Anda di halaman 1dari 11

DILEMA ETIK DALAM KEDOKTERAN

Tugas Inform Concent

Oleh:
dr. Siti Sarah

Pembimbing:
Prof. Dr. dr. Rajuddin, Sp.OG(K)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS KELUARGA


LAYANAN PRIMER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2024
Laporan Kasus
Identitas Pasien
• Nama : Tn. m
• Jenis Kelamin : Laki-Laki
• Usia : 52 tahun
• Ras/ Etnik : Aceh
• Status Perkawinan : Menikah
• Agama : Islam
• Alamat : Neusu

Anamnesis
• Keluhan Utama : Nyeri dada
• Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien laki – laki datang di antar keluaraga ke IGD
dengan keluhan nyeri dada kiri. Nyeri dada dirasakan sejak 10 jam sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti tertimpa beban berat. Nyeri dirasakan menjalar
sampai ke rahang dan bahu sebelah kanan, keluhan disertai mual dan muntah. Nyeri
masih dirasakan saat pasien beristirahat. Nyeri hilang timbul, dan setiap nyeri
dirasakan > 20 menit. Keluhan seperti ini dirasakan ke 2 kalinya .keluhan sebelumnya
terjadi 1bulan yang lalu, dan membaik dengan instirahat. Keluhan ini juga disertai
keringat dingin. Sesak nafas disangkal. Riwayat bengkak kaki disangkal, Riwayat
mudah Lelah disangkal.
• Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat hipertensi
• Riwayat Kebiasaan: Pasien merupakan seorang perokok aktif, dan merokok
sebanyak 2 bungkus sehari, selama lebih dari 10 tahun.
• Riwayat Pemakaian Obat : amlodipine (tidak rutin mengkomsumsi)
• Riwayat Keluarga : (Alm) ayah pasien memiliki Riwayat hipertensi dan diabetes
melitus

Pemeriksaan Fisik
• Keadaan Umum : Lemah
• Kesadaran : Compos mentis
• GCS : 4-5-6
• NRS : 4/10
• TD : 180/95 mmHg
• N : 58x/menit, reguler
• RR : 20 x/menit
• T : 36,8 oC
• SpO2 : 97 % room air
• Kepala : Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)
• Leher : TVJ R+2 cm H2O
• Thorax : Pulmo : Vesikuler +/+ , Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Cor : S1 >S2 (+) reg, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen : Soepel, peristaltik (+) normal, Hepatomegali (-)
• Ekstremitas : Akral hangat, oedema pretibial (-/-)

Pemeriksaan Penunjang
• EKG : Sinus bradikardia, QRS rate 56x/menit, Normoaxis, T inversi di II,
III, aVF disertai ST elevasi, ST elevasi di V7-V9
• Laboratorium : Troponin T : 0,85
• Foto Thoraks : Kardiomegali

Diagnosis
• Acute STEMI Inferoposterior Killip I Late Onset TIMI 2/14 GS 52
• Hipertensi stage II
Terapi
• Bed Rest
• O2 4 L/menit via nasal kanul
• Diet Jantung II 1700 kkal/hari
• Drip NTG 30 mcg/menit
• SC Enoxaparin 60 mg/12 jam
• Aspilet 1x80 mg
• Ticagleror 2x90 mg
• Atorvastatin 1x80 mg
• Bisoprolol 1x1.25 mg
• Ramipril 1x5 mg
• IV Lansoprazole 30 mg/12 jam
• Laxadyn syr 1x15 ml
Pembahasan Kasus :
Pada pemeriksaan dokter, Pasien M didiagnosis Acute STEMI Inferoposterior Killip I Late
Onset TIMI 2/14 GS 52 dan Hipertensi stage II dan harus mendapatkan obat antikoagulan
yaitu Enoxaparin. Bahan dasar pembuatan obat Enoxaparin berasal dari babi. Namun, zat
babi tidak dijadikan bahan baku utama pembuatan obat tersebut, melainkan sebagai
katalisator, yaitu zat untuk mempercepat suatu reaksi kimia. Pemberian obat dengan
kandungan babi kepada pasien yang beragama Islam harus menggunakan inform concent.
Pasien berhak tahu dan menentukan apakah pasien mau menggunakan obat tersebut. Maka
dari itu dokter harus meminta persetujuan sebelum melakukan memberikan obat tersebut
kepada pasien.

