Anda di halaman 1dari 40

REFERAT

ASFIKSIA NEONATORUM

PEMBIMBING :
DR. CATHARINA DIAN, SP.A
DISUSUN OLEH :
TITO HAPOSAN MANGATUR TOBING
1261050012
KEPANITERAAN KLINIK  ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 07 MEI 2018 – 21 JULI 2018
 
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
TAHUN 2018
PENDAHULUAN

 Asfiksia neonatorum merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada


bayi-bayi baru lahir (BBL) di seluruh dunia, dengan prevalensi yang lebih tinggi
pada negara-negara berkembang karena fasilitas kesehatan yang kurang
memadai.

WHO Negara Berkembang Indonesia


• 4 juta kematian setiap tahun • 3% dari seluruh bayi (3,6 juta • SDKI 2012  angka kematian
terjadi akibat asfiksia BBL) mengalami asfiksia neonatal (AKN) di Indonesia
neonatorum, yang adalah 38% neonatorum sedang hingga berat, sebesar 19/1000 kelahiran hidup,
dari seluruh kematian anak-anak dan 23% dari mereka (840.000) dengan penyebab utamanya
balita meninggal, dan sekitar 25% adalah gangguan
lainnya mengalami sekuel yang pernapasan/asfiksia (35,9%),
serius. BBLR (32,4%), dan sepsis (12%).
PENDAHULUAN

 Afiksia neonatorum paling banyak menyebabkan ensefalopati neonatus 


kemudian menjadi cerebral palsy.
 Segera setelah kejadian asfiksia, bayi sering mengalami sekuel seperti kejang,
apneu, ketidakmampuan mengisap (problem feeding), dan tonus motorik yang
buruk.
 Meskipun banyak teknik perawatan perinatal telah dikembangkan, asfiksia tetap
menjadi masalah utama neonatus, bahkan pada bayi-bayi cukup bulan.
 Tujuan referat  membahas mengenai definisi asfiksia neonatorum, kriteria untuk
mendiagnosisnya, tanda dan gejala, serta tatalaksana asfiksia neonatorum, agar
mortalitas dan morbiditas pada bayi-bayi baru lahir dapat dihindari
FISIOLOGI PERNAPASAN

 Tujuan pernapasan  memberikan oksigen ke jaringan dan membuang karbon


dioksida.
 Demi mencapai tujuan ini, respirasi dibagi menjadi empat peristiwa fungsional
utama, yaitu:
 Ventilasi paru  pertukaran gas antara udara di atmosfer & alveolus paru
 Pertukaran gas di dalam paru  difusi O2 & CO2 antara alveolus & darah)
 Transpor O2 & CO2 dari darah & cairan tubuh ke dalam sel & sebaliknya
 Regulasi respirasi.
FISIOLOGI PERNAPASAN

 Tiga unsur dasar sistem kontrol respirasi:


 1) sensor/reseptor  berfungsi
mengumpulkan informasi
 2) pengendali pusat di otak (SSP), yang
mengkoordinasikan informasi
 3) efektor (otot-otot respirasi), yang
menimbulkan gerak napas.
 Sebaliknya, peningkatan aktivitas
pernapasan dapat memberikan umpan
balik negatif  peningkatan ventilasi
akan menurunkan PCO2 arteri 
menurunkan input sensorik ke otak 
penurunan ventilasi.
FISIOLOGI PERNAPASAN:
Transisi Menjadi Pernapasan dengan Paru

 Transisi dari keadaan tidak bernapas dengan paru (janin) menjadi bernapas dengan paru
memerlukan patensi jalan napas, perkembangan paru yang fungsional, dan maturitas kontrol
respirasi
 Cairan paru fetus harus digantikan oleh udara  bermula prenatal karena transpor natrium
aktif di sepanjang epitel paru memindahkan paru dari lumen paru menuju interstisium
dengan penyerapan ke pembuluh darah.
 Peningkatan sirkulasi katekolamin, vasopresin, prolaktin, dan glukokortikoid membantu
adsorpsi cairan paru dan memicu perubahan epitel paru dari sekretori-klorida menjadi
reabsorptif-natrium.
 Kapasitas residual fungsional (KRF) harus ditegakkan dan dipertahankan untuk membangun
hubungan ventilasi-perfusi yang akan menyediakan pertukaran oksigen dan karbondioksida
yang memadai antara alveolus dan darah.
FISIOLOGI PERNAPASAN:
Transisi Menjadi Pernapasan dengan Paru

