Anda di halaman 1dari 65

Referat

Dr. Fityay Adzhani


Pembimbing : DR. Dr. Widiastuti, Sp.Rad (K)TR

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET /
RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA
2018 1
2
LATAR BELAKANG
Sekelompok penyakit paru yang ditandai oleh adanya
multiple kista

Meluasnya penggunaan CT meningkatkan pula


Cystic pengetahuan dan penemuan kasus CLD
Lung
Disease
Diagnosis banding luas : penyakit paru, sistemik,
(CLD) infeksi maupun kongenital.

Gambaran imaging, gambaran klinis dan tes genetic


maupun histologis yang tepat akan membantu dalam
diagnosis
3
LATAR BELAKANG
 Lesi kistik paru merupakan temuan penyakit yang JARANG,

namun jika kistik DITEMUKAN pada pemeriksaan CT, maka


penyakit yang mendasarinya perlu ditelaah lebih lanjut,
sehingga pengetahuan mengenai diagnosis kasus Cystic
Lung Disease sangat diperlukan

4
TUJUAN

 Menjelaskan berbagai penyakit yang termasuk ke dalam

kelompok Cystic Lung Disease terutama gambaran


radiologis pada Cystic Lung Disease

5
6
DEFINISI
 Lesi lusen bulat pada parenkim paru atau area paru
ber-atenuasi rendah dengan dinding yang tipis
(biasanya < 2 mm) serta memiliki batas yang tegas
dengan parenkim paru yang normal
KISTA
 Dikelilingi oleh dinding epithelial atau fibrous dengan
ketebalan yang bervariasi.
 Khasnya berisi udara, namun terkadang dapat pula
berisi material cairan atau solid

7
 Bullae : lesi kistik dengan diameter lebih dari 1 cm,
berbatas tegas dengan dinding yang tipis, dan biasanya
disertai dengan perubahan emfisematous pada area paru
disekitarnya.

 Bleb : kista dengan diameter kurang dari 1 cm, berlokasi


dibawah pleura visceralis atau di area subpleural, dan
KISTA tampak secara radiologis sebagai lesi udara berdinding
tipis yang bersebelahan dengan pleura

 Pneumatocele : kista yang seringnya disebabkan oleh


pneumonia, trauma, atau aspirasi cairan hydrocarbon, dan
biasanya bersifat sementara.

8
 Membedakan Lesi Kistik dan Lesi yang menyerupai Kistik

No. Lesi Gambaran


1. Kistik
Bleb (kiri) : diameter < 1cm berlokasi
subpleural.
Bullae (kanan) : diameter > 1cm,
biasanya disertai dengan area
emfisema pada paru disekitarnya

2. Kavitas
memiliki dinding yang lebih tebal
(biasanya > 4 mm)
HRCT : cavitas berdinding tebal bisa
disertai dengan airfluid level.

9
 Membedakan Lesi Kistik dan Lesi yang menyerupai Kistik

No. Lesi Gambaran


3. Emfisema
Area focal penurunan atenuasi paru
tanpa batas dinding yang jelas

4. Honeycomb
Sekolempok kista bergerombol,
ketebalan dinding 1-3 mm dan
khasnya berdiameter 3-10 mm, dan
berkaitan dengan fibrosis paru
stadium akhir

10
 Membedakan Lesi Kistik dan Lesi yang menyerupai Kistik

No. Lesi Gambaran


5. Bronkiektasis
Dilatasi bronkus yang dapat memiliki
gambaran menyerupai kista.

11
ETIOLOGI
Neoplastik  Lymphangioleiomyomatosis (LAM),
 Pulmonary Langerhans cell histicytosis (PLCH)

Kongenital  Birt-Hogg-Dube syndrome


 Congenital pulmonary airway malformasi
 Bronchopulmonary sequestrasi
 Bronchogenic cyst

12
ETIOLOGI
Berkaitan dengan  Lymphocytic interstisial pneumonia
gangguan
 Amyloidosis
lymphoproliferative
 Light-chain deposition disease

Infeksi  Pneumocystis jirovecii pneumonia

 Pulmonary Langerhans cell histiocytosis


Berkaitan dengan
merokok  Desquamative interstisial pneumonia

13
PATOFISIOLOGI
 Patogenesis pembentukan kista pada paru masih belum dapat dijelaskan
dengan baik.
 Beberapa kemungkinan mekanisme pembentukannya telah dipikirkan
didasarkan pada beragam proses patofisiologis
 Obstruksi disertai dengan over-inflasi area distal merupakan jalur proses yang
paling banyak diketahui
 mutasi genetik juga diduga memiliki peran dalam pembentukan kista pada
kasus-kasus kongenital

