Anda di halaman 1dari 6

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA, FAKULTAS PERTANIAN


Mata Kuliah: MANAGEMEN AGROEKOSISTEM Nama : Vira Wahyu Apsari
Thema: Restorasi Tanah Terdegradasi (Absen 40, Artikel 5)
Tugas minggu: 4 (empat) NIM : 225040207111328
Tanggal: 29 Februari 2024 Kelas : Agroekoteknologi I
Tanggal penyerahan: di GC masing-masing kelas (Dead
line: 8 Maret 2024, 18.00 WIB)
Dosen: Prof. Kurniatun Hairiah, PhD; Dr. Reni Ustiatik, SP. MP.; Rizky Maulana Ishaq, SP. MP, Rika Ratna
Sari, SP. MP. Ph.D
____________________________________________________________________________________

I. Pendahuluan
Degradasi tanah banyak macam kerusakannya (Gambar 1) yang dikelompokkan menjadi 4: Fisika
(pemadatan tanah, rapuhnya struktur tanah, ketersediaan air tanah), Kimia (pH tanah,
ketersediaan hara, penurunan KTK, hara tak berimbang), Biologi (penurunan C-organik,
keanekaragaman biota, hama dan penyakit dalam tanah) dan Ekologi (siklus hara, gangguan
siklus air, kehilangan C&N, efisiensi serapan hara).

Gambar 1. Penurunan kualitas tanah akibat adanya gangguan fisik, kimia, biologi dan ekologi yang
mengakibatkan menurunnya jasa lingkungan tanah dan penurunan tingkat konservasi alami (Lal,
2015)

Restorasi tanah-tanah terdegradasi untuk menjadi tanah yang berkualitas, dapat dilakukan dengan
banyak cara untuk perbaikan fisika, kimia, biologi atau ketiganya (Gambar 2). Namun, pada kegiatan ini
restorasi yang dipilih adalah yang ditujukan untuk perbaikan fisik tanah (pemadatan & ketersediaan air

1
tanah), kimia (masalah pH tanah dan ketersediaan hara), biologi (BOT, keanekargaman biota, biomasa
mikrobia).

Gambar 2. Skema managemen tanah, air dan tanaman untuk restorasi kualitas tanah

Sub-capaian pembelajaran

Tugas ini didukung oleh 7 artikel ilmiah terkait dengan Restorasi Tanah Terdegradasi. Guna mencapai
sub-capaian pembelajaran yang ada, maka kegiatan ini ditujukan untuk mendukung mahasiswa dalam
memahami:

1. Macam-macam degradasi tanah dan prinsip pengelolaanya


2. Bermacam teknik pengelolaan tanah terdegtadasi di daerah tropis berdasarkan pendekatan
fisika, kimia dan biologi atau terintegrasi dari ketiganya

II. Mekanisma pembelajaran


Waktu pelaksanaan 4 -7 Maret 2024, dengan mekanisma seperti tercantum di bawah ini:

2
II.1. Instruksi tugas
Ada 7 artikel ilmiah untuk tugas individu, setiap mahasiswa akan mengerjakan 1 (satu) arikel
saja untuk memenuhi tugas terstruktur. Selanjutnya materi tersebut akan dipakai untuk
diskusi kelompok dalam kelas tutorial.
Grup 1. Pengukuran Kualitas Tanah di berbagai Sistem Penggunaan Lahan (Fokus kajian
parameter Bio-fisika tanah)
1. Hairiah, K., Sulistyani, H., Suprayogo, D., Purnomosidhi, P., Widodo, R. H., & Van
Noordwijk, M. (2006). Litter layer residence time in forest and coffee agroforestry
systems in Sumberjaya, West Lampung. Forest ecology and management, 224(1-2),
45-57.
2. Saputra, D. D., Sari, R. R., Hairiah, K., Roshetko, J. M., Suprayogo, D., & van Noordwijk, M.
(2020). Can cocoa agroforestry restore degraded soil structure following conversion from
forest to agricultural use?. Agroforestry Systems, 94(6), 2261-2276.

