Anda di halaman 1dari 3

Nama: Sri Amelia Usman

Npm :2320231047

Mata kuliah: patofisiologi

Dosen: Ibu Mindy Eka Astuti, S.Si., M.Biomed

Patofisiologi Inflasmasi

Patofisiologi inflamasi adalah proses kompleks yang terjadi sebagai

respons terhadap kerusakan jaringan atau infeksi. Pada tingkat dasar,

inflamasi dimulai dengan stimulasi oleh agen patogen atau faktor

lainnya seperti cedera, dan respons tubuh terhadapnya adalah

mekanisme pertahanan alami. Proses dimulai dengan pelepasan

mediator inflamasi, seperti histamin, prostaglandin, dan sitokin, yang

memicu respons vaskular dan seluler. Histamin, misalnya,

meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, menyebabkan

pembengkakan dan merahnya area yang terkena. Prostaglandin

bertanggung jawab atas nyeri dan respons pembuluh darah yang lebih

luas, sementara sitokin memodulasi interaksi antara sel-sel dalam

respons inflamasi.

Selanjutnya, respons vaskular terjadi, dimana pembuluh darah

melebar untuk meningkatkan aliran darah ke area yang terkena. Hal ini

menghasilkan gejala klinis seperti kemerahan, panas, dan

pembengkakan. Di samping itu, pembuluh darah juga menjadi lebih

permeabel, memungkinkan sel darah dan protein keluar dari pembuluh


darah dan masuk ke jaringan yang terinfeksi atau terluka. Respons ini

penting untuk mengirimkan faktor-faktor pertahanan, seperti antibodi

dan sel-sel imun, ke lokasi infeksi atau kerusakan jaringan untuk

membantu membersihkan patogen dan memulai proses penyembuhan.

Pada tingkat seluler, beberapa jenis sel-sel, seperti neutrofil,

makrofag, dan sel mast, berperan penting dalam respons inflamasi.

Neutrofil adalah sel darah putih pertama yang tiba di lokasi inflamasi,

dan mereka bertanggung jawab untuk memfagositosis dan

menghancurkan mikroorganisme patogen. Makrofag, di sisi lain,

memiliki peran yang lebih kompleks. Mereka berfungsi dalam

membersihkan debris dan patogen, serta memproduksi sitokin yang

memodulasi respon inflamasi. Sel mast juga melepaskan mediator

inflamasi seperti histamin, yang memperkuat respons vaskular dan

seluler. Proses fagositosis oleh neutrofil dan makrofag juga

menghasilkan produksi radikal bebas dan enzim proteolitik, yang

membantu menghancurkan patogen tetapi juga dapat merusak jaringan

sekitarnya jika tidak terkontrol.

Terakhir, proses resolusi inflamasi dimulai setelah patogen

dieliminasi dan kerusakan jaringan mulai diperbaiki. Resolusi ini

melibatkan penghapusan sel-sel inflamasi dan mediator inflamasi dari

situs inflamasi, serta penghentian respons vaskular yang meradang. Sel-

sel fagositik, seperti makrofag, berperan dalam membersihkan sisa-sisa

sel mati dan debris, sementara pembentukan jaringan baru dimulai

melalui proses penyembuhan. Jika proses inflamasi tidak dapat diatasi


dengan efektif, dapat menyebabkan inflamasi kronis yang berkelanjutan

dan kerusakan jaringan yang lebih lanjut. Faktor risiko untuk inflamasi

kronis termasuk obesitas, merokok, dan penyakit autoimun. Oleh

karena itu, pemahaman patofisiologi inflamasi penting untuk

pengembangan terapi yang ditargetkan dan pencegahan komplikasi

yang berhubungan dengan inflamasi kronis.

Referensi:

1. Soetikno, V., & Firmansyah, A. (2019). Patofisiologi inflamasi:

mekanisme dan implikasi klinis. Jurnal Kedokteran Indonesia,

1(2), 87-94.

2. Sutandyo, N. (2018). Dasar-dasar inflamasi: mekanisme respons

tubuh terhadap cedera dan infeksi. Jakarta: Sagung Seto.

3. Santoso, A. (2020). Seluler dan molekuler dasar inflamasi. Jakarta:

Erlangga.

4. Darmawan, J., & Rahayuningsih, S. E. (2017). Inflamasi kronis:

patogenesis dan implikasi klinis. Jurnal Kedokteran Universitas

Indonesia, 45(3), 183-190.

5. Kartasasmita, C. (2019). Proses resolusi inflamasi: peran dan

regulasi. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai