Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

INSTRUMEN TES DALAM


KONSELING “TES INTELEGENSI”

KELOMPOK 2 :
ADRIAN EVAN SOLPA (2130108002)
AGUSTINA (2130108004)
ELSA AZIZA RAHMI (2130108030)
FATHIMATUZZAHRO (2130108035)

21-BK.6-A

DOSEN PENGAMPU

Dr. Rahmad Hidayat, M.Ag., M.Pd


Lany Fitri, M.Pd

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI BATUSANGKAR
2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur atas kehadiran Allah Swt. atas rahmat dan hidayah–Nya
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Adapun penulisan makalah ini, materi
yang akan di bahas yaitu “Tes Intelegensi”.

Tujuan kami menulis makalah ini adalah tidak lain untuk memperkaya ilmu
pengetahuan kita semua untuk memenuhi tugas mata kuliah Instrumen Tes Dalam Konseling
dengan Bapak Dr. Rahmad Hidayat, M.Ag., M.Pd. dan ibu Lany Fitri, M.Pd.

Dengan terselesaikannya makalah ini, maka tidak lupa kami mengucapkan


terimakasih kepada pihak-pihak yang berperan dalam membantu penyusunan makalah ini
hingga selesai seperti ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah
ini banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat
menambah wawasan kita dalam mempelajari mata kuliah Instrumen Tes Dalam Konseling
serta dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Batusangkar, 12 Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
PEMAHASAN...........................................................................................................................2
A. Makna Latar Belakang Tes Intelegensi...........................................................................2
B. Makna Tes Intelegensi....................................................................................................4
C. Konsep Kecerdasan.........................................................................................................4
BAB III.......................................................................................................................................8
PENUTUP..................................................................................................................................8
A. Kesimpulan........................................................................................................................8
B. Saran..................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam proses pendidikan inteligensi diyakini sebagai unsur penting yang
sangat menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Namun inteligensi merupakan
salah satu aspek perbedaan individual yang perlu dicermati. Setiap peserta didik
memiliki inteligensi yang berlainan. Ada anak yang mempunyai inteligensi tinggi,
sedang, dan rendah. Para ahli kognitif dan juga psikologi kognitif mulai
menyadari bahwa untuk menjadi pembelajar yang benar-benar efektif, siswa harus
terlibat dalam beberapa aktivitas mengatur diri (self regulated activities). Dalam
kenyataannya tidak hanya bahwa siswa harus mengatur perilakunya sendiri,
melainkan juga mereka harus mengatur proses-proses mental mereka sendiri. Self
regulated learning (pembelajar yang diatur sendiri) adalah pengaturan terhadap
proses-proses kognitif sendiri agar belajar semakin sukses.
Berdasarkan penjelasan singkat diatas, kami bermaksud untuk membahas
mengenai Tes Intelegensi Diharapkan agar materi yang kami sampaikan dapat
menambahkan wawasan kita bersama

B. Rumusan Masalah
1. Apa Makna Latar Belakang Tes Intelegensi ?
2. Apa Makna Tes Intelegensi ?
3. Apa Konsep Kecerdasan ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Makna Latar Belakang Tes Intelegensi
2. Untuk Mengetahui Makna Tes Intelegensi
3. Untuk Mengetahui Konsep Kecerdasan

1
BAB II
PEMAHASAN
A. Makna Latar Belakang Tes Intelegensi
Alfred Binet, seorang tokoh utama perintis pengukuran intelegensi yang hidup
antara tahun 1857-1911, bersama Theodore Simon mendefinisikan intelegensi sebagai
kemampuan seseorang untuk berfikir secara abstrak. Alfred Binet, mengemukakan
pengukuran intelegensi mendefinisikan intelegensi terdiri dari tiga komponen, yaitu
kemampuan untuk mengarahkan pikiran dan tindakan emampuan untuk mengubah
arah tindakan setelah tindakan tersebut dilaksanakan, kemampuan untuk mengkritik
diri sendiri atau melakukan auto criticism. Super dan Cities mendefinisikan
kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau belajar dari pengalaman.
Sedangkan H.H. Goddard pada tahun 1946 mendefinisikan intelegensi sebagai tingkat
kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah- masalah yang
langsung dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang
(Triwulandari & U.S, 2022).
J. P. Guilford menjelaskan bahwa tes inteligensi hanya dirancang untuk
mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk
memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang
diberikan. Sedangkan kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen,
yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan
informasi yang diberikan.
Suryasubrata (Sumadi Suryasubrata, 2004) mendefinisikan intelegensi sebagai
kapasitas yang bersifat umum dari individu untuk mengadakan penyesuaian terhadap
situasi-situasi baru atau problem yang sedang dihadapi.
Pada abad XV, di Cina telah berlangsung usaha untuk mengukur kompetensi
para pelamar jabatan sebagai pegawai negara. Untuk dapat diterima sebagai pegawai,
para pelamar harus mengikuti ujian tertulis mengenai pengetahuan Confucian Classics
dan mengenai kemampuan menulis puisi dan komposisi karangan. Ujian ini
berlangsung sehari semalam di tingkat distrik. Kurang dari 7% pelamar yang biasanya
lulus ujian tingkat distrik tersebut kemudian harus mengikuti ujian berikutnya yang

