Anda di halaman 1dari 18

Resume Manajemen SDM

“Penilaian Kinerja“

Dosen Pengampu :
Herry Sutanto, DRS, MM.

Oleh :
Kelompok 7
Arif Syarifudin 141220008
Aisyah Dwi Lestari 141220009
Lintang Stiaji 141220025
Ayu Setiyasari 141220039
Naufal Ega Prabaswara 141220044

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”


YOGYAKARTA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN MANAJEMEN
2023
DAFTAR ISI

PEMBAHASAN.................................................................................................. 3
1. Konsep Penilaian Kinerja Karyawan...................................................... 3
1.1. Pengertian Penilaian Kinerja Karyawan........................................ 3
1.2. Langkah-Langkah Penilaian Kinerja Karyawan...........................3
1.3. Syarat Efektif Penilaian Kinerja......................................................4
1.4. Proses Penyusunan Penilaian Kinerja............................................. 5
1.5. Persiapan Sistem Penilaian Prestasi Kerja..................................... 5
1.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penilaian Kinerja................ 6
1.7. Tujuan Dan Manfaat Penilaian Kinerja..........................................7
2. Faktor- Faktor Penilaian Kinerja Karyawan......................................... 7
2.1. Kinerja................................................................................................7
2.2. Lingkungan Kerja............................................................................. 8
2.3. Kepuasan Kerja................................................................................. 9
2.4. Komitmen Organisasi......................................................................10
3. Komponen-Komponen Penilaian Kinerja Karyawan.......................... 11
3.1. Standar Kinerja ( Performance Standard)................................... 11
3.2. Pengukuran Kinerja ( Performance Measure)............................. 12
3.3. Pemberian Umpan Balik ( Feedback)............................................13
3.4. Instrumen Evaluasi Kinerja........................................................... 14
3.5. Model Evaluasi Kinerja.................................................................. 15
PEMBAHASAN

1. Konsep Penilaian Kinerja Karyawan


1.1. Pengertian Penilaian Kinerja Karyawan
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah suatu proses atau kegiatan
yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok dalam sebuah perusahaan untuk
mengevaluasi dan mengkomunikasikan bagaimana karyawan melakukan pekerjaan
dengan cara membandingkan hasil pekerjaannya dengan seperangkat standar yang
telah dibuat dalam suatu periode tertentu yang digunakan sebagai dasar pertimbangan
suatu kegiatan.
Penilaian kinerja disebut juga sebagai evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, dan
penilaian hasil. Penilaian kinerja adalah proses pengevaluasian kinerja, penyusunan
rencana pengembangan, dan pengomunikasian hasil proses tersebut kepada karyawan
itu sendiri. Penilaian kinerja merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan
didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator
input, output, hasil, manfaat dan dampak.
Penilaian kinerja merupakan metode mengevaluasi dan menghargai kinerja
yang paling umum digunakan. Penilaian kinerja dilakukan agar karyawan mengetahui
apa yang diharapkan dari atasannya agar dapat lebih memahami satu sama lain.
Penilaian kinerja menitikberatkan pada penilaian sebagai suatu proses pengukuran
sejauh mana hasil kerja seseorang atau sekelompok orang dapat bermanfaat dalam
mencapai tujuan yang ada.

1.2. Langkah-Langkah Penilaian Kinerja Karyawan


Penilaian kinerja pegawai perlu dilakukan secara terbuka, jujur, dan obyektif.
Artinya penilai harus menganalisis seluruh aspek yang mempengaruhi kinerja
pegawai. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh dan terbuka, jujur ​dan obyektif, akan
membawa informasi yang sangat berguna bagi organisasi dan individu karyawan.
Langkah-langkah evaluasi kinerja pegawai menurut Supriyadi (2015: 314) adalah:
1. Melakukan pengukuran pencapaian sasaran-sasaran yang ditetapkan.
2. Apabila terdapat sebagian atau seluruh sasaran yang tidak sesuai dengan yang
telah ditentukan, maka dilakukan evaluasi terhadap perilaku atas
tindakan-tindakan yang dilakukan karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya.
3. Apabila ternyata karyawan sudah melakukan pekerjaannya dengan baik, tetapi
sasaran-sasaran yang telah ditetapkan tidak tercapai, maka dapat disimpulkan
bahwa menjadi penyebab tidak tercapainya sasaran adalah faktor situasi
lingkungan strategis.
4. Apabila karyawan melakukan pekerjaannya tidak sesuai dengan yang
seharusnya, maka yang menjadi penyebab dapat datang dari kompetensi yang
tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan atau kurangnya dukungan
organisasional.
5. Selanjutnya evaluasi terus dilakukan untuk mengidentifikasi aspek-aspek
kompetensi atau dukungan organisasional yang menjadi penyebab tidak
tercapainya sasaran, apakah aspek kompetensi intelektual, emosional dan
spiritual, atau pemimpin, rekan kerja, peraturan dan kebijakan organisasi.
1.3. Syarat Efektif Penilaian Kinerja
Syarat-syarat yang dapat dijadikan alat ukur untuk mengukur efektif atau
tidaknya sistem penilaian menurut Cascio dalam Suswanto (2016 :198) adalah sebagai
berikut :
1. Evaluator (Supervisor)
Pengukuran kemampuan dan motivasi seorang evaluator untuk melakukan
evaluasi berkelanjutan, membentuk kinerja pegawai secara objektif, dan memberikan
umpan balik kepada pegawai.
2. Relevansi
Mengukur keakuratan atau kelengkapan sistem penilaian kinerja,
memungkinkan pegawai berhasil dibedakan dari pegawai tidak sukses, dan sistem
harus mampu digunakan untuk tujuan administratif.
3. Keandalan
Mengukur keandalan dan konsistensi dari alat ukur yang digunakan.
4. Aspek Praktis
Alat ukur penilaian kinerja yang mudah digunakan dan dipahami oleh penilai
dan bawahannya.
5. Akseptabilitas
Mengukur kemampuan penilai dalam melakukan penilaian yang konsisten
dengan kemampuan bawahan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Komunikasikan dan tentukan dengan jelas standar elemen penilaian yang harus
dicapai.

1.4. Proses Penyusunan Penilaian Kinerja


Proses penyusunan penilaian kinerja, yaitu:
1. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menyusun sistem penilaian kinerja
yaitu harus digali terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi dengan
adanya sistem penilaian kinerja yang akan disusun.
2. Langkah yang kedua, menetapkan standar yang diharapkan dari suatu jabatan,
sehingga akan diketahui dimensi dimensi apa saja yang akan diukur dalam penilaian
kinerja.
3. Setelah tujuan dan dimensi yang akan diukur dalam penilaian kinerja diketahui, maka
langkah selanjutnya yaitu menentukan desain yang sesuai untuk mencapai tujuan yang
diharapkan
4. Langkah berikutnya adalah melakukan penilaian kinerja terhadap karyawan yang
menduduki suatu jabatan.
5. Hasil dari penilaian kinerja, selanjutnya dianalisis dan dikomunikasikan kembali
kepada karyawan yang dinilai agar mereka mengetahui kinerjanya selama ini serta
mengetahui kinerja yang diharapkan oleh organisasi.

1.5. Persiapan Sistem Penilaian Prestasi Kerja


Sagian (2016:229) menyatakan bahwa secara kategorikal terciptanya suatu sistem
penilaian prestasi kerja yang baik sangat tergantung pada persiapan yang benar benar matang.
matang berarti memenuhi empat persyaratan, yaitu keterkaitan langsung dengan pekerjaan,
praktis, kejelasan standar dan adanya kriteria yang objektif. Yang dimaksud dengan
keterkaitan langsung dengan pekerjaan seseorang ialah bahwa penilaian ditunjukan pada
perilaku dan sikap yang menentukan keberhasilan menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu.
Suatu sistem yang praktis adalah cara penilaian yang dipahami dan diterima oleh pihak
penilai dan yang dinilai. berarti adanya persepsi yang sama antara dua belah pihak tentang
segi-segi pekerjaan yang dinilai dan teknik penilaian yang digunakan merupakan hal yang
sangat penting. Aspek penting lainnya dari suatu sistem penilaian prestasi kerja adalah
standar yang jelas. sasaran utama dari adanya standar tersebut adalah teridentifikasinya
unsur-unsur kritikal suatu pekerjaan. standar itulah yang merupakan tolak ukur seseorang
melaksanakan pekerjaannya. perlu ditekankan bahwa penentuan standar tersebut bukanlah
bersifat “karangan” akan tetapi bersumber pada analisis pekerjaan yang harus dipahami dan
diterima oleh para pegawai sebelum diterapkan, bukan sesudahnya.

