Anda di halaman 1dari 52

III.

Kesetimbangan dalam
Sistem Sederhana
1.1. Kondisi Kesetimbangan
1.2. Kestabilan Fasa dari Zat Murni
1.3. Pengaruh Tekanan terhadap Kurva
 vs T
1.4. Persamaan Clapeyron
1.5. Penerapan Persamaan Clapeyron
1.6. Diagram Fasa
1.7. Integrasi Persamaan Clapeyron
1.8. Pengaruh Tekanan terhadap
Tekanan Uap
1.9. Aturan Fasa
1.1. Kondisi Kesetimbangan

Potensial kimia tiap komponen dalam


sistem kesetimbangan sama pada setiap
tempat.

Jika ada beberapa fasa, potensial kimia


tiap zat mempunyai nilai yang sama pada
setiap fasa dimana zat tersebut ada
Untuk sistem satu komponen,

 = G/n

Persamaan Dasar

dμ  - S dT  V dP (1)
dimana S dan V berturut - turut merupakan
entropi dan volume molar
(2a, b)

Turunan dalam persamaan 2a dan 2b


merupakan slope dari kurva  versus T
dan  versus P
1.2 Kestabilan Fasa dari Zat Murni

Hukum ketiga termodinamika :


entropi zat selalu positif

Sehingga persamaan 2a selalu negatif

Plot  vs T selalu memberikan slope


negatif
Untuk ketiga fasa dari zat tunggal

(3)

Pada setiap temperatur, Sgas >> Sliq >


Ssolid •

Entropi padatan kecil sehingga pada


Gambar 1 kurva  vs T untuk padatan
mempunyai slope yang sedikit negatif.
Gambar 1.  Vs T pada P tetap
Kondisi termodinamika untuk
kesetimbangan antara fasa pada
tekanan konstan terlihat dengan jelas
pada Gambar 1.

Padatan dan cairan berada bersama-


sama dalam kesetimbangan jika padat =
cair ; yaitu pd titik potong Kurva S dan L.

Suhu yang berhubungan dengan keadaan


tersebut adalah Tm, titik cair.
Cairan dan gas berada bersama-sama
dalam kesetimbangan pada suhu Tb, pada
titik potong kurva L dan G dimana cair =
gas

Aksis suhu dibagi atas tiga interval.


- < Tm , padatan mempunyai  terendah
- Antara Tm dan Tb , cairan mempunyai 
terendah
- > Tb , gas mempunyai  terendah.

Fasa dengan nilai  terendah : fasa


Jika cairan berada dalam sistem pada
suhu < Tm , Gambar 2, potensial kimia
cairan= a sedangkan potensial kimia
padatan = b.

Gambar 2.  Vs T pada P tetap


Jadi, cairan dapat membeku secara
spontan pada suhu < Tm , karena
pembekuan akan menurunkan energi
bebas.
Pada suhu > Tm keadaan sebaliknya :
padat > cair sehingga padatan mencair
secara spontan untuk menurunkan
energi bebas Gibbs dari sistem.
Pada Tm padat =cair , sehingga kedua fasa
berada bersama-sama.
Hal yang sama terjadi dekat Tb.

Pada suhu < Tb cairan stabil sedangkan


pada suhu > Tb, gas stabil.

Diagram menunjukkan urutan dari fasa


yang diperoleh jika padatan di panaskan
pada tekanan tetap.

Pada suhu rendah sistem merupakan


padatan, pada Tm, cairan terbentuk; cairan
stabil sampai zat tersebut menguap pada
suhu Tb.
Urutan ini merupakan akibat dari urutan
nilai entropi, jadi merupakan akibat dari
kenyataan bahwa panas diserap dalam
transformasi padatan menjadi cairan dan
dari cairan menjadi gas.
1.3. Pengaruh Tekanan terhadap Kurva 
vs T

Bagaimana dengan kurva  vs T jika


tekanan berubah?.

Pertanyaan ini dapat dijawab dengan


Persamaan 2b,

dμ  V dP
Jika tekanan diturunkan, dP negatif, V
positif sehingga d menjadi negatif dan
potensial kimia turun sebanding dengan
volume fasa.

Karena volume molar cairan dan padatan


sangat kecil, nilai  hanya turun sedikit;
untuk padatan dari a ke a’ dan untuk
cairan dari b ke b’, (Gambar3a).
Gambar 3. Efek tekanan pada titik didih dan
titik cair. Garis utuh untuk tekanan tinggi dan
garis putus-putus untuk tekanan rendah (Vcair >
V )
Volume gas sekitar 1000 kali lebih
besar daripada volume padatan atau
cairan, sehingga  turun sangat besar;
dari c ke c'.

Kurva pada tekanan rendah ditunjukkan


oleh garis putus-putus yang sejajar
dengan garis utuh pada gambar 3(b).

Gambar 3(b) menunjukkan bahwa kedua


suhu kesetimbangan telah bergeser;
pergeseran titik cair kecil, sedangkan
pergeseran titik didih relatif besar
Pada tekanan lebih rendah, rentang
kestabilan zat nyata berkurang.
Jika tekanan diturunkan hingga nilai
yang cukup rendah, titik didih bahkan
turun di bawah titik cair padatan
(Gambar 4)

Jadi tidak ada suhu dimana cairan


stabil.
Gambar 4. Kurva  Vs T untuk zat yang
menyublim.
Pada suhu Ts, padatan dan gas berada
bersama-sama dalam kesetimbangan.
Suhu Ts merupakan suhu sublimasi dari
padatan yang sangat bergantung pada
tekanan.

Ada tekanan dimana ketiga kurva


berpotongan pada suhu yang sama.

Suhu dan tekanan ini menunjukkan titik


triple dimana ketiga fasa berada
bersama dalam kesetimbangan.
Apakah zat tertentu akan menyublim
atau tidak pada penurunan tekanan
bergantung pada sifat-sifat individu zat
tersebut.

Contoh, H2O pada tekanan di bawah


611 Pa.

Makin tinggi titik cair, makin kecil


perbedaan antara titik cair dan titik
didih pada 1 atm, makin tinggi tekanan
dibawah mana sublimasi diamati.
Tekanan di bawah mana sublimasi
diamati dapat diperkirakan untuk zat-zat
yang mengikuti aturan Trouton melalui
rumus:

(4)
1.4. Persamaan Clapeyron
Bila dua fasa dalam keadaan setimbang maka :
 ( T, P) = 
(T, P) ..................(5)

Jika terjadi perubahan P menjadi P + dP maka pada


kesetimbangan itu suhupun berubah dari T menjadi T
+ dT dan  menjadi  + d.
Dengan demikian pada kesetimbangan terjadi perubahan
sistem
 ( T, P) + d = 
(T, P)
+ d
...................(6)
Subtitusi persamaan (5) ke (6)
 ( T, P) + d = 
(T, P) + d

d = d ...............................(7)


Jika persamaan (1) dimasukkan ke pers (7) diperoleh :
d
= - SdT + VdP

d = - SdT + VdP


Sehingga
- SdT + VdP = - SdT + VdP

- SdT + SdT = VdP - VdP


(S - ( V - V)dP ……….(8)
S)dT =

Bila : V = V
- V maka
S = S S. dT = V. dP
- S
Bila ada transformasi  , maka :
dT V
 ………………………………..(9)
dP S
............................................(10)
dP S

dT V
Persamaan (9) dan (10) di sebut Pers. Clapeyron.
1. 5. Penerapan Persamaan Clapeyron
a. Kesetimbangan Padat Cair
Perubahan padat ke cair

S = Scair – Spadat = S peleburan

V = Vcair - Vpadat = V peleburan


Pada suhu kesetimbangan, proses transformasinya
reversibel sehingga
H peleburan
Speleburan 
T
Proses peleburan, Padat Cair , selalu
menyerap energi sehingga :
• H = (+) juga S = (+)
• Vpeleburan (+) Pd umumnya
Bergantung ρ
(-) Mis :H2O
Karena ρ padat < ρ cair, maka

dP Speleburan Hpeleburan
 
dT Vpeleburan T .Vpeleburan
P

Padat

Cair

Gambar 4. Padat- Cair


b. Kesetimbangan Cair Gas

Perubahan Cair ke Gas

S = Sgas – Scair = S penguapan


V = Vgas - Vcair = V penguapan

Pada suhu kesetimbangan, proses transformasinya


reversibel sehingga

H penguapan
Spenguapan 
T
Proses penguapan, Cair gas , selalu menyerap
energi sehingga :
• H = (+) juga S = (+)
• Vpenguapan = (+) untuk semua zat

dP Spenguapan Hpenguapan
 
dT Vpenguapan T .Vpenguapan

P
Padat Cair
Gas

Gambar 5. Cair – Uap


c. kesetimbangan Padat Gas
S = Sgas – Spadat = S Sublimasi
V = Vgas - Vpadat = V Sublimasi

Pada suhu kesetimbangan, proses transformasinya


reversibel sehingga
H sublimasi
Ssublimasi 
T

Proses Sublimasi, Padat gas , selalu


menyerap energi sehingga :
• H = (+) juga S = (+)
• VSublimasi = (+) untuk semua zat
Maka :
dP ΔSsublimasi ΔH sublimasi
 
dT ΔVsublimasi T.Δ. sublimasi

P
padat Cair

gas
T
P T
Tm Tb
Gambar 6. Diagram Fasa

• Pada titik Triple


H Sublimasi = H Peleburan + H Penguapan
1.6. Diagram Fasa
Diagram Fasa adalah : hubungan antara fasa, suhu, dan
Tekanan.
B C

1
P(atm)

Cair
Pad O
0,006 at

Gas
0 0,0098 100
A T (0 C)
Gambar 7. Diagram Fasa H2 O
67 C
P (atm)

Cair
Pada
5,11 t
O
Gas
1

A -78,2 -56,6 25
T( 0 C)

Gambar 8. Diagram Fasa CO2


Gambar 9. Diagram Fasa Sulfur
Kegunaan diagram fasa :

• Menentukan suhu lebur (Tl) atau suhu didih (Td) dalam


berbagai tekanan
• Menentukan perubahan fasa
• Menentukan fasa zat pada suhu dan tekanan tertentu.
• Menjelaskan sifat anomali air ( penyimpangan sifat air)
1. Garis kesetimbangan, Padat Cair
Untuk air adalah condong kekiri, akibatnya bila P
meningkat, maka Tl menurun. Demikian sebaliknya.

2. Garis kesetimbangan, Padat Cair


Untuk zat lain condong ke kanan, akibatnya bila P
meningkat, makaTl juga meningkat. Demikian
sebaliknya.
1.7. Integrasi Persamaan Clapeyron
Kesetimbangan Padat-Cair
Persamaan Clapeyron

dP Speleburan

dT Vpeleburan
Integrasi

P2 Tm' H peleburan dT
P1
dP  
Tm Vpeleburan T
Jika Hpeleburan dan Vpeleburan tidak bergantung
pada T dan P, persamaan menjadi

H peleburan T'm
P2 - P1  ln (11)
Vpeleburan Tm
dimana Tm’ = titik cair pada P2 dan Tm = titik
cair pada P1
Karena Tm’ – Tm biasanya cukup kecil maka logaritma
dapat diekspansi menjadi
Sehingga Persamaan (9) menjadi

H peleburan T
P  (12)
Vpeleburan Tm

Kesetimbangan Fasa Terkondensasi-Gas

Untuk Fasa Terkondensasi dengan uap.

P S H
 
T V T (V g - V c )
Pada kebanyakaan keadaan

Vg  Vc  Vg
Sehingga

d ln P H
 2
(13)
dT RT
Persamaan Clausius-Clapeyron
P T H
Po
d ln P  
To RT 2
dT

P H  1 1 
ln  -  -  (14)
Po R  T To 

Pada Po = 1 atm

H H
log P  - (15)
2,303 RTo 2,303 RT
1.8. Pengaruh Tekanan Thd Tekanan uap
Kesetimbangan cair Uap
Diasumsikan ada dua fasa pada tekanan yang sama
yaitu :
Cairan pada tekanan P
bergantung
uap pada tekanan uap p P

Uap + gas lain


P = pgas + pcair

Gambar 9.
Cairan dalam uatu ruang tertutup akan menguap sampai
ruangan jenuh (terjadi kesetimbangan antara cairan
dengan uap).

uap (T,p ) = cair(T, P ) ...............(16)

Pada T tetap , p = f (P) .


Jika persamaan (16) didefrensialkan terhadap P pada T
tetap maka,

 uap   p    cair 

 p 
       
 T  T  T

dengan menggunakan persamaan (2b), diperoleh:

 p 
Vuap    Vcair
  T
 p  Vcair
   ......................(17)
  T Vuap
Persamaan (17) menunjukkan bahwa :
tekanan uap(p) meningkat seiring dengan tekanan total
(P) cairan.
tetapi :
peningkatannya sangat kecil karena Vcair < V uap
Jika uapnya bersifat ideal maka :
RT
dp  Vcair dP
p

p P
dp
RT  p
 Vcair  dP
pO PO
 p 
RT ln   Vcair (  P o )
 po 
 
Dimana :
p = Tekanan Uap dibawah suatu tekanan P
p0 = Tekanan uap mula mula dimana cairan dan uap
dibawah tekanan yang sama

1.9. Aturan Fasa


Fasa adalah bagian dari sistem yang secara kimia dan
fisika sama (homogen) di seluruh bagian sistem tersebut
dan benar-benar terpisah dari bagian yang lain oleh batasan
yang jelas. Misalnya :

Minyak
Air
Jumlah fasa
Fase tidak selamanya sama dengan wujud
Wujud zat = 3 ( padat, cair, dan gas)
Fase = 3 atau lebih

gas, cairan murni, larutan, dan padatan murni adalah


satu fase
Sedangkan :
Padatan yang mempunyai dua bentuk kristal atau lebih
adalah lebih dari satu fasa.
Misal:
Karbon mempunyai dua bentuk kristal:
• Intan
• Grafit
• Konstituen
adalah banyaknya spesies kimia,molekul, ion atau atom yang
terdapat dalam suatu sistem
Misal :
Campuran alkohol dan
Air (saling melarutkan)
Fasa : 1
Konstituen :2 (air dan alkohol)

• Komponen
adalah jumlah minimum Konstituen yang secara bebas
(independent) diperlukan untuk menentukan komposisi
dari semua fasa yang ada dalam suatu sistem
Mis
al :
1. CaCO3(P) CaO(P) + CO2 (g)
Fasa : 3 (2 padat dan 1 gas)
Konstituen : 3 (CaCO3(P), CaO(P), dan CO2 (g)
Komponen :2
2. PCl5(g) PCl3(g) + Cl2(g)
Fasa : 1(gas)
Konstituen : 3 (PCl5(g), PCl3(g), dan Cl2(g))
Komponen : 2
3. NH4Cl(s) NH3(g) + HCl(g)
Fasa : 2 (padat dan gas)
Constituen : 3 (NH4Cl(s) , NH3(g) , HCl(g)
Komponen : 1
• Derajat kebebasan (Variance =F)
Adalah jumlah variabel intensif yang dapat diubah
secara bebas tanpa mengganggu jumlah fasa dalam
kesetimbangan sistem tersebut
1. Variabel Intensif : variabel yang tidak dipengaruhi oleh
ukuran.
Misal: Suhu, Tekanan,dan konsentrasi
2. Variabel Ekstensif : Variabel yang dipengaruhi oleh
ukuran.
Misal: massa , Volume, dll.
Menurut Aturan Fasa Gibbs :
F=C–P+2
dimana:
F = Derajat kebebasan
C = Komponen
P = Fasa
Untuk sistem satu komponen
a. Jika 1 fasa
F=C–P+2
F=1–1+2
F=2
Sistem mempunyai 2 derajat kebebasan(bivarian)
berarti ada 2 variabel intensif, misalnya T dan P
b. Jika 2 Fasa
F=C–P+2
F=1–2+2
F=1
Sistem mempunyai 1 derajat kebebasan (Univarian)
berarti hanya diperlukan 1 variabel intensif misal : T
atau P
c. Jika 3 Fasa
F=C–P+2
F=1–3+2
F=0
Sistem tidak mempunyai derajat kebebasan (invarian)
Kesimpulan :
Untuk sistem dengan satu komponen

Jumlah Fasa Derajat kebebasan


1 2
2 1
3 0

Anda mungkin juga menyukai