Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENGERTIAN DAN PRINSIP DALAM PARADIGMA ILMU ISLAM TERAPAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Ilmu Islam Terapan

Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Ihsan, M.Ag.

Disusun Oleh :

Kelompok 1 – TBI C

1. Afwil Khusnia Faradisa 2210510064


2. Nailus Sa’adah 2210510080

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat, dan
karunia-Nya kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam
tidak lupa kita curahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Tidak lupa pula kami
ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. H. Ihsan, M.Ag. selaku dosen pengampu mata
kuliah Ilmu Islam Terapan yang senantiasa membimbing kami dalam menyelesaikan tugas
makalah ini.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Ilmu Islam
Terapan. Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
makalah ini agar kami dapat mengerjakan tugas makalah selanjutnya dengan lebih baik lagi di
masa yang akan datang.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca guna menambah ilmu pengetahuan,
wawasan, dan menjadi acuan untuk menulis makalah lainnya.

Kudus, 15 September 2023

Penulis

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI ...........................................................................................................................iii

PETA KONSEP ......................................................................................................................iv

BAB I .........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN .....................................................................................................................1

A. Latar Belakang ............................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................................2
C. Tujuan ...........................................................................................................................2

BAB II .......................................................................................................................................3

PEMBAHASAN .......................................................................................................................3

A. Paradigma Ilmu Islam Terapan .................................................................................3


B. Prinsip Paradigma Ilmu Islam Terapan ....................................................................6
C. Paradigma Ahkami, Falsafi, dan Wijdani .................................................................8
D. Epistemologi Amali dan Islamologi Terapan ..........................................................12
E. Implementasi Ilmu Islam Terapan pada Moderasi Beragama ..............................15

BAB III ....................................................................................................................................17

PENUTUP ...............................................................................................................................17

A. Kesimpulan .................................................................................................................17
B. Saran ...........................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................18

III
PETA KONSEP

suatu citra fundamental


Pengertian Paradigma dari pokok
Ilmu Islam Terapan permasalahan dari
suatu ilmu.

Prinsip Paradigma Ilmu


Prinsip Integral Prinsip Seimbang
Islam Terapan

Pengertian dan Prinsip


dalam Paradigma Ilmu Pembagian Paradigma Paradigma Ahkami, Falsafi, dan Wijdani
Islam Terapan

Epistemologi Amali dan


Islamologi Terapan

Implementasi

iv
V
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Paradigma adalah intelektual komitmen, yaitu suatu citra fundamental dari
pokok permasalahan dari suatu ilmu. Paradigma menggariskan apa yang seharusnya
dipelajari, pernyataan-pernyataan apa yang seharusnya dikemukakan, bagaimana
seharusnya suatu pertanyaan dikemukakan, dan kaidah – kaidah apa yang seharusnya
diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperoleh. 1
Membicarakan tentang aturan agama, maka pastilah terikat dengan adanya
hukum-hukum yang ada yang harus dipegang teguh, dipahami, dan harus
diaplikasikan atau diamalkan di setiap tatanan kehidupan yang ada, pengamalan nilai
atau aturan tersebut harus sesuai dengan hukum agama masing-masing yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT. Tak terkecuali pula dengan Agama Islam.
Islam hadir dengan membawa rahmat bagi alam semesta, jika pernyataan ini
dipandang sebagai doktrin tidak akan menimbulkan keberatan, karena Allah SWT
sendiri telah menyatakan dalam surat Al-Anbiya ayat 107. Akan tetapi, jika proporsi
tersebut didudukan sebagai ungkapan faktual dimasyarakat, maka bentuk pertanyaan
dan masalah yang harus dijernihkan. Dalam sejarah, keberhasilan Islam dalam
membangun dunia, dan sekaligus memeratakan rahmat dan kesejahteraan manusia
dapat diakui. Namun dalam sejarah pula, dapat ditemukan kegagalannya untuk
mensejahterakan manusia.2
Islam sebagai keyakinan keagamaan juga memiliki prinsip-prinsip
epistemologis. Prinsip-prinsip epistemologi Islam tentu berakar dari sumber-sumber
ajaran Islam, al-Qur’ân dan Sunnah. Oleh karenanya, epistemologi Islam sarat dengan
nilai-nilai keislaman.
Berkaitan dengan tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan modern yang
berasal dari Barat maka tentu saja akan banyak hal yang berbeda antara Islam dengan
Barat. Dalam aspek epistemologis, ilmu pengetahuan di Barat tidak lahir dari
pandangan hidup agama tertentu, sebab hubungan agama dan sains di Barat sangat
problematik.

1
Mujianto Solichin, paradigma pendidikan agama islam, Diakses 17 September, 2023. journal.stitaf.ac.id
2
Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Kudus), Hal 3
1
Masalah yang timbul adalah ketika umat Islam harus mempelajari ilmu dan
pengetahuan dalam konstruksi epistemologi Barat sebagaimana di atas. Hal ini
menimbulkan pilihan-pilihan bagi umat Islam, yaitu untuk tetap mempertahankan
prinsip-prinsip epistemologisnya atau mengikuti prinsip dikotomi Barat yang
membedakan secara ekstrem antara kebenaran subjektif dan objektif.3

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Paradigma Ilmu Islam Terapan ?
2. Bagaimana prinsip dalam paradigma Ilmu Islam Terapan ?
3. Apa yang dimaksud dengan paradigma Ahkami, Falsafi, dan Wijdani ?
4. Apa yang dimaksud dengan Epistemologi Amali dan islamologi terapan ?
5. Bagaimana implementasi Paradigma Ilmu Islam Terapan pada moderasi
beragama ?