1.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penilaian Kinerja


Faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian kinerja:
1. Kemampuan individu melakukan pekerjaan\
a. Talenta
b. Keterampilan
c. Kecerdasan
d. Pengetahuan
e. Minat
f. Karakteristik
g. Kepribadian
2. Usaha yang dilakukan
a. Motivasi
b. Etika kerja
c. Kehadiran
d. Pergantian pegawai
e. Desain pekerjaan
3. Dukungan organisasi
a. Pelatihan dan pengembangan
b. Peralatan dan teknologi
c. Manajemen dan rekan kerja
1.7. Tujuan Dan Manfaat Penilaian Kinerja
Tujuan penilaian kinerja menurut Sedarmayanti dalam Annisya (2018:134)
sebagai berikut:
1. Mengetahui keterampilan dan kemampuan karyawan.
2. Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan kondisi
kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.
3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan seoptimal mungkin,
sehingga dapat diarahkan jenjang atau rencana kariernya, kenaikan pangkat dan
kenaikan jabatan.
4. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan.
5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang kepegawaian,
khususnya kinerja karyawan dalam bekerja.
6. Secara pribadi, karyawan mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga dapat
memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebih memperhatikan dan
mengenal bawahan atau karyawannya, sehingga dapat lebih memotivasi karyawan.
7. Hasil penelitian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan
pengembangan di bidang kepegawaian.

2. Faktor- Faktor Penilaian Kinerja Karyawan


2.1. Kinerja
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk
menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan
dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah
cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa
yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku
nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh
karyawan sesuai dengan perannya dalam organisasi. Kinerja karyawan merupakan
suatu hal yang sangat penting dalam upaya organisasi untuk mencapai tujuan (Rivai
dan Sagala, 2011).
Menurut (Simanjuntak, 2005) kinerja dipengaruhi oleh:
1. Kualitas dan kemampuan pegawai;
2. Sarana pendukung; dan
3. Supra sarana.
Menurut (Sedarmayanti, 2017) Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
antara lain :
1. Sikap dan mental (motivasi kerja, disiplin kerja, dan etika kerja),
2. Pendidikan,
3. Keterampilan,
4. Manajemen kepemimpinan,
5. Tingkat penghasilan,
6. Gaji dan kesehatan,
7. Jaminan sosial,
8. Iklim kerja,
9. Sarana dan prasarana,
10. Teknologi, dan
11. Kesempatan berprestasi.

2.2. Lingkungan Kerja


Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang
dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan
(Nitisemito & Alex, 2001). Menurut (Sedarmayanti, 2017) lingkungan kerja adalah
keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana
seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai
perseorangan maupun sebagai kelompok.
Menurut Sarwoto dalam (Sedarmayanti, 2017) menyatakan bahwa secara garis
besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni : Lingkungan tempat
kerja/Lingkungan kerja fisik (physical working environment); dan Suasana
kerja/Lingkungan kerja non fisik (Non -Physical Working Environment). Menurut
(Sedarmayanti, 2017), “Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik
yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
Lingkungan kerja yang baik dan memuaskan karyawan tentu akan
meningkatkan kinerja dari karyawan itu sendiri. Sehingga mereka dapat
menyelesaikan tugas yang dibebankan dengan baik dan penuh tanggung jawab.
Demikian juga sebaliknya bila lingkungan kerja kurang memuaskan bagi karyawan
menyebabkan karyawan bekerja dalam suasana yang kurang tenang, sehingga akan
dapat mempertinggi tingkat kesalahan yang mereka lakukan.
Menurut (Sedarmayanti, 2017) adapun faktor yang dapat mempengaruhi
kondisi lingkungan kerja, diantaranya adalah:
1. Penerangan/cahaya di tempat kerja;
2. Temperatur di tempat kerja;
3. Kelembaban di tempat kerja;
4. Sirkulasi udara di tempat kerja;
5. Kebisingan di tempat kerja;
6. Bau-bauan di tempat kerja;
7. Tata warna di tempat kerja;
8. Dekorasi di tempat kerja;
9. Musik di tempat kerja; dan
10. Keamanan di tempat kerja.

2.3. Kepuasan Kerja


Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan tempatnya
bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena
setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan
nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam
pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi pula tingkat
kepuasan yang dirasakan.
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual
Setiap individu memiliki tingkat kepuasan kerja yang berbeda-beda sesuai dengan
sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan
dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap
kegiatan tersebut. Dengan demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang
menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas
tidak puas dalam bekerja (Rivai dan Sagala, 2011).
Kepuasan kerja tergantung kesesuaian atau keseimbangan antara yang
diharapkan dengan kenyataan. Menurut (Kreitner & Kinicki, 2014) ada lima faktor
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja yaitu sebagai berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment);
2. Perbedaan (Discrepancies);
3. Pencapaian nilai (Value attainment);
4. Keadilan (Equity); dan
5. Komponen genetik (Genetic component).
Sedangkan menurut (Robbins & Judge, 2013), faktor-faktor yang menentukan
kepuasan kerja adalah:
1. Kerja yang secara mental menantang;
2. Ganjaran yang pantas;
3. Kondisi kerja yang mendukung;
4. Rekan kerja yang mendukung; dan
5. Kesesuaian antara kepribadian pekerjaan.

2.4. Komitmen Organisasi


(Sopiah, 2015). Mowday, Porter dan Steers dalam (Triatna, 2015)
mendefinisikan komitmen organisasi sebagai “the relative strength of an individual’s
identification with and involvement in a particular organization”. Definisi ini
menunjukan bahwa komitmen organisasi memiliki arti yang lebih luas dari sekedar
loyalitas yang pasif, tetapi melibatkan hubungan interaktif dan keinginan karyawan
untuk memberikan kontribusi yang berarti pada organisasi. Meyer, Allen dan Smith
dalam (Sopiah, 2015) mengemukakan bahwa ada tiga komponen komitmen
organisasional, yaitu:
1. Affective commitment
Terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya
ikatan emosional;
2. Continuance commitment
Muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan
gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak
menemukan pekerjaan lain;
3. Normative commitment
Timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota
organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan
hal yang seharusnya dilakukan.

3. Komponen-Komponen Penilaian Kinerja Karyawan


3.1. Standar Kinerja ( Performance Standard)
Wirawan (2009: 66) mengemukakan bahwa standar kinerja adalah tolok ukur
minimal kinerja yang harus dicapai karyawan secara individual atau kelompok pada
semua indikator kinerjanya. Dalam definisi ini, standar kinerja adalah tolok ukur
minimal, artinya jika prestasi kinerja karyawan di bawah prestasi kinerja minimal
tersebut, maka kinerjanya tidak dapat diterima, buruk, atau sangat buruk. Jika prestasi
kinerja seorang pegawai berada tepat atau di atas ketentuan standar minimal
kinerjanya, maka kinerjanya dapat diterima dengan predikat sedang, baik, atau sangat
baik
Menurut Kirkpatrick yang diterjemahkan dan dikutip oleh Wibowo (2013: 75),
bahwa ”terdapat delapan karakteristik yang membuat suatu standar kinerja efektif
yaitu: standar didasarkan pada perkataan, standar dapat dicapai, standar dapat
dipahami, standar disepakati, standar itu spesifik dan sedapat mungkin terukur,
standar berorientasi pada waktu, standar harus tertulis dan standar dapat berubah”.
Penjelasan dari karakteristik standar kerja tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1) Standar didasarkan pada pekerjaan
2) Standar dapat dicapai
3) Standar dapat dipahami
4) Standar disepakati
5) Standar itu spesifik dan sedapat mungkin terukur
6) Standar berorientasi pada waktu
7) Standar harus tertulis
8) Standar dapat berubah
Dari beberapa penjelasan diatas, disimpulkan bahwa standar kinerja karyawan
adalah tolak ukur minimal kinerja yang harus dicapai karyawan mengenai
persyaratan, harapan, efektivitas, efisiensi, dan produktivitas dalam melaksanakan
suatu pekerjaan yang menggambarkan tingkat pemahaman, kemampuan seorang
karyawan di lingkungan sebuah organisasi/perusahaan. Standar kinerja dibuat sesuai
dengan kriteria apa saja yang akan diukur tersebut. Dalam standar kinerja terdapat
beberapa macam standar yang harus terukur di 15 dalamnya. Peneliti menyimpulkan
bahwa standar kinerja tersebut meliputi standar di dalam wewenang dan tanggung
jawab karyawan dalam melaksanakan tugas tugasnya diantaranya dilihat dari bidang
pokok tanggung jawab karyawan, ketepatan penggunaan waktu, pencapaian target
dalam penyelesaian pekerjaan, dan ketelitian kerja.