14
DIAGNOSIS
Terdapat beberapa langkah pendekatan untuk mendiagnosis CLD :

Step 1
• Mengidentifikasi lesi benar-benar kistik,
menyingkirkan lesi yang hanya menyerupai kistik
Step 2
• Mengkarakteristikan tanda klinis yang ditemukan
15
Diagnosis banding dari Cystic Lung Disease berdasarkan tanda klinis dan gejala (Ha, et al (2015))

Gejala klinis Diagnosis Banding

Sesak mengabur, pneumotoraks spontan, atau  Lymphangioleiomyomatosis

keduanya  Birt-Hogg-Dubé syndrome


 Pulmonary Langerhans cell histiocytosis
 Deskuamatif interstisial pneumonia
 Lymphocytic interstisial pneumonia
Temuan kistik incidental atau pneumonia  Cystic Pulmonary adenomatoid malformasi

berulang  Pulmonary sequestrasi


 Bronchogenic cyst
Tanda dan gejala infeksi paru primer  Pneumocystis jirovecii pneumonia
 Echinococcus granulosus
 Echinococcus multilocularis
Tanda dan gejala primer non paru  Amyloidosis
 Light chain deposition disease
 Neurofibromatosis tipe 1 16
DIAGNOSIS

Step 3
• mengkarakteristikan gambaran radiologis

Step 4
• menggabungkan temuan klinis dan
radiologis yang ditemukan untuk diagnosis
17
18
GAMBARAN RADIOLOGIS

19
 Penyakit langka idiopatik, melibatkan multiorgan, merupakan low grade
neoplasma
 Infiltrasi otot polos imatur di saluran nafas dan sepanjang limfatik pada
toraks dan abdomen, menyebar melalui darah dan limfatik, sehingga
menyebabkan perubahan parenkim paru dengan kista berdinding tipis dan
berkembangnya renal angiomyolipoma dan limfadenopati
 Wanita di usia produktif atau premenopause, dapat pula mengenai wanita
post menopause dengan terapi hormon estrogen
 Gejalanya adalah dyspneu atau pneumotoraks berulang, terkadang dengan
haemoptysis

20
 Gambar 1. A. Radiograf toraks pada LAM, fase awal dapat menujukkan gambaran
normal atau reticular halus. Pada fase lanjutan gambaran reticulonodular pattern dan
cysts atau bullae merupakan gambaran tersering
21
 Gambar 1.B. CT potongan axial menunjukkan multipel kista berbatas tegas dan
reguler yang berada di sela parenkim paru normal

22
 Sebagian besar pasien LAM, membutuhkan pleurodesis sebagai terapi
pneumotoraks berulang atau chylotoraks.
 Ruptur dari kista berdinding tipis akan menyebabkan pneumotoraks pada
55% pasien. Proliferasi sel lymphangioleiomyomatosis di limfatik akan
merusak dinding nya dan menyebabkan chyle masuk ke pleural space dan
membentuk chylotoraks
 Sequele yang terjadi dari pleurodesis adalah kalsifikasi pleura (23%) dan
massa pleura (14%),mungkin dapat sulit dibedakan dengan mesothelioma
atau keganasan pleura lainnya. Jika massa pleura terjadi pada pasien LAM
dengan riwayat pleurodesis, biopsi segera tidak direkomendasikan pada
kasus tersebut, namun perlu follow up imaging radiologi dan biopsi diperlukan
jika ada pembesaran massa yang bermakna

23
 Gambar 2. Gambaran pasien dengan LAM dan riwayat pleurodesis untuk terapi pneumotoraks.
Pada CT potongan axial didapatkan penebalan pleura kanan disertai dengan massa pleura kiri
dengan gambaran kalsifikasi yang cenderung stabil dalam 3 tahun followup.
24
 Gambar 3. Pasien dengan LAM dan massa renal. Potongan CT abdomen menunjukan
multiple massa renal dekstra dengan komponen lemak sesuai dengan angiomyolipoma.