C. Tujuan
Berdasarkan uraian pada latar belakang serta rumusan masalah yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penyusunan makalah ini yaitu:
1. Menjelaskan tentang Paradigma Ilmu Islam Terapan
2. Menjelaskan tentang prinsip dalam paradigma Ilmu Islam Terapan
3. Untuk mengetahui paradigma Ahkami, Falsafi, dan Wijdani
4. Untuk mengetahui Epistemologi Amali
5. Menjelaskan implementasi Paradigma Ilmu Islam Terapan dalam moderasi
beragama

BAB II
3
Jurnaluf.uinsby.ac.id
2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Paradigma Ilmu Islam Terapan


Paradigma merupakan intelektual komitmen, yaitu suatu citra fundamental
dari pokok permasalahan dari suatu ilmu. Paradigma menggambarkan apa yang harus
dipelajari, pernyataan apa yang harus dibuat, bagaimana mengajukan pertanyaan, dan
aturan apa yang harus diikuti ketika menafsirkan jawaban yang diterima.Sedangkan
menurut Robert Friedrichs, paradigma merupakan suatu pandangan mendasar dari
suatu disiplin ilmu mengenai subject matter ( pokok persoalan) yang harus dipelajari.
Pada perkembangan selanjutnya istilah paradigma menjadi dikenal setelah Thomas
Kuhn memperkenalkan paradigma sebagai kerangka kerangka keyakinan (komitmen
intelek) yang terbatas pada kegiatan keilmuan. Dalam bukunya structure of Scientific
Revolution. Kuhn menekankan sifat revolusioner dari kemajuan ilmiah. Revolusi
keilmuan dilakukan dengan membuang suatu struktur teori lama dan menggantikannya
dengan yang baru. Ciri utama dari paradigma Kuhn adalah mengajak para ilmuan untuk
saling terbuka dalam sifat open-endded, yaitu bersedia menadah ilmu pengetahuan baru.
Paradigma adalah cara pandang setiap orang terhadap dunia ataupun suatu
persoalan. Pengalaman dan suatu pilihan mempengaruhi dan membentuk alur fikir
seseorang. Perlunya melakukan analisis kebijakan karena mempertimbangkan beberapa
faktor diantara, pertama karena biasanya ada beberapa kebijakan yang lemah, kedua
adanya fungsi kontrol yang dimiliki masyarakat, ketiga faktor pandangan hidup,
kemudian yang keempat adanya pengaruh tradisi. Al-Qur'an dijadikan sebagai
paradigma dalam pengembangan berbagai ilmu pengetahuan, di dalam Al-Qur'an
mencangkup segala sumber ilmu diantaranya sebagai sumber ilmu aqidah, akhlak,
sosial, ekonomi, politik, science, ibadah, sejarah, dan hukum-hukum. Al-Quran sebagai
paradigma yaitu dengan cara menjadikan Al-Quran sebagai paradigma keilmuan Islam
sekaligus sebagai ideologi.4
Dalam bidang keilmuan Islam Peranan penting dipegang oleh paradigma
kelimuan. Paradigma berfungsi menyajikan kerangka, mengarahkan bahkan menguji
konsistensi berdasarkan proses keilmuan.5

4
Mujianto Solichin, paradigma pendidikan agama islam, Diakses 17 September, 2023. journal.stitaf.ac.id
5
(Suwardi, 2012: 234)
3
Paradigma juga disejalankan dengan worldview (pandangan hidup). Hubungan
keduanya adalah seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan kita, baik
tindakan keseharian maupun tindakan ilmiah (Thomas Kuhn), sedangkan worldview
adalah asas bagi setiap prilaku manusia, termasuk aktivitas-aktivitas ilmiah dan
teknologi. Setiap aktivitas manusia akhirnya dapat dilacak pada pandangan hidupnya
(Prof. Alparslan) Paradigma ilmu merupakan seperangkat keyakinan dasar untuk
mengungkapkan hakikat ilmu dan cara mendapatkannya, hal tersebut terdiri atas 5
(lima) pertanyaan mendasar yakni 6
1) Ontologis; yakni hakikat sesuatu yang dapat diketahui.
2) Epistimologis; yakni hubungan subjek dan objek ilmu.
3) Aksiologis; yakni peran nilai dalam penelitian.
4) Retorik; yakni bahasa dalam penelitian.
5) Metodologis; yakni tentang bagaimana metode mencari dan menemukan
kebenaran ilmu.
Bila diiuraikan lagi, paradigma memiliki beberapa arti yakni sebagai
berikut :
1) Cara memandang sesuatu.
2) Dalam ilmu pengetahuan: model, pola, ideal. Dari model-model
inilah fenomena dipandang, dijelaskan.
3) Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang
menentukan atau mendefinisikan suatu studi ilmiah konkret.
4) Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk
memecahkan problem-problem riset.7

Secara bahasa ilmu berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘alama. Dalam artian
pengetahuan. Sedangkan di dalam kamus bahasa Indonesia, Ilmu didefinisikan sebagai
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode
tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu dibidang
pengetahuan. Ilmu bukanlah sekedar dari knowledge( pengetahuan ), akan tetapi dapat
diartikan juga sebagai rangkuman dari sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-
teori yang disepakati / berlaku umum dan diperoleh melalui serangkaian prosedure
sistematik, diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang tertentu. John

6
Endraswara, Suwardi. 2012. Filsafat Ilmu. CAPS: Yogyakarta
7
Khotimah, Khusnul. 2014. “Paradigma dan Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Alqur’an”. Vol. 9 (1)
4
G. Kemeny dalam Mohammad Adib mengatakan bahwa ilmu dalam arti semua
pengetahuan yang dihimpun dengan perantara metode ilmiah (all knowledge by means
of the scientific method)8. Ilmu pengetahuan juga dapat di definisikan sebagai ilmu
empiris, rasional, umum dan sistematis. mencari ilmu harus diniatkan ibadah, dengan
demikian memaknai ilmu dengan pengertian yang sekuler merupakan suatu kejahatan9
Islam menjadi salah satu agama yang menyebar luas dan terbesar di dunia saat
ini. Agama islam adalah agama yang diridhoi Allah.. Mengutip dari situs mui.or.id,
kata islam berasal dari kata “aslama” , “yuslimu” , “islaman” yang berarti tunduk,
patuh, dan selamat. Islam berarti kepasrahan atau ketundukan secara total kepada
ajaran-ajaran Islam yang diberikan oleh Alah SWT.

Islam dihadirkan ke bumi dengan tujuan untuk membawa manusia dalam


kedamaian dengan melekatkan sikap keparasahan Sempurna hanya kepada Allah
SWT. sehingga seorang yang beragama Islam akan mengutamakan kedamaiaan pada
diri sendiri mupun pada orang lain. secara terminologis(istilah, maknawi) dapat di
pahami bahwa Islam merupakan agama wahyu berintikan Tauhid atau keesaan Tuhan
yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan- Nya
yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, dimanapun dan kapanpun, yang
ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia10.

Ketika Islam dijadikan Paradigma Ilmu Pendidikan paling tidak berpijak pada
tiga alasan:

1. ilmu Pendidikan sebagai ilmu humaniora tergolong ilmu normatif, karena ia


terkait oleh norma-norma tertentu. Pada taraf ini, nilai-nilai Islam sangat berkompeten
untuk dijadikan norma dalam Ilmu Pendidikan.

2. Dalam menganalisis masalah pendidikan, para ahli selama ini cenderung


mengambil teori-teori dan falsafah Pendidikan Barat. Atas dasar itu, nilai-nilai ideal
Islam sangat memungkinkan untuk dijadikan acuan dalam mengkaji fenomena
kependidikan.

8
(Mohammad Adib, 2010: 4
9
Muhammad Ahmad Anees, “Menghidupkan Kembali Ilmu”, Jurnal al-Hikmah, No. 3 Dzulhijjah (1411), 72
10
Misbahuddin Jamal, “ Konsep Al Islam dalam Al Qur‟an”, Jurnal Al Ulum, Vol. Volume. 11, Nomor 2,
Desember 2011 Hal. 283-3108 Ibid
5
3. Dengan menjadikan Islam sebagai Paradigma, maka keberadaan Ilmu
Pendidikan memiliki ruh yang dapat menggerakkan kehidupan spiritual dan kehidupan
yang hakiki.

Sedangkan untuk pengertian Terapan sendiri adalah pengaplikasian atau


pengamalan atau penerapan dari suatu hukum atau aturan tertentu bagi manusia demi
menjadi tujuan hidupnya. Ilmu terapan adalah pengaplikasian pada kehidupan dan
segala bidang yang berasal dari pengetahuan. Ilmu yang juga merupakan penerapan
dari pengetahuan ilmiah. Ilmu Islam Terapan adalah sebuah ilmu yang menggagas
paradigma amali di dalam agama Islam. Paradigma amali merupakan sebuah sudut
pandang yang menitikberatkan pada dimensi praktis di dalam kehidupan manusia.
Penggagas paradigma ilmu Islam terapan adalah Prof. Muslim A. Kadir. Jadi, dapat
diambil kesimpulan bahwa paradigma ilmu islam terapan ialah pola pikir atau cara
pandang berkaitan dengan pengamalan nilai-nilai Islam pada para manusia.

B. Bagaimana Prinsip dalam Paradigma Ilmu Islam Terapan.

Prinsip secara etimologis berasal dari kata principle yang bermakna asal,
dasar,.prinsip merupakan suatu keyakinan dan pendirian atau sesuatu yang mempunyai
dasar yang kuat. Prinsip dasar Islam bermakna pandangan yang mendasar terhadap
sesuatu yang menjadi sumber pokok sehingga menjadi konsep, nilai dan asas agama
Islam11.

Adapun dalam Islam yang dijadikan sumber yang kuat adalah Alqur'an dan As-sunah.
Karena di dalamnya memuat nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman dan pandangan.
maka dipilih keduanya yang juga dipandang secara fundamental serta mencangkup
berbagai nilai yang lain diantaranya yaitu : tauhid, kemanusiaan kesatuan umat manusia
keseimbangan serta rahmatan lil'alamin. Seringkali sebuah prinsip hanya dijadikan sebagai
sebuah formalitas saja. Prinsip tidak dijadikan sebagai dasar atau pondasi bagai pencapaian
sebuah tujuan. Padahal dalam pencapaian tujuan yang diharapkan dalam pendidikan Islam,
keberadaan prinsip-prinsip tersebut sangatlah penting.

Atas dasar prinsip bahwa ajaran islam berlaku untuk semua umat manusia seperti
ditafsirkan oleh al-maraghy, Sayid Quthub,al- Maududi dan lainnya bahwa islam masa kini
11
Muhammad birul waliden, Islam dan prinsip prinsip keilmuan, diakses 19 September 2023
birulwaliden.blogspot.com
6
dalam dasarnya memiliki persamaan dengan Islam masa Rasulullah. Jika Islam masa kini
bermaksud mengulangi Islam masa lalu maka persoalannya adalah keniscayaan untuk
menemukan cara yang mampu mengantar mereka agar sampai pada tujuan tersebut.

Paradigma merupakan kunci dalam model perkembangan ilmu- ilmu pengetahuan.


Sehingga penting menggunakan prinsip dalam paradigma Islam yang diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari untuk menjaga kemaslahatan umat Islam yang berdasarkan Al-
quran dan Sunnah. Hal ini menjadi sangat penting karenan orang Islam dalam konteks
ruang waktu berbeda dengan Rasulullah yang berupaya untuk melaksanakan ajaran Islam.

Pada dasarnya Islam berprinsip agar mencintai Allah dan mencintai makhluknya, karena
bagaimanapun seluruh makhluk Allah merupakan satu kesatuan maka dari itu untuk
mencintai Allah maka cintailah makhluknya juga. Atas dasar prinsip bahwa ajaran Islam
berlaku untuk semua manusia maka Islam masa kini dalam sosok dasarnya memiliki
persamaan dengan Islam masa Rasul Allah .

