Anda di halaman 1dari 49

Disfungsi Seksual &

Infertilitas Pria
Andi Ammar R. A.
Pembimbing: dr. Wendy Rahman, SpU
Pendahuluan
2

• Disfungsi seksual/Impotensi Seksual  ketidakmampuan untuk


mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk
melakukan hubungan seksual
• Negara Amerika 10% populasi pria terkena impotensi;
Indonesia ??
• Pasangan suami istri dinamakan infertil bila kehamilan tidak
terjadi setelah dua tahun perkawinan tanpa penggunaan
kontrasepsi
• Untuk senggama, dari pihak lelaki, diperlukan hasrat, ereksi,
dan ejakulasi yang umumnya disertai dengan orgasme; semua
itu dapat mengalami gangguan
Anatomi Genitalia Pria 3
Rangsangan saraf untuk kinerja aksi
seksual pria
Glans penis  saraf pudendus  pleksus
sakralis  bagian sakral medula spinalis
dan medula spinalis lumbalis

Tipe ereksi :
Ereksi refleksogenik
Ereksi psikogenik
Ereksi nokturnal
4

Fisiologi Seksual Pria


Fase ereksi penis
Fase 0: fase flaksid
Fase 1: fase pengisian laten
Fase 2: fase tumesens (mengembang)
Fase 3: fase ereksi penuh
Fase 4: fase ereksi kaku (rigid erection)
atau fase otot skelet.
Fase 5: fase transisi
Fase 6: fase awal detumesens
Fase 7: fase detumesens cepat 5
TAHAP-TAHAP AKSI SEKSUAL PRIA

Ereksi penis  pengaruh pertama


dari rangsangan seksual pria

Lubrikasi  impuls parasimpatis


menyebabkan kelenjar uretra dan
kelenjar bulbouretra mensekresi
lendir
Emisi dan ejakulasi  puncak dari
aksi seksual pria  orgasme pria
DISFUNGSI SEKSUAL

Disfungsi seksual: ketidakmampuan untuk


mencapai atau mempertahankan ereksi yang
cukup untuk melakukan hubungan seksual. 1
Jenis disfungsi seksual:

2 • disfungsi ereksi,
• ejakulasi premature,
• ejakulasi retrograd (ER),
• hematospermia,
• priapismus,
• dan penyakit peyroni.
8

Disfungsi Ereksi
Ketidakmampuan yang menetap pada seorang pria untuk
mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup guna
melakukan aktifitas seksual yang memuaskan
Etiologi Disfungsi Ereksi
9
Inflamasi Prostatitis
Mekanis Penyakit peyroni
Psikogenik Ansietas, depresi, konflik rumah tangga, perasaan bersalah, dan norma agama

Oklusif Vaskuler Arteriogenik : hipertensi, rokok, hiperlipidemia, diabetes mellitus, penyakit pembuluh
darah perifer
Venogenik : kegagalan mekanisme veno-oklusif (karena perubahan anatomis dan
degeneratif)
Trauma Fraktur pelvis, cedera korda spinalis, trauma penis
Ekstra faktor Iatrogenik : pembedahan pada daerah pelvis, prostatektomi
Lain-lain : usia lanjut, gagal ginjal kronik, sirosis hepar, priapismus, aliran rendah

Neurogenik Kelainan pada otak : tumor, cedera otak, epilepsi, CVA, parkinson
Kelainan pada medula spinalis : tumor, cedera, tabes dorsalis
Kelainan pada saraf perifer : diabetes melitus dan defisiensi vitamin.
Metabolik Hipotiroid
Diagnosis Disfungsi Ereksi
International Index of Erectile Function-5 10

(IIEF-5)
11
Diagnosis Disfungsi Ereksi
12

Disfungsi 1.Timbulnya mendadak dan didahului oleh


ereksi peristiwa tertentu.
yang
disebabkan 1.Situasional yaitu disfungsi timbul bila hendak
melakukan aktivitas seksual dengan wanita tertentu
oleh
faktor
psikogen Ereksi nokturnal atau ereksi yang timbul pada saat
bangun pagi masih cukup kuat, akan tetapi pada siang
hari ereksi menurun

Kelainan Kelainan Faktor


Organik hormonal kavernosa

Faktor Kelainan
neurologi vaskular
1. Kaversonografi / kavernosometri 13

untuk mengukur aliran darah penis setelah injeksi


kontrak dan induksi ereksi artifisial.
Pencitraan Pemeriksaan ini dilakukan jika dicurigai adanya
kebocoran vena pada sistem kavernosa.
Disfungsi
Ereksi 2. Ultrasonografi Doppler
mengukur arterial peak systolic dan laju end
diastolic pada saat pre dan pasca injeksi obat
intrakavernosa.

