkan dekrit pada 6 Mei 1823 yang menyatakan
bahwa semua tanah yang disewa orang Eropa dan Tionghoa wajib dikembalikan
kepada pemiliknya per 31 Januari 1824.

Namun, pemilik lahan diwajibkan memberikan kompensasi kepada penyewa lahan


Eropa. Pangeran Diponegoro membulatkan tekad untuk melakukan perlawanan
dengan membatalkan pajak Puwasa agar para petani di Tegalrejo dapat membeli
senjata dan makanan.

Kekecewaan Pangeran Diponegoro juga semakin memuncak ketika Patih Danureja


atas perintah Belanda memasang tonggak-tonggak untuk membuat rel kereta api
melewati makam leluhurnya. Beliau kemudian bertekad melawan Belanda dan
menyatakan sikap perang.

Penyebab Perang Jawa


Rencana pembangunan jalur transportasi yang melewati makam leluhur dan
kediaman neneknya membulatkan tekad Pangeran Diponegoro untuk berperang
dengan Belanda.

Perang terbesar di Pulau Jawa ini dimulai pada 20 Juli 1825. Pangeran Diponegoro
dan pasukannya bergerak ke arah selatan dan membangun basis militer di Gua
Selarong yang terletak 5 kilometer dari arah Kota Bantul.

Peristiwa sejarah Perang Diponegoro itu berhasil meraih simpati rakyat. Selama
masa peperangan, rakyat turut berjuang bersama melawan Belanda.

Aksi heroik Pangeran Diponegoro juga mendapat simpati dari kalangan bangsawan
lainnya dan pejuang lainnya seperti Kyai Mojo, Sentot Prawirodirdjo, dan Kerta
Pengalasan.

Strategi gerilya yang diterapkan Pangeran Diponegoro berhasil mengecoh Belanda


dan membuatnya licin sulit tertangkap.

Dampak Perang Jawa


Perang Jawa yang terjadi selama lima tahun ini telah menelan korban tewas
sebanyak 200 ribu jiwa penduduk Jawa. Sementara korban tewas di pihak Belanda
diperkirakan berjumlah 8 ribu tentara Belanda dan 7 ribu serdadu pribumi.

Selain melawan Belanda, perang ini juga merupakan perang (sesama) saudara
antara orang-orang Keraton yang berpihak pada Diponegoro dan yang anti-
Diponegoro (antek Belanda). Akhir perang ini menegaskan penguasaan Belanda
atas Pulau Jawa.

Pada 1832 seluruh raja dan bupati di Jawa tunduk menyerah kepada Belanda
kecuali bupati Ponorogo Warok Brotodiningrat III.
Ia justru hendak menyerang seluruh kantor Belanda yang berada di kota-kota
karesidenan Madiun dan di Jawa Tengah seperti Wonogiri, Karanganyar yang
banyak dihuni oleh Warok.

Anda mungkin juga menyukai