Prinsip-prinsip pada paradigma ilmu Islam terapan adalah:

1. Prinsip Integral

Integral dapat diartikan sebagai berkesinambungan, berkelanjutan atau kontinu,


Islam tidak mengenal adanya pemisahan antara agama dan sains keduanya terintegrasi
secara harmonis, Allah sebagai pencipta alam ini juga menurunkan hukum-hukum
untuk mengelola dan melestarikannya, adapun hukum mengenai alam fisik disebut
sunatullah, sedangkan untuk pedoman hidup serta hukum-hukum untuk hukum-hukum
manusia telah ditentukan dalam dalam ajaran agama yang disebut dinullah yang
mencakup akidah dan syariah.

2. Prinsip seimbang

Islam senantiasa memperhatikan keseimbangan yang ada diantara berbagai aspek


yang secara keseluruhan meliputi keseimbangan dunia dan akhirat. Antara ilmu dan
amal hubungan kepada Allah maupun diantara sesama manusia serta antara hak dan
kewajiban. Keseimbangan antara hubungan dunia dan akhirat dalam ajaran Islam
harus menjadi perhatian juga menjadi sangat penting karena Allah mengutus Rasul
untuk mendidik dan mengajar manusia agar mereka dapat meraih kebahagiaan pada
keduanya, dapat merasakan kenikmatan antara dunia maupun akhirat. Implikasinya

7
pendidikan harus senantiasa diarahkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Hal ini sesuai pada firman Allah SWT yaitu :

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi
dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashas : 77)

C. Paradigma Ahkami, Falsafi dan Wijdani.

1. Paradigma Ahkami

Aktivitas intelektual dalam memahami keberagaman dan proses aktual


terbentuknya keberagaman perlu dikaji lebih mendalam. Sepanjang sejarah Islam,
sejak zaman Nabi hingga saat ini, aktivitas spiritual dan berbagai upaya sudah
dilakukan untuk mencapai tujuan risalah, Sebagai kalamullah Al Quran menjadi
bahan kajian utama bagi orang beriman, begitu pula Al Quran

menjadi pedoman yang komprehensif dan universal bagi masyarakat dalam


segala aspek kehidupan. Pada tataran wahyu Tuhan, Al-Qur'an menduduki tempat
pertama sebagai landasan segala sesuatu aktivitas manusia terlibat dalam
pengembangan kecerdasan. Maurice Bucaille adalah anggotanya seorang ahli bedah
yang menghasilkan banyak karya tentang Alkitab, Alquran dan ilmu pengetahuan
modern mengagumi isi Al-Qur'an, katanya bahwa Al-Qur'an merupakan kitab suci
objektif yang berisi petunjuk pengembangan ilmu pengetahuan-pengetahuan modern.
Menafsirkan ide-idenya, sains modern bisa tumbuh pesat dan berperan dalam
perkembangan dunia ini. Dalam kajian Al-Qur’an terdapat dua kosakata yang
mencerminkan epistemologinya, yaitu tafsir dan takwil. Sebagaimana istilah-istilah
lainnya, para ulama merumuskan definisi yang berbeda terhadap kedua istilah tersebut.

Imam Al Zarkasy mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu tentang Kitab Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan maknanya dan menyajikan
hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Sedangkan ta’wil diartikan dengan suatu
rumusan yang lafadznya berubah dari makna yang lebih nyata ke makna yang
tersembunyi karena adanya dalil-dalil yang mendukungnya. Ada tiga paradigma yang
8
digunakan sebagai alih keberagamaan yaitu ahkami, falsafi dan wijdani. Pokok
bahasan paradigma Ahkami adalah kajian terhadap wahyu Tuhan, dan pada dasarnya
sampai pada putusan hukum nomratif ajaran Islam, kajiannya adalah tafsir, ta’wil
takhrijul hadis, dan fiqh ahkamul khomsah.

Kajian Islam lebih berorientasi pada orisinalitas narasi keberagaman bentuk


tersebut. Bagaimana standar orang beriman. Kemudian kedudukan normatifnya
menjadi lebih pasti, karena yang dibicarakan adalah ahkam al-khamsah yang
merupakan hakikat agama. Pemahaman Al-Qur'an melalui metode tafsir dan takwil
merupakan produk intelektual orang beriman dalam usahanya memahami isi Al-
Qur'an. Dalam takwil, Al-Qur’an diposisikan sebagai objek, sehingga pikiran menjadi
subjek. Antitesa yang dihasilkan meskipun peluang dalam memaknai pada takwil
adalah rasio mufassir namun sumber pengertian yang menjadi produk tetap bersumber
dari Al-Qur'an dari tafsir Al-Qur'an, jadi dengan demikian baik tafsir maupun ta'wil
tetap memposisikan Al-Qur'an sebagai subyek12.

Al-Quran juga memberikan metode aktualisasi keagamaan sebagai pedoman hidup


sejak zaman Nabi hingga akhir zaman, yang diterapkan umat dalam segala situasi
sosial budaya. Nabi SAW menyelesaikan proses mewujudkan universalitas Al-Qur'an
yang kemudian terkenal dengan istilah Sunnah. Selain menjadi pedoman pelaksanaan
normatif, Sunnah juga menyimpan prosedur pelaksanaan menjadi realitas. Kajian
dalam Al-Qur'an Sunnah dan fiqih lebih terfokus kepada menguraikan maksud ayat
dengan metode tafsir dan ta'wil. Kajian Sunnah bertujuan untuk orisinalitas cerita
dalam bentuk keagamaannya dan sebagai patokan agama bagi mukmin di kemudian
hari.Dapat dijelaskan bahwa dalam hal ini baik Al-Qur'an maupun Sunnah yang
terkandung di dalamnya menjelaskan apa yang disyariatkan. cerita Allah SWT
terhadap mukalaf dalam fikih normatifnya secara lebih rinci. membaginya menjadi
lima hukum yang kemudian dalam pemikiran muslim dikenal dengan paradigma
ahkami.