3.2. Pengukuran Kinerja ( Performance Measure)


Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai rating atau angka yang digunakan
untuk memberikan penilaian terhadap kinerja seseorang. Penilaian kinerja merupakan
hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator
kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator input, output, hasil, manfaat, dan
dampak. Penilaian tersebut tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan
mengolah input menjadi output atau penilaian dalam proses penyusunan kebijakan
atau program yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran
dan tujuan. Penilaian kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi perusahaan. Menurut Wibowo
(2013: 230), penilaian kinerja/pengukuran kinerja yang tepat dapat dilakukan dengan
cara:
1) Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi.
2) Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan
perbandingan.
3) Mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja.
4) Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu
prioritas perhatian.
5) Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas.
6) Mempertimbangkan penggunaan sumber daya
7) Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan.
Dari penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan, bahwa penilaian kinerja
karyawan adalah suatu proses mengevaluasi atau menilai hasil kerja yang dilakukan
pihak manajemen untuk memberikan informasi kepada para karyawan secara
individual tentang mutu atau sasaran yang menjadi pekerjaannya.

3.3. Pemberian Umpan Balik ( Feedback)


Feedback diberikan kepada karyawan sebagai hasil dari penilaian kinerja
mereka. Penilaian kinerja yang dilakukan secara reguler (teratur) bertujuan
melindungi perusahaan dalam mencapai tujuannya. Penilaian kinerja karyawan yang
dilakukan secara objektif, tepat dan didokumentasikan secara baik cenderung
menurunkan potensi penyimpangan yang dilakukan karyawan, sehingga kinerjanya
diharapkan harus bertambah baik sesuai dengan kinerja yang dibutuhkan perusahaan.
Di samping itu, penilaian kinerja atas karyawan, sebenarnya membuat
karyawan mengetahui posisi dan perannya dalam menciptakan tercapainya tujuan
perusahaan. Hal ini justru akan menambah motivasi karyawan untuk berkinerja
semakin baik lagi, karena mereka masing-masing dapat bekerja lebih baik dan benar.
Adapun manfaat penilaian kinerja di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Meningkatkan prestasi kerja
Dengan adanya penilaian, baik pimpinan maupun karyawan memperoleh
umpan balik dan mereka dapat memperbaiki pekerjaan/prestasinya.
2. Memberi kesempatan kerja yang adil
Penilaian yang akurat dapat menjamin karyawan memperoleh kesempatan
menempati sisi pekerjaan sesuai kemampuannya.
3. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan
Melalui penilaian kinerja, terdeteksi karyawan yang kemampuannya rendah
sehingga memungkinkan adanya program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan
mereka.
4. Penyesuaian kompensasi
Melalui penilaian, pimpinan dapat mengambil keputusan dalam menentukan
perbaikan kompensasi dan sebagainya.
5. Keputusan promosi dan demosi
Hasil penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
untuk mempromosikan dan mendemosikan karyawan.
1. Mendiagnosis kesalahan desain pekerjaan
Kinerja yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain
pekerjaan. Penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan tersebut.
2. Menilai proses rekrutmen dan seleksi
Karyawan baru yang rendah dapat mencerminkan adanya penyimpangan
proses rekrutmen dan seleksi.