3. Arteriografi penis / pudenda


untuk mengidentifikasi lokasi kelainan arteri, untuk
tujuan operasi pintas (bypass).
Dilakukan saat sebelum dan setelah induksi
ereksi.4
Uji Diagnostik Khusus
14

Nocturnal Panile Tumescense

Uji Perangko (stamp test)


Pasien dianjurkan untuk melingkarkan beberapa perangko (yang satu
dengan lainnya masih berhubungan melalui perforator) pada penis
menjelang tidur, kemudian pada pagi harinya dinilai jumlah perangko yang
terpisah. Ereksi nokturnal dikatakan normal jika ada perangko yang
terlepas.

Snap Gauge
Seutas pita dilingkarkan pada penis sebelum pasien berangkat tidur,
keesokan harinya dilihat perubahan panjang pita yang melingkar pada
penis dapat diamati.
Terapi Disfungsi Ereksi
• Medikamentosa : golongan penghambat enzim
Lini fosfodiesterase-5 (inhibitor PDE-5)  sildenafil,
tadalafil dan vardenafil
pertama • alat vakum penis

• Suntikan intrakavernosa (papaverin, fentolamin,


prostaglandin E1)
Lini kedua • pemberian obat PGE1 per uretram yang dimasukkan
melalui aplikator

• Implantasi prostesis pada penis, non inflatable


Lini ketiga (tidak dapat mengembang) dan inflatable (dapat
mengembang)
15
16
Dampak dan Prognosis Disfungsi Ereksi

DAMPAK PROGNOSIS
Komplikasi dari DE persisten dapat
disfungsi ereksi dapat menyebabkan gangguan
berupa stress atau hubungan antara suami
istri dan dapat
kecemasan, sebuah menyebabkan terjadinya
kehidupan seks yang depresi. DE yang
tidak memuaskan, persisten dapat
malu atau rendah diri, merupakan suatu gejala
perkawinan atau dari kondisi medis yang
hubungan masalah serius seperti diabetes,
penyakit jantung,
dan ketidakmampuan hipertensi, gangguan
untuk mendapatkan tidur, atau masalah
pasangan hamil sirkulasi.
18

Ejakulasi Prematur
salah satu disfungsi seksual laki-laki yang ditandai dengan
ejakulasi yang selalu atau hampir selalu terjadi sebelum atau
dalam waktu kurang lebih satu menit saat penetrasi penis ke
dalam vagina.
19

Ejakulasi Prematur Primer


Klasifikasi
• Waktu ejakulasi terjadi kurang dari 1 -2 menit
Ejakulasi sebelum terjadinya penetrasi
Prematur
Ejakulasi Prematur Sekunder
• Ejakulasi terjadi sebelum waktu normalnya
ejakulasi, terjadi secara perlahan-lahan atau
mendadak
20

Etiologi Ejakulasi Prematur

• Etiologi dari EP masih belum jelas diketahui, diduga karena faktor


biologis dan psikologis.

• Faktor psikologis diantaranya adalah ansietas, pengalaman seksual


yang dini, frekuensi hubungan seksual yang jarang.

• Sedangkan faktor biologis di antaranya adalah hipersensitifitas penis,


disfungsi sensitifitas reseptor 5-hidrosi-triamin (5-HT), dan
hipereksitabilitas refleks ejakulasi.
21

Terapi Ejakulasi Prematur

1.Farmakologi
2.Pemberian obat topikal
Behavioural berupa lidokain-prilokain
Manuver stop-start, yaitu (5%) dalam bentuk krim, jel
menghambat rasa akan ataupun semprot.
ejakulasi dengan cara 3.Pemberian Inhibitor
menghentikan dan memulai Selektif reuptake atau
lagi rangsangan seksual selective serotonin (5-HT)
secara berulang reuptake inhibitor (SSRI)
4.Pemberian Inhibitor
fosfodiesterase-5 (PDE-5)
22