2
berupa kemampuan menulis prosa dan sajak. Dalam ujian ke dua ini hanya kurang
dari 10% dari sisa peserta yang dapat lulus. Akhirnya barulah ujian tingkat akhir
diadakan di Peking di mana diantara para peserta terakhir ini hanya lulus sekitar 3%
saja. Para lulusan ini dapat diangkat menjadi mandarin dan boleh bekerja sebagai
pegawai negara. Dengan demikian, dari ketiga tahap ujian tersebut, hanya 5 diantara
100.000 pelamar saja yang pada akhirnya dapat mencapai status mandarin (Rohmah,
2011)
Tidak jelas jenis pekerjaan kantor apa saja yang dapat dipegang oleh para
lulusan yang telah berstatus mandarin itu. Apabila status mandarin itu merupakan
semacam lisensi untuk bekerja dimana saja pada jenis pekerjaan apa saja, tentulah
mata ujian yang berupa pengetahuan sastra dan kemampuan menulis prosa tidak
merupakan prediktor prestasi yang cukup baik. Diferensiasi kemampuan pada jenis
pekerjaan yang berbeda tidaklah dapat dilakukan dengan hanya mengujikan satu
bidang kemampuan saja. Apabila pekerjaan yang dapat dimasuki oleh para mandarin
itu memang pekerjaan yang menuntut pengetahuan luas mengenai sastra dan
kemampuan mengarang, maka sebenarnya apa yang dilakukan oleh para penguasa
Cina waktu itu dapat dikatakan telah sesuai dengan prinsip pengukuran yang
berkembang lebih akhir dan masih dipegang sampai sekarang ini. Baru pada awal
abad XIX ujian semacam itu mulai dihilangkan sejalan dengan pesatnya kemajuan
universitas-universitas (Magdalena et al., 2021)
Tes Binet Simon adalah tes inteligensi yang pertama sekali dipublikasikan
pada tahun 1905 di Paris- Prancis, untuk mengukur kemampuan mental seseorang.
Alfred Binet menggambarkan inte- ligensi sebagai sesuatu yang fungsional,
inteligensi menurut Binet atas tiga komponen yaitu kemampuan untuk mengarahkan
pikiran atau tindakan, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan
tersebut telah dilaksanakan dan kemampuan untuk meng- kritik diri sendiri. Tes Binet
yang digunakan di Indonesia saat ini adalah Stanford Binet Intelligence Scale Form L-
M, yaitu revisi ketiga dari Terman dan Merril pada tahun 1960 (Nur’aeni, S.Psi.,
2012).
Pada awalnya, Alfred Binet melakukan usaha pengukuran intelegensi dengan
mengukur lingkaran tempurung kepala anak-anak (metode kraniometri). Namun
metode ini pada akhirnya ditinggalkan oleh Binet. Pada tahun 1905 Binet dan
temannya, Theodore Simon mencetuskan skala intelegensi yang pertama yang dikenal
dengan nama Skala Binet-Simon (Nur Habibah, M.SI., M.Psi., 2021).

3
Tiga puluh empat tahun setelah diterbitkannya tes intelegensi yang pertama
oleh Binet Simon atau dua tahun setelah munculnya revisi Stanford-Binet, David
Wechsler mmperkenalkan versi satu tes intelegensi yang dirancang khusus untuk
digunakan orang dewasa. Tes tersebut terbit pada tahun 1939 dan dinamai Wechsler
Bellevue Intellegent Scale (WBIS), disebut juga skala W-B. Alasan Wechsler
mengembangkan skala W-B adalah kenyataan bahwa tes intelegensi yang digunakan
untuk orang dewasa saat itu hanya merupakan perluasan dari tes intelegensi untuk
anak-anak dengan menambahkan soal yang sejenis yang lebih sukar. Isi tes yang
seperti itu, menurut Wechsler seringkali tidak menarik minat dan perhatian orang
dewasa. Pada tahun 1949 Wechsler menerbitkan pula skala intelegensi untuk
digunakan pada anak-anak (Triwulandari & U.S, 2022).
Sejalan dengan perkembangan tes intelegensi individual yaitu yang dikenakan
pada subjek secara individual, mulai pula dirasakan perlunya tes intelegensi yang
dikenakan pada sekelompok individu secara serentak atau tes kelompok. Contohnya
army alpha dan army beta (Rohmah, 2011)

B. Makna Tes Intelegensi


Perkataan inteligensi dari kata latin intelligere yang berarti mengorganisasikan,
menghubungkan atau menyatukan satu dengan yang lain (to organize, to relate, to bind
together). Istilah inteligensi kadang-kadang atau justru sering memberikan pengertian
yang salah, yang memandang inteligensi sebagai kemampuan yang mengandung
kemampuan tunggal, padahal menurut para ahli inteligensi mengandung bermacam-
macam kemampuan. Namun demikian pengertian inteligensi itu sendiri memberikan
berbagai macam arti bagi para ahli. (Rohmah, 2011)

Menurut panitia istilah padagogik (Walgito, 2010:210) yang mengangkat


pendapat Stern yang dimaksud dengan inteligensi adalah “daya menyesuaikan diri dengan
keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya”. Dari
pengertian ini dapat dilihat bahwa Stern menitikberatkan masalah inteligensi pada soal
adjustment atau penyesuaian diri terhadap masalah yang dihadapinya. Pada orang yang
inteligen akan lebih cepat dalam menyelesaikan masalah-masalah baru apabila
dibandingkan dengan orang yang kurang inteligen. Dalam menghadapi masalah atau
situasi baru orang yang inteligen akan cepat dapat mengadakan adjustment terhadap
masalah atau situasi yang baru tersebut.

4
Thorndike (Walgito, 2010:211) mengemukakan pendapatnya bahwa orang
dianggap inteligen apabila responnya merupakan respon yang baik atau sesuai terhadap
stimulus yang diterimanya.

Terman (Walgito, 2010:211) memberikan pengertian inteligensi sebagai ability


yang berkaitan dengan hal-hal yang kongkrit dan ability yang berkaitan dengan hal-hal
yang abstrak. Individu itu inteligen apabila dapat berpikir secara abstrak secara baik. Ini
berarti bahwa apabila individu kurang mampu berpikir abstrak, individu bersangkutan
inteligensinya kurang baik.

C.P. Chaplin (Yusuf, 2006:106) mengartikan inteligensi itu sebagai kemampuan


menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif.

Anita E. Woolfolk (Yusuf, 2006:106) mengemukakan bahwa menurut teori- teori


lama, inteligensi itu meliputi tiga pengertian, yaitu:

1. kemampuan untuk belajar;


2. keseluruhan pengetahuan yang diperoleh; dan
3. kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi atau lingkungan pada
umumnya.(،2010 ,‫)ميهاربإ‬

Masing-masing individu berbeda-beda dalam segi inteligensinya. Untuk dapat


mengetahui taraf inteligensi seseorang, orang menggunakan tes inteligensi. Dengan tes
inteligensi diharapkan dapat mengungkap inteligensi seseorang, akan dapat diketahui
tentang keadaan tarafnya.
Ahli yang dipandang pertama menciptakan tes inteligensi adalah Binet. Tes
inteligensi Binet disusun pertama kali di tahun 1905 yang kemudian mendapatkan revisi
baik dari Binet sendiri maupun dari para ahli. Tahun 1949 diciptakan Wechsler
Intelligence Scale for Children atau tes WISC, yang khusus diperuntukkan anak-anak.
Selanjutnya di tahun 1955 Wechsler menciptakan tes inteligensi untuk orang dewasa yang
dikenal dengan Wechsler Adult Intelligence Scale yang dikenal dengan tes WAIS.
(Nur’aeni, 2012)

Untuk mengetahui tingkat kecerdasan inteligensi seseorang harus melalui proses


pengukuran. Dalam melakukan pengukuran inteligensi, digunakan alat yang disebut
dengan tes intelegensi.

Pengertian tes yang dikemukakan oleh beberapa ahli, ialah:

5
1. Woodworth
“A test is a task performed under standard conditions”, yaitu tes adalah suatu
tugas yang dijalankan menurut syarat tertentu.

