Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ETIKA PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK

Dosen Pengampuh :

H ,Nurchalidin, Lc., M.A

Disusun Oleh :

Rika Oktarina (2030303038)

Septa Vadillah Sari (2030303045)

PRODI ILMU HADITS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIIAN ISLAM

UNIVERSTAS ISALAM NEGERI RADEN FATAH

PAELMBANG 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadiran tuhan yang maha esa karna berkat, rahmat dan
karunia-nya saya dapat menyelesaikan makalah tugas matah kuliah (hadits
dakwah dan tarbiyah), yang berjudul (etika pendidik dan perserta didik), makalah
ini bertujuan melengkapi tugas semester v.

Saya mengucapkan terimakasih kepada dosen pegampuh matakuliah hadits


dakwah dan tarbiyah, yang bersedia membimbing dan mengarahkan dalam
menyusu makahal ini.

Semoga makalah yang kami buat ini bisa bermanfaat bagi rekan-rekan
sekalin dan menambah wawasan ilmu yang bermanfaat.

28 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................................

BAB I ....................................................................................................................

PENDAHULUAN ................................................................................................

A. Latar belakang ..........................................................................................


B. Rumusan masalah .....................................................................................
C. Tujuan penelitian .......................................................................................

BAB II ..................................................................................................................

PEMBAHSAAN .................................................................................................

A. Etika pendidik dan pe serta didik menurut KH. Hasyim Asy’ari dan
menurut undang undang ............................................................................
B. Relevansi Etika terhadap dirinya (persoalan) dengan UU RI Nomor 14
Tahun 2005 ...............
C. Syarat –syarat peserta didik .....................................................................
D. Kerakteristik peserta didik .......................................................................

BAB III ................................................................................................................

PENUTUP ...........................................................................................................

A. Kesimpulan ..............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

Kebiasaan berperilaku baik dalam melakukan interaksi dengan orang lain


merupakan suatu hal yang urgent bagi seseorang. Karena sikap ini akan membawa
dampak posotif pula bagi pelaku maupun orang yang berinteraksi dengannya.
Denganya akan membawa rasa saling menghargai antar satu sama lain yang
menjadikan pola interaksi akan semakin memberi dampak positif.

Dalam masyarakat umum, bersikap sesuai adat merupakan suatu hal yang
sudah tidak dapat dibantah keabsahannya bahwa hendaknya seseorang berperilaku
sebagaimana adat kebiasaan dimana seseorang itu tinggal. Membaur dengan sikap
kekeluargaan dalam nuansa adat akan lebih efektif ketimbang seseorang
melakukan perilaku menyimpang atau berseberangan dengan adat kebiasaan yang
berlaku. Selain itu, perilaku ini juga akan mengidentitaskan serta menjadi ciri khas
diri kita sebagai suatu anggota dari suatu perkumpulan masyarakat.

Akan menjadi aneh pula apabila seseorang lebih memilih bersikap acuh
tak acuh terhadap budaya tetap dalam masyarakat itu sendiri. Karena ini akan
semakin menambah cap tidak baik masyarakat kepada orang yang berperilaku
yang tidak sesuai dengan kondisi sosial-adat masyarakat.

Sebagaimana yang telah dijelaskan, bahwa dengan pola sikap yang


berusaha beradaptasi dengan lingkungan akan memberi dampak positif, maka
menjadi tidak heran apabila kita sering mendengar istilah “Etika” dalam
kehidupan sehari-hari. Dimana maksud dari makna ini adalah suatu tuntutan moral
yang mengarah kepada perilaku seseorang.

Dalam kurun masa dewasa ini, kita sering mendengar istilah “Keetikaan”
dalam dunia pendidikan. Karena dalam lingkungan edukasi, perilaku moral ini
juga amat lah penting. Baik bagi seorang Pendidik maupun bagi seorang Peserta
Didik. Kedua subjek utama pendidikan ini merupakan objek yang paling disoroti
dalam pembahasan bab etika dalam dunia pendidikan. Karena asumsi mengatakan
bahwa suatu sekolah akan dianggap nyaman, aman, dan berprofesional tinggi
apabila Pendidik dan yang dididik saling sinkron dalam lingkungan edukasinya.