2. Paradigma Falsafi

Pemahaman tentang Islam dalam ilmu filsafat disebut juga dengan ilmu
Kalam. Term ilmu Kalam telah masyhur pada era dinasti Abbas, lebih tepatnya pada
masa Khalifah Al Ma'mun. pokok pembahasan ilmu Kalam dapat dipahami bahwa

12
Muslim A Kadir, Ilmu Islam Terapan, Menggagas Paradigma Amali dalam Agama Islam, 18-19
9
cara berpikir yang digunakan adalah berpikir filosofis. Arti ilmiah Kalam berasal dari
bahasa Arab yang berarti kata-kata. Namun ilmu ini tidak ada hubungannya dengan
linguistik. Kalam yang dimaksud merupakan pembahasan yang menggunakan
penalaran yang mendalam. Di Indonesia khususnya Mazhab Asyariyah merupakan
ilmu Kalam yang berkembang di kawasan Asia Tenggara. Fiturnya adalah dua puluh
ciri-ciri yang telah banyak dipelajari dan menjadi ciri khas aliran Islam. Hal ini
dipengaruhi oleh ideologi Ahlussunah Wal Jamaah.

Muslim menjelaskan bahwa dalam paradigma filsafat, yang mewakili aktivitas


intelektual adalah orang-orang yang beriman. Karena sumber petunjuk tetap
bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka pokok bahasan yang dipelajari tidak
lepas dari apa yang ada dalam Al-Qur'an, dan pokok kajiannya adalah pemahaman
manusia terhadap pokok bahasan tersebut.Tema kajian di dalam Al Qur'an ilmu Kalam
adalah masalah aqidah. Tema kajian ini menjadi penting karena menjadi dasar pondasi
keimanan. Jika fiqih berkaitan dengan aspek kegiatan praktis maka akidah memberi
dasar kepada keyakinan manusia kepada Allah SWT.

Sumber kajian ilmu Kalam adalah pemahaman orang-orang yang beriman, maka
akal dan rasio berperan dalam mengumpulkan bahan-bahan pemahaman dan
pengertiannya sendiri. Dalam hal ini, umat Islam mencontohkan pendapat Ibnu Rusyd
bahwa pemahaman Allah SWT terhadap seluk-beluk dunia ini berbeda dengan
pemahaman manusia. Pemahaman manusia berupa hasil atau akibat, sedangkan
pemahaman Allah SWT adalah sebab dari wujud perincian itu sendiri.13

Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa pokok bahasan ilmu Kalam berbeda-beda
pemabahasan dalam paradigma Ahkami, ketika pokok bahasan paradigma Ahkami
adalah wahyu, Dengan demikian bahasa dasar ilmu Kalam adalah pemahaman
manusia terhadap wahyu. Nama Kalam karena pembahasannya yang murni teoritis
dirumuskan dengan kata-kata yang tidak ada hubungannya dengan masalah praktis
atau latihan nyata

Dalam paradigma falsafi sumber arus pengertian dalam bahasanya adalah pemahaman
atau keberagamaan orang beriman artinya materi pengertian dalam bahasa
keilmuannya diperoleh dari keberagamaan orang beriman sebagai wujud pelaksanaan
agama, disini akal manusia juga berperan namun berbeda dengan paradigma ahkami ia

13
Muslim A Kadir, Ilmu Islam Terapan, Menggagas Paradigma Amali dalam Agama Islam, 23
10
berpeluang untuk memberikan materi pengertian kepada ilmu bersangkutan dalam
posisi ini keberagamaan adalah subyek ilmu dalam intelektualitas Islam.

3. Paradigma Wijdani

Pada paradigma ini objek kajiannya adalah pengalaman manusia berada di


dekat Allah SWT atau dikenal dengan tasawuf. Tasawuf memiliki banyak sekali
pengertian. Muhammad bin Ali Al- Qosaab memberikan definisi tasawuf sebagai
akhlak yang terpuji yang ditampilkan oleh diri manusia dari seorang yang mulia,
bersama dengan orang yang mulia14.

Syaikh Abdul Qadir Al Jailani menerangkan bahwa tasawuf berasal dari kata
Al Shafa yang memiliki makna suci. Maksudnya hati disucikan dengan cara memakan
makanan yang halal dengan cara bermakrifat secara sungguh-sungguh dan benar
kepada Allah SWT.15 Orang yang mengamalkan atau melaksanakan tasawuf disebut
dengan sufi. Seberapa dekatkah seorang sufi dalam menjalankan pengalaman ini,
bergantung pada seberapa jauh para sufi berhasil mendekati-Nya.

Beberapa tokoh sufi diantara yang terkenal dan tingkatannya tinggi adalah
Rabiah Al Adawiyah dengan muhabbahnya, Abu Yazid albustami dengan ittibadnya
ada beberapa tingkatan yang tidak disepakati oleh kalangan ahlusunnah yaitu
tingkatan hulul oleh Al Hallaj dan Wahdatul wujud oleh Ibnu Arabi. Nuansa
penyimpangan dalam rumusan ini membuat Al Ghazali membatasi dengan
pernyataannya bahwa pengalaman tertinggi adalah ma'rifat.

Dijelaskan bahwa dalam pembahasan tersebut yang menjadi objek kajiannya


bukanlah wahyu Allah SWT seperti dalam paradigma Ahkam, melainkan realisasi
ajaran agama seperti dalam paradigma filsafat namun dalam keadaan yang berbeda.
Selain merupakan konsep teoritis tasawuf juga dapat disingkat menjadi konsep teoritis
psikologi untuk mengukur kedewasaan seseorang.16

Paradigma Falsafi objek kajiannya adalah pemahaman manusia terhadap Allah


SWT sedangkan paradigma Wijdani objek kajiannya adalah ekspresi kebaragamaan
orang beriman dengan tujuan mendapatkan pengalaman berada di dekat Tuhan

14
Mihmidaty Ya’cub, Model Pendidikan Tasawuf pada Tariqah Shadhiliyah, (Surabaya: Pustaka Media,2018),
21.
15
Sahari, Kontruk Pemikiran Tasawuf, Akar filosofis Upaya Hamba meraihderajat, (Pontianak: IAIN
Pontianakpress,2017),
16
Kuntowijoyo, “Konsep Teoritis Ilmu dan Konsep Normatif Agama”, dalam paradigma Islam…, h. 308.
11
batasannya paradigma Falsafi yaitu hanya lingkup pelaksanaan pengalaman tasawuf.
Materi pengalaman keagamaan yang menjadi bidang kegiatan tasawuf sering disebut
Wijdani, sehingga paradigma yang disepakati adalah paradigma Wijdani. Unsur yang
harus dtegaskan adalah lingkup ajaran yang terbatas pada pengalaman tasawuf, seperti
dapat diperhatikan dalam rumusan tujuan yang hendak dicapai. Dalam tradisi materi
keilmuan ini materi pengalaman keagamaan yang menjadi bidang kegiatan tasawuf
lazim disebut dengan istilah Wijdani.

D. Epistemologi Amali dan Islamologi Terapan

1. Epistemologi Amali

Pertumbuhan dan perkembangan epistemologi modern terikat oleh


pertumbuhan dan perkembangan masyarakat modern. Oleh karena itu, upaya
memahami modernitas adalah bagian yang tak terelakkan. Dalam hal ini memahami
unsur dan struktur pembentuk modernitas. Perbedaan epistemologi tradisi
intelektualisme Islam dalam perspektif filsafat ilmu adalah hal yang cukup alami,
perbedaan itu bisa saja disebabkan oleh ketidakmampuan kerangka teoritis yang
digunakan untuk melihat realitas historis ataupun disebabkan oleh pergeseran
paradigmatik. Islam ideal tidak hanya superior dalam teori kewahyuan melainkan juga
unggul, secara realitas empirik melalui proses berpikir tersebut dapat mengembangkan
produk ilmu pengetahuan dalam Islam begitulah prosedur dalam menemukan suatu
17
teori dalam paradigma amali. Ilmu-ilmu rasional yang bersifat heteronom yakni
yang tidak berdiri sendiri tetapi bergantung kepada Allah, kedua usaha memadukan
ilmu-ilmu rasional dan syar'iah.18

Pergeseran paradigma kelimuan dalam studi Islam nampaknya tidak semudah


membalikkan tangan, karena adanya perbedaan dalam melihat konstruksi keilmuan
Islam pada awal proses penyusunannya. Dimana proses pengambilan jarak antara
produsen( ulama), produk (kazhanah keilmuan Islam) dan konsumen ( umat) gagasan
tidak mudah dipisahkan secara jelas dan tegas yang disebabkan oleh berbagai faktor

17
Hermanto, M. 2016. Telaah Pemikiran Epistemologi Ilmuan Muslim Kontemporer: Perspektif Intelektual
Muslim Indonesia, International Conference On Islam Epistemology. Universitas Muhammadiyah Surakarta,
141-149
18
Ibid. Bandingkan juga dengan Abdul Rahman Haji, Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan Aliran ( Jakarta:
Gema Insani Pres, t.th.),296.
12
historis yang melingkupinya, oleh karena itu sinyal yang dilontarkan oleh Muhammad
Arkun mengenai Taqdis Al afkar Al dini ( sakralisasi pemikiran keagamaan) dalam
tradisi intelektualisme Islam memang tidak bisa dipungkiri.19

Satu hal yang tidak bisa dipungkiri dari tradisi intelektualisme Islam adalah
seluruh kegiatan intelektual yang dilakukan oleh umat Islam ditujukan untuk
menerjemahkan pandangan dunia Islam yaitu Al-Qur'an dan Sunnah dalam seluruh
realitas empirik kehidupannya. cara berpikir seseorang dan mempengaruhi tingkah
laku belum ada kesamaan pandangan dikalangan intelektual muslim. Menurut al-
Attas, hakikatnya hanya ada satu realitas dan karena itu hanya ada satu kebenaran di
mana semua nilai-nilai Islam .20 bergantung kepadanya. Dalam dunia Islam setidaknya
ada tiga macam teori pengetahuan yang biasanya disebut sebagai epistemologi Islam,
pertama pengetahuan rasional, kedua pengetahuan indrawi, dan yang ketiga
pengetahuan kashfi. Penejelasan mengenai tiga teori pengetahuan ini lebih detail telah
dijelaskan oleh Muhammad Al 'Abid Al Jabiri dengan konsepsinya epistemologi
bayani, burhani, dan Irfani.21

Ragam paradigma yang dirumuskan menjadi ahkamy, Falsafy dan wijdany


semakin memperjelas fundamental filsafat keilmuan dalam Islam artinya upaya
generasi orang beriman setelah masa Rasulullah membangun keberagamaan ditandai
oleh kegiatan intelektual yang didasarkan pada paradigma tersebut. Kualitas dan
derajat capaian tujuan risalah dalam konteks sosial kulturalnya sangat ditentukan oleh
seberapa jauh potensi intelektualnya di dalam masing-masing paradigmanya yang
bersangkutan.

Metode berpikir dalam paradigma ahkamy yang terdapat dalam ilmu tafsir,
hadits, fiqih dan ilmu Kalam oleh Al Jabiri disebut dalil Al bayany, sedangkan metode
dalam filsafat Islam yang membahas paradigama Falsafy adalah dalil Al burhany
Metode berpikir yang membahas paradigma wijdany dalam ilmu tasawuf adalah dalil
Al irfany.

Pendekatan seluruh segi kehidupan manusia adalah cakupan keberagaman


dalam Islam. Dengan demikian proses pembentukan keberagaman tidak berhenti pada

19
Muhammad Arkûn, al-Islâm: al-Akhlâq wa al-Siyâsah (Beirut: Markaz al-Inmâ’ alQawmî, 1986), 172-173.
20
al-Attas, Islam dan Sekularisme, 124-125
21
Muhammad ‘Âbid al-Jâbirî, Bunyat al-‘Aqli al-‘Arabî (Beirut: al-Markaz al-Thaqâfî al-‘Arabî, 1993), 383-
384
13
paradigma ahkami, Falsafi dan Wijdani semata. Tetapi juga harus sampai pada
paradigma amali.