Tekanan
Tekanan
ekspirasi Tekanan
Tekanan ygyg
ekspirasi tinggi
Surfaktan esofagus
esofagus tinggi
Surfaktan dibutuhkan
yang Bayi
Bayi yang
yang beberapa
beberapa dibutuhkan
yang untuk
mengelilingi bernapas
bernapas pernapasan
pernapasan untuk
mengelilingi menginisiasi
alveolus spontan
spontan tidak
tidak pertama
pertama bayibayi menginisiasi
alveolus napas
membantu membutuhka
membutuhka baru
baru lahir
lahir   napas
membantu diperlukan Dari
Saat n
n tekanan 45-90 cm diperlukan Dari jumlah
jumlah
Saat partus
partus aerasi
aerasi paru
paru tekanan 45-90 cm untuk tersebut,
per pembuka H
H22O,
O,  akibat untuk tersebut, 20-
20-
per vaginam,
vaginam, yg
yg belum
belum pembuka akibat melawan 30
kompresi terisi untuk melawan 30 mL/kgBB
mL/kgBB
kompresi terisi udara
udara untuk ekspirasi
ekspirasi gaya
intermiten (mengurangi membuat dengan gaya tekanan
tekanan akan
akan tersisa
tersisa
intermiten (mengurangi membuat dengan glotis
glotis permukaan
permukaan & & setelah
setelah napas
napas
dari
dari toraks
toraks tekanan
tekanan airflow,
airflow, bayi-
bayi- yang
yang
bayi viskositas
viskositas pertama
pertama
membantu
membantu permukaan,
permukaan, bayi yang
yang setengah
setengah cairan
pemindahan dan memerlukan tertutup) cairan yg
yg untuk
untuk
pemindahan dan memerlukan tertutup)   tersisa pada
tersisa pada menegakkan
menegakkan
cairan
cairan paru
paru menurunkan
menurunkan VTP
VTP saat
saat lahir
lahir membantu
membantu
memerlukan saluran
saluran KRF
KRF
tekanan
tekanan yang
yang memerlukan terbentuknya
terbentuknya
tekanan napas,
napas, & & juga
juga
dibutuhkan
dibutuhkan tekanan KRF
KRF tptp sulit
sulit
pembuka untuk
untuk
untuk
untuk pembuka 13- 13- dilakukan
dilakukan memasukkan
membuka 32
32 cmcm H
H22OO dengan memasukkan
membuka dengan 50
alveolus) pemberian 50 mL/kgBB
mL/kgBB
alveolus) pemberian udara
ventilasi udara ke
ke
ventilasi dalam
dalam paru
paru
artifisial
artifisial
FISIOLOGI PERNAPASAN:
Transisi Menjadi Pernapasan dengan Paru

 Udara yang masuk ke paru menggantikan cairan, mengurangi tekanan hidrostatik


pada pembuluh darah pulmonal, & meningkatkan aliran darah pulmonal.
 Semakin besarnya aliran darah meningkatkan volume darah pada paru &
meningkatkan luas area vaskular yang efektif untuk pengambilan cairan.
 Sisa cairan didrainase melalui limfatik pulmonal, jalan napas atas, mediastinum, &
rongga pleura.
 Pemindahan cairan ini dapat terganggu setelah sectio Caesarea atau akibat
defisiensi surfaktan, kerusakan sel endotel, hipoalbuminemia, tingginya tekanan
vena pulmonal, atau sedasi neonatus.
FISIOLOGI PERNAPASAN:
Transisi Menjadi Pernapasan dengan Paru

 Inisiasi napas pertama disebabkan: 1) penurunan PaO2 dan pH, dan 2) peningkatan
PaCO2 akibat interupsi sirkulasi plasental, 3) redistribusi cardiac output, dan 4)
penurunan temperatur tubuh serta 4) berbagai input taktil dan sensori lainnya.
 Jika dibandingkan dengan neonatus cukup bulan, neonatus kurang bulan lebih
memiliki dinding dada yang compliant dan dapat menjadi kesulitan saat
menegakkan KRF  didapatkan paling rendah pada bayi-bayi imatur karena
sedikitnya jumlah alveolus.
 Abnormalitas perbandingan ventilasi : perfusi lebih banyak & lebih lama pada bayi
kurang bulan  dapat menyebabkan hipoksemia dan hiperkarbia akibat
atelektasis, shunting intrapulmoner, hipoventilasi, dan trapping udara.
FISIOLOGI PERNAPASAN:
Transisi Menjadi Pernapasan dengan Paru

 Bayi-bayi paling kurang bulan mengalami gangguan yang paling berat 


respiratory distress syndrome (RDS). Namun, pada bayi-bayi cukup bulan
yang sehat, oksigenasi juga berkurang segera setelah lahir, dan SatO2
meningkat di atas 90% setelah 5 menit pertama
 Selama kondisi tidur pada beberapa bulan pertama paskanatal, bayi-bayi
cukup bulan dapat mengalami episode pernapasan normal yang diinterupsi
henti napas sejenak  pola napas periodik, yang berpindah dari ritmisitas
regular menjadi episode-episode singkat siklik apneu intermiten
 Hal ini terutama ditemui lebih sering pada bayi-bayi preterm, yang dapat
terjadi pause apneu 5-10 detik diikuti respirasi yang cepat (50-60 kali per
menit) selama 10-15 detik.
ASFIKSIA

 Asfiksia berasal dari kata Yunani  AAP (American Association of Pediatrician)


yang berarti “penghentian pulsasi”. mendefinisikan asfiksia sebagai suatu
keadaan yang disebabkan kurangnya O2
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL)
pada udara respirasi, yang ditandai
menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak dengan:
Indonesia) adalah kegagalan napas
 Asidosis (pH <7,0) pada arteri umbilikalis
secara spontan dan teratur pada saat lahir
saat lahir atau beberapa saat setelah
 Nilai APGAR setelah menit ke lima tetap 0-3
lahir. Kegagalan pernapasan yang
efektif ini akan menyebabkan  Manifestasi neurologis (kejang, hipotoni,
koma atau hipoksik iskemia ensefalopati)
hipoksemia dan hiperkapnia, yang atau ensefalopati neonatus
akan menjadi asidosis metabolik  Gangguan sistem multiorgan
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Pre-konseptional
Pre-konseptional Antepartum
Antepartum Intrapartum
Intrapartum Segera
Segera Paskapartum
Paskapartum
• Usia ibu ≥35 tahun • Penyakit protrombotik • HR abnormal selama • Kelainan sekunder akibat
• Faktor-faktor sosial pada ibu persalinan abnormalitas pulmonal,
• Riwayat kejang atau • Penyakit tiroid ibu • Korioamnionitis neurologis, atau
penyakit neurologis di • Preeklamsia yang parah • Demam / infeksi kardiobaskular
keluarga • Gestasi multipel (gemelli) • Mekonium yang kental
• Pengobatan infertilitas • Abnormalitas • Persalinan per vaginam
• Kematian neonatus genetik/kromosomal dengan tindakan
sebelumnya • Malformasi kongenital • Anestesi umum
• Intrauterine growth • Operasi Caesaria cito
restriction (IUGR) • Abrupsio plasenta
• Trauma antepartum • Trauma persalinan
• Presentasi sungsang • Prolaps korda umbilikal
• Perdarahan antepartum • Ruptur uteri
• Terganggunya sirkulasi • Henti jantung ibu
uteroplasental/kompresi • Eksanguinasi fetus
umbilikus • BBLR
PATOFISIOLOGI

 Bayi-bayi yang mengalami kekurangan O2 akan bernapas dengan cepat dalam


periode yang singkat  demi mengkompensasi defisit oksigen dalam darah.
 Jika asfiksia terus berlanjut, otot-otot napas akan mengalami kelelahan (exhaustion)
dan kemudian gerak napas akan berhenti, denyut jantung menurun, dan tonus
muskular berkurang berangsur-angsur  bayi memasuki periode apneu yang
dikenal sebagai apneu primer (henti napas komplit).
 Apnea primer juga dapat disebabkan oleh paru yang mengembang saat kepala
berada di jalan lahir atau jika paru tidak mengembang karena suatu hal.
 Selama apneu primer, TD meningkat bersamaan dengan dilepaskannya katekolamin
dan zat-zat kimia stres lainnya.
PATOFISIOLOGI

 Biasanya, pemberian rangsangan dan oksigen selama periode apneu primer dapat
merangsang terjadinya pernapasan spontan kembali  jika asfiksia berlanjut, bayi
akan bernapas megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan
darah bayi menurun, dan bayi menjadi lemas (flaccid).
 Pernapasan makin lama makin melemah, dan bayi memasuki periode apneu yang
kedua yang disebut apneu sekunder  akan menjadi apneu terminal.
 Pada apneu terminal, TD menurun tajam & nadi menjadi bradikardia berat, yang
lama kelamaan akan menjadi henti jantung.
MANIFESTASI KLINIS

 DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari  TD rendah karena kekurangan O2 pada
100x/menit dan tidak teratur otot jantung, kehilangan darah atau
kekurangan aliran darah yang kembali ke
 Mekonium dalam air ketuban pada janin
plasenta sebelum dan selama proses
letak kepala persalinan
 Tonus otot buruk karena kekurangan  Takipnu (pernafasan cepat) karena
oksigen pada otak, otot, dan organ lain kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau
 Depresi pernafasan karena otak nafas tidak teratur/megap-megap
kekurangan oksigen  Sianosis (warna kebiruan) karena
 Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) kekurangan oksigen didalam darah
karena kekurangan oksigen pada otot-  Penurunan terhadap spinkters
otot jantung atau sel-sel otak  Pucat
MANIFESTASI KLINIS

 Secara klinis  bayi yg lahir dengan asfiksia tidak dapat bernapas spontan dan
teratur segera setelah lahir
 Kesepakatan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM  bayi yg lahir dengan nilai
Apgar menit pertama 0-3 sebagai asfiksia berat, nilai Apgar menit kedua 4-6 sebagai
asfiksia sedang.
 Meskipun demikian, nilai Apgar yang rendah pada bayi prematur dan bayi kecil masa
kehamilan (KMK) bukan merupakan petunjuk asfiksia, karena bayi-bayi tersebut
cenderung hipotonus, sianosis pada ekstremitas, dan lebih lemah.
 Nilai Apgar 6 atau 7 mungkin sudah maksimal untuk bayi prematur, sedangkan pada
bayi dengan masa gestasi kurang dari 30 minggu sering lahir dgn nilai Apgar 2-3
tanpa adanya asfiksia.
MANIFESTASI KLINIS

Klinis 0 1 2
Detak Jantung Tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit
Pernapasan Tidak ada Tidak teratur Tangisan kuat
Refleks saat pembersihan jalan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
napas
Tonus Lunglai Fleksi ekstremitas Fleksi kuat, gerak aktif
(lemas)
Warna Kulit Biru/pucat Tubuh merah, Merah seluruh tubuh
ekstremitas biru
MANIFESTASI KLINIS

 Kriteria diagnosis asfiksia neonatorum berubah-ubah seiring berjalannya waktu &


direvisinya panduan-panduan  inti dari seluruhnya: adanya keadaan metabolik
asidosis yg parah (pH<7,0 dan base deficit ≥12 mmol/L) saat lahir dengan tanda-
tanda ensefalopati sedang hingga berat.
 Pemeriksaan darah arteri dan vena harus dilakukan karena darah arteri
melambangkan status neonatus lebih spesifik, sedangkan darah vena lebih
merefleksikan pertukaran oksigen uteroplasenta.
TATALAKSANA

 Bayi yang diduga mengalami asfiksia segera setelah lahir  harus segera
dilakukan langkah pertama: resusitasi neonatus.
 Pada saat bayi baru lahir, nilai apakah bayi cukup bulan, apakah cairan amnion
jernih, apakah bayi bernapas atau menangis, dan apakah tonus ototnya baik. Jika
ya, bayi cukup dilakukan perawatan rutin  jika tidak, tempatkan bayi di bawah
pemancar panas, posisikan kepala bayi sedikit terngadah agar jalan napas
terbuka, dan jila perlu lakukan pembersihan jalan napas dengan pengisapan pada
mulut hingga orofaring, kemudian hidung.
 Keringkan bayi dan rangsang taktilnya, kemudian reposisi kepala agar sedikit
terngadah. Langkah awal ini harus diselesaikan dalam ≤30 detik
RESUSITASI NEONATUS

Posisi Kepala yang Benar untuk Membuka Saluran Napas


RESUSITASI NEONATUS

 Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan  Sungkup harus menutupi hidung dan mulut,
jika pada penilaian paska langkah awal, tidak menekan mata dan tidak menggantung di
dagu.
didapatkan salah satu keadaan berikut:
 Tekan sungkup dengan jari tangan, jika
 Apneu terdengar udara keluar dari sungkup, perbaiki
 Frekuensi jantung <100 kali/menit perlekatan sungkup.
 Tetap sianosis sentral walaupun telah
 Kebocoran paling umum  antara hidung &
diberi oksigen aliran bebas pipi. VTP menggunakan balon sungkup
diberikan selama 30 detik dengan kecepatan
 Sebelum VTP dilakukan, pastiKan bayi 40-60 kali per menit, yang menghasilkan 20-30
dalam posisi kepala setengah terngadah. kali VTP dalam 30 detik.
Pilih ukuran sungkup 1 untuk bayi  Pastikan bahwa dada bergerak naik turun dan
berat normal, 0 untuk bayi BBLR. tidak terlalu tinggi, secara simetris. Lakukan
penilaian setelah VTP 30 detik
RESUSITASI NEONATUS

 Apabila setelah tindakan VTP selama 30 detik, HR


<60 kali per menit  lakukan kompresi dada yang
terkoordinasi dengan ventilasi selama 30 detik,
dengan kecepatan 3 kompresi : 1 ventilasi selama
2 detik
 Kompresi dilakukan dengan dua ibu jari atau jari
tengah dan telunjuk atau jari tengah dan jari
manis.
 Lokasi kompresi ditentukan dengan
menggerakkan jari sepanjang tepi iga terbawah
menyusur ke atas sampai mendapat sifoid, lalu
letakkan ibu jari atau jari-jari pada tulang sternum
sedikit di atas sifoid. Berikan topangan pada
bagian belakang bayi. Tekan sedalam 1/3
diameter anteroposterior dada

Pemilihan Sungkup dan Perlengkatan Sungkup


RESUSITASI NEONATUS

 Obat-obat:  Penambah volume plasma  diberikan


jika bayi pucat, terbukti ada kehilangan
 Epinefrin  indikasi: setelah darah, dan atau bayi tidak memberi
pemberian VTP 30 detik dan respon yang memuaskan setelah
pemberian terkoordinasi VTP + resusitasi.
kompresi dada selama 30 detik, HR
tetap <60 kali per menit.
 Cairan yang dipakai : salin 0,9% / ringer
laktat / atau darah O- (O negatif) jika
 1 mL cairan 1:10.000, jika diberikan golongan darah belum diperiksa
melalui vena umbilikalis sebanyak 0,1-
0,3 mL/kgBB, jika melalui pipa  Cairan diberikan dalam spuit 50 mL
endotrakea sebanyak 0,3-1,0 mL/kgBB. dengan dosis 10 mL/kgBB melalui vena
umbilikalis dengan kecepatan 5-10
 Epinefrin diberikan secepat mungkin.
menit (hati-hati pada bayi kurang bulan)
RESUSITASI NEONATUS

 Jika sesudah 10 menit dilakukan resusitasi


dengan benar, dan bayi masih tidak Kejang Apneu
bernapas dan tidak ada denyut jantung  • Fenobarbital 20 mg/kgBB IV 5 • Akibat asfiksia berat saat
menit  Fenobarbital 10 persalinan, kadang terkait
pertimbangkan untuk menghentikan mg/kgBB s/d maks 49 kejang
mg/kgBB  Fenitoin 20
resusitasi. mg/kgBB dalam NS kec. 1
• Atasi dengan resusitasi

mg/kgBB/menit
 Kondisi harus dijelaskan pada orang tua,
dan pastikan ibu memegang bayinya jika
diinginkan Ketidakmampuan Tonus motorik yg
menghisap buruk
 Selain resusitasi efektif, beberapa hari • Minumkan susu lewat OGT • Spastis atau lemas setelah
setelah kelahiran mungkin timbul masalah • Hati-hati keterlambatan asfiksia
akibat terganggunya suplai oksigen ke pengosongan lambung 
regurgitasi minum
organ-organ sebelum, selama, atau segera
sesudah kelahiran.
PROGNOSIS

 Prognosis bayi diprediksi melalui pemulihan motorik dan kemampuan


mengisap.
 Jika setelah satu minggu paska natal bayi masih lemas atau spastik, tidak
responsif dan tidak dapat mengisap, bayi mungkin mengalami cedera berat
otak dan memiliki prognosis yang buruk.
 Prognosis tidak begitu buruk untuk bayi-bayi yang mengalami pemulihan fungsi
motorik dan mulai mengisap.
 Keadaan-keadaan ini harus dibahas dengan orang tua selama bayi di rumah
sakit.
KOMPLIKASI:
SSP (Ensefalopati Hipoksik-Iskemik)

Hipoksemia
Hipoksemia Iskemia
Iskemia
 Merupakan kelainan neuropatologis yg
Glukosa yang
masuk ke otak paling sering ditemui pada bayi dengan
meningkat
peningkatan asfiksia, selain perdarahan
glikogenolisis,
glikolisis, dan
Perfusi otak ke
sebagian atau periventrikular-intraventrikular yg
penurunan glukosa
otak (pemakaian
seluruh otak
menurun terutama terjadi pada bayi kurang bulan
glukosa lebih
banyak
dibandingkan  Kelainan neurologis yang dapat
glukosa yang
masuk) ditimbulkan  gangguan intelegensia,
Gllukosa yang
masuk dalam sel
kejang, gangguan perkembangan
Peningkatan
produksi asam
otak menurun 
meningkatkan
psikomotor dan kelainan motorik yang
laktat (H+), karena
glikolisis anaerob
glikogenolisis,
glikolisis,
termasuk di dalam cerebral palsy.
dan gangguan pembentukan
penggunaan
piruvat fosforilasi
laktat 
menghasilkan
 Disebabkan oleh defisit suplai oksigen
oksidatif menurun
& produksi ATP
asidosis,
penurunan ATP,
yang disebabkan hipoksemia dan iskemia
menurun akumulasi asam &
no reflux
phenomenon
KOMPLIKASI:
SSP (Ensefalopati Hipoksik-Iskemik)

 Gejala klinis  12 jam setelah


asfiksia berat, yaitu stupor hingga
koma, pernapasan periodik atau
usaha napas iregular, oliguria,
hipotonus, tidak ada refleks seperti
Moro dan refleks hisap, kejang tonik-
klonik atau muktifokal, apneu.
 Saat 24-72 jam setelahnya dapat
terjadi koma, apneu yang lama, dan
mati batang otak.
KOMPLIKASI:
SSP (Ensefalopati Hipoksik-Iskemik)

 Penanganan ensefalopati hipoksik-iskemik 


 Upaya mempertahankan suhu tubuh bayi tetap normal
 Menjaga perfusi dan ventilasi yang baik
 Mempertahankan kadar glukosa antara 75-100 mg/dl
 Menjaga keseimbangan asam basa dan elektrolit serta penanganan kejang.
 Diusahakan terapi yang adekuat pada suhu, perfusi, ventilasi, metabolisme
glukosa dan kalsium, status asam basa juga pentingnya penanganan kejang
KOMPLIKASI:
Sistem Kardiovaskular

Pemeriksaan Hasil Gangguan Sistem KV


PF Gejala gagal jantung  takipnu, takikardia, pembesaran jantung dan
irama derap (gallop), bising sistolik di garis sternalis kiri bawah
(regurgitasi trikuspid) dan dapat terdengar di apeks (regurgitasi mitral)
EKG Depresi segmen S-T pada mid-precordium dan gelombang T yang negatif
abnormal di left precordium
CK-MB Kreatin kinase plasma serum MB isoenzim meningkat >5-10%
Echo Struktur jantung yang normal tetapi kontraksi ventrikel kiri berkurang
terutama di dinding posterior
Lain-lain Hipertensi pulmonal persisten, insufisiensi trikuspid, nekrosis miokardium,
dan renjatan
KOMPLIKASI:
Sistem Kardiovaskular

 Penanganan:
 Ventilasi yang adekuat untuk mengatasi hipoksemia dan asidosis
 Hindari beban volume yang berlebihan
 Pemantauan TD, tekanan vena sentral, saturasi oksigen dan diuresis
 Atasi syok kardiogenik dengan dopamin atau dobutamin.
 Pada kasus berat diperlukan reduksi afterload dengan ß-agonis (isoproterenol), α-bloker perifer
(fentolamin atau tolazolin), atau nitroprusside.
 Prognosis iskemia miokardium baik. Fungsi jantung akan menjadi normal dalam tiga
minggu dan EKG menjadi normal dalam tiga bulan. Jika terjadi syok kardiogenik yang
berat biasanya bayi meninggal karena kerusakan otak dan kerusakan organ vital lainnya.
KOMPLIKASI:
Ginjal

 Gangguan perfusi dan dilusi ginjal, serta kelainan filtrasi glomerulus, yang terjadi
karena proses redistribusi aliran darah yang menimbulkan nekrosis tubulus dan
perdarahan medula
 Gejala utama  oliguria + peningkatan blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin
 Hipoksia yang terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan akan mengakibatkan
iskemia ginjal yang awalnya bersifat sementara, namun bila hipoksia berlanjut,
akan menyebabkan kerusakan korteks dan medula yang menetap.
 Bayi dengan asfiksia mempunyai risiko untuk terjadinya nekrosis tubular akut dan
SIADH.  Perlu dilakukan pemantauan jumlah urin, urinalisis, berat jenis urin,
osmolaritas dan elektrolit urin dan serum
KOMPLIKASI:
Ginjal

 Pengukuran:
 Kreatinin urin dan serum + kadar natrium urin dan serum
 Kadar mikroglobulin urin
 Ukuran ginjal (dengan USG)
 Tatalaksana:
 Infus dopamin 1,25-2,5 mg/kgBB/jam (IV) dapat memperbaiki perfusi ginjal.
 Penelitian lain melaporkan pemberian teofolin 8 mg/kgBB yang diberikan beberapa jam
setelah lahir pada neonatus cukup bulan dengan asfiksia berat secara bermakna dapat
menurunkan kreatinin serum dan b2–mikroglobulin urin, serta terjadinya peningkatan
klirens kreatinin
KOMPLIKASI:
Saluran Cerna

 Bayi asfiksia mempunyai risiko  Tata laksana EKN 


terjadinya iskemia saluran cerna dan  Tidak memberikan makanan oral, aspirasi
enterokolitis nekrotikan (EKN). cairan lambung
 Pemberian antibiotik dan nutrisi parenteral.
 Hal ini disebabkan pada bayi asfiksia
terjadi redistribusi aliran darah ke  Operasi dilakukan bila terjadi perforasi
atau peritonitis.
organ-organ vital, sehingga saluran
cerna cenderung mengalami  Untuk mencegah EKN pada bayi asfiksia
hipoperfusi (mengorbankan ginjal adalah pemberian makanan enteral yang
dan usus). isotonik atau hipotonik dengan volume
yang kecil dimulai pada hari ke 5-7 atau
setelah bising usus normal & feses tidak
berdarah.
KOMPLIKASI:
Hepar

 Hati dapat mengalami kerusakan yang berat (shock liver), sehingga fungsinya
dapat terganggu.
 Kadar transaminase serum (SGOT, SGPT), faktor pembekuan (PT, PTT, dan
fibrinogen), albumin dan bilirubin harus dipantau. Kadar amonia serum juga harus
diukur.
 Jika perlu, diberikan faktor-faktor pembekuan darah.
 Kadar gula darah dipertahankan pada 75- 100 mg/dL.
 Obat-obat yang didetoksifikasi di hati juga harus dimonitor kadarnya secara ketat.
 Kegagalan fungsi hati merupakan pertanda prognosis yang buruk.
KOMPLIKASI:
Hematologi

 Seringkali ditemukan KID akibat rusaknya pembuluh darah, kegagalan hati


membuat faktor pembekuan dan sumsum tulang gagal memproduksi trombosit.
 Penanganannya meliputi pemantauan Protrombin Time (PT) / Partial
Tromboplastin Time (PTT), fibrinogen dan trombosit serta pemberian faktor-faktor
pembekuan jika diperlukan
KOMPLIKASI:
Paru

 Dampak asfiksia terhadap paru 


 Hipertensi pulmonal persisten dengan mekanisme terjadi melalui vasokonstriksi paru akibat hipoksia
dan asidosis
 Pembentukan otot arteriol paru pada masa pranatal
 Pelepasan zat aktif seperti leukotrin dan pembentukan mikrotrombus
 Perdarahan paru
 Edem paru karena gagal jantung
 Acute respiratory distress syndrome
 HMD sekunder akibat gangguan produksi surfaktan karena asfiksia
 Aspirasi mekonium.
 Pengobatan  oksigenasi dan ventilasi yang adekuat
PENCEGAHAN

 Tidak semua kejadian asfiksia dapat diprediksi!


 Kejadiannya dapat dicegah/diminalisir dengan:
 Menjaga asupan ibu sebelum dan selama kehamilan agar pertumbuhan janin baik (tidak lahir
dengan BBLR)
 Menjaga kesehatan dan beristirahat dengan cukup agar terhindar dari infeksi dan kejadian-
kejadian demam intrapartum
 Melakukan antenatal care (ANC) dengan tepat waktu agar kesehatan anak dipantau dengan
baik
 Melakukan persalinan dengan bantuan penolong persalinan yang kompeten (bidan atau
dokter) agar tatalaksana resusitasi anak, jika diperlukan, dapat dilakukan dengan adekuat.
KESIMPULAN

 Asfiksia neonatorum dapat disebabkan  Banyak komplikasi yang dapat terjadi


oleh berbagai faktor, yaitu faktor-faktor akibat kejadian asfiksia, yaitu kerusakan
predisposisi ibu, sebelum kelahiran, saat SSP, ginjal, kardiovaskular, hepatik,
persalinan, dan paska salin. hematologi, saluran cerna, dan pulmonal.
 Asfiksia neonatorum menimbulkan  Kejadian asfiksia dapat ditatalaksana
banyak kelainan multiorgan, sehingga dengan cepat dengan melakukan
penanganan asfiksia harus dilakukan resusitasi sesegera mungkin dengan
dengan tepat dan cepat. harapan bayi tidak menjadi apneu
sekunder dan apneu terminal
 Asfiksia dapat dengan cepat dikenali
pada bayi baru lahir jika ketuban  Meskipun asfiksia tidak selalu dapat
mekonium, pernapasan bayi terganggu, diprediksi, banyak kejadian asfiksia juga
dan bayi kurang bugar (tidak menangis). dapat dicegah!
DAFTAR PUSTAKA

 Pitsawong C, Panichkul P. Risk Factor Associated with  Rahajoe NN, Supriyanto B, Setyanto DB. Buku Ajar
Birth Asphyxia in Phramongkutklao Hospital. Thai J Respirologi Anak. Ed 4. 2015. Jakarta: Badan Penerbit
Obstet Gynaecol 2012; 19(4): 165-71. IDAI.
 Bryce J, Boschi-pinto C, Shibuya K, Black RE. WHO  Carlo WA, Ambalavanan N. Respiratory Tract Disorders.
Estimates of The Causes of Death in Children. Lancet. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St Geme III JW,
2005; 365(9465): 1147-52. Schor NF. Nelson Textbook of Pediatrics. Ed 20. 2016.
Philadelphia: Elsevier. 848-9.
 Widiani NN, Kurniati DP, Windiani IG. Maternal and
Infant Risk Factors on The Incidence of Neonatal  Saifuddin AB. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Asphyxia in Bali: Case Control Study. Public Health and Kesehatan Maternal dan Neonatal. 2009. Jakarta: PT
Preventive Medicine Archive. 2016 Des; 4(2): 120-6. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
 World Health Organization. Buku Saku Pelayanan  Manoe VM, Amir I. Gangguan Fungsi Multi Organ pada
Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2009. Jakarta: WHO. Bayi Asfiksia Berat. Sari Pediatri. 2003 Sep; 5(2): 72-8.
50-4.  World Health Organization. Buku Saku Pelayanan
 Antonucci R, Porcella A, Pilloni MD. Perinatal Asphyxia Kesehatan Neonatal Esensial. 2010. Jakarta:
in The Term Newborn. JPNIM. 2014 Okt; 3(2): e030269. Departemen Kesehatan. 5-6.

Anda mungkin juga menyukai