PEMBERIAN INFORMASI TINDAKAN KEDOKTERAN

Dokter Pemberi Informasi : dr. RF


Penerima Informasi : Tn. M ( pasien)
1. Diagnosis : Acute STEMI Inferoposterior Killip I Late Onset TIMI 2/14 GS 52 dan
Hipertensi stage II
2. Tindakan Kedokteran :Injeksi Enoxaparin sub cutan
3. Indikasi : terapi medikamentosa pada pasien STEMI
4. Kondisi Pasien : Stabil
5. Tujuan Tindakan : sebagai antikoagulan pada pasien STEMI
6. Manfaat Tindakan : terapeutik
7. Resiko Tindakan : Perdarahan
8. Alternatif lain dari Tindakan : injeksi antikoagulan golongan lain yang tidak
mengandung zat babi (Fondaparinux)
9. Prognosis Tindakan : dubia et bonam
10. Konsekuensi bila Tindakan tidak dilakukan : Prolong pain

 Isi Informasi :
- Dalam keadaan tidak ada pilihan lain, unsur bahan yang diharamkan dapat digunakan
termasuk kondisi darurat.
- Rumah sakit berkomitmen untuk menyediakan obat halal dan tidak mengandung
unsur – unsur yang diharamkan.
- Obat yang dimaksud adalah Injeksi Enoxaparin
 Pernyataan Pemberi Informasi :
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal – hal tersebut diatas secara benar
dan jelas dan memberikan kesempatan untuk bertanya atau berdiskusi.

 Pernyataan Penerima Informasi :


1. Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerima informasi di atas dan memahami
sepenuhnya.
2. Saya memahami bahwa obat yang dimaksud merupakan obat pilihan untuk terapi
penyakit saya dan saya juga menyadari bahwa sesungguhnya kesembuhan hanya dari
Allah dan obat adalah ikhtiyar.
3. Berdasarkan hal tersebut saya menyatakan PERSETUJUAN/PENOLAKAN untuk
diberikan obat yang dimaksud kepada pasien

Banda Aceh, 5 januari 2025

Saksi Pemberi Informasi Penerima Informasi

Ny. M dr. R Tn. T


INFORMED CONSENT
A. Definisi Informed Consent
Informed consent atau persetujuan medis adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien sesuai dengan yang tercantum di dalam Permenkes RI nomor
585/MEN.KES/PER/X/1989 yang menyatakan bahwa persetujuan tindakan medis
(informed consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga pasien
tersebut. atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
pasien tersebut (1).
Informed consent mencakup peraturan yang mengatur perilaku dokter dalam
berinteraksi dengan pasien. Interaksi tersebut melahirkan suatu hubungan yang disebut
hubungan dokter-pasien (1).
Informed consent sejatinya terdiri atas dua suku kata, yaitu informed dan consent.
Dimana informed artinya telah mendapat penjelasan atau informari, dan consent artinya
memberi persetujuan atau mengizinkan. Dengan begitu, informed consent dapat diartikan
suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi atau dapat juga dikatakan
informed consent adalah pernyataan setuju dari pasien atau keluarga yang diberikan
penjelasan sesudah mendapat mendapat informasi dari dokter dan sudah dimengerti (1).
Berdasarkan Permenkes nomor 209/MENKES/Per/III/2008, informed consent adalah
persetujuan Tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya
setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai Tindakan kedokteran yang
akan dilakukan terhadap pasien tersebut (1,2).
Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak
membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang
dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai
Tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 (1).
Informed consent adalah suatu persetujuan bebas yang diberikan oleh pasien terhadap
suatu tindakan medis, setelah pasien atau keluarga pasien memperoleh semua informasi
yang penting mengenai sifat serta konsekuensi tindakan tersebut. informed consent dibuat
berdasarkan prinsiip autonomi, beneficence, dan non-maleficence yang berakar pada
martabat sejatinya manusia di mana autonomi dan integritas pribadi pasien dilindungi dan
dihormati (3).
Informed consent terutama dibutuhkan pada kasus luar biasa (extraordinary means).
Tetapi pada pasien kritis atau darurat yang harus segera diambil tindakan medis untuk
menyelamatkannya, proxy consent tidak dibutuhkan (4,5).
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum sesuatu Tindakan kedokteran
dilaksanakan adalah:
1. Diagnosis yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya Tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko-resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada Tindakan
kekdokteran tersebut.
5. Konsekuensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan alternatif cara
pengobatan yang lainnya.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut Tindakan kedokteran tersebut (1,2).