25
 Birt-Hogg-Dubé syndrome (BHD),disebut juga Hornstein-Knickenberg syndrome
adalah syndrome langka, autosomal dominan dan melibatkan multiorgan
 Mutasi gen Folliculin (FLCN) yang berlokasi di kromosom 17, yaitu tumor
suppressor gen yang memproduksi folliculin. Folliculin lebih banyak terekspresi
di kulit, ginjal dan paru. Penyakit ini mayoritas (>90%) ditandai dengan adanya
fibrofolliculoma kulit terutama di wajah dan trunkus atas
 Biasanya pada usia dekade kedua atau ketiga, gejala lain adalah adanya kista
paru dan tumor renal

26
 Tanda awal adalah kista di basal paru yang dapat menyebabkan

pneumotoraks spontan berulang. Tumbuhnya tumor renal yang


bervariasi secara histologis (baik jinak ataupun ganas) terjadi dengan
risiko 12-34% penyakit ini, sehingga adanya riwayat keluarga dengan
BHD syndrome akan membantu dalam menegakan diagnosis.

27
 Gambar 4. Gambaran fibrofolliculoma pada wajah dan leher pada pasien BHD syndrome.
Lesi papul dome-shape berwarna kekuningan
28
 Lesi kistik paru : bilateral dengan predominan pada inferior dan medial
paru, serta melibatkan kedua sulcus costophrenicus.
 Pada pemeriksaan CT scan, gambaran lesi kistik multipel, menyebar,
dan berdinding tipis, dengan ukuran yang bervariasi di kedua lapang
paru. Mayoritas lesi kistik kecil (<1cm), terkadang disertai dengan lesi
kistik yang besar (>2cm). Kista dengan letak subpleural dan fissural
adalah gambaran yang sering terjadi pada BHD syndrome. Tidak
seperti CLD diffuse lainnya, jumlah dan ukuran kista paru pada BHD
syndrome tidak berprogres seiring waktu. Pneumotoraks spontan
sering terjadi pada penyakit ini yang disebabkan ruptur kista.

29
 Gambar 5. Birt–Hogg–Dubé
syndrome. Foto radiograf toraks
menunjukkan pembentukan
bullae bilateral disertai
pneumotoraks basal sinistra.
Pada CT scan didapatkan kista
berdinding tipis di kedua lapang
paru dengan berbagai variasi
ukuran dimana distribusi khasnya
adalah pada area paru inferior.

30
 Gambar 6. CT abdomen pasien BHD menunjukkan adanya tumor renal berbatas tegas
yang dapat muncul dengan berbagai variasi bentuk dari jinak hingga ganas

31
 Penyakit langka dengan etiologi yang belum diketahui. Lebih dari
90% terjadi pada perokok atau dengan riwayat perokok pasif
 Infiltrasi sel Langerhans ke paru dan organ lainnya
 Ditandai dengan pembentukan granuloma eosinofilik dengan adanya
infiltrasi sel Langerhans dan rusaknya saluran nafas distal
 Dapat menyerang segala usia, dominannya terjadi pada perokok usia
dewasa (20-40 tahun)

32
 PLCH disebut sebagai respon imun berlebih yang berkaitan
dengan rokok (smoking-related over reactive immune response)
yang terjadi pada jaringan paru
 Insidensi PLCH 4% - 5% dari semua penyakit paru diffuse,
terdiagnosis pasti dengan open lung biopsy, dan mudah sekali
terjadi misdiagnosis.
 Sekitar 2/3 pasien dengan PLCH memiliki gejala nonspesifik
berupa nafas pendek atau batuk, namun banyaknya
asimtomatik atau dengan gejala yang minimal dan teridentifikasi
pada radiograf toraks secara insidental

33
Gambar 7. Pulmonary Langerhans cell
histiocytosis, menunjukkan kista kecil
bilateral disertai nodul yang dominan di
area paru superior dan media. Adanya
opasitas di sudut costophrenicus
disebabkan riwayat pneumotoraks
sebelumnya

 Foto radiograf toraks : lesi yang multipel dan kecil, berupa nodular,
reticular ataupun kistik, terutama pada area paru superior dan media.
Volume paru biasanya normal atau dapat pula meningkat. Lesi pleura
dapat tampak dikarenakan riwayat pneumotoraks. Pembesaran hilus
atau limfonodi mediastinum dapat terjadi 34
Gambar 8. Pulmonary Langerhans cell histiocytosis. CT
scan tampak multipel nodul dan kistik, yang pada
potongan coronal tampak multipel kista berbentuk ireguler
terutama terdistribusi pada area superior, dan terpisah
dari sudut costophrenicus.

 Temuan pada CT scan tergantung dari fase


penyakit. Pada stadium awal tampak lesi nodular
yang merupakan florid granuloma, dimana pada
stadium lanjut lesi yang tampak berupa kistik
dan perubahan fibrotik

35
 Gambar 9. Pulmonary Langerhans cell histiocytosis. A. Kista ireguler dibatasi dengan
nodul centrilobular di lobus superior. B. Kista ireguler berdinding tipis. C. Kista ireguler
yang dominan di lobus superior, berjarak dengan sudut costophrenicus. D Kista
36
ireguler, dengan nodul centrilobular disertai pneumotoraks kiri
 Gambar 10. Lesi kulit pada  Gambar 11. Lesi tulang pada kasus PLCH, berupa
kasus PLCH berupa hard defek osteolitik yang nyeri, disertai massa nodul
papul merah kecolatan, pada area soft tissuenya, biasanya terjadi pada
biasanya di area berambut, cranial, facial, mandibula, tulang orbita, prosesus
trunkus dan dengan mastoideus, ribs, shoulder dan pelvis.
keterlibatan kuku

37
 CPAM, Sebelumnya Congenital Cystic Adenomatoid Malformation (CCAM)
 Penyakit multikistik langka, biasanya terdiagnosis dari masa prenatal atau pada
masa kanak-kanak.
 0,004% dari seluruh kehamilan, dan 15-50% kasus CLD kongenital dilaporkan
sebagai CPAM.
 Insidensi CPAM sekitar 1:25000 hingga 1:35000 lahir hidup dengan tidak
memandang ras dan gender. Mortality rate tinggi dengan 12,5% kematian pada
usia newborn.

38
 Tipe 0 merupakan tipe yang paling jarang, yaitu terjadi disgenesis atau
diplasia asinar yang melibatkan seluruh paru-paru dengan insidensi 1-3% dan
sifatnya lethal
 Tipe 1 tersering, yaitu 50-70% kasus, berasal dari bronchus distalis atau
bronkiolus proksimal. Gambaran menunjukan multipel kista berukuran besar
(2-10 cm)
 Tipe 2 terjadi pada 15-30% kasus, berasal dari bronkiolus terminalis. Tipe ini
memiliki lesi kistik lebih kecil dan seragam dengan diameter 0,5 – 2 cm
 Tipe 3, merupakan tipe yang jarang yaitu 5-10% kasus, terdiri dari lesi kistik
mikroskopik dengan gambaran massa solid pada imaging. Tipe 3 ini memiliki
prognosis yang buruk
 Tipe 4 berasal dari alveolar dengan kista yang tidak terlapisi (unlined cyst)
yang sebagian mengandung surfaktan. Tipe 4 dianggap termasuk pada
kelompok 1 pada pembagian tipe yang lama, dimana keduanya memiliki kista
yang besar (hingga 10 cm) sehingga sulit dibedakan tanpa bantuan histologis.
Tipe ini dapat berkaitan dengan keganasan, terutama pleuropulmonary
blastoma.
39
 Gambar 12. Gambaran CT scan kasus CPAM tipe 1-4. CPAM tipe 0 bersifat lethal
sehingga belum ada gambaran CT scan diliteratur
40
 BPS, disebut juga lung assesoria

 Kelainan kongenital yang jarang, dimana terdapat massa jaringan paru yang nonfungsional tanpa
hubungan dengan bronchial tree trakea normal, dan mendapatkan supply darah arteri dari
sirkulasi sistemik.
 2 tipe :

1. Intralobar sekuestrasi (ILS), memiliki pleura visceralis bersama, dengan drainase vena melalui
vena pulmonal, atau sistem azygos-hemiazygos, vena porta, atrium kanan atau vena cava
inferior. Pada anak-anak yang lebih besar dengan infeksi paru berulang. 75% kasus. Sering
terjadi di lobus inferior (98%) dan pada paru kiri (55%)
2. Ekstralobar sekuestrasi (ELS), terpisah dari parenkim paru dan memiliki pleura yang terpisah,
dengan drainase vena melalui vena sistemik ke atrium kanan. Tipe ini terjadi pada masa
neonatal dengan distress nafas, sianosis atau infeksi. khasnya ditemukan di sulcus
costodiafragmatika posterior. 41
 Gambar 13. Gambaran
intralobar sekuestrasi yang
terbukti secara histopatologis. A
dan B gambaran CT axial yang
menunjukkan lesi dengan gas-
fluid level di lobus inferior kiri.
Lesi tampak minimal
enhancement pada area solid. C
dan D, gambaran axial pada
level yang lebih inferior dari A
dan B dan pada potongan
sagittal, menunjukkan supply
darah (panah lengkung) dari
aorta. E. Tampak vena anomaly
(panah lengkung) melalui vena
pulmonal.

42
 Gambaran paling sering adalah gambaran massa solid baik homogen atau dapat pula
heterogen, terkadang disertai gambaran kistik.
 Terkadang gambaran lesi cavitas besar dengan gambaran air-fluid level, gambaran
sejumlah lesi kistik kecil mengandung udara atau cairan, atau dengan gambaran
massa kistik berbatas tegas. Gambaran emfisematous pada tepi lesi adalah khas dan
mungkin tidak dapat tampak pada gambaran radiograf toraks.

Gambar 14. Tampak emfisema terlokalisir


pada kasus BPS di segmen posterior
basal lobus inferior kanan pada area tepi
massa sekuestrasi

43
 Penyakit kistik paru kongenital yang sering terjadi. Penyakit ini seringnya memberikan gejala saat
dewasa dan membutuhkan intervensi pembedahan.

Gambar 15. Gambaran CT scan


Bronchogenic cyst yang dilakukan 2
tahun sebelum pembedahan, tampak
tumor mediastinum posterior (a). (b)
dan (c) adalah T1- and T2-weighted
MRI. (d) CT kontras sesaat sebelum
pembedahan menunjukkan tumor tidak
berubah bentuk maupun ukuran.

44
 Salah satu bentuk pneumonia interstitial idiopatik terjarang dan smoking-related
interstitial lung disease terjarang.
 Ditandai dengan akumulasi makrofag intraalveolar yang ekstensif.
 Gejalanya tidak spesifik yaitu batuk dan sesak.
 Insidensi DIP pada laki-laki dua kali lebih tinggi dibanding wanita, terbanyak pada
usia dekade ke 5.
 Mayoritas pasien (>90%) adalah perokok, meskipun dapat pula ditemukan pada
kasus lain seperti inhalasi partikel anorganik, penyakit jaringan ikat, terutama
rheumatoid arthritis dan sclerosis sistemik progresif.

45
 Foto radiograf toraks tidak sensitif dalam mendeteksi DIP dan dilaporkan normal pada
3-22% kasus yang terbukti secara biopsi.
 Temuan HRCT pada DIP adalah gambaran groundglass opacity, dapat terdistribusi
perifer, patchy atau diffuse dengan gambaran dominan pada basal dan subpleural.
disertai dengan kista bulat diameter kecil (hingga 2 cm) yang berada di sela area
ground glass opacity, terutama pada lobus inferior

Gambar 16. HRCT pada Desquamative


Interstitial Pneumonia menujukkan
gambaran sejumlah kista kecil perifer
yang dikelilingi area groundglass opacity

46
 Penyakit lymphoproliferative jinak yang biasanya menyerang wanita usia
pertengahan.
 Penyakit ini berhubungan dengan berbagai penyakit yang mendasarinya, termasuk
infeksi HIV, penyakit jaringan ikat atau kolagen vascular disease, Hashimoto’s
thyroiditis, dan systemic lupus erythematosus, namun dapat pula terjadi sendiri
sebagai bentuk idiopathic interstitial pneumonia.
 Ditandai dengan infiltrat diffuse inflamasi yang mengandung limfosit, sel plasma dan
terkadang histiosit.
 Terbanyak khasnya tampak pada area disekitar saluran limfatik, seperti septa
alveolar, septa interstisial, regio peribronchovaskuler, dan subpleural.
47
 Pemeriksaan HRCT menunjukkan adanya kombinasi groundglass opacity, konsolidasi, nodul
centrilobular, nodul subpleural kecil, penebalan septa interlobular, penebalan bronchovaskular dan
kista yang menyebar.
 Pada fase akut, tampak groundglass opacity diffuse atau multifocal yang menggambarkan infiltrasi
septal alveolar. Kista paru tampak pada lebih dari 80% pasien, biasanya jumlahnya sedikit tetapi
terdistribusi diffuse di kedua paru, meskipun seringnya subpleural dan peribronchovaskuler. Kista
pada LIP khasnya besar, tetapi rata-rata terukur < 3 cm, bervariasi bentuknya, dengan dinding yang
tipis, predominan di lobus inferior

