Anda di halaman 1dari 4

engapa Negara-Negara

Islam Tidak Maju?


oleh Faadhil Fikrian Nugroho

26 Maret 2024

di Manhaj
0

Daftar Isi
 Pertama: Keliru menggeneralisasi semua umat Islam
 Kedua: Konflik terbesar, pelakunya bukan umat Islam
 Ketiga: Jangan lupakan kolonialisme
 Keempat: Islam dilihat dari sumbernya bukan umatnya
 Kelima: Sunnatullah di alam semesta
 Keenam: Standar sukses bukan maju secara materil
 Kesimpulan
“Jika Islam adalah agama yang benar, mengapa negara Islam tidak
maju dan selalu berkonflik?”

Demikianlah, kiranya sebuah ujaran yang sering kita dengar dari


pihak oposisi dari kalangan liberal, progresif, filsuf, dan cendikiawan
yang kurang melek sejarah, dan hanya mengekor pada sembarang ide
dari barat berucap.

Ide-ide progresif bermoto “kebebasan berpikir” pun laku di kalangan


para mahasiswa, akademisi, para intelek, free thinker, aktivis, dan
semisalnya. Sebab, bagi mereka, memegang teguh tradisi adalah
kejumudan. Membaca tulisan agama adalah kemunduran dan
mengikuti petuah tokoh agama adalah kuno. Sebagai akibatnya,
sekarang kita harus mendengar “kebijaksanaan” para filsuf
eksistensialis semacam Friedrich Nietzsche atau Albert Camus, serta
membaca novel-novel tulisan Dostoevsky atau Leo Tolstoy agar
semakin “berbudaya.”
Berangkat dari fenomena progresifisme itulah, ungkapan semacam,
“Jika Islam benar, mengapa umat Islam lemah?”, “Jika Islam benar,
mengapa negara Islam tidak maju dan penuh konflik?”, dan
ungkapan, “Jika Islam benar, mengapa tidak ada ilmuwan muslim
yang mendapat penghargaan nobel?” pun muncul.

Ketika kita renungkan pertanyaan-pertanyaan semacam ini dan


berbagai turunannya, maka kita dapati adanya sesat pikir (logical
fallacy) dan standar yang keliru dalam menilai. Berikut kami akan
jelaskan dalam bentuk poin-poin:
Pertama: Keliru menggeneralisasi
semua umat Islam
Orang-orang yang mengatakan hal demikian mengalami kekeliruan
generalisasi. Karena, mereka mengambil contoh dari sekelompok
umat Islam lalu mengeneralisir semua umatnya di dunia. Sebab, umat
Islam di dunia hidup dalam kondisi yang bermacam-macam. Umat
Islam di Suriah tidak sama dengan umat Islam di Saudi. Begitu pun
umat Islam di Indonesia tidak sama dengan umat Islam di Qatar.
Sehingga, umat Islam tidak dalam satu kondisi serupa. Oleh sebab itu,
tidak semua umat Islam hidup dalam kemunduran dari aspek materil.
Sebab, standar hidup beberapa kelompok umat Islam sangat beragam.
Bahkan, ada yang lebih tinggi dibanding penduduk negara-negara
maju.

Kedua: Konflik terbesar, pelakunya


bukan umat Islam
Jika dikatakan bahwa negara-negara Islam penuh konflik, kita perlu
menengok kembali sejarah. Konflik mana yang paling mematikan
sepanjang sejarah dan siapakah sosok pelaku di baliknya?
Jawabannya adalah Perang Dunia 2 yang menewaskan sekitar 50 juta
orang dan pihak yang memulainya adalah kubu barat yang berideologi
ateis dan sekuler. Biasanya, merekalah pihak yang mengolok-olok
Islam sebagai agama ekstremis, radikal, dan penuh konflik.

Menurut logika mereka, kita juga bisa mengatakan semua orang ateis
dan sekularis adalah ekstrimis, radikal, dan penuh konflik. Sebab,
konflik-konflik paling mematikan dilakukan oleh orang yang
berideologi tersebut. Ditambah lagi bukti langsung yang sedang
terjadi, yaitu invasi Israel terhadap Gaza sejak 7 Oktober 2023, yang
telah memakan korban per tanggal 12 Maret 2024 sebanyak 31,045
warga sipil Palestina [1]. Sehingga, semakin terlihat siapa yang
sebenarnya pantas disebut ekstremis, radikal, dan penuh konflik.
Penulis juga mendapatkan temuan menarik dalam buku
berjudul “War Peace Islam” [2] mengenai konflik dengan latar
belakang ideologi atau agama mana yang paling menimbulkan korban
jiwa dari tahun 0-2008 Masehi. Berikut tabel kesimpulannya:

Sumber: https://muslim.or.id/92570-mengapa-negara-
negara-islam-tidak-maju.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Anda mungkin juga menyukai