Anda di halaman 1dari 23

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI

LINGKUNGAN
(Studi Banding Lingkungan wisata Gunung Merapi dan Gunung
Tangkuban Perahu)
disusun untuk memenuhi tugas project based learning

Oleh:

Becky Sukma Nurrachma 0055196874


Dziqrina Fauziah Silvani 0061990393
Nabila Amalia Ramadhania 0051425497
Zaskia Andhara Dwi Putri 0069014466

XII ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 15 BANDUNG
Jalan Sarimanis I No.1 Sarijadi Bandung Telp. (022) 2011975
KOTA BANDUNG
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Kelompok 4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Lingkungan Alam (Studi
Banding Gunung Merapi dan Gunung Tangkuban Perahu)

Disetujui dan disahkan oleh :

Wakil Kepala Ur. Kurikulum Pembimbing

Hana Juhana, S.Pd Mujibudin Sholeh, S.Pd


NIP. 197303211999031006 NIP. -

Mengetahui dan Menyetujui


Kepala SMAN 15 Bandung

Dr. Toto Suharya, S.Pd, M.Pd


NIP. 197508022000031002

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iv
BAB I...................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................3
KAJIAN PUSATAKA.........................................................................................3
2.1 KAJIAN PUSTAKA.................................................................................3
2.1.1 Kondisi Lingkungan................................................................................3
2.1.2 Penebangan Pohon...................................................................................4
2.1.3 Pencemaran Sampah................................................................................4
2.1.4 Kualitas Air..............................................................................................5
2.2 Gunung Merapi...........................................................................................6
2.3 Gunung Tangkuban Perahu.......................................................................8
BAB III...............................................................................................................10
PEMBAHASAN................................................................................................10
3.1 Perbandingan Kondisi Pepohonan antara Gunung Merapi dan Gunung
Tangkuban Perahu..........................................................................................10
3.2 Perbandingan Kondisi pencemaran sampah antara Gunung Merapi dan
Gunung Tangkuban Perahu............................................................................12
3.3 Perbandingan Kondisi kualitas air antara Gunung Merapi dan Gunung
TangkubaKondisi air tanah pasca erupsi Gunung Merapi..............................13
BAB IV...............................................................................................................14
KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................................14
4.1 Kesimpulan...............................................................................................14
4.2 Saran.........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................15
LAMPIRAN.......................................................................................................15

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat-Nya, yang telah memberikan kenikmatan terutama nikmat iman,
islam, dan ikhsan. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Lingkungan”. Selain sebagai tugas, para
pembaca juga dapat mengetahui tentang pentingnya menjaga lingkungan alam.

Pembuatan laporan ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas project


based learning. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar menambah
pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman, maka kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah
ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan di masa yang akan datang.

Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang memerhatikan dan
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya.

Bandung, Desember 2023

Penyusun

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Lingkungan merupakan suatu hal yang penting bagi kehidupan manusia


maupun makhluk hidup lainnya. Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada
di sekitar manusia serta mempengaruhi kehidupan manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung. Lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu lingkungan
biotik dan lingkungan abiotik. Lingkungan biotik adalah lingkungan yang hidup,
misalnya tanah, pepohonan, dan para tetangga. Sementara abiotik mencakup
benda-benda tak hidup. Masalah tempat wisata sudah tidak ramah lingkungan
terjadi penebangan pohon yang mengakibatkan kurangnya resapan air, tanah
menyerap sinar matahari terlalu banyak sehingga menjadi sangat kering dan
gersang, sehingga nutrisi dalam tanah mudah menguap, Maghfur M. (2010).
Sampah juga dapat mencemari lingkungan sungai dan menghambat proses air
kedalam tanah dan menjadikan tidak sehat, sama hal nya dengan sampah yang di
bakar di pekarangan rumah mengingat pembakaran sampah, apalagi sampah
anorganik, dapat merusak lingkungan jika dilakukan secara terus-menerus.
Kualitas air dalam lingkungan berkarakteristik mutu yang dibutuhkan untuk
pemanfaatan tertentu dari sumber-sumber air, dengan adanya standar kualitas air,
orang dapat mengukur kualitas dari berbagai macam air.

Maka dari itu kelompok kami melakukan penelitian dengan judul


“Pengaruh penebangan pohon, pencemaran sampah,dan kualitas air terhadap
kondisi lingkungan (studi banding lingkungan wisata gunung merapi dan gunung
tangkuban perahu).

v
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana dampak penebangan pohon terhadap lingkungan di gunung
tangkuban perahu dan di gunung merapi?
2. Bagaimana dampak pencemaran sampah terhadap lingkungan di gunung
tangkuban perahu dan di gunung merapi?
3. Bagaimana kualitas air terhadap lingkungan di gunung tangkuban perahu dan
di gunung merapi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dampak penebangan pohon terhadap lingkungan di gunung
tangkuban perahu dan di gunung merapi.