B. Informed Consent Berkaitan dengan Diagnosis


Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan Kesehatan pasien dapat meliputi sebagai
berikut:
1. Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut.
2. Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakkan, maka sekurang-
kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding.
3. Indikasi atau keadaan klinis yang membutuhkan dilakukannya tindakan
kedokteran.
4. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan Tindakan (1,2).

C. Informed Consent Berkaitan dengan Tindakan Pelayanan Kesehatan Yang


Dilakukan dan Tujuannya
Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi adanya tujuan
tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostic, terapeutik, ataupun
rehabilitative. Selain itu juga berkaitan dengan tata cara pelaksanaan tindakan apa yang
akan dialami pasien selama dan sesudah Tindakan, serta efek samping atau
ketidaknyamanan yang mungkin terjadi.
Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya dibandingkan dengan
Tindakan yang direncanakan. Risiko dan komplikasi yang mudah terjadi pada masing-
masing alternatif Tindakan. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi
keadaan darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya (2).

D. Informed Consent Berkaitan dengan Risiko dan Komplikasi yang Mungkin


Terjadi
Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua risiko
dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteram yang dilakukan,
kecuali: risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum, risiko dan
komplikasi yang sangat jarang terjadi atau yang dampaknya sangat ringan, risiko dan
komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya (unforeseeable) (2).

E. Informed Consent Alternatif Tindakan Lain dan Risikonya


Informasi dan penjelasan tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan serta
risikonya masing-masing (alternative medical procedure and risk). Dan informasi dan
penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut dilakukan
(prognosis with and without medical produce) (1).
Yang berhak memberikan persetujuan adalah orang yang dikatakan sehat mental dan
dalam keadaan sadar. Dimana kurang lebih berumur 18 tahun dalam status sudah
menikah. Bila pemberi persetujuan orang yang berumur di bawah 21 tahun dan belum
menikah maka diberikan ke wali pengampunya (1,2).

F. Informed Consent Apabila Tindakan Tidak Dilakukan


Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/atau keluarga
terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan
dilakukan. Penolakan tindakan kedokteran sebagaiman dimaksud tersebut dilakukan
secara tertulis (2).
Akibat penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada menjadi tanggung
jawab pasien. Penolakan tindakan kedokteran tidak dapat memutus suatu hubungan
dokter dan pasien (2).

G. Informed Consent pada Prognosis Setelah Memperoleh Tindakan


Penjelasan tentang prognosis meliputi: prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam),
prognosis tentang fungsinya (ad functionam), prognosis tentang kesembuhan (ad
sanationam) (2).

H. Informed Consent dalam Praktik Penegakan Diagnostik


Informed consent (persetujuan berdasarkan informasi yang cukup) merupakan prinsip
etik medikolegal yang penting dalam setiap prosedur medis. Pasien memiliki hak untuk
memahami dengan jelas prosedur yang akan dijalani, risiko yang terkait, serta implikasi dari
hasil pemeriksaan. Dalam konteks pemeriksaan prinsip informed consent memiliki peranan
sentral dalam menjaga hak dan kesejahteraan pasien.

1. Penjelasan yang Komprehensif:


Dokter memiliki tanggung jawab untuk memberikan penjelasan yang komprehensif
kepada pasien tentang prosedur pemeriksaan. Ini mencakup informasi mengenai bagaimana
tes dilakukan, mengapa penting dilakukan, dan bagaimana hasilnya dapat mempengaruhi
kesehatan dan kehidupan pasien.

2. Risiko dan Manfaat:


Pasien perlu diberitahu mengenai risiko dan manfaat dari pemeriksaan dan pemberian
obat Enoxaparin, seperti ketidak nyamanan atau apa saja kemungkinan terjadi, serta manfaat
dari yang didapat dari pengobatan.

3. Hak untuk Menolak:


Informed consent juga melibatkan hak pasien untuk menolak jika mereka tidak
merasa nyaman atau siap. Dokter harus memastikan bahwa pasien merasa bebas untuk
membuat keputusan berdasarkan informasi yang diberikan.

4. Pengelolaan Privasi:
Dokter harus menjelaskan bagaimana informasi pemeriksaan dan hasilnya akan
dikelola dengan menjaga privasi pasien.

5. Pengungkapan Hasil:
Pasien perlu mengetahui bagaimana hasil pemeriksaan akan disampaikan kepada
mereka dan apa arti dari hasil positif, negatif, atau ambigu. Ini akan membantu pasien
memahami implikasi hasilnya.
6. Alternatif dan Pertimbangan:
Dokter harus menjelaskan alternatif lain yang mungkin ada, serta membantu pasien
memahami konsekuensi dari menerima atau menolak tindakan pengobatan.

Prinsip informed consent adalah landasan etis yang memastikan bahwa pasien terlibat
dalam pengambilan keputusan tentang perawatan dan pemeriksaan kesehatan mereka. Dalam
pemeriksaan, informasi yang akurat dan pemahaman yang jelas akan membantu pasien
merasa terhormat dan mendapatkan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Sedangkan pertimbangan lain penggunaan formulir informed consent antara lain:

1. Pasien atau klien masih membutuhkan suatu jaminan untuk merahasiakan status
dikarenakan masih adanya stigmatisasi dan diskriminisasi pada pasien . Selain itu
formulir informed consent juga sebagai bukti untuk segera dilakukannya pemenuhan
hak untuk dilakukan perawatan, dukungan, dan pengobatan oleh sarana layanan
kesehatan .
2. Bagi konselor atau dokter, formulir informed consent sebagai bukti untuk melakukan
pemeriksaan diagnosis lanjutan. Selain itu dengan formulir informed consent akan
mempertegas kesepakatan dalam perjanjian terapeutik pemeriksaan diagnosis dengan
menjunjung tinggi prinsip konfidensialitas.
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnama SG. Modul Etika dan Hukum Kesehatan. Purnama SG, editor. Bali: Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana; 2016. 1–11 p.

2. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 290/MENKES/PER/III/2008. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2008. p. 1–10.

3. Pedoman Etika Profesi Kesehatan. Dewan Etika Medis Nasional. 2022. [Diperoleh dari
www.dewanetikamedis.id/pedoman etika] (www.dewanetika medis.id /pedoman-etika).

4. World Medical Association.WMA Declaration of Helsinki - Ethical Principles for Medical


Research Involving Human Subjects. JAMA. 2013;310(20):2191-2194.

5. Hall, M. A., & Bobinski, M. A. (Eds.). (2019). Health Care Law and Ethics. Wolters Kluwer.

Anda mungkin juga menyukai