3.4. Instrumen Evaluasi Kinerja


Dalam sebuah penilaian kinerja karyawan diperlukan sebuah instrumen dalam
evaluasi kinerja. Instrumen evaluasi kinerja disebut valid apabila instrumen tersebut
dapat mengukur kinerja karyawan yang harus diukur. Dan instrumen evaluasi kinerja
disebut reliabel apabila instrumen kinerja itu digunakan oleh orang yang berbeda
hasilnya sama atau tidak jauh berbeda. Instrumen evaluasi kinerja berisi
indikator-indikator kinerja yang akan diukur yang disusun berdasarkan job analisis.
Di dalam job analisis biasanya ada fungsi-fungsi pekerjaan yang sangat
esensial dan yang kurang esensial. Dalam konteks penyusunan instrumen evaluasi
kinerja ini maka fungsi-fungsi pekerjaan yang sangat esensial inilah yang diambil
untuk dikembangkan menjadi indikator kinerja dan kemudian dibuatkan definisinya.
Misalnya:
1. Berkenaan dengan kuantitas hasil pekerjaan, jumlah nasabah yang dapat dilayani
oleh seorang teller bank.
2. Berkenaan dengan kualitas hasil pekerjaan, keluhan nasabah dalam pelayanan
tidak lebih dari 1 x dalam setahun.
3. Berkenaan dengan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan, menggunakan
fasilitas perusahaan sesuai standar, seperti bila keluar ruangan lebih dari 15 menit
AC dimatikan. Seorang penilai kinerja karyawan harus berpegang pada definisi
yang sudah dibuat (definisi standar), ia tidak boleh membuat definisi sendiri.
Kalau seorang penilai membuat definisi sendiri, maka dapat dipastikan
penilaiannya akan bias, hasilnya tidak sesuai dengan standar, dan penilaian yang
dilakukannya itu menjadi sia-sia.

3.5. Model Evaluasi Kinerja


Setiap organisasi atau perusahaan mempunyai karakteristik yang berbeda
dengan organisasi atau bisnis yang lain. Hal ini dimungkinkan karena tujuan, jenis
kegiatan dan strategi yang digunakan juga memang berbeda antara yang satu dengan
yang lain. Oleh karena itu pula model evaluasi kinerja yang digunakan juga bisa saja
berbeda, di samping memang model-model evaluasi kinerja itu bersifat pilihan sesuai
selera dan kondisi masing-masing organisasi atau perusahaan. Model-model evaluasi
yang sudah ada dan berkembang antara lain:
a) Model Esai
Model ini adalah metode evaluasi kinerja yang penilaiannya merumuskan
hasil penelitiannya dalam bentuk esai. Isi esai melukiskan kekuatan dan kelemahan
indikator kinerja karyawan yang dinilai. Definisi setiap indikator juga mencantumkan
deskriptor level kinerja setiap dimensi yang menunjukan kinerja sangat baik sampai
dengan sangat buruk. Esai mengenai kinerja pegawai antara lain berisi:
(i) Persepsi menyeluruh penilai mengenai kinerja ternilai yang memuat
keunggulan dan kelemahannya pada setiap indikator kinerja.
(ii) Kemungkinan promosi ternilai.
(iii) Jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan ternilai
(iv) Kekuatan dan kelemahan ternilai
(v) Kebutuhan pengembangan SDM ternilai keunggulan evaluasi kinerja
dengan esai memungkinkan penilai melukiskan kinerja ternilai sampai
terperinci.