Ejakulasi Retrograd (ER)


Ejakulasi retrograd adalah masuknya cairan
semen ke dalam kandung kemih saat ejakulasi,
akibat dari ketidakmpampuan leher kandung
kemih untuk berkontraksi sempurna.
Penyebab yang didapat 23

○ Kerusakan atau disfungsi mekanisme


sfingter interna (leher buli-buli).
○ Kelainan neurologis (seperti cedera
korda spinalis, neuropati diabetikum,
Etiologi kerusakan saraf pascaoperasi
retroperitoneal)
○ Kerusakan anatomi leher buli-buli
Kelainan bawaan pasca reseksi/ insisi transuretra
Ekstrofia buli-buli (prostat, duktus ejakulatorius, atau
Duktus ejakulatorius ektopik verumontanum)
Spina bifida ○ Prostatektomi terbuka
○ Pemberian obat alfa adrenergik
untuk BPH menimbulkan ER tetapi
bersifat sementara.
Gejala Klinis Ejakulasi Retrograd
24

• Tidak keluarnya cairan semen (dry ejaculate) dari meatus uretra eksternum

pada saat ejakulasi

• Volume semen sangat sedikit (<1ml)

• Pada saat miksi pertama urine berwarna keruh (berisi semen)

• Mikroskopis urine pasca ejakulasi: >10-15 sperma per LPB


Terapi Ejakulasi Retrograd
25

1. Terapi diberikan 7-10 hari sebelum direncanakan ejakulasi,


dengan disesuaikan saat ovulasi pasangannya. Obat yang
diberikan adalah agonis adrenergik (efedrinsulfat atau
psudoefedrin) dan imipramine.

2. Untuk mendapatkan kembali sperma yang baik, pasien diberi


tablet natrium bikarbonat dan diberi cairan yang cukup.
Selanjutnya sperma dikoleksi dengan cara sentrifugasi urin, dicuci
dan dilakukan inseminasi pada media untuk kemudian dilakukan
inseminasi intra uterin atau fertilisasi in vitro.
26

Hematospermia
didapatkannya darah pada semen.
Umumnya sebagian besar hematopsermia
merupakan kondisi benigna yang dapat sembuh
sendiri
Etiologi Hematospermia
Inflamasi & infeksi
• Prostatitis, seminal vesikulitis, uretritis,
epididimo-orkitis Obstruksi duktus & kista
• Batu pada vesikula seminalis, prostat, • Dilatasi vesikula seminalis,
uretra, buli-buli dan ureter kista duktus ejakulatorius,
• Penyakit menular seksual: gonoroika, obstruksi duktus ejakulatorius,
trikomoniasis, herpes, klamidia striktur uretra
• Tuberkulosis, skistosomiasis, virus
sitomegalo
• Divertikulus vesikula seminalis

Tumor
• Trauma iatrogenic: biopsi prostat,
• Benigna: kondiloma akuminata, BPH, tumor
injeksi prostat, vasektomi,
funikulus spermatikus, utrikulus prostatikus,
orkidektomi, sklero terapi hemoroid,
leiomyoma vesikula seminalis
trauma perineum, trauma genitalia
• Maligna: karsinoma vesikula seminalis,
atau trauma pelvis.
prostat, dan testius, sarcoma vesikula
• Faktor sistemik: hipertensi berat,
seminalis atau prostat, karsinoma
hemophilia, purpura von wilebrand,
intraduktus, karsinoma sekunder dari
leukimia, limfoma, sirosis hepar,
metastasi
amiloidosis vesikula seminalis
27
Diagnosis Hematospermia
28

• Anamnesa awal yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa darah


yang keluar bukan berasal dari hematuria atau dari pasangan seksual
• Perhatikan usia pasien, lama keluhan, dan adanya keadaan atau faktor
resiko menyertai keluhan.
• Pemeriksaan prostat dan PSA, guna mencari kemungkinan adanya
keganasan prostat
• Diperhatikan adanya infeksi atau inflamasi daerah skrotum serta isinya,
massa testis, epididimis, dan fenikulus spermatikus
• Colok dubur dengan menilai ukuran prostat, fluktuasi, nyeri, simetris,
konsistensi dan dicari kemungkinan terabanya nodul
29

Pengobatan hemospermia tergantung pada


Terapi penyebabnya. Sebagian besar kasus perdarahan
Hematosper berlangsung sebentar dan dapat sembuh sendiri
dan dapat diterapi secara konservatif.
mia
Jika hematospermia disebabkan oleh infeksi
urogenitalia, maka diberikan terapi antimikroba
selama 2 minggu yakni fluoroquinolon,
doksisiklin, trimetoptin, atau
trimetoprim/sulfametaoksazol.
30

Priapismus
Priapismus adalah ereksi penis yang berkepanjangan
tanpa diikuti dengan hasrat seksual dan sering
disertai dengan rasa nyeri
31

 Priapismus sekunder
yang dapat disebabkan
 Priapismus oleh kelainan
Etiologi primer atau pembekuan darah,
Priapismus idiopatik trauma para perineum
atau genitalia,
sebanyak 60%
gangguan neurogen,
penyakit keganasan,
pemakaian obat
tertentu, dan pasca
injeksi intrakavernosa
dengan zat vasoaktif.
32

Klasifikasi
Priapismus
33

 Anamnesis dan pemeriksaan yang teliti


diharapkan dapat mengungkapkan etiologi
Diagnosis priapismus.
Priapismus  batang penis tegang tanpa diikuti oleh
ketegangan pada glans penis.
 Ultrasonografi doppler yang dapat
mendeteksi adanya pulsasi arteri kavernosa
 analisis gas darah yang diambil
intrakavernosa dapat membedakan
priapismus jenis iskemik atau non iskemik
34

 Jalan pintas
(shunting) keluar
 Aspirasi dan
dari korpora
Terapi irigasi
kavernosa
intrakavernosa
Priapismus  Aspirasi darah  Pintas korporo-
kavernosa glandular.
diindikasikan pada
 Pintas korpora
pariapismus non
iskemik atau spongiosum
priapismus iskemik  Pintas safeno-
yang masih baru kavernosum
saja terjadi
35

Terapi Peyroni
Penyakit peyroni adalah didapatkannya plaque atau indurasi
pada tunika albuginea korpus kavernosum penis sehingga
menyebabkan terjadinya angulasi (pembengkokan) batang
penis pada saat ereksi
Gambaran Klinis Penyakit Peyroni 36

• Nyeri dan terjadi penis bengkok pada saat ereksi


• Teraba jaringan keras (fibrus) tunggal ataupun berupa plak
multipel pada tunika albuguinea.

Etiologi Penyakit Peyroni

Penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui. Secara histopatologi, plak yang ada
mirip dengan vaskulitis pada kontraktur dupuytren yang disebabkan oleh reaksi imunologik.
Hasil anamnesis pada pasien penyakit peyroni menyebutkan bahwa sebelumnya mereka
mengalami trauma pada penis yang berulang pada saat senggama.
Terapi Penyakit Peyroni
37

Konservatif
• Tamoxifen 20 mg dua kali sehari selama 6 minggu
• Nyeri yang berkepanjangan dapat diberikan vitamin
3 200 mg tiga kali sehari
• Obat yang dipakai berupa verapamil, interferon

Operasi
Indikasi operasi penyakit peyroni adalah deformitas
penis yang mengganggu senggama atau disfungsi
ereksi akibat peyroni.
38

Infertilitas Pria
Infertilitas adalah suatu keadaaan pasangan suami istri yang telah
kawin satu tahun atau lebih (2 tahun) dan telah melakukan
hubungan seksual secara teratur dan adekuat tanpa memakai
kontrasepsi tapi tidak memperoleh kehamilan atau keturunan.
39