2. Soemadi Soeryobroto
“Tes adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah
yang harus dijalankan berdasarkan atas bagaimana testee menjawab pertanyaan- pertanyaan
dan atau melakukan perintah itu. Penyelidikan mengambil kesimpulan dengan cara
membandingkannya dengan standar atau testee yang lain.
3. Cronbach Lee J
“A test is systimatic procedure for comparing the behaviour of two or more person,
yaitu suatu tes adalah mekanisme yang terancang untuk membandingkan tingkah laku dari
dua orang atau lebih.” Jika dilihat dari beberapa pakar pada rincian di atas, definisi tes adalah
serentetan pertanyaan atau tugas yang harus dijawab atau dilaksanakan menurut syarat tertentu
dengan tujuan membandingkan tingkah laku dari dua orang atau lebih.(Ariana, 2016)

Pembicaran mengenai tes inteligensi secara mendalam dikaji khusus dalam


psikodiagnostik dimana seorang psikolog dan atau orang yang ahli/berkompeten dalam
pelaksanaanya.
Menurut (Warsah, 2018) Unit skala yang digunakan untuk menunjukkan skor
inteligensi ini disebut IQ (Intelligence Quotient). Berdasarkan hasil pengukuran atau tes
inteligensi terhadap sampel yang dipandang mencerminkan populasinya, maka dikembangkan
suatu sistem norma ukuran kecerdasan sebaran berikut:
IQ (Intelligence Quotient) Klasifikasi
140- ke atas Jenius
130-139 Sangat cerdas
120-129 Cerdas
110-119 Di atas normal
90-109 Normal
80-89 Di bawah normal
70-79 Bodoh
50-69 Terbelakang (Moron/Debil)
49 ke bawah Terbelakang (imbecile/ dan idiot)

6
C. Konsep Kecerdasan
Kecerdasan berasal dari kata cerdas yang berarti pintar dan cerdik, cepat tanggap dalam
menghadapi masalah dan cepat mengerti jika mendengar keterangan. Kecerdasan adalah
kesempurnaan perkembangan akal budi. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk
memecahkan masalah yang dihadapi, dalam hal ini adalah masalah yang menuntut kemampuan
fikiran. Kecerdasan adalah kemampuan yang digunakan untuk memahami informasi, memecahkan
masalah, dan membentuk pengetahuan dan kesadaran serta menciptakan produk-produk dan karya-
karya.
Kecerdasan merupakan kesempurnaan perkembangan akal budi, yakni kemampuan
memecahkan suatu masalah atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu.Definisi
kecerdasan dapat dijelaskan dalam dua metode, yaitu kecerdasan secara kuantitatif adalah
kecerdasan proses belajar untuk memecahkan masalah yang dapat diukur dengan tes inteligensi,
sedangkan secara kualitatif kecerdasan merupakan suatu cara berpikir dalam membentuk konstruk
bagaimana menghubungkan dan mengelola informasi dari luar yang disesuaikan dengan dirinya.
Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapi,
dalam hal ini adalah masalah yang menuntut kemampuan pikiran. kecerdasan adalah suatu
kemampuan yang digunakan untuk memahami informasi dalam membentuk pengetahuan dan
kesadaran; dan kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah
yang dihadapi mampu dipecahkan serta menambah pengetahuan.
Secara umum perkembangan kecerdasan terdiri dari empat tahapan, yaitu sebagai berikut:

a. Intelligence Quotient (IQ)

Intelligence Quotient (IQ) atau kecerdasan intelektual menggambarkan intelegensi atau


kecerdasan sebagai rasio antara usia mental (MA) dan usia kronologis (CA).Dalam pandangan
IQ, kecerdasan atau intelegensi seseorang diukur dengan menggunakan sebuah tes dan hasilnya
dihitung melalui sebuah rumus tertentu. Hasil tes yang didapat menentukan tingkatan
kecerdasan seseorang. Semakin tinggi hasil tes yang didapat maka semakin tinggi pula
tingkatan inteligensi seseorang, begitupun sebaliknya.

b. Emotional Intelligence (EQ)

Emotional Intelligence (EQ) merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri
dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri, dan kemampuan mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri maupun hubungan dengan orang lain.Kecerdasan emosional
adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan setiap kegiatan atau pergolakan pikiran,

7
perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang meluap-luap yang didasarkan pada pikiran yang
sehat.
c. Spiritual Quotient (SQ)

Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan Untuk menghadapi dan memecahkan


persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam
konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan
hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.

d. Multiple Intelligences (MI)

Multiple Intelligences (MI) disebut juga dengan kecerdasan jamak, yaitu jenis
kecerdasan hasil penemuan dari Howard Gardner. Menurut Gardner, manusia tidak mempunyai
satu intelegensi, tetapi memiliki banyak intelegensi, yang masing-masing berbeda pada setiap
individu. Masing-masing intelegensi ini meliputi keterampilan-keterampilan yang unik.Multiple
Intelligence adalah sebuah penilaian yang melihat secara deskriptif bagaimana individu
menggunakan kecerdasannya untuk memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

J. P. Guilford menjelaskan bahwa tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur


proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu
jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Sedangkan
kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk
memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan.