b) Model Critical Incident


Model Critical incident ini mengharuskan pejabat penilai untuk membuat
catatan berupa pernyataan yang melukiskan:
(i) Perilaku baik yang merupakan perilaku yang dapat diterima (yang harus
dilakukan oleh karyawan) sesuai standar yang ditetapkan.
(ii) Perilaku buruk, yaitu perilaku yang tidak dapat diterima (perilaku yang
harus dihindari oleh ternilai) yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Pernyataan
yang dicatat oleh pejabat penilai inilah yang disebut Critical incident. Setiap hari
pejabat penilai harus melakukan observasi untuk membuat catatan penilaian. Perilaku
yang baik (sesuai standar) diberi nilai positif, sedangkan perilaku buruk (tidak sesuai
standar) diberi nilai negatif. Model Critical incident mengandung beberapa kelemahan
diantaranya:
(i) Kalau pejabat penilai tidak membuat catatan atau lupa 1 hari saja karena
lupa atau lagi malas, maka catatannya menjadi tidak lengkap. Laporannya akan dilihat
dan dihitung perhari kerja.
(ii) Kalau pejabat penilai ini membawahi 10 orang bayangkan saja apalagi
kalau lebih, maka dapat dibayangkan waktunya akan habis hanya untuk mencatat
perilaku karyawan. Sehingga pekerjaannya yang lain tidak bisa ia lakukan dengan
baik.
(iii) Bagi karyawan ternilai mereka juga merasa terganggu, karena setiap saat
diawasi terus.
Contoh model instrumen penilaian Critical Incident tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut ini:

c) Model Ranking Method


Model penilaian Ranking Method ini diawali dengan melakukan observasi,
kemudian menilai kinerja karyawan, dan setelah itu merangking (membuat urutan)
dari nilai yang tertinggi sampai yang terendah, berdasarkan masa kerja, pendidikan,
umur dan faktor-faktor lain yang relevan. Di Indonesia metode ini digunakan untuk
menyusun DUK (Daftar Urut Kepangkatan) PNS, yang digunakan untuk pembinaan
dan pengembangan karier PNS.
d) Model Checklist
Model ini berisi daftar indikator-indikator hasil pekerjaan karyawan, perilaku
waktu bekerja, dan sifat pribadi yang diperlukan pada waktu bekerja. Dalam
menggunakan metode ini pejabat penilai mengobservasi karyawan yang sedang
bekerja, kemudian memilih indikator kinerja yang sesuai dengan yang dilakukan oleh
karyawan dengan memberi tanda cek (√ ) atau silang ( x ). Setiap indikator ada
pembobotannya sesuai dengan yang dirumuskan oleh unit kerja SDM dan disetujui
oleh pimpinan instansi yang bersangkutan. Kemudian jumlah bobot setiap indikator
dijumlahkan. Dari situ diketahui jumlah bobot yang didapat oleh seorang karyawan.
Contoh penilaian model Checklist tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

e) Model Graphic Rating Scales


Model ini menggunakan skala. Ciri model ini adalah indikator kinerja
karyawan dikemukakan dengan definisi yang singkat, dan deskriptor level
kinerjanya dikemukakan dalam bentuk skala yang masing-masing mempunyai
nilai angka. Dalam menggunakan model ini pejabat penilai setelah
mengobservasi karyawan ternilai melakukan penilaian dengan cara memberi
tanda cek atau tanda silang pada salah satu skala yang dipilih (sesuai dengan
keyakinan pejabat penilai). Angka-angka hasil penilaian kemudian
dijumlahkan dan hasilnya kemudian diubah kedalam kata sifat. Kelebihan
model ini semua indikator kinerja, definisi dan nilainya terstruktur dan
terstandarisasi. Model ini juga mudah dipahami oleh penilai dan 135 ternilai
serta mudah dilaksanakan. Oleh karena itu model ini dipakai secara meluas di
berbagai organisasi (perusahaan). Meskipun ada kelebihan model ini juga
mempunyai kekurangan sebagaimana model yang lain. Pekerjaan di suatu
organisasi (perusahaan) mempunyai banyak macamnya, sehingga
mengundang pertanyaan, apakah indikator kinerja yang digunakan dapat
mencerminkan indikator kinerja semua jenis pekerjaan. Bentuk model ini
seperti contoh berikut :

Anda mungkin juga menyukai