Gambar 17. HRCT pada LIP menunjukkan tanda lain dari


LIP yaitu penebalan peribronkovaskular, septal
interlobular, nodul subpleural dan area konsolidasi dengan
kista yang kecil. 28

48
 Gambar 18. LIP pada pasien dengan Sjögren syndrome menunjukan kista berdinding
tipis dengan berbagai ukuran yang beberapa kista tampak di subpleural (1-30 mm). 28
49
 Kelompok penyakit yang ditandai dengan deposisi ekstraselular protein plasma
dalam bentuk fibrillar insoluble. Penyakit ini dapat terjadi sebagai penyakit sistemik,
dapat pula sebagai lesi terlokalisir yang menyerang satu organ.
 Localized Pulmonary Amyloidosis ditandai dengan tampaknya multipel nodul paru
yang dapat berbentuk cavitas, dapat pula dalam bentuk yang lebih jarang sebagai
diffuse cystic lung disease
 Diagnosis terkonfirmasi dengan biopsy jaringan tampak material amorphous yang
terwarnai positif dengan Congo red

50
Pada HRCT tampak kista berdinding tipis dan biasanya berlokasi pada sepanjang perifer
parenkim paru. Multipel nodul kecil paru (dengan atau tanpa kalsifikasi) dapat juga tampak
Temuan CT lainnya berupa penebalan septal interlobular, honeycombing, groundglass
opacity, penebalan dinding trakea dan lymphadenopathy

 Gambar 19. Pada pasien dengan Sjögren’s syndrome dan Amyloidosis pada paru. A. Pada potongan axial
CT scan tampak beberapa kista berdinding tipis, struktur kista disertai dengan gambaran nodul disekitarnya
yang beberapa terkalsifikasi. B Pada potongan coronal CT scan tampak kista paru terdistribusi acak dan
berkaitan dengan nodul 51
 Penyakit yang ditandai dengan akumulasi sistemik immunoglobulin light chain,
yaitu suatu amorphous material nonfibrillar yang tidak mengikat Congo red atau
tampak refraksi apple-green pada cahaya polarisasi seperti yang terjadi pada
penyakit Amyloidosis.
 Penyakit ini biasanya terjadi pada usia pertengahan tanpa memandang jenis
kelamin.
 LCDD merupakan penyakit multisystem, mayoritas melibatkan ginjal, diikuti
dengan jantung dan liver. Keterlibatan paru dapat terjadi pada sebagian kecil
kasus.

52
 Temuan CT Scan terbanyak adalah nodul pembesaran limfonodi, dan kista.
 Kista yang terbentuk berdinding tipis yang terdistribusi diffuse dengan ukuran
diameter kurang dari 2 cm dan dapat berbentuk membulat ataupun irregular. Nodul
pada kasus ini dapat terjadi soliter ataupun multipel dan bilateral, dan dengan range
ukuran 2 mm hingga 5 cm

Gambar 20. Light Chain Deposition Disease A. CT scan potongan axial menggambarkan kista
berdinding tipis, dengan penebalan septal interlobular dan mikronodul multipel. B. CT scan
potongan coronal menunjukkan kista yang terdistribusi cranial. Pasien didiagnosis dengan
multipel myeloma, gagal ginjal dan keterlibatan paru yang berhubungan dengan LCDD. 53
 atau pneumocystosis, yang sebelumnya dikenal dengan Pneumocystis carinii pneumonia,
merupakan salah satu jenis infeksi fungal.
 Penyakit ini hampir eksklusif terjadi pada pasien dengan immunosupresi, terutama pada kasus
AIDS yang memiliki CD4 dibawah 200 sel/mm3.
 Gejalanya mungkin dapat mengabur tetapi dapat berprogresi hingga gagal nafas bahkan
kematian. Meskipun infeksi opportunistik yang sering, PJP sekarang lebih jarang terjadi karena
pasien dengan AIDS biasanya telah mendapatkan profilaksis standar dengan trimethoprim
sulfamethoxazole.
 Diagnosis dapat ditegakkan dengan kultur sputum, bronchoscopy, atau biopsi.