Untuk mengetahui tingkat kecerdasan inteligensi seseorang harus melalui proses


pengukuran. Dalam melakukan pengukuran inteligensi, digunakan alat yang disebut
dengan tes intelegensi.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan,
oleh sebab itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari berbagai pihak
untukkemajuan penulisan makalah kedepannya.

9
DAFTAR PUSTAKA
Ariana, R. (2016). Hakekat Inteligensi. 1–23.
Magdalena, I., Uyun, N., & Maulida, Z. (2021). DEFINISI SEJARAH TEORI
INTELEGENSI. Jurnal Sosial Dan Teknologi (SOSTECH), 1(10), 145–149.
Nur’aeni, S.Psi., M. S. (2012). TES PSIKOLOGI : Tes Inteligensi dan Tes Bakat (M. P. Teguh
Trianton, S.Pd. (ed.)). Universitas Muhammadiyah (UM) Purwokerto Press.
Nur’aeni. (2012). Tes Psikologi : Tes Inteligensi dan Tes Bakat. Pustaka Pelajar: Universitas
Muhammadiyah (UM) Purwokerto Press, 173.
https://digilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-nuraenisps-1031-1-fulltek-
u.pdf
Nur Habibah, M.SI., M.Psi., P. (2021). TES INTELEGENSI. UMSIDA PRESS Jl.
Rohmah, U. (2011). Tes intelegensi dan pemanfaatannya dalam dunia pendidikan.
Cendekia, 9(1).
Sumadi Suryasubrata. (2004). Psikologi Pendidikan. Raja Grafindo.
Triwulandari, S., & U.S, S. (2022). ANALISIS INTELIGENSI DAN BERPIKIR KRITIS
Syane. Jurnal Utile, VIII(1), 50–61.
Warsah, I. (2018). Pendidikan Keimanan Sebagai Basis Kecerdasan Sosial Peserta Didik:
Telaah Psikologi Islami. Psikis : Jurnal Psikologi Islami, 4(1), 1–16.
https://doi.org/10.19109/psikis.v4i1.2156

1
0
DAFTAR PUSTAKA
Ariana, R. (2016). Hakekat Inteligensi. 1–23.
Damayanti, A. K., & Rachmawati, R. (2019). Kesiapan Anak Masuk Sekolah Dasar Ditinjau
Dari Tingkat Inteligensi Dan Jenis Kelamin. Psikovidya, 23(1), 108–137.
https://doi.org/10.37303/psikovidya.v23i1.130
Magdalena, I., Uyun, N., & Maulida, Z. (2021). DEFINISI SEJARAH TEORI
INTELEGENSI. Jurnal Sosial Dan Teknologi (SOSTECH), 1(10), 145–149.
Nur’aeni, S.Psi., M. S. (2012). TES PSIKOLOGI : Tes Inteligensi dan Tes Bakat (M. P. Teguh
Trianton, S.Pd. (ed.)). Universitas Muhammadiyah (UM) Purwokerto Press.
Nur’aeni. (2012). Tes Psikologi : Tes Inteligensi dan Tes Bakat. Pustaka Pelajar: Universitas
Muhammadiyah (UM) Purwokerto Press, 173.
https://digilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-nuraenisps-1031-1-fulltek-
u.pdf
Nur Habibah, M.SI., M.Psi., P. (2021). TES INTELEGENSI. UMSIDA PRESS Jl.
Rohmah, U. (2011). Tes intelegensi dan pemanfaatannya dalam dunia pendidikan.
Cendekia, 9(1).
Sumadi Suryasubrata. (2004). Psikologi Pendidikan. Raja Grafindo.
Triwulandari, S., & U.S, S. (2022). ANALISIS INTELIGENSI DAN BERPIKIR KRITIS
Syane. Jurnal Utile, VIII(1), 50–61.
Warsah, I. (2018). Pendidikan Keimanan Sebagai Basis Kecerdasan Sosial Peserta Didik:
Telaah Psikologi Islami. Psikis : Jurnal Psikologi Islami, 4(1), 1–16.
https://doi.org/10.19109/psikis.v4i1.2156

Anda mungkin juga menyukai