Grup 2. Index Kualitas Tanah berdasarkan Pengamatan Jangka Panjang dalam system bero

1. Tian, G., Salako, F. K., Ishida, F., & Zhang, J. (2001). Biological restoration of a degraded alfisol in
the humid tropics using planted woody fallow: synthesis of 8-year-results. Sustaining the Global
Farm. Purdue University, West Lafayette, USA, 333-337.
2. Sharma, K. L., Grace, J. K., Mandal, U. K., Gajbhiye, P. N., Srinivas, K., Korwar, G. R., ... & Yadav, S.
K. (2008). Evaluation of long-term soil management practices using key indicators and soil quality
indices in a semi-arid tropical Alfisol. Soil research, 46(4), 368-377.

Grup 3. Penggunaan Tanaman Leguminose dalam perbaikan Kualitas Tanah

1. Chaer, G. M., Resende, A. S., Campello, E. F. C., de Faria, S. M., & Boddey, R. M. (2011).
Nitrogen-fixing legume tree species for the reclamation of severely degraded lands in Brazil. Tree
Physiology, 31(2), 139-149.
2. Vanlauwe, B., Descheemaeker, K., Giller, K. E., Huising, J., Merckx, R., Nziguheba, G., ... & Zingore,
S. (2015). Integrated soil fertility management in sub-Saharan Africa: unravelling local
adaptation. Soil, 1(1), 491-508.

3
3. Hairiah, K., Van Noordwijk, M., & Cadisch, G. (2000). Quantification of biological N2 fixation of
hedgerow trees in Northern Lampung. NJAS-Wageningen Journal of Life Sciences, 48(1), 47-59.

II.2. Pelaksanaan
1. Silahkan bagikan 7 artikel ini kepada mahasiswa peserta menurut urutan nama dalam persensi,
setiap mahasiswa mengerjakan 1 artikel saja.
2. Baca dengan cermat dan buatlah ringkasan lengkap (extended summary) dari setiap artikel
paling tidak mencakup ke 3 tujuan pembelajaran di atas.
3. Cobalah jawab dari masing-masing pertanyaan yang ada untuk setiap artikel dengan merujuk
kepada statement yang tertulis dalam artikel.

4
Pertanyaan Artikel 5. (Chaer et al., 2011)
1. Bagaimana proses terjadinya erosi selokan di Brazil?

Jawab : Deteriorasi lahan terjadi terutama akibat penggembalaan berlebihan dan kurangnya
penggunaan bahan kimia pemupukan serta pembakaran tumbuhan secara teratur. Meskipun wilayah ini
memiliki kondisi cuaca yang baik dengan curah hujan tahunan >1000 mm, yang memungkinkan
direklamasi untuk produksi pangan, kayu, atau tebu, aktivitas pertanian dan penggunaan lahan yang
tidak berkelanjutan selama berabad-abad menyebabkan kerusakan. Sebagian besar hutan yang dibuka
telah berubah menjadi padang rumput dengan produktivitas yang sangat rendah, membentuk selokan
besar akibat curah hujan tinggi di musim panas. Selokan ini terus meluas setiap tahun, menyebabkan
hilangnya sedimen yang mengendap di aliran sungai dan sungai di daerah aliran sungai. Lapisan tanah di
bawah selokan hampir tidak mengandung bahan organik, rendah unsur hara tanaman, dan kurang benih.
Situasi serupa terjadi pada lapisan tanah yang terpapar oleh pemotongan jalan, perataan tanah di lokasi
konstruksi, dan kegiatan pertambangan. Dalam kondisi ini, revegetasi dengan vegetasi asli menjadi
sangat terbatas. Meskipun benih-benih dari spesies hutan asli mungkin tersebar, pertumbuhan dan
revegetasi spontan jarang terjadi, terutama di wilayah dengan rumput yang persisten dan mudah
terbakar. Kondisi ini, diperparah oleh bentuk-bentuk pendudukan lahan dan curah hujan tinggi, telah
menghasilkan pembentukan selokan yang tak terhitung jumlahnya.