54
 Manifestasi pemeriksaan radiografik dapat
sangat bervariasi, mulai dari gambaran
radiograf toraks normal, hingga dengan
gambaran groundglass opacity simetris
bilateral dan luas dengan distribusi yang
tersering predominan pada perihilar dan
bibasilar, tetapi dapat juga mengenai lobus
superior pada pasien yang menerapi terapi
profilaksis untuk infeksi ini.
 Dapat pula memberikan gambaran pola
retikular dan bahkan berprogresi menjadi
konsolidasi.
 Efusi pleura hampir selalu tidak ada, dan Gambar 22. Pneumocystis jirovecii pneumonia.
jika ditemukan dapat meningkatkan Radiograf toraks menunjukkan groundglass
kemungkinan didiagnosis selain kasus PJP, opacity bilateral, simetris, terutama di perihilar
walau terkadang ditemukan efusi pleura dan bibasilar.
pada sebagian kecil kasus.
55
 Pada CT scan, gambaran area groundglass opacity luas, bilateral
multifocal dengan predominan pada central dan perihilar, disertai
penebalan septal dan pembesaran limfonodi. Penebalan septal intralobular
disertai dengan groundglass opacity dapat menghasilan pola gambaran
“crazy-paving”.
 Kista pada PJP mayoritas terjadi setelah multipel infeksi, dengan
predominan pada apeks, dan dapat menyebabkan pneumotoraks ataupun
mediastinum sehingga memberikan outcome yang buruk. Kista bervariasi
dalam ukuran, bentuk dan ketebalan dinding.
 Gambaran lain yang lebih jarang adalah adanya nodul paru dan gambaran
retikular atau retikulonodular.

56
Gambar 21. Pneumocystis jirovecii pneumonia.
High-resolution computed tomography scans
pada a) lobus superior dan b) lobus inferior
memberikan gambaran kista berdinding tipis
disertai gambaran groundglass opacity yang
terdistribusi kedua lapang paru.

57
Gambar 22. Pneumocystis jirovecii pneumonia. A, Radiograf toraks menunjukkan
groundglass opacity bilateral, simetris, terutama di perihilar dan bibasilar. B. CT axial
mengkonfirmasi gambaran groundglass opacity luas, bilateral dengan kista yang tersebar

58
59
Meningkatnya penggunaan CT scan telah Kistik paru pada HRCT bukanlah merupakan
meningkatkan pula temuan kasus Cystic Lung temuan yang sering, dan jika tampak harus
Disease, dimana HRCT merupakan modalitas dilakukan penelaahan lebih lanjut untuk dapat
diagnostic yang paling baik untuk evaluasi awal menjelaskan lesi tersebut dengan penyakit yang
Cystic Lung Disease mendasarinya.

Menganalisis dan mengidentifikasikan lesi


Banyak penyakit dengan berbagai etiologi, kistik dan distribusinya, serta lesi lainnya
seperti neoplastik, inflamasi, sistemik, ataupun yang menyertai, dipadukan dengan temuan
infeksi yang dapat menyebabkan terbentuknya klinis dan riwayat penyakit, serta
lesi kistik pemeriksaan biopsy, akan sangat
membantu dalam diagnosis dan manajemen
lanjutan pada penyakit tersebut.

60
61
 1. Park S; Lee EJ. Diagnosis and Treatment of Cystic Lung Disease. Korean J Intern Med 2017;32:229 -238

 2. Trotman B; Dickenson. Cystic lung disease: Achieving a radiologic diagnosis. European Journal of Radiology 83 (2014)
39– 46
 3. Ha D; Yadav R; Mazzone PJ; Cystic lung disease: Systematic, stepwise diagnosis. Clevelend Clinic Journal of Medicine
Vol.82 No.2 (2015) 115-127 doi:10.3949/ccjm.82a.14020
 4. Beddy P; Babar J; Devaraj A. A practical approach to cystic lung disease on HRCT. Insights Imaging (2011) 2:1–7. DOI
10.1007/s13244-010-0050-7
 5. Raoof S, et al. Cystic Lung Diseases, Algorithmic Approach. CHEST. 2016; 150(4):945-965

 6. Gupta N, et al. Diffuse Cystic Lung Disease Part I. 2015. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine
Volume 191 Number 12
 7. Avila NA, et al. Imaging Features of Lymphangioleiomyomatosis: Diagnostic Pitfalls. AJR Am J Roentgenol. 2011 April ;
196(4): 982–986. doi:10.2214/AJR.10.4185.
 8. Cantin L, et al. Multiple Cystlike Lung Lesions in the Adult. AJR 2010; 194:W1–W11. DOI:10.2214/AJR.09.3540