Pergeseran paradigama menjadi amali berarti pergeseran dimensi epistemologi,


dengan konsekuensi perubahan pengertian, sifat temuan teori serta produk keilmuan
yang dihasilkan. Sumber pemahaman nalar paradigma amali saat ini tidak hanya Al-
Qur’an dan Sunnah saja, namun juga realitas konkrit keberagaman umat beriman.
Dengan demikian, ilmu pengetahuan bukan hanya Islam yang ideal, tetapi juga Islam
yang hakiki. Sebagai sumber Islam yang sejati, wujudnya tak lain adalah
keberagaman umat beriman. Yang pertama adalah pengertian terhadap suatu tindakan,
gejala atau perilaku keagamaan. Yang kedua adalah pengertian tentang hubungan,
tingkah laku, gejala-gejala perbuatan dua orang atau lebih dalam kehidupan orang
beriman.

Landasan pertama adalah Al-Qur'an dan Sunnah. Dari sumber inilah orang-
orang beriman menerima konsep-konsep grand theory, dan dapat dipastikan hanya
dapat diperoleh setelah adanya keterpaksaan akal. Namun, ini hanya berarti ajaran
doktrinal. Setelah disusun secara sistematis, pemikiran-pemikiran tersebut menjadi
informasi tentang ajaran yang perlu dipenuhi. Agar ajaran menjadi kenyataan, ia harus
diasah dalam proses menjadi, bergerak melalui jangka waktu tertentu. Perubahan
ontologis ini berpotensi menghasilkan produk pemikiran konsep dan teori empiris,
pengetahuan yang berkembang menjadi ilmu pengetahuan. Teori sains berkembang
menjadi teknologi22.

2. Islamologi Terapan

Menurut Wahyudi, istilah Islamologi diterapkan ditujukan kepada bagaimana


upaya Islam dalam konteks tradisi spiritualnya berupa gagasan dan aksi nyata
(gerakan Islam) dalam melihat korelasinya dengan Islam sebagai keyakinan
keagamaan yang mengandung unsur dogmatis dan praktis serta realitas sejarah
kontemporer. Ada transformasi ide dan tindakan nyata memperkenalkan ilmu-ilmu
modern seperti sosiologi, antropologi, psikologi, linguistik 23. Ide secara alami
disajikan secara internal berbagai bentuk apresiasi, refleksi, kesadaran intelektual,
dan bahkan pembongkaran dan pemulihan tradisi intelektualisme Islam. Hal ini

22
Muslim A. Kadir, ibid, Hal.25-34
23
Wahyudi, Islamologi Terapan (Surabaya: Gita Media Press, t.th.), 8
14
disebabkan oleh tradisi intelektualisme Islam dirumuskan hingga abad ke-11 Masehi.
dan pantas dikritik, bahkan mungkin menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat
dihindari. Penegasan itu didasarkan pada asumsi metodologis yang menjadi landasan
perumusan gagasan dalam tradisi intelektualisme Islam dibangun oleh mutakkallimû
(ahli teologi), fuqahâ (ahli hukum), mufassirûn dan lumpur }awwiffûn tidak lagi
cukup berguna digunakan sebagai landasan epistemologis keilmuan Islam karena
memang ada perbedaan sejarah. Islamic worldview dapat ditegaskan bahwa
pandangan hidup Islam menjangkau makna pandangan Islam terhadap hakikat dan
kebenaran tentang alam semesta (ru’yat al-Islâm li al-wujûd) seperti pendapat al-Attas.
Hal ini berbeda dari pandangan hidup yang dikemukakan dalam konsep studi agama
modern di mana worldview hanya terbatas pada agama dan ideologi, termasuk di
dalamnya ideologi sekuler

E. Moderasi Beragama Sebagai Implementasi Paradigma Ilmu Islam Terapan.

Kajian Islam harus berani berdialog antara Islam ideal dengan realitas sosial. Apalagi
jika mempelajari permasalahan kehidupan masyarakat Islam. Ilmu pengetahuan Islam
terapan menawarkan pendekatan sosio-religius alternatif solusi atas permasalahan yang
dihadapi masyarakat. Mendorong nilai-nilai paradigma praktis dalam ilmu pengetahuan
sangatlah penting diperlukan Diperlukan paradigma praktis sebagai cara pandang baru
untuk memahami ajaran wahyu dan penerapannya. Terlibat dalam mencari solusi dari
berbagai persoalan yang dihadapi umat beragama khususnya umat Islam saat ini. Salah satu
permasalahan masyarakat saat ini adalah perpecahan antar dan antar komunitas agama.
Apakah alasannya karena toleransi yang buruk atau kedatangan radikalisme.

Moderasi dalam bahasa Latin berasal dari kata moderation yang artinya sedang, tidak
lebih, tidak kurang. Kata kesederhanaan berarti pengendalian diri yang bersumber dari sikap
kelebihan dan kekurangan. kata Bahasa Inggris moderasi digunakan dalam bentuk rata-rata
umum, standar, inti dan tidak memihak. Moderasi Beragama menjadi salah satu
implementasi Paradigma Ilmu Islam Terapan. beragama yang seimbang di antara keduanya
keyakinan pada agama (eksklusif) mereka dan rasa hormat terhadap orang lain orang lain
yang berbeda keyakinan (termasuk). Moderasi beragama berupa toleransi umat beragama

Batasan yang tidak bisa dilewati adalah soal keimanan. Aqidah adalah sesuatu hal-hal
yang bersifat hak milik dan non-komersial. toleransi yang disebutkan dalam Islam di bidang
15
komunikasi, dan muamalah sangat ditujukan kepada non-Muslim. Toleransi tanpa
mengganggu istirahat dan ibadahnya. Islam sangat ketat tentang toleransi antar umat
beragama. Seperti yang bersabda (Q.S. al-Kafirun ayat 6) yang artinya: “Bagimu agamamu
dan bagiku agamaku".

Islam secara ketat mengikuti prinsip yang rahmatan lil 'alaam Artinya Islam
membawa rahmat bagi seluruh alam. Islam datang tenang dan tidak menimbulkan konflik
internal (terkadang Muslim) dan di luar (dengan orang lain). Demikianlah dalam kajian
ilmu-ilmu keislaman Jika diterapkan, paradigma amal merupakan perwujudan prinsip
rahmatan Lil 'alamin . Memahami Islam dari Wahyu Al-Qur'an dan Sunnah. Analisis
linguistik saja tidak cukup. Al-Qur'an adalah teks yang hidup dan terbuka. Oleh karena itu,
24
memahami Al-Qur'an memerlukan sebuah jawaban komunikatif . Ikuti Alquran, seperti
Sunnah dan Terapkan bersama-sama dalam kehidupan sehari-hari Nilai-nilai universal
Islam. Salah satu wujud paradigma pelatihan adalah dengan menerapkan moderasi
beragama. Berdasarkan prinsip ini Ajaran Islam berlaku untuk semua orang, Islam juga
harus memperhatikannya yang tidak menerima Islam.

Dalam upaya peningkatan dan wadah pelatihan moderasi beragama melalui salah
satunya yaitu Rumah Moderasi beragama merupakan wadah penyemaian, edukasi, konseling
dan penguatan nilai-nilai moderasi beragama di lingkungan akademik. Moderasi beragama
merupakan kebutuhan konkrit bangsa. Sesuatu diperlukan membentuk pekerjaan untuk
mempersiapkannya. Sedangkan melalui metode kerja ilmu Islam Aplikasi tersebut
menghasilkan teknologi moderasi beragama yang berbasis kulliyat atau universalitas wahyu
Al-Qur'an dan bentuk khusus Sunnah yang kemudian berkembang menjadi ilmu
pengetahuan dan teori praktis teknik moderasi beragama.

24
Hasib, K. 2014. Studi Agama Model Islamologi Terapan Mohammed Arkoun. Jurnal
TSAQAFAH, Vol. X, No. 2, 309-324.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Paradigma ilmu Islam terapan adalah suatu citra fundamental dari pokok
permasalahan dari suatu ilmu atau juga pola pikir atau cara pandang berkaitan dengan
pengamalan nilai-nilai Islam pada para manusia. Kegiatan intelektual untuk memahami
dan proses faktualisasi dalam membentuk keberagaman juga perlu dianalisis dengan lebih
akurat yang dirumuskan menjadi ahkamy, Falsafi dan Wijadani. Pergeseran paradigma
amali menjadi epistemologi, dengan demikian bagi epistemologi Amali sumber ilmu
bukan hanya Wahyu ( Islam ideal) akan tetapi juga realitas konkrit ( Islam faktual)
prinsip dasar Islam bermakna sesuatu yang menjadi pendirian dan sumber pokok
sehingga menjadi konsep nilai dan asas agama Islam.

B. Saran

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan
tetapi pada kenyatannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat diharapakan sebagai bahan evaluasi untuk
kedepannya. Sehingga bisa terus menghasilkan penelitian dan karya tulis yang
bermanfaat bagi banyak orang.

17
Daftar pustaka

https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Quality/article/view/7517/0

https://jurnalfuf.uinsby.ac.id/index.php/teosofi/article/view/95

https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Hermeneutik/article/download/
12891/5526

https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JFI/article/view/36116/19450

http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/alhikmah/article/view/322

Jamal, Misbahuddin. 2011. “ Konsep Al Islam dalam Al Qur‟an”, Jurnal Al Ulum,


Vol. Volume. 11, Nomor 2, Desember 2011 Hal. 283-310

Adib, Mohammad. 2010. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan


Logika Ilmu Pengetahuan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Hermanto, M. 2016. Telaah Pemikiran Epistemologi Ilmuan Muslim Kontemporer:


Perspektif Intelektual Muslim Indonesia, International Conference On Islamic
Epistemology. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 141-149.

Endraswara, Suwardi. 2012. Filsafat Ilmu. CAPS: Yogyakarta.

Khotimah, Khusnul. 2014. “Paradigma dan Konsep Ilmu Pengetahuan dalam


Alqur’an”. Vol. 9 (1)

Kadir, Muslim A. 2003. Ilmu Islam Terapan. Menggagas Paradigma Amali dalam
Agama Islam. Kudus: IAIN Kudus

Ya’cub, Mihmidaty. 2018. Model Pendidikan Tasawuf pada Tariqah Shadhiliyah.


Surabaya: Pustaka Media.

Sahari. 2017. Kontruk Pemikiran Tasawuf. Akar filosofis Upaya Hamba


meraihderajat. Pontianak: IAIN Pontianakpress

18
Arkûn, Muhammad. al-Islâm: al-Akhlâq wa al-Siyâsah. Beirut: Markaz alInmâ’ al-
Qawmî, 1986

Jâbirî (al), Muhammad ‘Âbid. Bunyat al-‘Aql al-'Arabî. Beirut: al-Markazal-


Thaqâfî al-‘Arabî, 1993.

Wahyudi. Islamologi Terapan. Surabaya: Gita Media Press, t.th

Pranaka, A.W.M. Epistemologi Dasar: Suatu Pengantar. Jakarta: CSIS, 1987.

Kuntowidjoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, Bandung: Mizan, 1993

Anees, Muhammad Ahmad. “Menghidupkan Kembali Ilmu”, Jurnal alHikmah, No.


3 Dzulhijjah, 1411

Haji, Abdul Rahman. Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan Aliran.Jakarta:


Gema Insani Press, t.th.

al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam dan Filsafat Sains, terj. Saiful Muzani.
Bandung: Mizan, 1995. Islam dan Sekularisme. Bandung: Penerbit Pustaka, 1981.

Endraswara, Suwardi. 2012. Filsafat Ilmu. CAPS: Yogyakarta

Hasib, K. 2014. Studi Agama Model Islamologi Terapan Mohammed Arkoun.


Jurnal TSAQAFAH, Vol. X, No. 2, 309-324.

19
20

Anda mungkin juga menyukai