2. Mengetahui dampak pencemaran sampah terhadap lingkungan di gunung


tangkuban perahu dan di gunung merapi.

3. Mengetahui bagaimana kualitas air terhadap lingkungan di gunung tangkuban


perahu dan di gunung merapi.

vi
BAB II
KAJIAN PUSATAKA

2.1 KAJIAN PUSTAKA


2.1.1 Kondisi Lingkungan
Menurut Maghfur M. (2010), lingkungan adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, sumber daya, energi, keadaan, dan makhluk hidup termasuk juga
manusia dan perilakunya yang memengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Hal ini
sejalan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997. Lingkungan terdiri dari
lingkungan hidup alami dan lingkungan hidup buatan, lingkungan hidup alami
adalah lingkungan hidup yang terbentuk karena proses alam. Lingkungan hidup
buatan terjadi karena adanya campur tangan manusia dengan menggunakan
teknologi yang dimiliki, baik teknologi sederhana maupun teknologi modern.

Lingkungan sehat merupakan segala sesuatu disekitar yang dapat


mempengaruhi perkembangan hidup manusia, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Lingkungan yang sehat akan berdampak baik bagi kehidupan manusia.
Begitu juga sebaliknya, lingkungan yang buruk akan berdampak buruk pula bagi
kehidupan manusia yang dapat mengakibatkan manusia tidak dapat menjalani
kehidupan yang nyaman. Lingkungan tidak sehat adalah lingkungan yang
kondisinya kotor dan tercemar. Tentu bukan hal yang bagus untuk tinggal di
lingkungan seperti ini. Karena efek lingkungan tidak sehat adalah bisa
menyebabkan dampak buruk bagi orang-orang yang tinggal di sekitarnya, seperti
penyakit dan sampah.

Dengan demikian, kondisi lingkungan terdiri dari lingkungan alami dan


lingkungan buatan. Lingkungan hidup alami adalah lingkungan hidup yang
terbentuk karena proses alam, lingkungan hidup buatan terjadi karena adanya
campur tangan manusia. Lingkungan yang sehat akan berdampak baik bagi
kehidupan manusia. Begitu juga sebaliknya, lingkungan yang buruk akan
berdampak buruk pula bagi kehidupan manusia.

vii
2.1.2 Penebangan Pohon
Pohon dalam kehidupan manusia merupakan sumberdaya alam hayati serta
ekosistemnya berfungsi dan memiliki peran yang sangat vital. Mengingat bahwa
pohon berfungsi ekologis, juga berfungsi dan bernilai ekonomis. Sebagai
pemenuhan bagi kebutuhan hidup manusia sehari-hari. Hal itu membuat
terjadinya penebangan pohon secara liar tanpa izin atau illegal logging. Illegal
logging merupakan rangkaian kegiatan yang mencangkup penebangan,
pengangkutan, pengolahan hingga kegiatan jual beli termasuk ekspor impor kayu
yang tidak sah bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku.

Menurut pendapat Haryadi Kartodiharjo tahun 2018, Illegal logging/


penebangan hutan merupakan penebangan kayu secara tidak sah dan melanggar
peraturan perundang-undangan, yaitu berupa pencurian kayu didalam kawasan
hutan Negara atau hutan hak (milik) dan atau pemegang ijin melakukan
penebangan lebih dari jatah yang telah ditetapkan dalam perizinan.

Dengan demikian, Illegal logging merupakan rangkaian kegiatan yang


mencangkup penebangan, pengangkutan, pengolahan hingga kegiatan jual beli
kayu yang tidak sah.

2.1.3 Pencemaran Sampah


1. Menurut Tanjung, Sampah merupakan sesuatu yang tidak berguna lagi, yang
dibuang oleh pemakainya.

2. Menurut Bahar, Sampah merupakan barang buangan berupa bahan padat yang
mengakibatkan turunnya nilai estetika lingkungan, nilai sumber daya, membawa
penyakit, menimbulkan polusi, menyumbat saluran air, & banyak dampak negatif
lainnya.

3. Menurut Kodoatie, Sampah merupakan limbah atau barang buangan yang


bersifat padat ataupun setengah padat, yang berasal dari hasil dari kegiatan
perkotaan atau siklus kehidupan makhluk hidup.

viii
4. Munurut Mustofa, Sampah merupakan bahan yang sudah tidak berharga dalam
pemakaian, barang cacat atau rusak.

5. Menurut Wijaya Jati, Sampah merupakan konsekuensi dari aktivitas manusia.

6. Menurut Setyo Purwendro, Sampah merupakan bahan yang padat telah dibuang
dari aktivitas rumah, tangga, hotel, pasar, industri, & aktivitas manusia lainnya
sehingga sampah juga dapat diartikan sebagai sampingan dari aktivitas manusia
yang tidak terpakai.

7. Menurut Darmadi, Sampah merupakan produk buangan yang berbentuk padat


dengan komposisi bahan organik dan anorganik.

8. Menurut Azwar, sampah merupakan hal yang tidak disenangi, tidak terpakai
lagi, berasal dari kegiatan manusia & bersifat padat.

9. Menurut Basriyanta, Sampah merupakan barang yang dianggap tidak dapat


dipakai lagi & dibuang oleh pemakai sebelumnya, akan tetapi masih akan
mungkin dapat dipakai atau diolah kembali.

Dengan demikian, pencemaran sampah adalah perubahan kondisi lingkungan


yang disebabkan oleh sampah barang buangan berbentuk padat yang berasal dari
hasil kegiatan manusia.

2.1.4 Kualitas Air


Penyediaan air bersih merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus
terpenuhi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia
dalam jangka panjang. Potensi air permukaan di Indonesia tergolong cukup besar.
Hasil riset W. Hatmokoet al. (2012) sebagaimana dikutip oleh Asian Development
Bank (2016) menyebutkan bahwa potensi air permukaan di Indonesia mencapai
3.906.476 juta m3 per tahun dengan persentase tertinggi di Kalimantan (34%),
diikuti oleh Sumatera (22%), Sulawesi (8%), dan Jawa (4%).Namun demikian
krisis air bersih masih menjadi isu global di beberapa tahun terakhir. Eksistensi air
bersih menjadi suatu hal mutlak yang kemudian harus diupayakan dengan serius
oleh seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS)
mencatat sampai dengan tahun 2017 di Indonesia hanya 67,89 persen rumah

ix
tangga yang memiliki akses sanitasi layak dan sebesar 72,04 persen rumah tangga
memiliki sumber air minum layak yang sebagian besar berada di wilayah
perkotaan. Dalam menjamin dan meningkat-kan ketersediaan air bersih, Indonesia
telah mengimplementasikan program 100-0-100.

Program tersebut mentargetkan bahwa di tahun 2019 tercapai pelayanan


akses universal air minum dan sanitasi untuk seluruh masyarakat, serta tercipta
kota tanpa kawasan kumuh di Indonesia. Salah satu dampak yang juga diharapkan
dari program 100-0-100 adalah meningkatnya kualitas lingkungan hidup diseluruh
wilayah tanah air. Kualitas lingkungan hidup di Indonesia yang diproksi dari
angka Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) masuk ke dalam kategori
Cukup Baik (range indeks 60-70). Penurunan IKLH masih tercatat di tahun 2016
dengan capaian indeks yang hanya sebesar 65,73 setelah di tahun sebelumnya
mampu mencapai 68,23. Penurunan tersebut salah satunya disumbang oleh
kontribusi 60,38 di tahun 2016. Provinsi Jawa Barat memberi berkontribusi paling
besar dalam penurunan IKA nasional, yaitu sebesar 77,95% (Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2017: 29).

Dengan demikian, kualitas air adalah tingkat kondisi air yang


menunjukkan kondisi tercemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam
waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan.

2.2 Gunung Merapi


Gunung Merapi merupakan salah satu gunung aktif di Indonesia yang
memiliki daya tariknya tersendiri. Bagi kaum muda, mulai dari daya tarik
pariwisata hingga studi penelitian yang menyenangkan merupakan hal-hal yang
sayang untuk dilewatkan. Akan tetapi, ketenaran Gunung Merapi dikalangan
kaum muda tersebut tidak di iringi dengan daya tarik terhadap kisah dibalik
terbentuknya gunung. Kisah tentang bagaimana Gunung Merapi terbentuk, yang
disampaikan dari masa ke masa, saat ini mulai dilupakan. Permasalahan tersebut
muncul bukan tanpa alasan. Minimnya pembahasan mengenai cerita rakyat
tersebut serta pengarsipan yang kaku membuat kaum muda tidak tertarik untuk
mengetahuinya.