2. Apa dampak negatif penambangan besi terhadap tanah? Bagaimana strategi revegetasi pada lahan
tersebut?

Jawab : Dampak negatif penambangan besi terhadap tanah mencakup beberapa aspek yang dapat
merugikan ekosistem tanah. Pertama, penambangan dapat menyebabkan degradasi tanah dengan
kehilangan lapisan atas yang subur, mengurangi kesuburan dan kemampuan tanah untuk mendukung
pertumbuhan tanaman. Pemadatan tanah akibat penambangan juga dapat menghambat infiltrasi air dan
aerasi, merugikan pertumbuhan tanaman. Selain itu, penambangan besi dapat menyebabkan
pencemaran tanah dengan logam berat seperti besi, timbal, dan merkuri, yang berpotensi berbahaya
bagi manusia dan hewan. Pencemaran ini juga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan
mengurangi keanekaragaman hayati. Erosi tanah adalah dampak lain yang mungkin timbul karena
kehilangan vegetasi akibat penambangan, yang membuat tanah lebih rentan terhadap erosi. Erosi ini
dapat menyebabkan hilangnya tanah subur dan merusak infrastruktur. Pengasaman tanah adalah
masalah tambahan yang dapat terjadi akibat penambangan besi, yang dapat menurunkan pH tanah dan
membuatnya lebih tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Pengasaman juga dapat meningkatkan
kelarutan logam berat, memperparah pencemaran tanah.
Strategi revegetasi pada lahan bekas tambang besi dapat membantu mengatasi beberapa dampak
negatif tersebut. Pemilihan spesies tanaman yang tepat, persiapan lahan, penanaman, dan pemantauan
secara berkala merupakan langkah-langkah kunci dalam memulihkan kesuburan tanah, mengurangi
erosi, meningkatkan kualitas air, dan memulihkan keanekaragaman hayati. Melalui strategi ini,
diharapkan lahan bekas tambang besi dapat direhabilitasi secara efektif untuk mendukung ekosistem
tanah yang sehat.

5
3. Bagaimana pengaruh penanaman tanaman legum terhadap akumulasi karbon di dalam tanah?

Jawab : Penanaman tanaman legum memberikan sejumlah pengaruh positif pada akumulasi karbon
dalam tanah. Pertama, tanaman legum bersimbiosis dengan bakteri pengikat nitrogen melalui bintil
akarnya, yang meningkatkan nitrogen tanah dan membantu pembentukan humus, yaitu bahan organik
kaya karbon yang dapat disimpan dalam tanah untuk jangka waktu yang lama. Kedua, tanaman legum
menghasilkan biomassa yang besar, baik di atas maupun di bawah tanah, yang ketika terurai menjadi
bahan organik tanah, meningkatkan kesuburan dan menyimpan karbon. Selain itu, bahan organik tanah
dari tanaman legum meningkatkan retensi air tanah, menjaga kelembaban dan mencegah erosi. Terakhir,
tanaman legum dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dengan mengikat nitrogen atmosfer,
mengurangi kebutuhan pupuk sintetis, dan meningkatkan fotosintesis untuk menyerap karbon dioksida.
Chaer et al. (2011) menunjukkan bahwa penanaman spesies pohon legum dapat menjadi strategi efektif
untuk reklamasi lahan yang terdegradasi, meningkatkan biomassa dan nitrogen tanah, serta
meningkatkan retensi air tanah. Kesimpulannya, penanaman tanaman legum adalah strategi yang
beragam dan berdampak besar dalam meningkatkan kesuburan tanah, mengurangi emisi gas rumah
kaca, dan meningkatkan ketahanan pangan.

----------------------------------------------------------Good luck---------------------------------------------------------

Anda mungkin juga menyukai