Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

BATASAN
KEMERDEKAAN
BERPENDAPAT
GURU
MAPEL :DRA.HJ.JASMIN

OLEH:
AZ-ZAHRAPUTRIKEYA
(X-4)
SMA NEGERI 1 KOTA TERNATE
JL.K.H.DEWANTARO
2023 / 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran


TUHAN YANG MAHA ESA,karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nyalah, makalah
ini dapat terselesaikan dengan baik,tepat
pada waktunya.Dengan membuat tugas ini
saya harap anda mampu untuk mengetahui
tentang
Batasan kemerdekaan berpendapat
menurut UUD NRI tahun 1945.
Saya sadar dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,oleh karena itu mohon beri
kritik dan saran agar pembuatan makalah ini lebih baik kedepannya.

TERNATE, 18 November 2023


AZ-ZAHRAPUTRIKEYSA
DAFTAR ISI COVER
⸻⸻⸻⸻
MAKALAH…………………………………………….i
KATA PENGANTAR……………………………….ii
DAFTAR ISI…………………………………………..iii

BAB 1 PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG…………………………………1
B.RUMUSAN MASALAH……………………………2
C.TUJUAN PENULISAN…………………………….3

BAB II PEMBAHASAN
A.BATASAN KEMERDEKAAN BERPENDAPAT
………………………………………………………………..3

BAB III PENUTUPAN


•KESIMPULAN…………………………………………..13
•SARAN…………………………………………………….14
•DAFTAR PUSTAKA…….14

BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar belakang

Kebebasan berpendapat merupakan hak setiap individu sejak dilahirkan


yang telah dijamin oleh konstitusi. Oleh karena itu, Negara Republik Indonesia
sebagai negara hukum dan demokratis berwenang untuk mengatur dan melindungi
pelaksanaannya. Kemerdekaan berpikir dan mengeluarkan pendapat tersebut diatur dalam
perubahan keempat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 E ayat (3)
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Kebebasan berekspresi termasuk kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak paling
mendasar dalam kehidupan bernegara. Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di muka umum pasal 1 ayat (1) kemerdekaan menyampaikan pendapat
adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya
secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Indonesia merupakan negara hukum tentu saja memiliki peraturan yang melindungi hak-hak asasi
manusia. Kehadiran hak asasi manusia sebenarnya tidak
diberikan oleh negara, melainkan asasi manusia menurut hipotesis john locke
merupakan hak-hak individu yang sifatnya kodrati, dimiliki oleh setiap insan

Dalam penyampaian informasi, subjek hukum yang paling berperan adalah pers. Undang-Undang
(UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menegaskan bahwa
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik
dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk
lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang
tersedia.2
Dalam peraturan tersebut terdapat penggolongan pers menjadi 2 macam yaitu pers nasional dan
pers asing. “Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia dan
pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan asing.”3 Segala pengaturan tentang
pers yang diberikan oleh pengaturan perundang-undangan untuk menjamin agar pers tidak
melakukan pemberitaan yang tidak faktual dan agar upaya yang dilakukan oleh pers dalam mencari
dan mengumpulkan informasi sesuai dengan norma-norma yang berlaku
dalam kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi pada kenyataannya, banyak sekali fakta yang
menggambarkan kebebasan pers yang kebablasan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan permasalahan yang
akan diteliti adalah sebagai berikut :
Apakah pertimbangan majelis hakim sesuai dengan asas perlindungan kebebasan berpendapat yang
dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
Untuk meneliti dan mengetahui pertimbangan majelis hakim sesuai dengan asas perlindungan
kebebasan berpendapat yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Batasan kemerdekaan berpendapat menurut UUD NRI tahun 1945.

“Kebebasan berekspresi bisa dibatasi. Misalnya, dalam pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik, jelas bahwa kebebasan berpendapat
dan berekspresi itu dibatasi dan ada dua pembatasannya.Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) mengamanatkan,
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) mengamanatkan,
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Kebebasan berpendapat di Indonesia sudah merupakan sebuah hak yang dilindungi oleh konstitusi.

1.)Pengertian batasan kemerdekaan berpendapat

“Setiap pembatasan kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi haruslah diatur oleh suatu
undang-undang yang sifatnya jelas dan ringkas, sehingga setiap orang dapat memahaminya, Pihak
yang memberlakukan pembatasan tersebut haruslah mampu menunjukkan kebutuhannya dan harus
dapat bersikap proporsional. Serta pembatasan tersebut harus didukung oleh pengamanan untuk
menghentikan adanya penyalahgunaan atas pembatasan tersebut dan memasukkan proses hukum
yang tepat,” ujar Wahiduddin.
sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945. Namun demikian, meskipun
bersifat fundamental, hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi tersebut bukanlah hak yang
bersifat mutlak.
A. Data penelitian ini berupa bahan hukum yang terdiri dari :
Bahan Hukum Primer
Yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F
2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal 311 (1)
3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1365
4) Undang-UndangNomor40Tahun1999tentangPers
5) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum
6) Peraturan Perundang-undangan lain yang terkait.
7) Putusan hakim yang berkaitan dengan perkara Pencemaran Nama Baik melalui media massa.

B.Bahan Hukum Sekunder


Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan

1) Buku-buku dan tulisan ilmiah yang berhubungan dengan masalah perbuatan melawan hukum;
2) Buku-buku dan tulisan ilmiah yang berhubungan dengan masalah pencemaran nama baik;
3) Buku-buku yang berhubungan dengan media massa, Buku-buku yang membahas tentang
metodologi penelitian;
4) Internet;
c. Bahan Hukum Tersier
Yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang terdiri dari:
1) Kamus Hukum karangan Yan Pramadya Puspa;
2) Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia;
3) Kamus Bahasa Belanda karangan S.Wojowasito
4) Kamus lengkap Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris
karangan Andreas Halim
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan studi
dokumen yaitu studi yang mempelajari bahan-bahan hukum mulai dari
14
bahan hukum primer, sekunder lalu tersier yang berhubungan dengan pokok permasalahan.
Penelitian ini akan menghasilkan data sekunder.
4. Metode Analisis
Penelitian hukum normatif menggunakan analisis kualitatif yaitu
analisis yang menggunakan ukuran kualitatif. Proses penalaran dalam menarik kesimpulan
digunakan metode berpikir deduktif. Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir.

(Sebagai ciri khas manusia yang mengekspresikan diri secara terbuka dapat memberikan aspek
non-konsekuensialis pada teori pengembangan pribadi. pengertian Arendtian, orang mungkin
mengaitkan ucapan dengan makna eksistensial: hanya dengan cara bicara manusia
mengekspresikan identitas unik mereka di antara yang lain di ranah publik.)
Pendapat yang dikemukakan oleh Arendt bisa menjembatani tentang hak kebebasan berpendapat
dengan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Arendt mengkategorikan kebebasan
berpendapat terkait dengan eksistensi manusia yang signifikan untuk mengungkapkan keunikan
identitasnya. Pendapat tersebut jika ditarik lebih jauh bisa ditafsirkan bahwa pembatasan kebebasan
berpendapat secara sewenang-wenang atau pelarangan kebebasan berpendapat secara mutlak,
berdampak manusia tidak dapat mewujudkan eksistensinya. Keterbatasan dalam perwujudan
eksistensi manusia, sama halnya dengan membatasi juga upaya untuk membuat manusia lebih
cerdas. Hasil akhir dari berbagai macam pembatasan kebebasan berpendapat, tanpa menimbang
eksistensi manusia dapat berakhir dengan komunitas yang eksklusif, jauh dari kata inklusif.
Pendapat dari Arendt, diakui juga dalam Pasal 4 huruf c UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat
di Muka Umum,
“Mewujudkan iklim yang kondusif bagi partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai
perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi.”
Kreativitas dan partisipasi merupakan bagian dari iklim demokrasi. Perlindungan terhadap
kebebasan berpendapat termasuk hal yang penting. Pengabaian terhadap perlindungan hak
kebebasan berpendapat bisa menyebabkan menurutnya tingkat partisipasi dan kreativitas dari
warga negara. Cara untuk menyampaikan pendapat juga aspek yang tidak boleh dilupakan sebagai
upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Arendt berpendapat ruang tersebut dinamakan sebagai
ruang penampakan (ersheinungsraum),[3]
“Ruang penampakan terjadi di tempat orang-orang saling berinteraksi dengan bertindak dan
berbicara; ruang itulah yang menjadi dasar pendirian dan bentuk negara…Ruang itu ada secara
potensial pada setiap himpunan orang, memang hanya secara potensial; ia tidak secara niscaya
diaktualisasi di dalam himpunan itu dan juga tidak dipastikan untuk selamanya atau untuk waktu
tertentu…”

Dasar Hukum:
● Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
● Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

1. Salah satu tujuan dari negara demokrasi adalah membentuk situasi perlindungan dan penegakan
hak asasi manusia. Hal ini tercermin dalam Deklarasi Universal HAM Pasal 21 ayat (3)

Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam
pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan murni, dengan hak pilih yang bersifat umum
dan sederajat, dengan pemungutan suara secara
rahasia ataupun dengan prosedur lain yang menjamin kebebasan memberikan suara.

2. Kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Negara
yang demokratis tercermin dari adanya perlindungan terhadap kebebasan berkumpul,
mengemukakan pendapat, dan diskusi terbuka.1 Sebagai negara dengan kedaulatan yang berada di
tangan rakyat, perlindungan terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat dapat mendukung
pengawasan, kritik, dan saran terhadap penyelenggaraan pemerintah

3. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan


menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi,
merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan
kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.2
4. Kebebasan ekspresi memerlukan jaminan perlindungan hak memperoleh informasi yang
merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik, yang merupakan salah satu ciri
penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan
penyelenggaraan negara yang baik.3
B. KebebasanBerekspresidanBerpendapatsebagaiHakdanKebebasanDasar
Universal
5. Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyatakan “semua orang dilahirkan
merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani
dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan”. Salah satu universalitas kebebasan
ekspresi diatur dalam Pasal 19 DUHAM, yang menyatakan:

“Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini
termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima
dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak
memandang batas-batas.”
6. Sejak Indonesia merdeka di tahun 1945, melalui Konstitusi menegaskan kebebasan berekspresi
dalam Pasal 28, dan kini dipertegas dalam Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI 1945), yang menyatakan ““Setiap orang berhak
atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat;
. Ini bermakna sejak awal pengakuan atas kebebasan tersebut memiliki sejarah yang sama
panjangnya dengan negara ini lahir.
7. Ketetapan (TAP) MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia,
a. bagian Menimbang, huruf (c) menyatakan “bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian masyarakat
dunia patut menghormati hak asasi manusia yang termaktub dalam Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa serta
berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia;
b. bagian Landasan, angka 1 disebutkan “Bangsa Indonesia mempunyai pandangan dan sikap
mengenai hak asasi manusia yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur
budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945”;
c. bagian Landasan, angka 2 disebutkan “Bangsa Indonesia sebagai anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai tanggung jawab untuk menghormati Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia dan berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia;
d. bagian Pendekatan dan Substansi, huruf (a) disebutkan “Perumusan substansi hak asasi manusia
menggunakan pendekatan normatif, empirik, deskriptif, dan analitik sebagai berikut: a. Hak asasi
manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup,
kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau
diganggu gugat oleh siapapun.”
8. Resolusi Majelis Umum PBB 48/121 tentang Deklarasi Vienna menyatakan:
a. “semua negara memiliki kewajiban melakukan penghormatan universal atas, dan kepatuhan serta
perlindungan terhadap, semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar untuk semua sesuai
dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, instrumen lainnya berkaitan dengan hak asasi
manusia, dan hukum internasional. Sifat universal dari hak dan kebebasan ini adalah pasti;
b. Komunitas Internasional masyarakat harus memperlakukan hak asasi manusia secara global
dengan cara yang adil dan setara, dengan pijakan yang sama, dan dengan penekanan yang sama.
9. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:
a. Bagian Menimbang, huruf (b) menyebutkan “bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang
secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus
dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh
siapapun;

b. Bagian Menimbang, huruf (d) menyebutkan “bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung
tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi
manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia”;
c. Pasal 75 huruf (a) menyebutkan “Komnas HAM bertujuan: a. mengembangkan kondisi yang
kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945
dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia”.
10. Prinsip Umum No. 7: “semua hak asasi manusia bersifat universal, tak terpisahkan saling
tergantung, dan saling terkait. Semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar dalam Deklarasi
ini harus diperlakukan dengan adil dan setara, dengan pijakan yang sama dan dengan penekanan
yang sama. Pada saat yang sama, realisasi hak asasi manusia harus dipertimbangkan dalam konteks
regional dan nasional mengingat perbedaan latar belakang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya,
sejarah dan agama”

D. Peran Komnas HAM RI dalam Penyusunan SNP


Latar Belakang dan Kewenangan Komnas HAM RI
41. Komnas HAM RI sesuai dengan amanat Pasal 76 ayat (1) jo. Pasal 89 ayat (1) Undang- undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, mempunyai kewenangan melaksanakan
pengkajian dan penelitian, termasuk pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan
perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia. Dalam hal ini, Komnas HAM RI
mempunyai kewenangan yang lebih signifikan dan strategis dalam usaha preventif atau pencegahan
terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.

45. Dasar penyusunan Standar Norma dan Pengaturan yang dilakukan Komnas HAM RI ini dapat
dilihat dari:
- Substantif: mengatur berbagai norma hukum HAM, berbagai putusan Pengadilan khususnya
Mahkamah Konstitusi, praktek hukum dan HAM;
- Prosesnya, Komnas HAM RI melibatkan berbagai pihak (negara, lembaga, kelompok masyarakat,
akademisi, organisasi, dan individu), membuka diri untuk partisipasi publik, termasuk melalui forum-
forum diskusi, website Komnas HAM RI, dan lain- lain;
- Pemerintah diharapkan dan didorong untuk memastikan tidak ada kebijakan dan tindakan yang
bertentangan dengan norma HAM sejak perencanaan, pengaturan, dan pelaksanaan, serta
memastikan proses hukum dan pemberian sanksi bagi pelaku atas tindakan yang melanggar norma
HAM;
- Penegak hukum diminta untuk melakukan tindakan yang memastikan adanya perlindungan hukum
yang adil terhadap warganya dalam pemenuhan HAM, penegakan hukum;
- Koorporasi atau swasta, didorong untuk menghormati hak asasi pekerja dan masyarakat,
menghindari perlakuan yang melanggar norma HAM, memastikan patuh atas penyelesaian yang adil
dan layak untuk suatu tindakan yang melanggar HAM;
- Individu atau masyarakat, diharapkan mengerti dan memahami segala hal terkait dengan tindakan
yang melanggar norma HAM sehingga dapat memastikan hak asasinya terlindungi, tidak melakukan
atau perbuatan yang melanggar norma HAM dan dapat memicu konflik sosial lebih luas, dan
membangun sikap saling pengertian dan toleransi.
46. Selain itu, penyusunan Standar Norma dan Pengaturan ini juga mewajibkan negara untuk
menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak-hak asasi manusia, menahan diri untuk
tidak mencampuri urusan individu, karena campur dapat merusak esensi dari hak itu sendiri.
Kemudian juga, negara wajib untuk menjaga agar tidak ada pihak ketiga yang mengganggu
penikmatan hak setiap orang, karena Pemerintah adalah perisai atas potensi ancaman dan
gangguan dari pihak lain, termasuk menjamin tidak adanya tindakan melanggar norma HAM oleh
individu atau organisasi.
Dasar Hukum
47. Negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi dan melindungi hak tersebut. Karena kebebasan
berekspresi dan berpendapat dilindungi Konstitusi Indonesia, pasal 28E ayat (3) UUD RI 1945,
kemudian juga dipertegas perlindungan dan jaminan tersebut di Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 25 UU
No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 2 ayat (1) UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Mengemukakan Berpendapat di Muka umum,pasal 19 DUHAM,dan pasal 9 KIHSP.

Hukum Nasional
146. Hukum Indonesia mengakui kebebasan berekspresi, termasuk ekspresi artistik. Demikian pula
perlindungan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan sebagai
salah satu upaya Indonesia dalam memajukan seni. Dalam Pasal 5 disebutkan bahwa 10 objek fokus
pemajuan kebudayaan, meliputi tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritual, pengetahuan
tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.

Hak atas Kebebasan Berpendapat/Beropini dan Kebebasan Berekspresi adalah hak-hak asasi yang
fundamental dan penting dalam negara yang demokratis. Kebebasan berpendapat dan berekspresi
diperlukan untuk mewadahi ide, gagasan, pemikiran, sikap dan sebagainya serta penting untuk
memastikan berjalannya proses-proses demokrasi. Hak-Hak tersebut telah diakui dan dijamin dalam
berbagai instrumen HAM internasional dan nasional, termasuk diakui dan dijamin dalam Konstitusi
Indonesia yakni Undang-Undang Dasar 1945.

Format Kursus
● Lembaga penyelenggaran: datum Indonesia
● Subjek: Humaniora
● Tingkat: Basic/Dasar
● Prasyarat:
● Bahasa Indonesia :Pengantar dasar-dasar HAM
● Durasi: 120 menit

● Tetapi, kebebasan berpendapat bukan berarti kita dapatberpendapat mengenai apa pun,
kapan pun, dan dimana pun,karena pada kenyataannya, ada hal-hal tertentu yang
menjadipertimbangan dalam pelaksanaan kebebasan berpendapat, inidapat menjadi topik
tersendiri bagi tulisan lain, karena hinggasaat ini batasan dari kebebasan berpendapat masih
dipertebatkandengan fenomena adaya paham alternative right, political correctness, hoaks,
kebenaran alternatif, dan lain sebagainya,sehingga tidak dapat saya sebagai penulis untuk
membahasnyadalam tulisan singkat saya ini mengenai pentingnya kebebasanberpendapat.

● Menyampaikan pendapat merupakan perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi

setiap warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
● Referensi:
● UUD 1945
● UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
● UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Berpendapat di Muka Umum


● (…ketika kebebasan berpendapat diterima, ada prinsip yang menyatakan bahwa pendapat
kurang tunduk pada regulasi (dalam teori politik) daripada bentuk perilaku lain yang memiliki
efek yang sama atau setara. Berdasarkan prinsip kebebasan berbicara, setiap tindakan
pemerintah untuk mencapai tujuan, apakah tujuan itu positif atau negatif, harus memberikan
justifikasi yang lebih kuat ketika pencapaian tujuan itu …)
● Penjelasan di atas tepat untuk menjelaskan kebebasan berpendapat, sebab Schauer
menjelaskan bahwa kebebasan berpendapat berkaitan dengan pendapat yang tidak penuh
pada aturan tertentu, bisa digunakan untuk tindakan pemerintah, dan memiliki tujuan
tertentu. Menimbang beberapa ciri yang disampaikan untuk menjelaskan kebebasan
berpendapat, maka penting untuk melihat kesamaannya sesuai dengan regulasi di Indonesia.
Kesamaan tersebut untuk mencari tahu terkait dengan tujuan dari penggunaan kebebasan
berpendapat di Indonesia.
● Pengaturan hukum di Indonesia mengenai hak kebebasan berpendapat terdapat dalam
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (selanjutnya disingkat UU Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum). Jaminan perlindungan hak kebebasan
meyampaikan pendapat ini diatur secara umum dalam dua peraturan perundang-undangan
tersebut. Perlindungan kebebasan berpendapat diatur secara spesifik dalam Pasal 28E ayat
(3) UUD 1945,


● Mengapa harus ada kebebasan berpendapat?


● Kebebasan berpendapat dan berekspresi diperlukan untuk mewadahi ide, gagasan,
pemikiran, sikap dan sebagainya serta penting untuk memastikan berjalannya.

● BAB III
● PENUTUP

● D.KESIMPULAN
1.Bahwa pembatasan kemerdekaan berpendapat dalam undang undang 1945/yang dilakukan oleh
negara terhadap hak-hak di luar non derogable rights diperbolehkan dan mencakup:
A.KETENTUAN UMUM Kebebasan berpendapat merupakan hak setiap individu sejak dilahirkan yang
telah dijamin oleh konstitusi.
B.PRINSIP Kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan salah satu aspek penting
demokrasi.
C.KELEMBAGAAN kebebasan berpendapat bukan berarti kita dapatberpendapat mengenai apa pun,
kapan pun.
D.CARA PEMBERIAN batasan kemerdekaan berpendapat.
E.HAK DAN KEWAJIBAN DALAM batasan kemerdekaan berpendapat.
F.BENTUK DALAM PELAKSANAAN Pengantar dasar-dasar (HAM).

*SARAN*
Kemerdekaan mengemukakan pendapat adalah hak setiap manusia yang ingin menyampaikan
aspirasinya demi kepentingan bersama.Selain hak setiap warga manusia,kemerdekaan
mengemukakan pendapat juga merupakan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kebebasan berpendapat merupakan salah satu upaya pemenuhan HAK ASASI manusia,maka agar
kebebasan berpendapat tidak menimbulkan konflik,masyarakat dituntut untuk pandai dalam
mengutarakan maksud dengan baik dan benar, tidak mengandung SARA dan juga mentaati aturan
yang berlaku. Selain itu,pemerintah harus lebih berhati-hati pula dalam menangkap pelaku
pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat supaya tidak terjadinya pelanggaran terhadap hak
asasi manusia.

DAFTAR PUSTAKA
:BUKU:

Abdulkadir Muhammad, 2004,Hukum dan penelitian Hukum ,PT.Citra Aditya Bakti, bandung.

Bagir Manan, 2001,perkembangan pemikiran dan pengaturan Hak asasi manusia di


Indonesia,Alumni,Bandung.

Bahder johan Nasution, 2011, Negara hukum dan hak asasi manusia,Mandar Maju,bandung.

Budiyanto,2003,Dasar-dasar ilmu Tata negara,Erlangga,Jakarta.

Carl J. Friedrich, 1967,constitutional Government and Democray: Theory and practice in Europe and
America, 5th edition: Weldham, Mass: Blaisdell Publisting Company

Daniel dhakidae, 2001, the long and winding Road:Constraints to democracy in


Indonesia,Mizan,Bandung.

Deliar noer, 1983, pengantar kepemilikan politik, CV. Rajawali, jakarta.

Dwi sulisworo, 2012, Bahan ajar program studi pendidikan kewarganegaraan, Unirvesitas Ahmad
Dahlan, Yogyakarta.

Edward Aspinall, 2000, Bagaimana peluang Demokratisasi, Lkis, Yogyakarta.

Eric barendt, 2005, Freedom of speech, Oxford journal of legal studies,United kingdom.

E.C.S. Wade dan G. Gogfrey, 1970, Constitutional Law: An Outline of the law and practice of
the Citizen and the including Central and Local Government,the citizen and the state and
administrative Law, Longman, London.

Franz Magnis suseno, 2001, Etika politik;


Prinsip-prinsip moral dasar kenegaraan Modern,PT Gramedia pustaka utama,Jakarta.

F.isjwara, 1980, pengantar ilmu politik, Dhiwantara,Bandung.

Gauba,2003 ,An Introduction to political Theory,Macmilian, India.

Hamid basyaib, 2006, Membela kebebasan,Freedom institute,Jakarta.

Herbert Feith, 1973, The decline Of Constitutional Democracy in Indonesia, Cornell University
prees,London.

Huala Adolf, 2011, Aspek-aspek Negara dalam hukum internasional, keni Media, Bandung.

https://repository.unpar.ac.id/bitstream/handle/123456789/10217/Bab5%20-
%20Daftar%20Pustaka%20-%202015024sc-p.pdf?sequence=3&isAllowed=y……………………..


Anda mungkin juga menyukai