x
Proses perancangan buku dilakukan dengan cara observasi literatur fisik
maupun digital. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kaum pra-remaja
membutuhkan media yang kreatif dan informatif agar tertarik dan mau
mengetahui serta ikut melestarikan cerita rakyat asal mula Gunung Merapi.
Gunung Merapi (ketinggian puncak 2.968 m.dpl) merupakan salah satu gunung
berapi di bagian Tengah Pulau Jawa dan salah satu gunung api teraktif di
Indonesia. Lereng sisi berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta , wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang
di sisi Barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten
di sisi tenggara. Kawasan hutan disekitar puncaknya menjadi kawasan taman
nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004. Gunung Merapi adalah Gunung
termuda dalam rangkaian Gunung Merapi yang mengarah ke selatan dari Gunung
Ungaran. Gunung ini terbentuk karena aktivitas di zona subduksi lempang Indo-
Australia yang bergerak ke bawah lempeng Eurasia menyebabkan munculnya
aktivitas vulkanik di sepanjang bagian Tengah pulau Jawa (anonim, 2005).
Kawasan gunung merupakan salah satu contoh kawasan yang sangat menarik
untuk di teliti. Berbagai jenis vegetasi tertentu yang terdapat pada semua
ketinggian, sementara jenis lain hanya ditemukan pada ketinggian tertentu.

Jenis vegetasi tertentu melimpah di kawasan lembah, kemudian seiring


meningkatnya ketinggian, kelimpahan jenis tumbuhan sedikit demi sedikit
menurun, bahkan tidak di jumpai di kawasan puncak atau bisa terjadi sebaliknya,
tidak di jumpai di kawasan lembah. Semakin meningkat ketinggian suatu tempat
di suatu gunung. Kelimpahan jenis vegetasi makin menurun, hampir tidak
ditemukannya vegetasi jenis pohon atau tumbuhan pada ketinggian di puncak
gunung, ditemukannya zonasi vegetasi, sedangkan pada ketinggian tertentu akan
di dominasi oleh vegetasi jenis tertentu. Seiring dengan bertambahnya ketinggian,
pohon atau tumbuhan ditemukan ukuran batang makin pendek, ranting makin
kecil dan berlekuk-lekuk, daun makin kecil dan tebal. Letusan Gunung Merapi
tahun 2010 adalah rangkaian peristiwa Gunung berapi yang terjadi di Gunung
Merapi Indonesia.

Aktivitas seismik dimulai pada akhir September 2010, dan menyebabkan


letusan Gunung Berapi pada hari Selesai tanggal 26 Oktober 2010,

xi
mengakibatkan sedikitnya 165 orang tewas. Selain itu secara dominan letusan
Merapi mengakibatkan rusak atau bahkan musnahnya segala kehidupan yang
berada pada titik rawan Gunung Merapi. Hutan yang pada awalnya lebat hijau
menjadi gundul dan gersang akibat dari semburan lava pijar dan awan panas.
Kerusakan terbesar terjadi pada kawasan Yogyakarta dan Klaten. Dikawasan
hutan Merapi yang berada di daerah Kabupaten Klaten adalah hutan yang paling
lebat vegetasinya sebelum letusan Gunung Merapi 2010.

Di kawasan ini hutannya jarang sekali terjamah oleh tangan-tangan


manusia atau para pendaki. Segala macam jenis tubuhan dataran tinggi
kemungkinan ada, mulai dari Lichenes, rumput, semak,dan pohon yang akhirnya
lenyap akibat Letusan Gunung Merapi. Dari hasil observasi, perlu dilakukan oleh
penelitian untuk mengeksplorasi dan inventarisasi tumbuhan pasca letusan
Gunung Merapi di jalur pendakian Balerante. Banyak habitat tumbuhan yang
rusak akibat dari bencana alam Gunung Merapi tahun 2010 yang menyebabkan
terjadi suksesi primer dikawasan tersebut.

2.3 Gunung Tangkuban Perahu


Gunung Tangkuban Perahu adalah salah satu objek ekowisata di Kota
Bandung. Pemahaman ekowisata yakni tempat pariwisata yang berwawasan
lingkungan dan tetap mengembangkan pariwisata tanpa merusak keseimbangan
alam. Selain itu, Gunung Tangkuban Perahu memiliki kawasan hutan dan
termasuk taman wisata alam dan memiliki unsur muatan budaya yang terkandung
di dalamnya. Gunung ini bentuknya seperti perahu terbalik dengan puncak
tertinggi 2.084 mdpl. Menurut Berliana (2017:6), pengembangan pariwisata yang
berbasis alam seperti ekowisata yang memiliki Kawasan hutan dan gunung adalah
kombinasi antara usaha pemerintah daerah untuk melakukan konservasi alam dan
kegiatan ekonomi. Selain itu, ekowisata juga merupakan upaya untuk
menyediakan sarana edukasi, penelitian, rekreasi dan manfaat ekonomi dalam satu
konsep lokasi wisata. Lebih lanjut, konsep ekowisata tidak terlepas dari proses
terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu yang memiliki makna tersendiri untuk
menjaga cultural heritage. Konsep pembangunan ekowisata Gunung Tangkuban

xii
Perahu dibangun berdasarkan fondasi warisan budaya Gunung Tangkuban Perahu
falsafah Sunda. Tidak dapat dipungkiri bahwa budaya Sunda melekat pada proses
terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu. Meskipun tidak termasuk gunung api
terbesar di Indonesia, namun gunung ini memiliki maknakhusus bagi masyarakat
Sunda.

Kawasan Tangkuban Perahu identik dengan Franz Wilhem Junghuhn


yakni seorang geologi yang telah menjelajahi penggunungan di Pulau Jawa. Ia
menuliskan dalam buku Topografische und naturwissenschaftliche Reisen durch
Java atau Perjalanan Topografi dan Ilmiah Melintasi Jawa pada 1845 (Afrodita
dkk, 2012:25). Keindahan Gunung Tangkuban Perahu menurut
Gregorius(2015:409) sudah diakui sejak zaman kolonial pada tahun 1913
wisatawan asing telah berkunjung ke Gunung Tangkuban Perahu dengan
transportasi darat meskipun saat itu masih terbatas karena kendala fasilitas akses
jalan menuju lokasi. Tempat ini menjadi objek wisata yang menarik bagi
wisatawan sejak dibuka untuk umum pada 1928. Kemudian pada 1928-1932,
Bandoeng Vooruit membangun infrastruktur jalan ke Gunung Tangkuban Perahu.
Selain itu, fasilitas penunjang seperti penginapan juga mulai didirikan pada era
itu. Hal ini menunjukan daya tarik taman wisata alam Gunung Tangkuban Perahu
telah berhasil menarik wisatawan pada zaman kolonial terdahulu. Lebih lanjut,
Afrodita, dkk (2012:26) menjelaskan bahwa lokasi pariwisata ini juga menjadi
salah satu sektor ekonomi yang berkelanjutan untuk penduduk sekitar. Bahkan
jumlah penjual souvenir atau pedagangyang berjualan mencapai 90% adalah
penduduk lokal. Hal ini membuktikan bahwa Tangkuban Perahu telah menjadi
sumber pendapatan penduduk sekitar.

xiii
Gunung Tangkuban Perahu tidak hanya memiliki manfaat pada
masyarakat sekitar dengan konsep ekowisata dan green economy, tetapi juga
sangat kental pada unsur sejarah dan falsafah hidup Sunda sebagai bagian dari
cultural heritage. Legenda tentang terjadinya Gunung Tangkuban Perahu tidak
terlepas dari dua sosok penting yakni Dayang Sumbi dan Sangkuriang. Dalam
filsafat ilmu, terbentuknya sebuah budaya yang menjadi adat istiadat dan ilmu
tentunya memiliki sejarah dan filosofi yang kuat. Konsep budaya yang melekat
dalam legenda Tangkuban Perahu adalah terkait larangan incest atau pernikahan
sumbang yang secara falsafah mengajarkan ketidakbaikan. Gunung Tangkuban
Perahu mengajarkan bagaimana budaya dan nilai-nilai wawasan budaya lokal
melekat kuat dalam mitos keberadaanya dan merasuk dalam falsafah Sunda.
Artikel ini akan membahas dan menyajikan sejarah dan konsep nilai-nilai warisan
budaya lokal yang melatar belakangi Gunung Tangkuban Perahu dikaitkan
dengan cultural heritage dalam ekowisata dan green tourism.

BAB III
PEMBAHASAN

xiv
3.1 Perbandingan Kondisi Pepohonan antara Gunung Merapi dan Gunung
Tangkuban Perahu

Dari hasil penelitian kami kepada narasumber yang bernama Bapak


Maryono Seorang driver jeep Lava Tour Merapi, pada erupsi tahun 2006 terdapat
lima tingkat kerusakan di empat lokasi pohon tusam atau pinus (Pinus merkusii)
yang terkena dampak awan panas (wedhus gembel) yaitu, pohon terbakar, pohon
terbakar dengan cabang yang patah, pohon patah, pohon tumbang tercerabut dari
akarnya, dan pohon yang mampu bertahan hidup. Penelitian saya menemukan
kerusakan pohon pinus terbesar adalah kategori 4 (pohon tumbang tercerabut dari
akarnya) sebanyak 31%. Sebanyak 23% dari pepohonan patah (kategori 3), dan
21% terbakar dengan cabang yang patah (kategori 2). Pohon yang hanya terbakar
sebanyak 16% dan hanya 9% pohon pinus yang selamat. Debu vulkanik juga
berdampak terhadap tumbuhan. Debu-debu vulkanik yang jatuh dan menempel di
permukaan daun dapat menghambat proses fotosintesis sehingga memperlambat
pertumbuhan. Biasanya hujan yang disertai angin dapat menghilangkan debu-
debu tapi perlu beberapa waktu. Debu tidak segera hilang setelah hujan pertama.
Beberapa jenis tumbuhan yang tidak dapat beradaptasi terhadap kondisi vulkanik
ini akan mati, sedangkan beberapa jenis tumbuhan dengan karakter fisiologi yang
khusus mampu beradaptasi dengan kondisi ini dan bertahan bahkan mampu
berkembang biak. Di Gunung Merapi, misalnya, untuk beradaptasi dengan
wedhus gembel yang membakar vegetasi, beberapa jenis tumbuhan seperti pohon
Casuarina junghuhniana memiliki kulit batang yang keras dan tebal untuk
melindungi dari suhu panas yang tinggi. Jenis pohon Casuarina ini juga terdapat
di lereng Gunung Agung. Beberapa jenis pohon lainnya seperti tusam (Pinus
merkusii) justru memanfaatkan api dan suhu yang tinggi ini untuk membantu
perbanyakan anakan. Suhu tinggi ikut membantu memecahkan kulit biji tusam
yang keras sehingga biji dapat berkecambah dan menjadi semai anakan baru.
Sedangkan di Gunung Tangkuban Perahu, narasumber bernama Bapak
Agung Irwana seorang pengelola Gunung Tangkuban Perahu membantu dalam
proses penelitian ini. Kondisi pepohonan yang ditebang sembarangan di Gunung
Tangkuban Perahu bisa menyebabkan keanekaragaman hayati menghilang,

xv
menurun, bahkan punah. Para binatang yang menggunakan pohon sebagai tempat
tinggal dan tempat berlindung, ikut terkena dampak hutan menjadi gundul, selain
itu pohon yang di tebang akan menyebabkan hutan gundul dan lingkungan
menjadi semakin gersang, kehilangan oksigen, tanah menjadi tidak subur, tanah
terlalu banyak diserap sinar matahari sehingga kondisinya menjadi sangat kering,
hingga nutrisi dalam tanah mudah menguap. Penebangan kawasan hutan secara
liar tersebut akan mengakibatkan banyak terjadi bencana- bencana alam seperti
banjir, tanah longsor, erosi dan lain sebagainya.

3.2 Perbandingan Kondisi pencemaran sampah antara Gunung Merapi dan


Gunung Tangkuban Perahu

Berdasarkan hasil wawancara kami di objek wisata Gunung Merapi


Yogyakarta mengenai pertanyaan-pertanyaan yang menjadi rumusan masalah dan
pertanyaan tambahan. Narasumber yang bernama Bapak Maryono seorang driver
jeep Lava Tour Merapi membantu dalam proses penelitian ini. Kondisi sampah di
objek wisata Gunung Merapi terbilang bersih dari sampah karena pengelola Lava
Tour Merapi menyediakan beberapa tempat membuang sampah walaupun tempat
yang di sediakan sederhana. Dengan kondisi wilayah yang tidak begitu luas
menjadikan penanganan sampah cukup baik dan bersih.

Sedangkan di Gunung Tangkuban Perahu, narasumber bernama Bapak


Agung Irwana seorang pengelola Gunung Tangkuban Perahu membantu dalam
proses penelitian ini. Kondisi sampah di Gunung Tangkuban Perahu lebih bersih
dari pada di Gunung Merapi, karena tersedianya tempat sampah dengan jumlah
yang banyak di setiap tempat, sehingga pengunjung Gunung Tangkuban Perahu
membuang sampah pada tempatnya. Dengan membuang sampah pada tempatnya
membuat kita terhindar dari bencana banjir, pencemaran tanah dan air, menjadi
sanrang penyakit, mengurangi kualitas hidup. Dan Menjaga kebersihan
lingkungan yang sehat, bebas dari kotoran, seperti debu, sampah dan bau yang
tidak sedap. Dengan lingkungan yang sehat, kita tidak akan mudah terserang
berbagai penyakit seperti demam berdarah, malaria, muntaber dan lainnya. Warga
sekitar Gunung Tangkuban Perahu mendaur ulang sampah misalnya saja

xvi
memanfaatkan kaleng dan botol bekas untuk dijadikan wadah apapun. Kaleng
bekas bisa dirubah menjadi sebuah pot bunga dan kita bahkan bisa menghiasnya.
Ini akan menjadi hal yang positif dibandingkan membiarkannya menjadi sampah
yang menumpuk. Dan warga sekitar pun melakukan penghijauan, penanaman, dan
banyak bibit pohon di lingkungan sekitar. Dengan banyaknya pepohonan yang
ada maka lingkungan akan menjadi makin bersih dan asri. Tanaman akan
mendaur ulang udara yang tidak sehat menjadi lebih sehat dan membuat kita
menjadi lebih mudah mendapatkan udara yang bersih. Selain itu pengelola
Gunung Tangkuban Perahu membuat lubang sampah, hingga pengelola bisa
memasukan sampah organik ke lubang sampah yang sudah dibuat, kemudian
nantinya bisa terdaur ulang dan meminimalisir bau. Kita tahu bahwa sampah
organik akan membusuk dan akan menimbulkan bau yang tak sedap, oleh karena
itu masukan kedalam lubang dan timbun kembali.

3.3 Perbandingan Kondisi kualitas air antara Gunung Merapi dan Gunung
TangkubaKondisi air tanah pasca erupsi Gunung Merapi
Kondisi air tanah pasca erupsi Gunung Merapi. Erupsi Merapi tahun 2010
telah mengakibatkan terjadinya perubahan sistem air tanah dan kondisi
lingkungan fisik Kualitas air tanah sangat penting untuk diperhatikan karena
terkait langsung dengan kesehatan manusia. Setelah terjadinya erupsi Gunung
Merapi, beberapa sumber air mengalami perubahan kualitas, antara lain
kekeruhan, total padatan terlarut (TDS), dan kandungan unsur kimia tertentu,
yaitu natrium (Na), serta kalium (K) meningkat, sementara itu konsentrasi unsur
kalsium (Ca) cenderung menurun. Maka saat ini untuk air bersih setiap daerah di
survei, dan ada beberapa sumber air dari atas gunung tetapi untuk daerah utama
Cangkringan, Kabupaten Sleman sumber airnya kecil-kecil hanya cukup untuk
pengairan dan air minum saja. Dampak perubahan air tanah terhadap masyarakat
sebagian besar menggunakan air tanah.tangga, sedangkan untuk aktivitas
pertanian dan perikanan penduduk memanfaatkan adanya aliran Sungai Gendol.
Sehingga ketika tejadi perubahan pada kualitas air tanah hampir semua rumah
penduduk memiliki sumur sendiri sebagai sumber air rumah maka akan
berdampak pula pada kehidupan masyarakat sekitar, mengingat wilayah
kecamatan Cangkringan merupakan daerah resapan. Selain berdampak pada

xvii
wilayah Kecamatan Cangkringan sendiri, perubahan kualitas air tanah akan
berpengaruh juga pada masyarakat Kabupaten Sleman secara umum, mengingat
Kecamatan Cangkringan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Sleman
yang fungsi tata ruangnya adalah sebagai kawasan resapan air. Pengaruh tersebut
dapat berupa terganggunya kegiatan rumah tangga seperti mandi, mencuci,
memasak, dan kebutuhan air minum, serta dapat memicu menurunya kualitas
pertanian yang dihasilkan dikarenakan fungsi air tanah sebagai irigasi mengalami
gangguan.

Kondisi air di Gunung Tangkuban Perahu yang telah kami teliti, kondisi
air nya jernih, tidak berbau, rasanya netral. Letak sumbernya yang jauh di bawah
permukaan tanah dan berlokasi di atas ketinggian pegunungan yang masih terjaga
kealamiannya. air di Gunung Tangkuban Perahu bisa menyehatkan badan,
sebagai komponen utama dalam proses fotosintesis serta transpirasi pada
tumbuhan, sebagai penyediaan pangan.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan

xviii
Dampak yang lebih buruk akibat penebangan pohon terjadi di Gunung
Tangkuban Perahu dibandingkan di Gunung Merapi, kerusakan Gunung
Tangkuban Perahu terjadi karena ulah manusia yang melakukan penebangan
pohon secara liar yang membuat pepohonan menjadi gundul dan rusak, sedangkan
di Gunung Merapi pepohonan rusak akibat terjadinya erupsi Gunung Merapi
tahun 2010 yang membuat pepohonan di gunung merapi hangus terbakar.

Dari Gunung Merapi dan Tangkuban Perahu kondisi pencemaran sampah


yang lebih bersih terjadi di Gunung Tangkuban Perahu karena tersedianya tempat
sampah yang banyak, dan kesadaran warga sekitar tentang pentingnya sampah
dengan mendaur ulang sampah, melakukan penghijauan, dan membuat lubang
sampah. Sedangkan di Gunung Merapi dengan kondisi wilayah yang tidak begitu
luas menjadikan penanganan sampah cukup baik dan bersih, walaupun terbilang
cukup baik dan bersih tempat yang disediakan masih minim dan sederhana.

Kualitas air yang lebih baik terjadi di Gunung Tangkuban Perahu karena
banyak nya pengaliran sumber air dari sungai Citarum, Cijengkol, Cipunagara,
dan lain-lain. Sedangkan di Gunung Merapi untuk beberapa daerah saat ini untuk
air bersih harus di survei terlebih dahulu dan memiliki sumber air yang kecil,
hanya untuk pengairan dan air minum saja.

4.2 Saran
Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti mengenai kondisi lingkungan
alam, mengingat banyaknya orang berfikir. Lingkungan yang tecemar terjadi

xix
karena alam sendiri. Peneliti dapat menggali lebih dalam lagi tentang karakteristik
lingkungan alam. Agar pandangan negatif terhadap lingkungan alam ini tidak
muncul lagi. Serta lebih meneliti terhadap lingkungan alam, karenaa lingkungan
yang tercemar bisa disebabkan oleh ulah manusia juga. Hal ini masyarakat
setempat harus bisa menjaga kelestarian lingkungan alam.

Bagi pengelola sebaiknya memberikan informasi dengan singkat, padat


dan jelas. Supaya para peneliti mudah memahami apa yang diinformasikan oleh
pengelola. Juga pengelola wisata alam, sebaiknya tidak menebang pohon tanpa
perizinan pemerintah, Dan untuk pengelola diharapkan agar lebih menjaga
kelestarian lingkungan, perbanyak penempatan tempat sampah, dan lakukan
sosialisasi untuk membuang sampah pada tempatnya. Juga untuk masyarakat
diharapkan agar lebih peduli menjaga kelestarian lingkungan, membawa kantong
belanja sendiri. Meskipun kantong plastik memang praktis, tapi hal inilah yang
membuat sampah pada bumi terus bertumpuk tak terkendali.

xx
DAFTAR PUSTAKA

Fadhillia, L., & Hadi, A. (2018). Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana
Illegal Logging Di Kabupaten Aceh Selatan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bida ng
Hukum Pidana, 2(2), 375-385.

Ferbita, L. V., & Wirakusumah, T. K. Wisata Alam Gunung Tangkuban Perahu


Dalam Menjaga Cultural Heritage.

Maghfur, M. (2010). Pendidikan lingkungan hidup dan masa depan ekologi


manusia. Edukasia Islamika, 8(1), 70248.

Maizunati, N. A., & Arifin, M. Z. (2017). Pengaruh Perubahan Jumlah Penduduk


Terhadap Kualitas Air di Indonesia. Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, 15(2),
207-215.

Rahmanto, B. (2022). Perancangan Buku Ilustrasi Cerita Rakyat Asal Mula


Gunung Merapi (Doctoral dissertation, ISI Yogyakarta).

Wisman, Y. (2020). Meningkatkan Kepedulian terhadap Kelestarian Lingkungan


Hidup Melalui Pemilahan Sampah Mandiri. Journal Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, 12(2), 100-105.

xxi
LAMPIRAN

GAMBAR KETERANGAN
Sisa-sisa peninggalan erupsi Gunung
Merapi tahun 2010.

Mewawancarai Bapak Maryono


seorang driver jeep Lava Tour Merapi.

Gapura sebelum memasuki kawasan


kawah Gunung Tangkuban Perahu.

xxii
No Instrumen Penelitian
1. Bagaimana kondisi pepohonan di Gunung Merap?

2. Apa dampak dari penebangan hutan?

3. Bagaimana pengelolaan sampah di Gunung Merapi?


4. Apakah masyarakat atau wisatawan sudah terbiasa membuang sampah
pada tempatnya?
5. Bagaimana kondisi kualitas air yang berada dikawasan Gunung Merapi?
6. Apakah ada sumber air terdekat?

xxiii

Anda mungkin juga menyukai