 9. Baldi BG, et al. Diffuse cystic lung diseases: differential diagnosis. J Bras Pneumol. 2017;43(2):140-149.
http://dx.doi.org/10.1590/S1806-37562016000000341.
 10. Steinlein OK, et al. Birt-Hogg-Dubé syndrome: an underdiagnosed genetic tumor syndrome. 2017. Journal of the
German Society of Dermatology. DOI: 10.1111/ddg.13457
 11. Lee JH, et al. Birt-Hogg-Dubé syndrome in Korean: clinicoradiologic features and long term follow-up. 2018. The
Korean Journal of Internal Medicine. https://doi.org/10.3904/kjim.2018.119
 12. Lee JE, et al. Birt-Hogg-Dubé syndrome: characteristic CT findings differentiating it from other diffuse cystic lung
disease. 2017. Diagn Interv Radiol 2017; 23:354–359 62
 13. Francisco FAF, et al. Multiple cystic lung disease. Eur Respir Rev 2015; 24: 552–564. DOI: 10.1183/16000617.0046-2015

 14. Karaman E, et al. A Rare Cause of Recurrent Spontaneous Pneumothorax: Birt-Hogg-Dube Syndrome. Turk Thorac J
2018; 19(3): 150-2. DOI: 10.5152/TurkThoracJ.2018.17045.
 15. Radzikowska E. Pulmonary Langerhans’ cell histiocytosis in adults. Adv. Respir. Med. 2017; 85: 277–289

 16. Wei P, et al. Pulmonary Langerhans Cell Histiocytosis: Case Series and Literature Review. 2014. Medicine 93(23):e141.
DOI: 10.1097/MD.0000000000000141
 17. Castoldi MC, et al. Pulmonary Langerhans cell histiocytosis: the many faces of presentation at initial CT scan. Insights
Imaging (2014) 5:483–492. DOI 10.1007/s13244-014-0338-0
 18. Ahmed TU, et al. Congenital Pulmonary Airway Malformation (CPAM): A Case Report. BANGLADESH J CHILD
HEALTH 2017; VOL 41 (2): 125-128
 19. Nadeem M, et al. Review Article Congenital Pulmonary Malformation in Children. Hindawi Publishing Corporation
Scientifica Volume 2012, Article ID 209896, 7 pages http://dx.doi.org/10.6064/2012/209896
 20. Sodhi KS, et al. Approach to Pediatric Chest Imaging in ER. 2016.
https://www.slideshare.net/TeleradiologySolutio/ser-2016-30-mts-k-sodhi
 21. Ahmed A, et al. Diagnosis of Pulmonary Sequestration : Contribution of the CT Scan. La tunisie Medicale - 2015 ; Vol
93 ( n°04 ) : 275-276
 22. Long Q, et al. Evaluation of pulmonary sequestration with multidetector computed tomography angiography in a
select cohort of patients: A retrospective study. CLINICS 2016;71(7):392-398. DOI: 10.6061/clinics/2016(07)07
 23. Weerakkody Y et al. Pulmonary Sequestration https://radiopaedia.org/articles/pulmonary-sequestration

 24. Jethra S, Bronchopulmonary Sequestration. http://learningradiology.com/archives05/COW%20173-


Sequestration/sequestrationcorrect.htm 63
 25. Qi W, et al. Intralobar pulmonary sequestration displayed as localized emphysema on computed tomography image.
Journal of Cardiothoracic Surgery (2017) 12:83. DOI 10.1186/s13019-017-0646-9
 26. Onuki T, et al. Intrapulmonary Bronchogenic Cyst in the Thoracic Cavity : A Case Report. Ann Thorac Cardiovasc
Surg 2014; 20: 246–249.
 27. Lovrenski A, et al. Desquamative Interstitial Pneumonia: A Case Report. Srp Arh Celok Lek. 2014 Sep-Oct;142(9-
10):602-606. DOI: 10.2298/SARH1410602L.
 28. Seaman DM, et al. Diffuse Cystic Lung Disease at High-Resolution CT. AJR 2011; 196:1305–1311.
DOI:10.2214/AJR.10.4420
 29. Gupta N, et al. Diffuse Cystic Lung Disease Part II. Am J Respir Crit Care Med Vol 192, Iss 1, pp 17–29, Jul 1, 2015. DOI:
10.1164/rccm.201411-2096CI
 30. Harari S, et al. Lymphangioleiomyomatosis: what do we know and what are we looking for? European Respiratory
Review 2011 20: 034-044; DOI: 10.1183/09059180.00011010
 31. Smith H, et al. Bronchiectasis. https://radiopaedia.org/articles/bronchiectasis

64
65

Anda mungkin juga menyukai