A. Rumusan masalah

1. Apa yang di maksut dengan Etika


2. Kenapa harus pendidik harus beretika
3. Kenapa peserta didik harus beretika
B. Tujuan penulis

1. Untuk mengetahui betapa besernya herus bertika


2. Sepaya bisa memberika wawasan keada peserta didik supaya harus
hormet ke pada guru atau si pendidik.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Etika pendidik dan pesrta didik menurut K.H Hasyim asy’ari dan
undang undang.
Kiai Hasyim menyebutkan bahwa pendidik hendaknya selalu
berusaha murāwabatu-llāh (selalu merasa diawasi oleh Allah SWT),
bersikap khawf (takut kepada Allah SWT), tenang, warak, tawaduk,
khusyuk kepada Allah SWT dan tawakkal kepada-Nya.66 Pemikiran Kiai
Hasyim tersebut memiliki relevansi dengan UU RI Nomor 14 Tahun 2005
(selanjutnya disebut dengan UUGD) Pasal 7 Butir B yang menyebutkan
bahwa: “Seorang guru memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;”67 Letak
relevansinya adalah di mana keduanya sama-sama membicarakan tentang
keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.1
Seorang guru harus mempunyai sikap yang adil, agar tidak terjadi
kecemburuan sosial terhadap sesama murid. Rasulullah bersabda :
‫ ِد ُك ْى‬ْٜٔ َ‫ٍَْ أ‬َٛ‫َّللا َٔا ْع ِذنُ ْٕ ب‬
‫فَا تَقُٕا ه‬
“Bertakwalah kepada Allah dan bersikap adillah terhadap anak-
anakmu.” (HR Bukhari).
Hadis di atas memberikan petunjuk kepada setiap pendidik untuk
berlaku adil. Bersikap adil merupakan kewajiban seorang guru demi
kelancaran proses pembelajaran dan merupakan hak murid unruk
memperoleh keadilan. Diriwayatkan dari Mujahid, ia berkata bahwa jika
pengajar tidak bersikap adil terhadap peserta didiknya maka ia dicatat
sebagai orang zhalim. Selain itu, diriwayatkan pula dari Al-Hasan Al-
Bashri, ia berkata, jika pengajar diberikan gaji lalu tidak bersikap adil di
antara mereka yakni para siswa maka ia dicatat sebagai orang yang zhalim.

1
Undang-Undang RI tentang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005.
Karena Nabi Muhammad saw bersabda, “berbuatlah adil di antara anak-
anakmu dalam hal pemberian.”2

Adapun hadis utama yang digunakan sebagai dalil lemah lembut


termasuk dalam guru terhadap murid adalah:
َ‫انش ْفق‬ ‫سهه َى قَا َل إِ هٌ ه‬
ٌ ‫َّللاَ َس ِف‬
ّ ِ ‫ ُِحب‬ٚ ‫ق‬ٛ ‫صههٗ ه‬
َ َٔ ِّ ْٛ َ‫َّللاُ َعه‬ ُ ‫َّللاِ ب ٍِْ ُيغَفه أٍل َ هٌ َس‬
‫سٕ َل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ ‫َع ٍْ َع ْب ِذ ه‬
ِ ُْ ُ‫ َعهَٗ ْانع‬ٙ‫ُ ْع ِط‬ٚ ‫ ِّ َيا ََل‬ْٛ َ‫ َعه‬ٙ‫ُ ْع ِط‬َٚٔ
‫ف‬
Dari Al Hasan dari Abdullah bin Mughaffal bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah itu Maha
lembut dan mencintai kelembutan. Dia memberi pada kelembutan yang
tidak diberikan pada kekerasan." (HR. Abu Daud No. 4173).
Guru harus menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi
rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindakan kekerasan fisik
diluar batas kaidah pendidikan.
Kiai Hasyim menyebutkannya dengan kata berusaha dan UUGD
menyebutkannya dengan kata berusaha. Dalam Islam, tentang keimanan,
ketakwaan dan akhlak mulia merupakan hal yang sangat penting.
Keimanan sebagai bentuk kepercayaan kepada Tuhan. Ketakwaan sebagai
bentuk ketaatan. Akhlak mulia sebagai buah dari dari iman dan
peribadatan.68 Thobroni menjelaskan bahwa keimanan yang sejati
padadasarnya akan menuntun seorang individu memiliki akhlak mulia.
Sebab keimanan dan akhlak seharusnya mempunyai hubungan yang
seimbang, yakni hubungan vertikal dan hubungan horizontal.
Kiai Hasyim menyebutkan bahwa seorang pendidik hendaknya
memperlakukan orang lain dengan budi pekerti yang baik,70
membersihkan jiwa dan raga dari akhlak yang tercela.71 Perlakuan kepada
orang lain berupa budi pekerti yang baik dan usaha untuk membersihkan
diri (baik jiwa maupun raga) dari akhlak tercela tentu merupakan sebuah
gambaran tentang komitmen yang harus dipegang oleh pendidik.

2
Peraturan Pemerintah RI tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan No. 17 Tahun
2010.
Hal ini juga penting, sebab dalam mendidik peserta didik, seorang
pendidik bertugas sebagai uswah ḥasanah (suri tauladan baik) bagi peserta
didik, mengingat keadaan psikologis peserta didik (Roqib menyatakannya
dengan kata anak-anak) yang ingin meniru apa yang dilihatnya dari orang
dewasa (pendidik) atas keinginannya supaya ia diterima di masyarakat.3

Terlebih lagi pendidik menurut Syaifullah yang dikutip oleh


Minarti menyampaikan bahwa pendidik merupakan salah satu di antara
beberapa komponen yang ikut bertanggung jawab dalam pembentukan
peserta didiknya.73Pemikiran Kiai Hasyim ini, memiliki relevansi dengan
UUGD Pasal 20 Butir D yang menyebutkan bahwa “dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan, guru berkewajiban menjunjung tinggi peraturan
perundang undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama
dan etika.”74Adapun relevansinya adalah keduanya sama-sama
mengharuskan untuk menjunjung tinggi etika.

Dalam UUGD menyebutkannya dengan umum berupa kata


(konsep). Kiai Hasyim menyebutkannya secara khusus berupa bagaimana
etika tersebut yang dimaksud. Keduanya sama mengharuskan pendidik
untuk menjunjung tinggi etika.

Berkaitan dengan etika dan akhlak yang harus pada pribadi


seorang pendidik, Raqib mengutip dari Zuhairini, mengatakan bahwa
pendidik merupakan Amānah Ilāhiyyah berupa tugas untuk mencerdaskan
kehidupan umat manusia dan mengarahkannya untuk selalu menjaga
ketaatan dalam beribadah kepada Allah serta berakhlak mulia.

3
Imam Nawawi, Ādāb al-‘ālim wa al-muta‘llim (Jeninah Barat: Thonto, 1987),
B. Relevansi Etika pendidik terhadapa pelajaran dengan UU RI Nomor
14 Tahun 2005.

Kiai Hasyim menyebutkan bahwa hendaknya seorang pendidik meniatkan


aktivitas mengajarnya sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan
hendaknya seorang pendidik menyampaikan hukum-hukum Allah SWT.79 Dalam
sebuah hadis disampaikan dari Umar, ia berkata bahwa ia telah mendengar Nabi
SAW bersabda:. “Sesungguhnya setiap perbuatan tt tergantung niatnya, dan
sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang ia niatkan.4

Hadis ini menjelaskan tentang intisari dari sebuah niat yang mana niat memiliki
kedudukan yang penting dalam mencapai hasil akan suatu perbuatan. Sebab setiap
perbuatan itu tergantung dari apa yang ia niatkan.

‫س ِ ّك ُُٕا‬ ّ َٚ ‫سهه َى‬


َ َٔ ‫س ُِشٔا َٔ ََل تُعَ ِ ّس ُشٔا‬ ‫ص ههٗ ه‬
َ َٔ ِّ ْٛ َ‫َّللاُ َعه‬ ُ ‫َٕل قَا َل َس‬
‫سٕ ُل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ َ ََ‫س ًِ ْعتُ أ‬
ُ ُ‫َق‬ٚ ‫َس بٍَْ َيانِكأ‬ َ ‫هاحِ قَا َل‬ٛ‫ انته‬ِٙ‫َع ٍْ أَب‬
‫َٔ ََل ت ُ َُ ِفّ ُشٔا‬

Dari Abu At Tayah dia berkata; aku mendengar Anas bin Malik berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Permudahlah oleh kalian dan
jangan mempersulit, buatlah hati mereka tenang dan jangan menakut-nakuti."
(HR. Muslim No.3264)

Adapun memudahkan yang dimaksud dalam penjelasan ini juga dapat diartikan
sebagai memudahkan peserta didik dalam memahami ilmu yang disampaikan oleh
pendidik, salah satu cara yang memungkinkan untuk dilakukan adalah menjadikan
suasana belajar menyenangkan. Oleh karena itu, pendidik harus memiliki
kemampuan dalam menyampaikan, menggunakan media, menguasai kelas, dan
lain-lain

4
Hasyim, Pendidikan Akhlak, 89.
5
Niat yang baik akan membawa kepada hal yang baik pula. Begitupun
sebaliknya. Adapun niat yang baik adalah niat yang dilakukan tulus karena Allah.
Setiap perbuatan bisa bernilai ibadah jika dilakukan dalam rangka pengabdian,
ketaatan dan ketulusan diri kepada Allah SWT semata. Meskipun perbuatan
tersebut bukan merupakan ibadah maḥḍah.Selanjutnya berkaitan tentang
perbuatan yang dimaksud dalam hadis di atas adalah segala perbuatan yang baik.
Perbuatan yang tidak baik tidak tergolong dalam kategori hadis di atas. Sehingga
bagaimanapun apabila perbuatan itu perbuatan buruk yang diniatkan karena Allah
tetaplah tidak bernilai sebagai ibadah.

6
Maka tentulah seorang pendidik harus mampu menata niatnya karena
Allah SWT semata agar dalam mendidik agar tidak salah langkah karena
kesalahan dalam niat serta kegiatan pembelajaran (perbuatan) yang ia lakukan
bisa bernilai ibadah. Seperti halnya pendapat yang dikemukakan oleh Daradjat
yang dikutip oleh Djamarah bahwa terdapat syarat-syarat untuk menjadi seorang
pendidik (guru), yaitu takwa kepada allah swt, berilmu, sehat jasmani, dan
berkelakuan baik.

7
Pada poin satu tersebut disebutkan bahwa salah satu syarat menjadi
seorang pendidik adalah takwa kepada Allah SWT. Dalam hal ini, kaitannya
adalah bahwa sebuah niat yang didasarkan kepada Allah SWT semata merupakan
salah bentuk ketakwaan diri kepada Allah.Pemikiran Kiai Hasyim tersebut
memiliki relevansi dengan UUGD Bab III Pasal 7 Butir B yang berisi tentang
prinsip profesionalitas yang menyatakan bahwa profesi guru dilaksanakan
berdasarkan prinsip memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia,82 dan dalam Pasal 20 Butir D dijelaskan
bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban
menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru,
serta nilai-nilai agama dan etika;83 Adapun letak relevansinya adalah keduanya

55
Ibid., 99
6
Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab II Pasal 6, 5.
7
Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 20 Butir C,11.
sama-sama menghendaki seorang pendidik untuk mengajar dengan berlandaskan
nilai nilai agama.

Kiai Hasyim menyebutkannya berupa keharusan pendidik meniatkan


aktivitas mengajarnya untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan
melaksanakan nilai-nilai agama (Islam) dan UUGD menyebutkannya berupa
keharusan untuk terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta menjunjung
nilai-nilai agama.8

Terdapat pulah hadits menjelaskan keutamaan peserta didik ialah :

ٌ ُ‫ا َي ْهعََُٕتٌ َي ْهع‬َٛ َْ ‫قُٕ ُل أََلَ ِإ هٌ انذ‬َٚ ‫سهه َى‬


‫ٌٕ َيا‬ ‫صههٗ ه‬
َ َٔ ِّ ْٛ َ‫َّللاُ َعه‬ َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫قُٕ ُل َس ًِ ْعتُ َس‬َٚ َ ‫ َْشة‬ٚ‫عٍ أبٗ ْ َُش‬
‫سٕ َل ه‬
ٖ‫ سٔاِ انتشيز‬.‫َّللاِ َٔ َيا َٔاَلَُِ َٔ َعا ِن ٌى أَ ْٔ ُيتَعَ ِهّ ٌى‬
‫ َٓا إَِله ِر ْك ُش ه‬ِٛ‫ف‬

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda:


Sesungguhnya dunia dan isinya terkutuk, kecuali zikrullah dan hal-hal terkait
dengannya, alim (guru), dan peserta didik.

Dari hadis di atas jelaslah bahwa salah satu yang tidak terhindar dari
kutukan Allah adalah peserta didik, hal ini karena peserta didik merupakan sosok
yang sedang mencari kebenaran yaitu dengan menuntut ilmu, sehingga ketika
pendidik telah memiliki ilmu derajatnya akan di angkat oleh Allah swt.

C. Syarat-syarat peserta didik.

1. Peserta Didik harus Ikhlas


Ikhlas menurut bahasa adalah jujur dan tulus. Kata ikhlas berasal dari
masdar akhlasa, yukhlisu, ikhlasan yang berarti murni dan tampa
campuran. Dari defenisi tersebut maka ikhlas dapa di artikan dengan
pemurnian niat yang di kotori oleh ambisi pribadi dan sifat ingin dipuji

8
Ibid., 102.97U
orang lain kepada niat semata-mata untuk mengharap ridho Allah swt
dalam melakukan perbuatan.
9
Ikhlas merupakan syarat yang harus dimiliki oleh setiap peserta
didik, karena dengan ikhlas peserta didik akan lebih mudah menerima dan
memahami pelajaran yang di berikan oleh pendidik. Sebaliknya jika
peserta didik tidak memiliki keikhlasan maka ilmu yang akan merasa sulit
dipahami bahkan Rasulullah mengatakan tidak akan mencium bau sorga,
sebagaimana sabdanya yang berbunyi:
ِّ ِ‫ ب‬ِٙ َ ْ‫ُبَا‬ٛ‫ب ْان ِع ْه َى ِن‬ َ ٍْ ‫" َي‬:َ‫ قَال‬،‫سهه َى‬
َ ‫ط َه‬ ‫صههٗ ه‬
َ َٔ ِّ ْٛ ‫َّللاُ َع َه‬ ‫سٕ ِل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ َ ،‫َع ٍْ ُيعَا ِر بٍ َجبَ أم‬
ُ ‫عٍ َْس‬
‫َ َش ْح َسائِ َحتَ ْان َج هُ ِت‬ٚ ‫ نَ ْى‬،‫ ْان ًَ َجا ِن ِس‬ِٙ‫٘ ِب ِّ انسفَ َٓا َء ف‬ ْ
ِ ًَ َُٚٔ ،‫"انعُهَ ًَا َء‬
َ ‫اس‬
َٗ‫سٔاِ انطبشا‬
Dari Mu'az ibn Jabal, Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang
menuntut ilmu karena ingin merasa bangga sebagai ulama, menipu
orang bodoh di majlis tidak akan mencium aroma sorga
ْٔ َ ‫ٖ ِب ِّ ْانعُهَ ًَا َء أ‬ ِ ‫ُ َج‬ٛ‫ب ْان ِع ْه َى ِن‬
َ ‫اس‬ َ َ‫طه‬
َ ٍْ ‫َقُٕ ُل « َي‬ٚ -‫ملسو هيلع هللا ىلص‬- ِ‫َّللا‬
‫سٕ َل ه‬ ُ ‫س ًِ ْعتُ َس‬ َ ‫عٍ َيانِكأ قَا َل‬
ٍ‫ سٔاِ انتشيزٖ ٔاب‬.‫اس‬ َ ‫َّللاُ انُه‬‫ ِّ أَدْ َخهَُّ ه‬ْٛ َ‫اس إِن‬
ِ ‫ف ِب ِّ ُٔ ُجَِٕ انُه‬ َ ‫ص ِش‬ْ َٚ ْٔ َ ‫ٖ ِب ِّ انسفَ َٓا َء أ‬
َ ‫اس‬
ِ ًَ ُٛ‫ِن‬
ّ‫ياج‬
Dari malik, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Siapa yang menuntut ilmu karena ingin bangga sebagai alim atau
menipu orang-orang bodoh atau menarik perhatian orang, Allah
akan memasukkannya ke dalam neraka.
10
Dari dua hadis di atas dapat pemakalah pahami bahwa, begitu
pentingnya keikhlasan yang harus dimiliki oleh peserta didik.
Sehingga pada hadis pertama menyebutkan peserta didik yang
tidak ikhlas dalam menuntut ilmu tidak akan mencium aroma
sorga, dan pada hadis kedua dia akan di masukkan kedalam api
neraka.

2. Menghormati Guru

9
Hasyim, Pendidikan Akhlak, 19.99
10
Imam Nawawi, Ādāb al-‘ālim wa al-muta‘llim (Jeninah Barat: Thonto, 1987),
11
Guru merupakan orang tua kedua setelah yang melahirkan kita, karena
dialah yang mendidik kita dengan penuh kesabaran sehingga kita menjadi
orang yang berilmu. Maka sebagai peserta didik haruslah menghargai dan
menghormati pendidiknya. Keharusan menghormati pendidik tersebut
tergambar dalam hadis Rasulullah, yaitu:
َ ‫ ُِج هم َك ِب‬ٚ ‫ َي ٍْ نَ ْى‬ٙ‫ْس ِي ٍْ أ ُ هي ِت‬
‫شََا‬ٛ َ َٛ‫سهه َى قَا َل ن‬ ‫صههٗ ه‬
َ َٔ ِّ ْٛ َ‫َّللاُ َعه‬ ‫سٕ َل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ت أ َ هٌ َس‬
ِ ‫اي‬
ِ ‫ص‬ ُ ٍْ ‫َع‬
‫ع َبادَة َ ب ٍِْ ان ه‬
‫ سٔاِ أحًذ‬. ٌَٔ‫َاس‬ ُ ْ ٍْ ‫س ًِ ْعتُُّ أَََا ِي‬ ‫ف ِنعَا ِن ًَُِا َحقهُّ قَا َل َعبْذ ه‬
َ َٔ ِ‫َّللا‬ ْ ‫َ ْع ِش‬َٚٔ ‫شََا‬ٛ
َ ‫ص ِغ‬
َ ‫َ ْش َح ْى‬َٚٔ
Ubadah ibn Shamit meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Tidaklah termasuk umatku orang yang tidak memuliakan orang-orang
dewasa, tidak menyayangi yang kecil dan tidak mengenal hak-hak orang
alim (guru).
Dalam hadis di atas jelaslah bahwa peserta didik harus menghormati
pendidiknya, sehingga Rasulullah mengatakan bahwa peserta didik yang
tidak menghargai dan menghormati pendidiknya bukanlah umatnya.

D. Karekteristik peserta didik.

1. Memiliki potensi
Semua manusia di lahirkan dalam keadaan fitrah yaitu suci, sebagian
ulama mengatakan bahwa fitrah tersebut adalah potensi beragama.
Sebagaimana hadis Rasulullah Saw yang berbunyi:
ْ ‫ُٕنَذُ َعهَٗ ْان ِف‬ٚ ‫سهه َى ُكم َي ْٕنُٕ أد‬
ِ‫ط َشة‬ َ َٔ ِّ ْٛ َ‫عه‬ ‫ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ٗ‫صهه‬ َ ِٙ‫َّللاُ َع ُُّْ َقا َل قَا َل انُهب‬ ‫ ه‬ٙ َ ‫ض‬ ِ ‫ َْشة َ َس‬ٚ‫ ْ َُش‬ِٙ‫َع ٍْ أَب‬
ِ‫ سٔا‬.‫ َٓا َجذْ َعا َء‬ْٛ ِ‫ ْ َْم ت ََشٖ ف‬، َ‫ ًَت‬ْٛ ِٓ َ‫ت ُ ُْت َ ُج ْانب‬ ‫ ًَ ِت‬ْٛ ِٓ َ‫ساَِ ِّ َك ًَث َ ِم ْانب‬
َ ‫ُ ًَ ِ ّج‬ٚ ْٔ َ‫َص َشاَِ ِّ أ‬
ّ ِ ُُٚ ْٔ َ ‫ُ َٓ ّ ِٕدَاَِ ِّ أ‬ٚ ُِ‫فَأَبَ َٕا‬
ِ‫ش‬ٛ‫انبخاسٖ ٔيسهى ٔأبٕدأد ٔانتشيزٖ ٔانُسائٗ ٔيانك ٔغ‬
Abi Hurairah RA meriwayatkan bahwa Nabi SAW. bersabda “Setiap anak
dilahirkan menurut fitrah (potensi beragama Islam). Selanjutnya, kedua
orang tuanyalah yang membelokkannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau
11
Peraturan Pemerintah RI No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan Pasal 169 Butir H, 124.
12
Majusi bagaikan binatang melahirkan binatang, apakah kamu melihat
kekurangan padanya?
Dari hadis di atas ada dua hal yang dapat di pahami yaitu, pertama: setiap
mannusia yang lahir memiliki potensi, baik potensi beragama potensi
menjadi orang baik, potensi menjadi orang jahat dan potensi yang lainya.
Kedua: potensi tersebut dapat dipengaruhi oleh lingkungan terutama orang
tua karena merekalah yang pertama yang sangat berperan dalam
menjadikan anaknya menjadi yahudi, nasrani dan majusi.
Konsep hadis tersebut sesuai dengan teori konvergensi pada
perkembangan peserta didik, yang berpendapat bahwa setiap anak yang
lahir, dalam perkembangannya di pengaruhi oleh keturunan dan
lingkungan. Yaitu setiap anak yang lahir akan di pengaruhi oleh
keturunannya, contoh anak yang terlahir dari keluarga yang baik-baik
tentunya dia akan menjadi anak yang baik serta di pengaruhi oleh
ingkungannya. Hanya saja dalam konsep hadis di atas secara umum
manusia lahir memiliki potensi yang sama.

2. Memiliki Kemuliaan (Martabat)


Sehubungan dengan ini ditemukan hadis antara lain:
ٗ‫ سٔاِ انقضائ‬.‫ « أَ ْك ِش ُي ْٕا أ َ َْٔلَدَ ُك ْى َٔأَحْ ِسُُ ْٕا آدَابَ ُٓ ْى‬: ‫قٕل‬ٚ ‫ سسٕل هللا ملسو هيلع هللا ىلص‬، ‫ سًعت‬: ‫ قال‬، ‫عٍ أَس‬
Dari Anas, saya mendengarkan Rasulullah saw. bersabda: muliakanlah
anak-anakmu dan baguskanlah pendidikannya.
Hadis tersebut memang perintah kepada orangtua untuk memuliakan dan
mendidik anaknya dengan bagus, akan tetapi dapat juga kita pahami dari
hadis tersebut tertuju kepada peserta didik, dimana seorang peserta didik
harus memiliki kemulian atau martabat.
Adapun diantara membaguskan pendidikan anak pada hadis diatas
menurut hemat pemakalah yaitu: memberikan pemahaman-pemahaman
kepada anak, memberikan teladan, memilihkan lembaga pendidikan yang

12
Djamarah, Guru dan Anak Didik, 357.
baik bagi perkembangan anaknnya serta memilihkan teman sebaya yang
tidak akan menjerumuskan anaknya kepada jalan yang tidak baik.

3. Memiliki Kesamaan Derajat


Adapun kesamaan derajat yang di maksud di sini adalah tidak adanya
perbedaan antara jenis kelamin, perbedaan suku, warna kulit dll dalam
menuntut ilmu. Setiap manusia sama hanya saja perbedaannya pada
tingkat ketakwaannya. Sebagaimana hadis Rasulullah saw, yaitu:
ٌ‫اس أََلَ ِإ ه‬
ُ ‫ َٓا انُه‬َٚ‫َا أ‬ٚ « ‫ق فَقَا َل‬ ِ ٚ‫ ِهاو انت ه ْش ِش‬َٚ‫س ِظ أ‬ ‫سٕ ُل ه‬
َ َٔ ِٗ‫ ف‬-‫ملسو هيلع هللا ىلص‬- ِ‫َّللا‬ ُ ‫َع ٍْ جابش ابٍ عبذ هللا خطبُا ْ َس‬
‫ٗ ََٔلَ ألَحْ ًَ َش‬
ّ ‫ٗ َعهَٗ َع َش ِب أ‬
ّ‫ٗ ََٔلَ ِن َع َج ًِ أ‬ ّ ‫ٗ َعهَٗ أ َ ْع َج ًِ أ‬ّ ‫ض َم ِن َع َش ِب أ‬ ْ َ‫احذ ٌ أََلَ َلَ ف‬
ِ َٔ ‫احذ ٌ َٔ ِإ هٌ أَبَا ُك ْى‬
ِ َٔ ‫َسبه ُك ْى‬
ٗ‫ٓق‬ٛ‫ سٔاِ أحًذ ٔانب‬.... ُ‫َعهَٗ أَس َْٕدَ ََٔلَ أَس َْٕدَ َعهَٗ أَحْ ًَ َش إَِله ِبانت ه ْق َٕٖ أَ َبهه ْغت‬
Jabir ibn Abdullah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. berkhutbah di
depan kami pada pertengahan hari tasyri', beliau bersabda: Wahai
13
manusia! Ketahuilah sesungguhynya Tuhanmu Esa, nenek moyangmu
satu. Ketehauilah bahwa tidak ada kelebihan bagi orang Arab dari orang
non Arab, tidak pula ada kelebihan orang non Arab dari orang Arab, tidk
ada kelebihan orang yang berkulit merah dari yang berkulit hitam dan
tidak pula sebaliknya, kecuali karena takwanya. Bukankah telah saya
sampaikan.

13
Hasyim, Pendidikan Akhlak, 25.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perbedaan pada peserta didik perlu dipahami oleh seorang pendidik agar
jangan terlalu gegabah dalam merespon aksi peserta didiknya. Pendidik
tidak boleh mengatasi gejolak emosi peserta didik dengan luapan emosi
pula. Ia harus dapat memperlihatkan kesabaran, ketulusan dan kasih
sayangnya tampa menyimpan rasa dendam. Hal ini agar peserta didik bisa
menghargai dan menghormati pendidiknya.

DAFTAR PUSTAKA

A‟dlom, Syamsul. “Kiprah KH. Hasyim Asy‟ari dalam Mengembangkan

Pendidikan Agama Islam,” Jurnal Pustaka: Media Kajian


dan Pemikiran Islam 2, no. 1 (Febuari 2016): 22-23.

Amrulloh, Amrulloh. “Eksistensi Kritik Matan Masa Awal: Membaca

Temuan dan Kontribusi Jonathan Brown,” Kontemplasi:


Jurnal Ilmu Ilmu Ushuluddin 4, no. 1 (2015).

Amrulloh, Amrulloh. “The Narration Analysis of „Abbâd b. Ya „Qûb as A

Syiah Râfiḍah Narrator in The Main Hadith Book of


Sunni,” Jurnal Ushuluddin 27, no. 1 (2019): 44-61.
Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf (Bandung: CV. Pustaka Setia,

2010).Assegaf, Abd. Rahman. Filsafat Pendidikan Islam,


Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-
Interkonektif (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011).
Asy‟ari, Hasyim. Irsyād al-sāri fī jam„i mushannafāt al-shaykh hāsyim

asy„arī: Muassis al-ma„had al-islamī al-salafī tebuireng wa


jam„iyyah nahdhat al-„ulamā‟ (Jombang: Maktabah Turats al-
Islami, 2007).Asy‟ari, Muhammad Hasyim. Ādāb al-„ālim wa al-
muta„llim (Jombang: Maktabat al-Turāth al-Islāmī, 1415 H).

Anda mungkin juga menyukai