1. Pre testikuler yaitu kelainan pada


Etiologi rangsangan proses spermatogenesis
Infertilitas 2. Testikuler yaitu kelainan dalam proses
Pria spermatogenesis
3. Pasca testikuler yaitu kelainan pada proses
transportasi sperma hingga terjadi fertilisasi
Evaluasi dan Diagnosis Infertilitas Pria
40

a. Riwayat seksual:
Libido/potensi seksual, frekuensi senggama, dan penggunaan lubrikan pada saat
senggama
b. Riwayat penyakit dahulu:
- Penyakit sistemik (kencing manis, gangguan faal ginjal, faal liver, dan fungsi tiroid),
infeksi saluran kemih, mump (gondongen), sering menderita episode febris, trauma,
atau torsio testis
- Riwayat pemakaian obat-obatan dalam jangka lama : marijuana dan steroid
- Riwayat operasi: pasca herniorafi, orkidopeksi, dan pembedahan pada
retroperitoneal
- Pekerjaan dan kebiasaan: perokok, alkohol, terpapar oleh radiasi, dan pestisida
c. Riwayat reproduksi pasangannya (isteri).
Evaluasi dan Diagnosis Infertilitas Pria
41

d. Pemeriksaan Umum:
Fisik tubuh kekar, ginekomasti, galaktore, anosmia, atau penyenpitan lapangan
pandang (visualfield)
e. Pemeriksaan genitalia
Jaringan parut (bekas herniotomi atau bekas orkidopeksi / orkidektomi), keadaan
testis (jumlah, ukuran, dan konsistensinya), varikokel, epididimis atau vas deferens
menebal atau tak teraba, adanya hipospadi, atau penyempitan muara uretra
f. Colok dubur
Menilai pembesaran/nyeri pada prostat, keadaan vesikula seminalis, dan reflek
bulbokavernosus.
Evaluasi dan Diagnosis Infertilitas Pria
42
Evaluasi dan Diagnosis Infertilitas Pria
43

Aspermia : Tidak adanya cairan semen

Hipospermia : Volume semen kurang dari 2 ml

Hiperspermia : Volume semen lebih dari 6 ml

Azoospermia : Tidak ada sperma dalam ejakulat

Oligozoospermia : Jumlah sperma kurang dari 20 juta/ml

Polizoospermia : Jumlah sperma lebih dari 250 juta/ml

Asthenozoospermia : Jumlah sperma motil kurang dari 50%

Teratozoospermia : Jumlah sperma dengan bentuk abnormal lebih


dari 50%
44

Evaluasi dan  Pemeriksaan Hormon.



Diagnosis 
Pemeriksaan Imunologik
Biopsi Testis
Infertilitas  Uji Fungsi Sperma

Pria
Tatalaksana Infertilitas Pria
45

Medikamentosa
• Pada hipogonadotropik-hipogonadismus
(hipogonadismus sekunder) dapat dicoba diberikan
LH
• Pada pemeriksaan imunologik dapat dicoba
dengan pemberian kortikosteroid
• Untuk mengurangi aliran retrograd semen, dapat
dicoba diberikan golongan adrenergik alfa atau
trisiklik antidepresan (imipramin)
Tatalaksana Infertilitas Pria
46

Pembedahan
• Adenomektomi hipofisis pada adenoma hipofisis.
• Varikokel yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
pada spermatogonium dilakukan operasi vasoligasi tinggi
atau varikokelektomi.
• Jika terdapat penyumbatan pada vas deferens karena
infeksi atau setelah menjalani vasektomi dilakukan
penyambungan kembali vas deferens atau vaso-
vasostomi, Penyumbatan pada duktus ejakulatorius
dilakukan reseksi transuretral.
• Penyumbatan pada duktus ejakulatorius dilakukan reseksi
transuretral.
 Teknik Reproduksi Artifisial 47

 Inseminasi intra utrine (IUI), fertilisasi in


vitro (IVF), gamete intrafallopian tube
transfer (GIFT), dan mikromanipulasi.
 teknik mikromanipulasi pada gamet melalui
Tatalaksana teknik intracyto-plasmic sperm injection (ICSI)
 Teknik aspirasi sperma dapat dilakukan melalui
bedah mikroskopik yang disebut dengan
microsurgical epididymal sperm aspiration
(MESA) atau melalui perkutan yang disebut
percutaneous epididymal sperm aspiration
(PESA)
KESIMPULAN
• reproduksi berperan untuk memperoleh keturunan, sehingga jika terjadi gangguan
pada satu atau beberapa bagian struktur dari organnya dapat menjadi masalah
dalam mendapatkan keturunan
• Evaluasi yang baik meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang yang mungkin dapat mememukan penyebab disfungsi
seksual dan infertilitas, disertai penatalaksanaan yang tepat diharapkan dapat
membantu mengatasi masalah dalam mendapatkan keturunan tersebut.
49

Thanks!
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai